Tanjung Paser, 04.00, lima hari kemudian
Bukan hanya seorang hedonis, Adeo juga seseorang yang harga dirinya tinggi, tak ada satupun orang yang boleh melecehkan harga dirinya apalagi gadis SMA yang melecehkannya di muka umum beberapa hari yang lalu. Adeo pun merencanakan pembalasan dendam. Ia tahu dari beberapa kawannya bahwa gadis itu bernama Regina dan anak itu bersekolah di Akademi Kumala Santika.
"Habis kita culik mau kita apain dia Bos?" tanya salah seorang temannya yang seluruh tangannya dipenuhi tato.
"Kita 'mainin' rame-rame lalu kita bawa ke Ibukota Baru buat dijadiin mainan para pejabat di sana!" jawab Adeo dengan nada bergetar karena emosinya makin tidak terkendali.
"Wih cerdas itu Bos! Tapi janji kan Bos kita nggak bakal dapat masalah?" tanya temannya yang lain yang duduk di atas sebuah motor besar.
"Kalau kita ketangkap sama polisi pun aku bisa telepon kenalanku yang polisi! Dalam waktu beberapa jam kita pasti sudah bebas!" jawab Adeo lagi.
Rencana mereka adalah menyergap Regina yang biasanya akan melintasi taman yang sepi ini pada pukul 4 pagi. Adeo dan kawan-kawannya sudah beberapa kali mengamati rutinitas Regina dan memutuskan untuk menjalankan aksi mereka saat ini karena hari ini merupakan hari kerja sehingga tidak ada satupun orang lain yang berolahraga pada pukul 4 pagi.
Setelah menunggu selama beberapa lama akhirnya target yang mereka tunggu mulai tampak. Regina dengan balutan celana dan jaket training akhirnya tampak di kejauhan dan mulai berlari ke arah mereka. Rencana jahat mereka sudah siap mereka jalankan namun satu hal yang mereka tak ketahui adalah Regina memiliki pengawal yang tak tampak oleh mata orang kebanyakan.
"Regina stop!" Ina Saar memerintahkan Regina berhenti dan gadis itu menurut.
"Ada apa Ina Saar?" tanya Regina melalui kontak batin.
"Ada yang punya niat jahat terhadap ose! Mereka sembunyi di balik pohon itu untuk sergap ose! Lebih baik ambil jalan lain!"
Regina patuh pada usulan Ina Saar dan berlari membelok jalan lain.
Adeo dan kawan-kawannya yang menyadari hal itu sempat melongo sejenak sebelum Adeo menyuruh salah satu kawannya yang lumayan pandai bicara untuk mengejar Regina.
"Hai Nona cantik! Sendirian saja nih?" sapa teman Adeo yang akhirnya berhasil menyusul Regina.
"Iya!" jawab Regina singkat sambil meneruskan larinya.
"Biasa lari pagi di sini? Kok tak ada temannya?" sambung teman Adeo lagi.
"Biasa sendirian," jawab Regina singkat.
"Eh kok nggak sopan sih Nona ini! Orang bertanya baik-baik kok diabaikan saja!" ujarnya sembari mencengkeram tangan Regina.
Pemuda itu mungkin berpikir Regina akan meronta sedikit namun tenaganya akan kalah kuat dengan dirinya namun yang terjadi berikutnya di luar perkiraannya, pemuda kurang ajar itu dibanting dengan bantingan ala judo ke tanah oleh Regina kemudian ditonjok di bagian lehernya sampai dirinya sesak nafas dan tak bisa menghirup udara sama sekali.
"Sepertinya katong harus betengkar Ina Saar," ujar Regina.
"Beta tak suka cara ini tapi apa mau dikata," balas Ina Saar yang segera saja bersatu dengan raga Regina.
Adeo dan kawan-kawannya yang melihat Regina membanting kawan mereka seperti itu sempat ciut nyalinya namun mereka segera saja maju ramai-ramai, mengepung Regina, berharap gadis itu mungkin akan terkejut atau sekurang-kurannya bisa mereka bekuk.
Tapi belum sempat mereka menyerang, Regina sudah memungut batu dari jalan setapak di bawahnya dan melemparkannya ke mata salah satu kawan Adeo hingga matanya berdarah. Setelah itu ia langsung menendang bagian sela kaki Adeo dilanjutkan satu pukulan di bagian kejantanan teman Adeo yang lain. Adeo yang tak menyangka akan jadi begini kejadiannya memilih untuk mencoba lari sementara teman-temannya masih mencoba membekuk Regina.
******
Markas Lokapala, 6.00 WITA
Sitanggang dan Andi baru saja tiba di markas dan bersiap melepaskan baju zirah mereka ketika sebuah panggilan mendadak tiba-tiba masuk melalui helm visor mereka.
PENTING! MOHON MENUJU RUANG INTEROGASI DI BASEMEN 4 SEKARANG!
Sitanggang dan Andi saling pandang sebelum kemudian mengangguk tanda sepakat dan menuju ke basemen tingkat 4 tanpa melepas baju zirah mereka. Kedua Lokapala itu langsung disuruh masuk ke ruang interogasi dan dikirimi catatan bahan interogasi. Sitanggang bertindak menjadi interogator utama sementara Andi diminta mengamati saja.
Interogasi, adalah sebuah upaya menguak fakta dari seseorang yang diduga melakukan kejahatan. Interogasi sebenarnya adalah wewenang dari kepolisian namun dalam kasus ini karena menyakut keamanan nasional serta kerahasiaan Unit Lima maka ketiga cecunguk yang tadi mengeroyok Regina dibawa kepada Unit Lima.
Adapun penunjukan Sitanggang sebagai interogator adalah dengan pertimbangan supaya proses interogasinya berlangsung se-'manusiawi' mungkin. Karena sudah jadi rahasia umum jika interogasi di kantor polisi maupun di markas TNI sering jadi ajang hajar-menghajar atau setrum-menyetrum akibat pihak interogator yang kurang terampil mengorek fakta atau interogatornya memiliki kepentingan 'menyesuaikan fakta' dari tersangka sesuai keinginan atasannya.
Sitanggang punya cara sendiri untuk menginterogasi orang. Dengan ilmu magisnya sebagai Datu Batak, Sitanggang bisa 'membujuk' siapapun mengungkapkan rahasianya kepadanya kapanpun ia mau.
"Selamat pagi," sapa Sitanggang dengan suara yang disamarkan sehingga suaranya seperti usia pria 40 tahunan, "Saya Kopral Sitanggang dari Unit Lima. Sudah tahu kenapa kalian semua ditahan di sini kan?"
"Bapak-Bapak ini berlebihan! Kami tadi cuma mau ajak Nona cantik yang namanya Regina itu ngobrol biasa Bapak!"
"Ngajak ngobrol sampai ngeroyok Regina ramai-ramai 5 orang? Bang! Orang idiot saja juga tahu apa rencana busuk yang ada di kepala Anda!"
"Kami minta pengacara!" ucap salah seorang tersangka yang lain, yang seluruh tangannya dipenuhi tato namun hidungnya tak henti-hentinya mengucurkan darah akibat kena sikut Regina tadi.
"Jolo suhat do anso poring. Dungi dope na boboion! (Jangan kamu berani unjuk kekuatan dan paksakan kehendak sendiri kepada orang lain!)" bentak Sitanggang dalam Bahasa Batak namun tiga pemuda itu langsung terhenyak dan tak berani berkata apa-apa lagi.
"Bagot na ganjang do ho
Marbulung di dangkana
Na denggan maruhum do ho
Jala na denggan marisara"
(Engkau adalah enau yang panjang
Berdaun pada tangkainya
Engkau berpegang pada hukum dengan baik
Serta sesuai dengan ketentuan peraturan)
Sitanggang tanpa buang waktu langsung mengucapkan tabas alias mantra-mantra Bataknya yang khas. Ketiga pemuda di hadapannya kehilangan kesadarannya sejenak sebelum terbangun kembali dengan tatapan kosong dan Sitanggang pun memulai interogasinya.
"Siapa nama kalian?"
"Faisal, Noel, dan Halis!" jawab mereka bertiga serempak.
"Mau apa kalian dengan Regina Elake Latumahina?"
"Bos kami, Adeo, bilang dia punya dendam pada Regina. Rencananya Nona itu mau kita tangkap, kita jadikan mainan lalu kita jual ke pelacuran!" jawab Faisal sambil tertawa-tawa.
Tapi tawa Faisal tak lama, tiba-tiba tanpa disangka Andi menonjok pipi pria bertato itu sampai beberapa giginya lepas dan rahangnya berubah posisi.
"Apa-apaan kamu Pratu Andi?!" Sitanggang terkejut karena reaksi Andi seperti itu.
"Bu-bukan aku Kopral! Tapi zirahku bergerak sendiri!"
"Karaeng Baning!" terdengar suara Profesor Denny melalui pengeras suara, "Aku tahu kamu marah tapi bukan kamu yang berhak menghukum mereka! Tolong diam dan jangan mengulangi hal itu lagi!"
Andi bisa mendengar suara Karaeng Baning yang menggeram dan mendengus sebelum mengembalikan kontrol zirahnya kepada Andi.
Sitanggang pun melanjutkan interogasinya, "Di mana Bos kalian sekarang?"
"Tidak tahu. Dia lari duluan bersama Ruli tadi," jawab Halis.
"Apa yang membuat kalian senekat itu? Tidakkah kalian takut pada hukum?"
"Bos Adeo punya koneksi dengan pejabat kepolisian dan pemerintahan di Ibukota Baru. Bos Adeo bukan sekali ini saja setor anak gadis buat para pejabat itu," pengakuan mengejutkan keluar dari mulut Noel, pemuda yang pertama kali dibanting oleh Regina tadi.
"Buat apa Adeo setor anak gadis untuk para pejabat?"
"Pornografi ilegal," ujar Noel, "Adeo biasa rekrut anak-anak gadis dari sepenjuru Ibukota Baru dan Tanjung Paser untuk difilmkan. Film itu kemudian didistribusikan secara daring melalui situs-situs underground."
========
Situs underground = situs yang tidak terindeks oleh Google. Untuk mengaksesnya butuh browser khusus dan domain (nama situs)-nya tidak lazim misalnya : 82382ayyozzae.onion alih-alih adeo.co.id atau adeo.com dan semacamnya
========
"Apa motivasi Adeo untuk lakukan aksi itu?"
"Adeo punya hutang yang banyak. Tapi dengan pekerjaan biasa hutang itu takkan pernah terlunasi. Lagipula selama hutang itu masih ada Adeo malu untuk pulang karena sebagai jaminan hutang itu Adeo menjaminkan rumah ibunya."
Sitanggang hanya bisa geleng-geleng kepala lalu mejentikkan jarinya dan ketiga pemuda itupun langsung tertidur lelap.
"Yang satu itu mungkin perlu paramedis!" ujar Sitanggang sembari meninggalkan ruangan itu dengan marah.
*******
Tanjung Paser, 15.00 WITA
Adeo sudah mencoba menghubungi AKBP Syamsul Nursalim yang juga merupakan bagian dari sindikat ilegal yang diikuti Adeo berkali-kali namun nada suaranya selalu sibuk. Pesan darinya sudah tertandai sebagai terbaca namun Sang AKBP sama sekali tidak merespon. Namun pada akhirnya teleponnya berhasil tersambung dan langsung saja Adeo menjelaskan permasalahannya.
"Pak! Saya Adeo! Saya mau minta tolong Pak, tadi saya dan teman-teman saya gagal menangkap target dan tiga teman saya tertangkap oleh polisi. Bisa tidak Bapak hubungi kepolisian setempat supaya teman-teman saya bisa dilepaskan?"
"Mas Adeo ... mohon maaf mulai sekarang saya tak bisa membantu Masnya lagi. Mas sudah memilih target yang salah. Urusan ini jadi melebar ke mana-mana, bahkan melibatkan Panglima TNI dan Kementerian Pertahanan. Siapapun anak yang coba Mas Adeo culik ada hubungannya dengan pejabat-pejabat kementerian. Saran saya Mas Adeo menyerahkan diri saja. Nanti saya bayar Mas Adeo 300 juta selepas Mas Adeo keluar dari lapas."
"APA??! Yang benar saja Pak! Saya tak mau tertangkap!"
Tapi sambungan langsung terputus. Adeo dan kawannya, Ruli, hanya bisa saling pandang. Tapi kemudian ada telepon dari Komisaris Besar Samadikun Hartono, yang punya jabatan lebih tinggi, kepada Adeo.
"Saya sudah dengar apa masalahnya! Saya akan tugaskan dua orang jemput kamu! Kamu dan temanmu lekas saja naik ke mobil mereka. Nanti kalian saya larikan ke Mindanao, Filipina, pakai kapal. Tapi kapalnya harus dari Tanjung Selor, Kalimantan Utara! Jangan khawatir soal paspor dan sebagainya. Sudah saya siapkan!" sambungan telepon itupun langsung terputus.
*******
Adapun di tempat lain, Denny tanpa buang-buang waktu langsung memberi izin pada Rizal untuk menggunakan kemampuannya untuk menerobos basis data kepolisian dan operator telekomunikasi untuk melacak keberadaan Adeo da Silva.
"Saya mau kamu unduh semua emailnya, riwayat percakapannya, semua file di gawai dan komputernya, setelah itu pilah semua file yang kira-kira terkait dengan tindakan ilegal. Kalau ada nomor pejabat polisi, TNI, dan pemerintahan di sana, saya beri kamu izin untuk retas gawai mereka juga!" ujar Denny dengan penuh emosi.
"Nyolong duit negara itu satu hal, tapi pornografi dan kekerasan seksual pada anak di bawah umur? Duh!" Samad turut menambahi komentar Denny.
"Tapi kira-kira untuk memilahnya saya butuh bantuan Andi, Prof!" pinta Rizal.
"Diizinkan!" sahut Denny cepat.
"Baik Prof! Saya akan mulai segera!" Rizal mulai membuka beberapa aplikasi dan mulai mengetikkan sejumlah perintah di layarnya sementara Denny dan Samad meninggalkan Rizal untuk bekerja sendirian.
"Kasus ini tak boleh dibiarkan," kata Denny.
"Saya setuju dengan kamu, sebaiknya kita hubungi Menteri Pertahanan soal ini. Pejabat-pejabat yang bermain di sini pasti akan mengajak "Perang Bintang".
========
Perang Bintang = istilah dalam dunia TNI dan POLRI terkait usaha menggolkan suatu kepentingan tertentu menggunaan pangkat.
Contohnya seperti ini :
Ada seorang anak Jendral Bintang Satu membunuh teman sekelasnya. Si Bapak pelaku yang jendral bintang satu ini akan berusaha membela anaknya mati-matian bahkan akan menggunakan pangkat dan jabatannya sebagai komandan TNI supaya anaknya bisa lolos dari jerat hukum. Tapi di sisi lain anak yang terbunuh ini ternyata keponakan seorang Jendral Bintang Dua. Nantinya paman si korban juga akan menggunakan pangkat dan jabatannya untuk melobi pengadilan dan kejaksaan supaya pembunuh keponakannya dihukum seberat-beratnya. Kondisi inilah yang disebut "Perang Bintang". Perang Bintang biasanya diakhiri apabila ada pejabat yang lebih tinggi dan berkuasa mutlak yang bertindak sebagai penengah segala konflik tersebut.
========
"Presiden saja sekalian!" ujar Denny sembari menunjukkan layar gawainya yang sedang berusaha menghubungi Sekretaris Negara.
******
Berau, Kalimantan Timur, 3.00 WITA
Sudah sekitar lima jam yang lalu, Adeo dan Ruli telah keluar dari Tanjung Paser. Tujuan mereka adalah Tanjung Selor di mana nantinya akan ada kapal yang menjemput mereka dari sana. Karena kelelahan Adeo dan Ruli pun tertidur setelah perjalanan berlangsung selama 4 jam. Namun betapa terkejutnya Adeo ketika ia terbangun satu jam setelahnya. Ia dapati Ruli sudah tergeletak tanpa daya dengan mulut menganga dan dahi berlubang tertembus peluru sementara salah seorang suruhan Kombes Samadikun telah menodongkan pistol ke arah dirinya. Adeo langsung reflex dan mencoba merebut pistol itu, namun orang suruhan yang satu lagi, yang tengah berperan sebagai pengemudi, menembak Adeo tepat di perutnya.
"Aaahhh!!!" Adeo mengerang dan genggamannya pada pistol yang tadi hendak menghabisinya terlepas.
"Pak Kombes mengucapkan terima kasih atas kerjasama Mas Adeo selama ini. Tapi mohon maaf Pak Kombes tidak bisa ambil resiko Mas Adeo tertangkap dan menghancurkan karir Pak Kombes ya? Semoga Mas Adeo maklum," ujar orang itu sebelum menghabisi Adeo dengan satu tembakan di dahi.
Dua orang itu kemudian berbelok ke arah wilayah hutan dan menelusuri jalan setapak yang jarang disusuri mobil. Mereka memarkir mobilnya agak jauh di dalam hutan sebelum menggotong kedua jasad itu memasuki hutan lebih dalam lagi. Mereka berjalan sekitar 1 jam dan akhirnya membuang kedua jasad pemuda tersebut di tengah hutan.
"Misi selesai! Ayo kita kembali!" kata seorang dari mereka.
"Menarik!" tiba-tiba mereka mendengar seseorang berujar dari belakang mereka.
Sontak dua orang pembunuh itu pun mencabut pistol mereka dan berusaha menodongkan senjata mereka kepada pemilik suara tersebut namun mereka telat bereaksi. Sepuluh detik kemudian dua kepala sudah menggelinding ke tanah diiringi dengan tersungkurnya dua tubuh tanpa kepala.
"Ah! Ternyata hanya segini saja kemampuan mereka?!" ujar pemilik suara tersebut yang ternyata adalah salah satu dari dua Purusa.
"Tuanku perkasa tapi Tuanku tak bisa berlama-lama di dunia ini, untuk rencana berikutnya saya mohon serahkan saja pada saya," ujar seseorang yang mendampingi Purusa tersebut.
"Baiklah Halayudha! Masukkan mustika ini ke salah satu dari mereka dan kabari kami hasilnya segera!" Purusa itu melemparkan sebuah mustika berwarna jingga yang menyala-nyala dalam kegelapan lalu tubuhnya hilang bak tersapu angin.
Dyah Halayudha kemudian menjatuhkan mustika di tangannya itu ke tubuh Ruli namun tubuh pemuda itu langsung mencair layaknya es krim yang berdekatan dengan kompor. Halayudha kemudian memungut mustika itu kembali dan kali ini menjatuhkannya ke jasad milik Adeo. Hasilnya kali ini lebih menggembirakan.
Mustika itu masuk ke dalam tubuh Adeo dan sekejap kemudian seluruh tubuh Adeo terlalap api. Api yang awalnya berkobar-kobar itupun kemudian mengecil dan kemudian berkumpul di bagian kepala Adeo, membentuk sebuah tungku api yang membara di atas kepalanya.
Halayudha tersenyum puas. Sebuah ritual sulit yang ia lakuan bersama kedua Purusa itu mulai membuahkan hasil, "Akhirnya! Lahir juga Jalma Kroda! Akhirnya! Lahirlah kembali kamu Adeo da Silva! Mulai sekarang namamu Haman Pardidu!"