Ocean Eyes (COMPLETED)

By findgilinsky

12.4K 1.1K 594

[Romance, Adventure] [unedited version] [Inspired from a song by Billie Eilish] "Dance with the waves, move w... More

I N F O R M A T I O N !
B L U R B
P R O L O G
Behind the Name
1 | Californian Waves
2 | Invisible
3 | A Quiet Man
4 | Conversation Topic
5 | Swimming
6 | Something Special
7 | Summer Story
9 | Sirens Call
10 | Lies
11 | Choice and Fate
12 | The Feeling
13 | This is Real or Not?
14 | Mistake
15 | Warm Water
16 | Ocean Eyes
17 | Three Words
18 | Her Smile
19 | Are You Bored Yet?
20 | The Fame
21 | Saving My Feelings
22 | Confession
23 | Say It Over
24 | Back to San Francisco
25 | Crying Over Him
26 | Hard Sometimes
Epilog
THE LOST PUZZLE
Extra Part : We're Just Friend

8 | Crush On You

318 44 23
By findgilinsky

Halo, Georgia update! 

Kalian apa kabar? Happy weekend ya!

Happy Reading!!

Baby, you're like lightning in a bottle. I can't let you go now that I got it.

BORNS - Electric Love

San Francisco, California, United States.

Georgia tengah duduk santai di atas kursi, dengan kedua kaki yang saling menyilang. Pada masing-masing telinganya sudah terpasang airpods, membuat Georgia tuli dengan keadaan ricuh di ruangannya. Matanya fokus pada layar komputer, membalas pesan dari mereka yang bertanya-tanya soal merchandise milik Eternal Edge.

Kemarin lusa Eternal Edge sengaja memberi kejutan untuk para penggemarnya, dengan memproduksi merchandise unik yang terbagi dalam beberapa paket. Hari ini, tepatnya dua jam lalu, pemesanan merchandise mulai dibuka. Eternal Edge tidak berharap banyak, mengingat ini adalah pertama kalinya mereka melakukan penjualan barang. Namun dugaan itu salah besar. Pesanan membludak, membuat tim khusus merchandise nyaris kewalahan, sehingga mereka meminta bantuan anggota di luar tim.

Jari-jari Georgia bergerak cepat di atas keyboard. Otaknya juga berpikir keras untuk memberi balasan seramah mungkin. Saking fokusnya, Georgia sampai tidak menyadari jika seseorang sudah duduk di sebelahnya. Hamish yang merasa diabaikan, langsung mencabut airpods Georgia tanpa permisi.

Hamish menjulurkan sedikit lidahnya, bertujuan untuk mengejek Georgia. Sayangnya Georgia tak peduli. Ia hanya menoleh sebentar lalu melanjutkan pekerjaannya.

"Sombong sekali. Jika kau masih mengabaikanku, aku akan membongkar bahwa kau kekasih Nathaniel Bayer," ancam Hamish. "Boom!"

Georgia tahu itu hanya sebuah candaan, namun tetap saja ia merasa terancam. Tidak untuk sekarang. Georgia belum siap. "Jangan macam-macam denganku!" balasnya memberi peringatan.

"Kau fokus sekali hingga lupa waktu."

"Aku? Lupa waktu?"

Hamish mengangguk sehingga membuat Georgia menyadari sesuatu dan mengumpat pelan.

"Kita belum terlambat 'kan?" tanya Georgia panik sembari merapikan mejanya.

"Kurasa masih ada cukup waktu. Terlambat sedikit tidak masalah."

Masih dengan situasi yang panik, Georgia meminta izin untuk pergi meninggalkan ruangan bersama Hamish. Di area parkir Georgia bisa melihat Summer yang sedang menatapnya tajam, dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Tepat waktu sekali Mrs. Bayer," sarkas Summer dengan sedikit godaan.

"Smith," tekan Georgia. "Namaku masih Georgia Smith."

"Sudah sudah, sebaiknya kalian masuk dan kita segera pergi," lerai Hamish cepat.

Tak hanya Georgia atau Summer yang kini terpukau, Hamish yang sedang menyetir pun nyaris kehilangan fokusnya, saat mobil melewati gerbang tinggi dengan logo Californian Waves. Jika hanya berdiri atau melihat melalui gerbang utama, tempat ini tampak biasa saja. Namun setelah melewati gerbang dalam, yang mana akan mengarah pada gedung utama, barulah terasa jika Californian Waves memiliki area yang cukup luas.

"Akhirnya kalian datang juga." Ashton berjalan dengan langkah panjang, serta kedua lengan yang dibuka lebar seolah ingin memeluk. "Aku baru akan menghubungi kalian jika dalam lima menit belum juga tiba," imbuhnya.

"Salahkan Gia yang membuat kami terlambat," beber Hamish pada Ashton.

Ashton menuntun mereka bertiga menuju ke bangunan besar, di mana di dalamnya terdapat kolam renang dengan ukuran yang cukup luas. Tujuan mereka datang kemari adalah untuk mengenal lebih dalam mengenai scuba diving. Besok lusa, tim akan berangkat menuju salah satu spot scuba diving terkenal di Amerika Serikat.

Scuba Diving—Self Contained Underwater Breathing Apparatus—merupakan kegiatan menyelam dengan menggunakan alat khusus, yang akan membantu penyelam untuk bernapas dan bertahan lebih lama di bawah permukaan air. Kegiatan ini dilakukan untuk mengamati kehidupan laut di kedalaman dengan posisi yang lebih dekat.

"Summer, kau bawa bukti perizinan?"

Summer mengangguk lalu memberikan sebuah kartu pada Ashton. "Aku mendapatkannya dua tahun lalu dan itu terakhir kalinya aku melakukan scuba diving."

Sayangnya, kegiatan scuba diving tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Dibutuhkan sebuah sertifikat menyelam agar bisa melakukan scuba diving. Di antara anggota Eternal Edge, hanya Summer yang memiliki perizinan tersebut.

"Tidak apa-apa, kita coba lagi," ujar Ashton meyakinkan.

"Berapa kedalaman kolam ini?" tanya Hamish yang sedang berdiri di pinggir kolam. "Tampaknya tidak terlalu dalam."

"Memang. Masih di bawah sepuluh meter. Coba tebak, berapa meter menurutmu?"

Bibir Hamish terbuka lebar ketika mendengar jawaban Ashton. "Sial, bagiku itu sudah dalam. Aku ragu ketika kau mengatakan jika kedalamannya di bawah sepuluh meter. Bukankah itu berarti sembilan setengah meter juga termasuk? Katakan sesuatu jika aku salah."

Ashton tidak menjawab, laki-laki itu hanya menampilkan senyum misteriusnya.

"Jadi, aku dan Gia tidak bisa ikut menyelam?"

"Tergantung situasi. Maka dari itu kita perlu mencobanya sekarang."

Ada sebuah solusi bagi mereka yang ingin menyelam namun tanpa kursus. Discover scuba diving, merupakan penyelaman yang bisa dilakukan tanpa mengikuti kursus sebelumnya. Hal ini tentu saja dilakukan dengan berbagai syarat termasuk batas kedalaman serta adanya instruktur resmi.

"Kalian tidak perlu cemas. Aku, Adam, dan Orion sudah punya izin sebagai instruktur."

Tak lama, Adam datang bersama Orion serta dua orang lain, membawa berbagai perlengkapan untuk scuba diving. Ashton menjelaskan nama serta kegunaan alat-alat di hadapannya, mulai dari pakaian selam, regulator, hingga tabung udara. Tidak cukup dengan menjelaskan, Ashton juga memperagakan bagaimana cara mengenakan alat-alat tersebut dengan benar, serta berbagi tips atau trik penting dalam melakukan scuba diving.

Dibantu oleh Orion, Georgia mulai memasang alat-alat penting itu di tubuhnya. Georgia menggerakkan bahu, merasakan betapa beratnya beban yang ia bawa saat ini.

"Kau akan turun terlebih dahulu, dan aku akan menyusul. Ashton sudah ada di bawah, dia akan membantumu sebelum aku turun," jelas Orion sembari kembali memastikan apa yang dikenakan sudah Georgia dalam posisi yang sesuai. "Santai saja, tidak perlu tegang."

Georgia mengangguk sebagai jawaban. Di mulutnya sudah terpasang regulator yang akan membantunya bernapas. Georgia duduk membelakangi kolam. Ia kembali mengangguk sebelum Orion mendorong tubuhnya agar masuk ke dalam air.

Gelap, hal yang pertama kali berhasil ditangkap oleh mata Georgia. Penyebab tempat ini gelap selain karena berada di kedalaman adalah kolam yang terletak di dalam ruangan. Tidak ada cahaya matahari yang bisa masuk kemari, tidak seperti saat di laut.

Georgia merasakan tarikan pelan pada lengannya. Saat ia menoleh, Orion sudah ada di sebelahnya, menggenggam telapak tangannya erat. Georgia tidak tahu berapa meter kedalaman kolam yang sedang ia pijak saat ini. Namun sesuai ucapan Ashton tadi, ia tidak akan dibawa melebih batas garis merah di mana kedalaman sudah lebih dari empat meter.

Bersama Orion, Georgia terus berenang dari satu sisi ke sisi lain lalu kembali berputar. Selain untuk membiasakan diri dengan tekanan di dalam air, percobaan ini dilakukan agar mereka tetap bisa bergerak lincah walau sedang membawa beban.

"Ada masalah dengan tabung atau regulatornya?" Adam bertanya setelah membantu Georgia untuk keluar dari air. "Apa napasmu lancar?"

Adam membantu Georgia untuk melepaskan alat-alat scuba. Saat alat itu berhasil terlepas, Adam bisa mendengar Georgia menarik napas panjang lalu mengembuskannya dengan keras.

Georgia menepuk-nepuk dadanya dengan gerakan teratur. "Semuanya lancar. Hanya saja di dalam tampak gelap. Itu membuatku sedikit sesak," akunya dibarengi senyuman tipis.

"Tadi tidak sampai lima belas menit."

"Biasanya berapa lama kau melakukan scuba diving di laut?"

"Sekitar empat puluh lima menit." Adam melemparkan handuk pada Georgia. "Ganti pakaianmu dan keringkan kepala dengan benar."

Saat Georgia selesai berganti pakaian, ia mendapati area kolam renang dalam keadaan sepi. Baik Summer atau Hamish sudah tidak menampakkan wujudnya. Hanya ada Adam yang sedang merapikan boks-boks di dekat tangga.

"Ke mana yang lain?" tanya Georgia seraya berjalan menghampiri.

"Pergi." Adam mengulurkan tas milik Georgia. "Minum kopi."

"Dan mereka meninggalkanku?" murka Georgia dengan pipinya yang digembungkan. "Tega sekali."

Adam berdecak sembari mengangkat tiga boks sekaligus. "Jangan banyak drama. Kedai kopinya di seberang bagunan ini. Aku akan mengantarmu, tetapi sebelum itu angkat satu boks yang tersisa."

Tidak ingin memicu perdebatan panjang, Georgia segera melakukan apa yang Adam perintahkan. Georgia berjalan mengekor pada Adam. Laki-laki itu membawanya keluar melalui pintu samping.

Georgia memandang lurus pada gedung yang dinding bagian depannya dipenuhi oleh kaca berwarna gelap. Adam membawanya masuk lalu menaiki lift yang terletak di samping lobi. Ketika pintu lift terbuka, Georgia mendapati sebuah ruangan yang dipenuhi dengan meja dan kursi. Tampaknya tempat ini adalah ruangan untuk anggota Californian Waves.

"Tatiana," panggil Adam dengan suara berat. "Bantu aku. Ambil barang pada gadis ini."

Gadis berambut pirang yang Adam panggil dengan Tatiana, kini berjalan mendekat. Dia mengambil alih boks dari tangan Georgia. "Kenapa tidak menghubungiku untuk membawa benda ini?"

"Letakkan saja jangan banyak bicara." Sebelum Adam melangkah lebih jauh, laki-laki itu menoleh sejenak pada Georgia. "Tunggu di sini!" perintahnya.

Adam kembali beberapa menit dengan sling bag serta jaket denim miliknya. Dia mengarahkan dagunya menunjuk pada lift, mengisyaratkan pada Georgia untuk segera masuk.

"Kau, ada kegiatan setelah ini?" tanya Adam setelah menekan tombol lift ke lantai dasar.

"Tidak. Kenapa?"

Adam tidak langsung menjawab, namun mengecek sesuatu pada ponselnya terlebih dahulu. "Ingin pergi ke bioskop? Ada film baru."

Tangan Georgia terkepal. Ia melayangkan tinjuan kecil pada lengan Adam. "Oh, jadi Adam Milbourne sudah suka pergi ke bioskop sekarang," godanya mengingat lelaki itu paling malas jika harus berada di tempat ramai.

"Aku tidak pernah mengatakannya. Aku sudah menunggu film ini sejak dua tahun lalu, maka dari itu aku ingin pergi," dalihnya. "Jadi kau mau atau tidak?" tanya Adam sekali lagi.

Georgia tersenyum kecil untuk kembali menggoda Adam. "Aku akan ikut jika kau tidak memberiku tiket, popcorn, dan soda dengan gratis. Kau bayar untuk tiket, aku akan bayar untuk popcorn dan soda. Bagaimana?"

"Setuju. Senang berbisnis denganmu Miss Smith."

++++

Staples Center, Los Angeles, California, United States.

Four years ago—empat tahun lalu.

Seorang gadis berusia sembilan belas, sedang bersandar santai pada dinding arena Staples Center. Matanya selalu menyipit, mencari sesuatu setiap kali ada orang yang melintas, baik masuk atau keluar arena. Di dalam sana pasti sangat ramai. Sesuai yang ia dengar, akhir pekan nanti akan diadakan pertandingan basket di sini. Para kru pertandingan pasti sedang mempersiapkan arena ini sebaik mungkin.

"Gia!"

Gerogia menoleh, mendengar suara bas yang begitu khas memanggil namanya. Ia tersenyum sopan, saat laki-laki dengan pakaian kuning cerah berjalan ke arahnya.

"Sudah lama menunggu? Aku pikir kau tidak jadi datang."

"Belum," jawab Georgia sopan. "Awalnya begitu, hari ini sebenarnya ada ujian. Tiba-tiba, tiga jam lalu kelas Profesor Rogers dibatalkan. Sayang sekali jika kesempatan berharga ini harus dibuang begitu saja."

"Hari ini jangan bersikap formal. Anggap aku temanmu. Panggil saja Chase."

"Chase." Georgia mengdengkus "Itu terdengar aneh."

Chase Reeves—pria berusia kepala tiga itu tertawa lepas, membuat Georgia semakin merasa canggung. Chase merupakan salah satu dosen di universitas tempat Georgia belajar. Mereka pertama kali bertemu sekitar dua minggu lalu, tepatnya saat Georgia sedang berkeliling kampus untuk mengambil gambar setiap sudut universitas yang menurutnya menarik.

Hari itu Chase langsung menghampiri Georgia, melihat setiap hasil jepretan yang tersimpan di kameranya. Hasil foto itu berhasil membuat Chase tertarik, dia merasa jika Georgia punya bakat lebih. Maka dari itu, Chase mengajak Georgia melihat-lihat kegiatan yang sedang dilakukan oleh salah satu agensi model ternama di Los Angeles. Barangkali dengan ini Georgia bisa belajar lebih jauh dalam dunia fotografi.

"Ini hari terakhir mereka syuting iklan dalam bentuk film pendek, untuk sponsor pertandingan basket bulan depan. Mereka juga sedang melakukan beberapa sesi foto untuk poster."

Chase membawa Georgia berjalan di area tribune. Kedatangan Chase dan Georgia mendadak menjadi pusat perhatian kelompok kecil yang sedang duduk santai sembari berdiskusi di kursi tribune.

"Chase Reeves, sudah lama kita tidak betemu," sapa seorang pria berambut ikal dengan suara girang.

Chase memeluk pria berambut ikal itu erat. Sesekali telapak tangannya menepuk bagian punggung sedikit keras. "Malcolm, dia gadis yang kuceritakan," lanjut Chase setelah pelukan mereka terlepas.

"Aku sudah melihat hasil fotomu. Itu bagus sekali. Perkenalkan, namaku Malcolm. Aku yang bertanggung jawab dalam pemotretan hari ini."

"Terima kasih atas pujiannya." Georgia menjabat tangan Malcolm. "Namaku Georgia. Jika dirasa sulit panggil Gia saja tidak masalah."

"Hei kalian, kemari," perintah Malcolm pada tiga orang yang masih berbincang di bangku tribune. "Gia, mereka ini model untuk iklan dan pemotretan hari ini."

Georgia mengangguk sopan sembari memperkenalkan diri. Satu perempuan dan dua laki-laki di hadapannya juga melakukan hal yang sama. Georgia tersenyum miris dalam hati, ia mendadak merasa tidak percaya diri saat menatap wajah tiga orang model yang nyaris sempurna.

"Nathaniel," ujar laki-laki bermata biru cerah.

"Gia, kau duduk saja dulu. Setelah siap aku akan memanggilmu," ucap Malcolm menginfokan.

Georgia mengangguk dan segera duduk di bangku tribune, menunggu Chase dan Malcolm selesai berbicara. Entah mengapa ia mendadak gugup. Georgia takut mengecewakan Chase di depan kru karena kemampuannya yang tidak seberapa. Belum lagi ini pemotretan untuk agensi besar, semua yang bekerja pasti sudah ahli dalam bidangnya. Melakukan kesalahan sedikit saja pasti akan memalukan.

"Aku pikir kau model baru tadinya."

Georgia terkesiap saat menyadari seseorang sudah duduk di sebelahnya. Itu laki-laki bermata biru, Nathaniel.

"Tidak, aku hanya ikut dosenku kemari," jawabnya ramah.

"Bagaimana mereka memanggilmu? Georgia? Seperti itu?" tanya Nathaniel.

"Sebenarnya Gia saja sudah cukup."

Nathaniel sedikit mendongakkan wajah, mata birunya melirik pada langit-langit arena. "Gia. Itu bagus," puji Nathaniel dengan senyum tipis yang merekah di bibirnya.

"Kau berlebihan Nathaniel. Banyak orang bernama Gia di dunia ini."

"Tapi hanya kau yang membuatku tertarik," ungkap Nathaniel dibarengi dengan kekehan kecil. "Panggil Nathan saja. Nathaniel kurasa terlalu panjang."

Georgia mengatupkan bibirnya erat-erat. Laki-laki ini sepertinya pandai merayu. Sialnya Georgia merasa jika dirinya sedikit termakan oleh rayuan Nathan. Hal itu dibuktikan dengan keringat dingin yang mulai membasahi telapak tangannya.

"Jadi, dari mana asalmu?" tanya Nathan lagi.

"Los Angeles. Kau sendiri?"

"San Francisco. Hanya saja satu tahun terakhir ini aku lebih sering tinggal di Los Angeles. Karierku baru saja dimulai."

"Kau pasti bisa jadi bintang besar suatu hari nanti."

Ketika Nathan akan menanggapi perkataan Georgia, suara panggilan dari Malcolm membuat mereka menoleh bersamaan. Malcolm mengayunkan tangan, mengajak Georgia untuk ikut dengannya.

"Aku permisi, senang bisa bicara denganmu, Nathan."

Hari ini Georgia belajar banyak hal baru seputar fotografi. Mulai dari mengatur kamera, pencahayaan, hingga mencari angle atau sudut pandang yang pas. Malcolm juga sangat baik, pria itu mengajarinya dengan penuh kesabaran. Jauh dari dugaan Georgia sebelumnya, kali ini ia berhasil melewati tahap demi tahap dengan lancar tanpa mengganggu proses pemotretan.

Setelah kegiatannya berakhir, Georgia berdiri di pinggir lapangan, menunggu Chase yang sedang pergi ke toilet. Kedua mata Georgia membulat, ketika menyaksikan Nathan sedang berlari kecil menyeberangi lapangan menuju ke tempat ia berdiri.

"Gia." Nathan menggaruk tengkuknya saat tiba di hadapan Georgia. "Akhir pekan ini, kau punya waktu luang atau tidak?"

Georgia menipiskan bibirnya sebelum mengangguk pelan. Tanpa ditanya sebenarnya ia sudah tahu maksud Nathan. Laki-laki itu berniat mengajaknya untuk pergi. Sayangnya Georgia lebih suka untuk basa-basi. "Kenapa?"

"Aku dengar ada pertandingan basket di sini. Kau suka atau tidak?"

"Siapa melawan siapa?"

"Lakers dengan Golden State Warriors," jawab Nathan cepat. "Jika tidak suka basket katakan saja."

"Aku tumbuh di Los Angeles. Lakers menjadi salah satu tim favoritku. Lakers melawan Golden State Warriors kedengarannya cukup menarik."

Senyum di bibir Nathan mengembang sempurna mendengar respons Georgia. "Keberatan jika menontonnya denganku?" tanya Nathan dengan ekspresi malu-malu.

"Selama masih akhir pekan, kurasa bukan masalah," jawab Georgia yang berarti menerima ajakan Nathan.

"Ini." Nathan menyerahkan ponselnya pada Georgia. "Ketik nomormu di sini."

Georgia mengambil ponsel milik Nathan dan mulai mengetikkan nomor pribadinya di sana. Nathan mengucapkan terima kasih, saat Georgia menyerahkan ponsel itu kembali pada pemiliknya. Laki-laki itu berbalik, beranjak pergi. Namun belum sampai berjarak dua meter, Nathan langsung menghentikan langkahnya, kembali menghadap Georgia.

Satu tangan Nathan terangkat ke udara, membentuk sebuah gestur isyarat. "Can I call you tonight?" Nathan bertanya tanpa bersuara, cukup dengan menggerakkan bibir.

Georgia yang paham dengan gerakan bibir Nathan langsung mengangguk walau sedikit malu-malu. Demi Tuhan, Georgia merasakan jantungnya berdegup kencang sekarang. Nathaniel, laki-laki itu berhasil menarik perhatiannya di awal pertemuan mereka.

To Be Continued

Hope You Like It!!

Terima kasih buat yang sudah baca, vote, atau komentar. See u on next part. Stay safe!!

[12/09/2020]

-findgilinsky-


Continue Reading

You'll Also Like

20.8K 1.3K 14
sunoo kelas 12 yang menjadi berandalan sekolah dan sering jadi langganan ruang bk sampe sampe orang tua nya capek nasehatin dia mpreg bxb bl nonbaku
6.6K 788 12
hanya cerita fiksi. . . . . intinya zeedel. slow up.
114K 14.7K 56
[SELESAI] (13+) Tidak mudah menggabungkan sepuluh anak yang memiliki karakter berbeda untuk bisa tampil bersama di pentas aksi sekolah. Namun berkat...
683K 71.1K 30
Kesakitan dan ketakutan. Laura, seorang wanita muda pendiam terus dihantui oleh trauma masa lalunya. Bekerja sebagai seorang petugas kebersihan juga...