Born To Love You [Terbit 28 J...

By IndahHanaco

1.1M 111K 3.3K

Pertemuan dengan Marsha melalui kejadian yang tidak terduga mengubah hidup Vincent ke arah yang tidak terduga... More

Ecletic
Mr. Poker Face
Follow Your Arrow
La La Latch
Breathe
Problem
Hymn For The Weekend
Let It Go
Just The Way You Are
This Is Me
Yeah!
Glory of Love
Smells Like Teen Spirit
Fallin'
Ice Cream
Here I Go
I Do
You Rock My World
All 4 Love
Complicated Heart
Every Little Thing She Does Is Magic
Maybe I'm Amazed
Vincent
Marry You?
Disturbia
Scars To Your Beautiful
God Gave Me You
Close To Heaven
2 Become 1
A Whole New World
Love Hurts
Stay with Me

You and I

15.9K 1.9K 27
By IndahHanaco

Vincent tiba di rumah pukul delapan lewat. Dia kelelahan karena tumpukan pekerjaan hari ini. Rapat divisi pemasaran tadi berlangsung panjang dan alot. Ada beberapa hal yang mengganjal dan membuat Vincent yang biasanya tenang pun, jadi naik darah.

Target penjualan yang sudah disepakati untuk satu semester kemarin, memang tercapai. Bahkan ada peningkatan angka penjualan untuk produk tertentu yang cukup signifikan. Masalahnya, ada beberapa problem di lapangan yang ternyata lebih buruk dibanding perkiraan. Keluhan pelanggan terkait molornya pengiriman barang, meningkat lumayan tinggi selama dua bulan terakhir. Selain itu, strategi promosi yang sudah dirancang pun ternyata tidak dilaksanakan dengan maksimal.

"Salah satu hal paling penting untuk dijaga, adalah imej perusahaan. Itu harga mati yang nggak bisa ditawar-tawar. Sebagus apa pun produk kita, tapi pelayanan jelek hingga konsumen mengajukan banyak komplain, itu sama seperti tanda bahaya. Situasinya makin parah kalau sampai keluhan-keluhan itu tidak ditangani dan malah meningkat. Masalah ini sudah saya ingatkan berkali-kali. Tapi sepertinya tidak ada perbaikan berarti."

Hugo yang menjadi salah satu orang kepercayaan Vincent dalam urusan pekerjaan dan tidak ada sangkut pautnya dengan hubungan darah di antara mereka, ikut kesal. Dia memberi dukungan pada kakaknya, meminta bagian yang menangani komplain dan pengiriman barang untuk bekerja lebih serius.

"Seperti yang dikatakan Pak Vincent tadi, imej perusahaan itu memang sangat penting. Kalau tidak ada perbaikan serius, tinggal tunggu waktu sebelum kita semua jatuh. Jika itu yang terjadi, sudah tidak ada gunanya melakukan perbaikan. Semua upaya kita akan sia-sia saja. Itulah efeknya jika membuang-buang waktu dan bersikap santai. Jangan pernah menganggap remeh suatu persoalan yang tidak terselesaikan. Jangan terlalu bangga pada nama besar yang sudah kita punya. Kalau kita nggak bekerja keras untuk menjaga kualitas, tinggal tunggu waktu sebelum semuanya berantakan."

Vincent masih menambahkan beberapa kalimat tajam lagi untuk menegaskan maksudnya. Divisi pemasaran akan mengadakan rapat evaluasi dua minggu mendatang. Setelah rapat usai, Vincent didera sakit kepala yang menyiksa.

"Kalau nggak ada perbaikan, kurasa kita harus memecat orang, Go. Atau, minimal ada demosi. Karena yang kita hadapi ini masalah serius. Komplain yang angkanya terus naik, jadi isyarat kalau ada yang nggak beres. Aku nggak paham kenapa orang-orang yang harusnya bertanggung jawab ngurusin semua itu, kayak nggak peduli. Tetap nyantai kayak nggak ada masalah serius." Vincent meremas rambutnya dengan gemas hingga dia meringis karena sakit.

"Menurutku, kalaupun ada perbaikan, tetap perlu pergantian personel, Kak. Irwin dan Sari kinerjanya memang nggak bagus, kok! Setauku, sejak belum pindah ke divisi pemasaran pun, prestasi mereka biasa aja. Herannya, kok bisa dapat promosi," keluh Hugo.

"Mereka sama kayak kita, Go. Nepotisme. Bedanya, kita tetap kerja sungguh-sungguh. Mereka sebaliknya. Mungkin, Irwin dan Sari ngira kalau mereka bisa seenaknya karena kerja di perusahaan keluarga," komentar Vincent.

Ya, Sari dan Irwin memang bergabung dengan PT Sanjaya Indo karena hubungan kekerabatan. Keduanya masih terhitung keponakan Nyonya Julian Ishmael. Vincent makin gemas saat membayangkan semua yang sudah dikorbankannya untuk bisa bekerja di sini. Dia bahkan harus melepaskan mimpi lama sebagai akuntan, demi menuruti keinginan ibunya untuk ikut mengurus perusahaan ini. Dua tahun silam, Vincent sempat terpikir untuk berhenti dan memulai bisnis sendiri seperti Taura. Yang membuat Vincent mundur karena dia belum benar-benar memantapkan hati untuk memilih jenis usaha apa yang akan ditekuni.

Di sisi lain, ada anggota keluarganya yang bekerja dengan seenaknya, tak bisa menunaikan tanggung jawab dengan baik. Bagaimana bisa Vincent tidak menjadi kesal luar biasa?

"Andai memang mereka harus digeser, apa perlu ngomong sama Om Gamal, Kak? Karena beliau yang masukin Irwin dan Sari ke sini." Hugo menyebut sepupu ibu mereka.

"Entahlah, aku belum mikir sampai ke sana. Tapi, kalau memang mereka nggak kompeten, untuk apa harus ngomong ke Om Gamal atau yang lain? Kita-kita ini bisa saja bergabung di perusahaan karena kekerabatan. Tapi, setelah kerja di sini, harus tetap profesional."

Hugo memesan makanan sebelum mereka pulang. Keduanya menyantap makan malam itu di ruang kerja Vincent. Taura datang berkunjung tanpa terduga. Lelaki itu membawa sekotak piza. Dulu, saat masih remaja, mereka kadang berkumpul di kamar salah satunya sambil memesan piza. Kadang cuma untuk mengobrol tentang gadis-gadis yang menarik perhatian, berkeluh-kesah jika ada yang baru diomeli Salindri, atau bermain game.

"Barusan aku ada meeting di dekat sini. Aku sempat nelepon Domi, katanya Hugo belum pulang karena ada rapat. Kemungkinan sampai malam. Makanya aku mampir," celoteh Taura begitu masuk ke ruang kerja kakaknya. "Kenapa tampang kalian lecek banget?"

"Ada masalah," komentar Vincent tanpa bertele-tele. Lalu, dia memberikan penjelasan singkat yang didengarkan Taura dengan sungguh-sungguh.

"Kalau memang nggak kompeten, ya pindahinlah, Kak. Atau pecat sekalian. Yang kayak gini bikin nama perusahaan keluarga jadi jelek. Padahal, nggak ada salahnya nepotisme sepanjang bisa bekerja dengan serius dan profesional."

"Liat siapa yang ngomong," sindir Hugo. "Bukannya kamu pun dulu ogah kerja di sini gara-gara nggak mau terlibat nepotisme?"

Taura membela diri, "Dulu aku masih idealis, Go. Sekarang pun masih, tapi lebih rasional aja. Nepotisme bukan berarti bisa kerja seenaknya."

"Itu yang tadi kuomongin juga sama Hugo."

Mereka mengobrol sekitar setengah jam sebelum akhirnya pulang. Vincent tiba di rumah pukul setengah sembilan dengan perut terasa penuh. Tubuh dan otaknya begitu lelah, dia pun agak mengantuk. Lelaki itu cuma ingin mandi dan tidur sambil memeluk istrinya tercinta. Marsha menyambutnya dengan senyum lebar sebelum merentangkan kedua tangan, berniat memeluk Vincent.

"Aku masih bau, Sha. Ini pengin mandi," tolak lelaki itu dengan halus. "Nanti setelah mandi, kamu boleh peluk aku sepuasnya." Saat itu, dia baru memperhatikan pakaian yang dikenakan Marsha. Perempuan itu memakai salah satu kemeja Vincent yang terlihat kebesaran.

"Barusan, aku lagi kangen sama kamu karena belum pulang. Iseng, pakai kemeja kamu," ucap Marsha, seolah paham keheranan suaminya. Perempuan itu berputar di depan Vincent sembari merentangkan kedua tangan. Bagian bawah kemeja itu mencapai paha Marsha. Menampakkan kulitnya yang bersih.

"Sha, besok-besok kamu pakai kemejaku aja kalau lagi di rumah. Seksi," kata Vincent. Dia akhirnya malah meraih Marsha, memeluk perempuan itu sebelum mencium bibirnya.

"Tadi katanya bau, nggak mau kupeluk," protes Marsha.

"Aku berubah pikiran. Rugi banget kalau nggak meluk dan nyium kamu." Vincent melepaskan dekapannya. "Aku mandi dulu, ya. Beneran capek dan kangen kasur."

Sebelum Marsha merespons, Vincent bergegas menuju kamar. Dia buru-buru mandi untuk menyegarkan tubuh, sembari berharap rasa lelahnya ikut luruh. Setelah itu, Vincent berencana langsung tidur.

"Vin, jam segini udah mau tidur?" tanya Marsha yang baru saja masuk kamar, kala melihat lelaki itu naik ke ranjang. "Belum jam sembilan, lho!"

"Aku capek banget, Sha. Kamu masih belum ngantuk? Sini, kupeluk." Vincent menepuk-nepuk kasur di sebelahnya.

Marsha duduk di ranjang. "Kamu nggak lapar, Vin."

"Aku udah makan di kantor. Trus tadi Taura sempat mampir, bawa piza. Perutku rasanya udah mau meledak." Vincent urung berbaring. "Kamu sengaja belum makan karena nungguin aku, ya? Duh, maaf ya, Sha."

Marsha menggeleng. "Aku udah makan jam setengah delapan tadi. Kamu kan tau, aku nggak tahan lapar. Karena kamu belum balik, aku makan duluan. Mau nelepon nggak enak, karena tadi kamu bilang bakalan pulang telat."

Vincent merasa lega. "Oh, baguslah kalau gitu. Kukira kamu sampai nunda makan karena nungguin aku."

"Tadinya hampir kayak gitu. Tapi aku kelaparan." Marsha menghela napas dan tampak murung, membuat Vincent merasa tak nyaman. "Tadi aku belanja ke supermarket sebelum pulang ke rumah. Aku sempat masak buat kamu, tofu tumis daging giling dan cah pokcoy. Niatnya pengin bikin surprise. Rasanya lumayan, lho! Nggak nyangka kalau aku bisa masak juga, nggak pakai gagal walau baru nyoba sekali."

"Wah, coba aku tau kalau kamu udah masak, aku pasti nggak makan di kantor," gumam Vincent. Dia menguap. Lelaki itu menimbang-nimbang sesaat. Dia sangat menghargai upaya Marsha untuk menyenangkan dirinya. Akan tetapi, perut Vincent benar-benar terasa penuh. Jika nekat makan sesuatu, dia pasti akan sakit perut.

"Ya udah, kamu tidur aja. Aku mau beberes dikit di dapur," kata Marsha sembari beranjak dari ranjang. Perempuan itu sama sekali tak menatap Vincent dan berjalan menuju pintu. Marsha masih mengenakan kemeja kebesaran milik Vincent. Perasaan lelaki itu langsung terusik. Dia tak mau istrinya merasa bahwa kerja keras Marsha sama sekali tak dihargai. Vincent pasti mampu menelan beberapa suap makanan lagi.

"Aku ikut. Aku mau nyicipin masakan istriku." Vincent melompat dari ranjang. Perutnya langsung sakit hanya karena gerakan itu. Namun, diabaikannya.

"Nggak usah. Kamu kan masih kenyang. Aku nggak mau perutmu beneran meledak," sahut Marsha sambil terus berjalan. Vincent pun seketika merasa tak nyaman. Marsha nyaris tak pernah merajuk. Namun, sikapnya kali ini jelas-jelas menunjukkan bahwa perempuan itu merasa tersinggung atau kesal pada suaminya.

"Jangan marah dong, Sha. Aku nggak tau kalau kamu nyoba masak hari ini." Vincent menjajari langkah istrinya. Tangan kanannya terangkat untuk memeluk pinggang Marsha. Perempuan itu sama sekali tak merespons. Mereka berjalan menuju dapur.

"Udah kubilang, jangan dipaksain makan kalau kamu udah kenyang," kata Marsha saat Vincent membuka tudung saji yang menutupi meja makan.

Aroma yang menggugah selera saat perut seseorang tidak dalam kondisi kekenyangan pun tercium. "Aku pengin makan. Kayaknya enak. Aromanya bikin lapar," kata Vincent, agak berlebihan.

Di saat yang sama, dia sempat cemas jika harus melewati pengalaman menyusahkan seperti Hugo. Namun, Vincent meneguhkan hati dan bersikap tetap santai saat akhirnya Marsha menyodorkan piring.

Saat baru menikah, Hugo pernah harus menyantap masakan bercita rasa tak enak yang dimasak Dominique. Untungnya ipar Vincent itu berhenti memasak setelah beberapa kali percobaan yang semuanya gagal.

Vincent hanya mengambil sedikit nasi, ditambah dengan menu yang diolah istrinya. Dia tak bersemangat melihat tampilan sayur yang tampak terlalu lama dimasak. Yang mengejutkan, saat suapan pertama Vincent menyadari, Marsha cukup sukses memasak kedua menu itu. Tofu tumis daging giling dan cah pokcoy itu rasanya enak.

Akan tetapi, makanan seenak apa pun takkan ada bedanya dengan masakan bercita rasa hambar bagi orang dengan perut penuh seperti Vincent. Namun, dia harus menghabiskan isi piringnya karena Marsha duduk di depan Vincent. Perempuan itu tampak murung meski Vincent sudah memaksakan diri untuk makan malam.

Bagi Vincent, menghabiskan makanan di piring itu benar-benar membutuhkan perjuangan luar biasa. Ketika dia selesai makan, perut lelaki itu terasa begitu sakit. Diikuti rasa mual yang membuat Vincent terpaksa memuntahkan makanannya.

"Aku kan tadi udah bilang, kamu nggak usah makan. Tapi kamu maksain. Akibatnya, malah jadi muntah," omel Marsha.

Vincent keluar dari kamar mandi dengan wajah berpeluh. Perutnya masih terasa tak nyaman. "Soalnya, kamu keliatan marah pas kubilang nggak mau makan. Aku beneran kenyang, Sha. Kalau nggak makan, bukan berarti aku nggak menghargai kerja kerasmu. Aku tau kamu pasti ...."

"Aku nggak marah, cuma merasa sia-sia aja udah berusaha bikin kamu senang. Aku tadi sengaja belanja sepulang kerja, padahal lagi capek. Aku maksain masak karena ...."

Mungkin seharusnya Vincent lebih menahan diri menghadapi istrinya yang sedang sensitif. Namun, kesabarannya benar-benar terbang karena dirinya pun lelah dan pusing dengan permasalahan di kantor. Belum lagi perutnya yang sakit karena kekenyangan. Maka, malam itu mereka adu mulut.

"Lain kali, kamu nggak usah masak kalau akhirnya malah bikin kita berantem. Toh, selama ini kita baik-baik aja walau selalu beli makanan matang. Aku udah pernah bilang, aku butuh istri, bukan koki. Kamu nggak harus ngerjain ini-itu di rumah tapi ujung-ujungnya ngeluh capek atau cemberut kayak tadi gara-gara aku bilang udah kenyang," pungkas Vincent di ujung kekesalannya.

Saat itu, Vincent menyesali ucapannya. Dia kehilangan kontrol sehingga melisankan kalimat yang pasti menyakiti hati Marsha. Namun, saat dia hendak meminta maaf dan memeluk istrinya, perempuan itu menepis tangan Vincent dengan kasar. Lalu, Marsha tidur dengan memunggunginya sampai pagi.

Ini kali pertama Vincent melihat Marsha yang sedang marah. Perempuan itu ternyata tak mudah dibujuk. Esok paginya, hingga Vincent mengantar istrinya ke Bank Nusantara, Marsha masih mendiamkannya. Perempuan itu bahkan tak sudi menatapnya. Ketika diajak bicara pun Marsha hanya menjawab singkat.

Vincent tak punya pilihan selain membiarkan Marsha turun dari mobil. Mereka tak punya waktu untuk bicara dari hati ke hati karena masing-masing memiliki pekerjaan.

Persoalan mereka seharusnya bisa diselesaikan dengan mudah. Namun, pertengkaran pertama itu seolah menjadi pemicu munculnya ketegangan-ketegangan baru yang tak pernah diduga Vincent.

  

Lagu : You and I (John Legend)

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 106K 50
Araya Maharani menyadari rasa ketertarikan kepada sepupunya, Aditya Dewangga. Pemuda tampan yang sayangnya memiliki sikap yang buruk sehingga dipinda...
242K 15.5K 17
Terkenal sebagai selebgram dengan jutaan pengikut, Lovely Anatasya Gunadhya menerima tawaran menjadi brand ambassador e-commerce nomor 1 di Indonesia...
128K 6.2K 37
Menguatkan Cinta dengan Bersama Melupakan Cinta karna Takdir sang pencipta. (Muhammad Faizan Zayyan Al-Gifari)
4.2M 219K 36
[COMPLETE] Sinopsis : Bertemu, berkenalan, saling jatuh cinta kemudian menikah. Klise, tapi manis. Semua mengatakan bahwa pernikahan adalah akhir da...