Blue

By Ddiasya

131K 15K 2.9K

Saat Hatake Kakashi menolak perintah pernikahan dari Godaime, Sakura harus mencari cara agar pria itu mau mem... More

Prolog
Awal
Misi tingkat A
Hari Pertama
Permainan
Insiden
Kecewa
Jejak
Perjalanan ke Takigakure
Awal Rasa
One Step Closer
Masalah
Rencana Jahat
Pengumuman
Masa Lalu
Just for fun
Kebangkitan Siluman Naga Berkepala Delapan
Di Ambang Batas
Segel Terakhir
Selongsong Kosong
Daisuki
Rencana yang Menyesatkan
Tanzaku di Ranting Bambu
Malam yang Istimewa
Secuil Ingatan yang Hilang
Pulang
Babak Baru
Q n A
Tidak Ada Judul
I Love You So
Bayang Ketakutan dan Penyesalan
Abu-abu
Menggantung Rasa
Gembok Rasa
Ternyata ia bukan rumah, hanya sekadar tempat singgah
Dinding Rahasia
Batas yang Jelas
Bunga yang Gugur
Dua Wajah Pias
Darah Dalam Tubuh
KLTK (Kenangan Lama Teringat Kembali)
Semangkuk Rasa
Feeling Blue
Darah
Mesin Waktu
I Wanna Love You but I Don't Know How
Hujan Tidak Benar-benar Datang
Setiap Bahu Memiliki Beban
Kemalangan Tanpa Ujung
Sadness and Sorrow
Pulang
Ruang Kesakitan

Blood

3.1K 370 83
By Ddiasya

Maaf, saya malas mencantumkan footnote untuk istilah bahasa asing.

***

Sebagai seorang ninja, baik Sakura dan Kakashi sudah terlatih untuk menyiapkan segala hal selama misi termasuk persiapan yang matang. Untung saja mereka membawa perlengkapan untuk menyamar ke kamar mandi. Begitu mereka keluar, sosok obaasan yang menjadi pelayan penginapan sudah menunggu di depan pintu geser. Ruang sempit di kanan ranjang telah berubah menjadi tempat makan simpel. Ada sebuah meja berukuran sedang dilengkapi dua dudukan sederhana di atas tatami. Jamuan makan telah tersaji di atas meja yang langsung membuat perut Sakura jungkir balik menahan lapar. Ia ingat bagaimana perutnya menolak makanan di kedai pinggir hutan tadi pagi.

"Genma-san, Anda pasti tahu peraturannya, bukan?"

"Tentu saja, Rio-san, aku mengingat detail itu."

Sang pelayan yang dipanggil dengan nama Rio hanya tersenyum sedikit dan mengangguk. "Waktu untuk menikmati makan siang sangat terbatas sekitar 10 menit saja. Kuharap kalian bergegas sebab tim rias calon pengantin akan datang tepat pukul satu."

"Baik."

Rio meninggalkan Sakura dan Kakashi yang menolak saling berhadapan untuk sementara waktu. Begitu pintu geser tertutup sempurna, Sakura merasa gugup sendiri. "Err..."

Kakashi tidak menjawab selain mengambil tempat duduk lebih dulu dengan tenang. Seolah tak terjadi apa-apa, lelaki itu tampak tak terpengaruh dengan tingkah canggung Sakura. "Waktu kita sangat terbatas," peringatnya.

"I-iya..." Sakura merapikan yukata sebelum duduk di depan Kakashi yang mengambil ketel teh dan menuangkan isi pada cangkir keramik.

"Kau mau? Teh di Taki memiliki rasa yang istimewa. Sangat berbeda dengan teh di Konoha."

"Bagaimana kau bisa tahu?"

Wajah tenang Kakashi berubah lebih merah dan Sakura agak curiga melihat perubahan secepat itu. Lelaki itu mengubah sikap lebih santai saat menjawab, "Aku membacanya dari literatur."

Sakura mengernyit sedikit dan yakin bahwa literatur yang dimaksud adalah Icha Icha Paradise. Pasti disebutkan di salah satu seri buku konyol Jiraiya. Tanpa ingin mengutarakan pendapat, Sakura memanggang daging merah segar dan mencocolkan daging setengah matang itu ke dalam mangkuk saus. Rasa saus agak kurang asin, tetapi Sakura menyukainya. Bilang saja kalau ia memang kelaparan sehingga makanan apa saja tidak akan terlewat.

Saat potongan daging terakhir hendak masuk ke mulut, Sakura menatap Kakashi yang ternyata memperhatikannya. Astaga, pasti ia kelihatan sangat menjijikkan sekarang. Kerakusan bisa membunuh, mungkin benar juga.

"Uhmm...aku sangat lapar."

"Aku bisa menebaknya."

Hampir saja memutar bola mata bosan, tetapi Sakura mencegah keinginan tersebut. Ia tidak jadi melahap daging terakhir dan menatap Kakashi penuh keseriusan. "Soal tim rias yang akan datang sebentar lagi. Maksudku, apa mereka tidak akan tahu mengenai hal ini?" tanya Sakura sembari menyentuh rambut hitam palsu yang ia pakai. Jemari ikut menunjuk ke wajah Sukea yang ia kenal dulu.

"Tim rias pasti sangat terlatih untuk mengetahui apakah kita memakai rambut palsu atau lensa kontak."

Kakashi meneguk isi dalam cangkir teh hingga tandas sebelum menatap Sakura dengan bola mata yang mengintimidasi. Penggunaan lensa kontak sangat tidak berpengaruh sebab bola mata itu berputar cepat seperti kilat. Menampilkan bola berwarna merah dengan tiga tomoe yang mengerikan.

"Sedangkan aku cukup terlatih untuk menggunakan ini."

Tak perlu khawatir, Sakura mengedikkan bahu. Pikirannya campur aduk mengenai banyak hal. Saat Kakashi mencium dirinya di onsen pribadi, apakah ia memang terpengaruh sharingan? Sharingan bisa membuat dirinya lupa daratan. Bukan sharingan yang membuat ia merasa malu, tetapi kenyataan bahwa ia suka rela menerima ciuman Kakashi dan membalasnya. Please, jangan katakan kalau ia mulai menyukai deru napas Kakashi membelai pipi. Ah!

***

Tim rias terdiri dari seorang wanita muda yang cukup cantik dan lelaki yang memiliki ciri khas warga sekitar kuil; bermata giok hijau. Mereka membungkukkan tubuh untuk menunjukkan tanda hormat pada Kakashi dan Sakura yang baru saja menyelesaikan makan siang. Meja kecil yang dijadikan tempat penyajian makanan telah tersingkir ke pojok ruangan, sedangkan Sakura merasa jantungnya sedikit lebih kencang. Apakah Kakashi bisa melakukan genjutsu dengan sempurna? Ah, ia benar-benar merasa bodoh sekarang. Tentu saja, ia merupakan ninja elit yang sanggup menyelesaikan misi dalam sekejap mata. Genjutsu bukan hal yang asing bagi sang ninja peniru.

"Konichiwa, Genma-san dan Ino-san," ujar sang perias wanita.

Baik Kakashi dan Sakura menyaut sapaan secara sopan bersamaan. Keduanya membungkuk sedikit sebagai tanda hormat yang sama.

"Cantik sekali. Tidak perlu polesan tajam pun, kau akan tampil mempesona, Ino-san."

"Ah...terima kasih," ujar Sakura tersipu.

"Oh ya, Souta-kun, kau bisa mengantar Genma-san ke lantai bawah. Ia tidak memerlukan banyak perlengkapan, bukan?"

"Uh...apakah kami harus berpisah?"

Sang perias tertawa agak lebar hingga gigi gingsulnya terlihat lebih menonjol. "Oh, kau tidak perlu khawatir, Sayang. Ia hanya akan pergi sebentar. Apakah kau tidak ingin berpisah dengan calon suamimu sebentar saja?"

Ia sengaja menggoda. Sakura hanya mengedikkan bahu sedikit pertanda tak nyaman. Kakashi sudah keluar lebih dulu dengan pemuda yang dipanggil Souta, sedangkan ia menunggu di kamar dengan cemas. Tsunade pernah mengatakan bahwa Sakura bisa berlatih genjutsu dengan Kakashi, tapi ia tidak pernah melakukannya.

"Jangan terlalu gugup!"

Sakura menoleh pada sang perias yang telah mengeluarkan semua perlengkapan yang dibutuhkan termasuk satu set kimono berwarna putih.

"Kau mendapatkan iro-uchikake berwarna merah."

Menoleh kikuk, Sakura memperhatikan kimono berwarna cerah dengan motif bunga sakura. Dia tahu bahwa gaun pernikahan tradisional wajib dipakai setelah upacara Shinto nanti. Saat adik perempuan ibunya menikah dulu, iro-uchikake yang dipakai berwarna ungu dengan motif kipas tangan kyo-sensu.

"Kau tidak suka warna merah?"

"Uh...aku suka warna merah."

"Panggil aku Aiko. Aku sudah menjadi perias pengantin sejak sepuluh tahun lalu." Aiko terkikik sendiri yang membuat dahi Sakura mengernyit.

"Abaikan itu."

Tangan Aiko mulai menyentuh wajah Sakura, meraba jenis kulit putih yang dimiliki sang calon pengantin. Rasa cemas yang bergejolak dalam dada membuat Sakura memejamkan mata, tak ayal mengundang curiga.

"Kenapa kau memejamkan mata, Ino-san?"

"Aku lebih suka memejamkan mata saat make up. Kalau kau perlu menambahkan riasan di bagian mata, aku akan senang hati membukanya."

"Tak masalah. Aku hanya perlu mengoleskan foundation putih di wajahmu, Ino-san."

Sakura menghembuskan napas pelan, tak ingin terlalu kentara menunjukkan rasa lega. Setidaknya ia ingin menyembunyikan lensa kontak warna coklat yang kini tengah terpasang di kedua iris.

Waktu berlalu bagai terbang, Aiko menarik dagu Sakura agak tinggi dan berkata, "Buka matamu!"

Tidak! Cepat atau lambat, Aiko akan tahu kalau ia memakai lensa kontak. Setengah gugup dan takut bercampur menjadi satu, Sakura membuka mata. Sosok Aiko telah membeku dengan pandangan yang tak jelas, bola mata tak fokus hingga ia hampir jatuh ke belakang sebelum tangan kanan Kakashi menahan tubuh itu menyentuh tatami.

Setelah meletakkan tubuh Aiko di lantai, Kakashi menatap Sakura yang masih sedikit terkejut. "Ia akan tenggelam dalam teknik ilusi."

"Souta?"

"Jangan mencemaskannya. Setidaknya ia tidak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi."

"Aa..." Sakura menghembuskan napas lega yang sedari tadi tertahan di tenggorokan.

"Riasanmu belum selesai."

"Tak masalah. Hal yang paling penting adalah Aiko tidak tahu bahwa aku memakai lensa kontak dan rambut palsu. Sekarang aku harus segera memakai shiromuku. Pasti butuh waktu cukup lama untuk memakainya. Kau bisa meninggalkanku sendirian."

Kakashi mengedikkan bahu. "Aku tidak akan pergi ke mana-mana. Souta menunggu di depan pintu."

Alis Sakura bertaut, Kakashi memahami maksud yang tersirat. "Dia ada dalam pengaruhku. Sudah kubilang untuk tidak cemas berlebihan."

"Baiklah. Aku harus berganti pakaian. Sebaiknya kau menyingkir sekarang juga."

Tak ingin berdebat, Kakashi melangkah ke pinggir kamar. Ia merebahkan tubuh di atas ranjang besar dan berujar, "Bangunkan aku saat kau sudah selesai memakai shiromuku."

"Uh...oke."

Bayangan Sakura sudah muncul dalam sekian detik dan langsung mengangguk setuju. Sang bayangan membantu Sakura untuk memakai balutan shiromuku. Berkutat dengan kimono panjang yang terbuat dari benang sutra terbaik membuat Sakura bergidik. Ia yang hendak memasang obi sedikit kesulitan. Ia memasang tampang galak pada sang bayangan, "Dasar bodoh!"

"Kau memaki dirimu sendiri!" Bayangan Sakura memilih untuk lenyap, sedangkan sang pemilik bayangan hanya terpaku.

"Idiot!"

Jam dinding di kamar ryokan sudah menunjukkan angka 2 sehingga persiapan harus selesai dalam waktu setengah jam lagi. Sakura mengomel frustasi saat ia kesulitan membedakan mana fukuro obi yang dipasang lebih dulu, lalu dilanjutkan dengan pemakain obi-age. Tanpa bicara, Kakashi bangkit dari ranjang dan merebut fukuro obi di tangan Sakura dengan galak.

"Seharusnya kau belajar cara berpakaian yang benar pada Tsunade bukan sekadar menguasai ninjutsu medis."

Sakura merengut. "Shishou belum pernah menikah. Aku sendiri tidak yakin kalau ia bisa memakai pakaian ini."

Bibir Kakashi sedikit melengkung, jawaban yang cukup masuk akal 'kan? Tangan Kakashi sudah selesai mengikat obi di pinggang Sakura begitu pandangan keduanya bertemu di depan cermin. Sakura baru sadar bahwa sang partner sudah memakai setelan lengkap hakama dan haori hitam. Kakashi tidak bicara saat memakaikan kimono kedua atau uchikake pelengkap shiromuku.

"Kenapa pengantin wanita memakai shiromuku berwarna putih?" tanya Kakashi yang menatap kilau mata Sakura di cermin.

"Uhmmm..."

"Warna putih melambangkan kesucian, kebersihan dan...,"Kakashi terdiam cukup lama, "keperawanan."

Sakura hendak menjawab, tetapi ia mengurungkan niat. Jadi, itukah alasan ia perlu melakukan tes keperawanan tadi pagi?

"Sekarang kau hanya perlu memakai wataboushi." Kakashi mengambil kerudung putih besar yang bisa menutup kepala dan wajah Sakura.

"Shiromuku sudah lengkap. Kau hanya perlu memakai zori. Aku akan membangunkannya." Kakashi melirik Aiko yang masih tertelungkup di lantai. Dalam sekali sentuh saja, Aiko sudah bangun dan memijat kepala berulangkali.

"Kenapa kepalaku pusing sekali?" tanya Aiko.

"Anda hanya kelelahan dan butuh istirahat."

"Oh. Mungkin kau benar—eh, apa yang kau lakukan di sini? Kau tidak boleh bertemu dengan calon pengantin sebelum ia selesai merias diri. Souta, di mana kau?"

Souta muncul tergopoh ke kamar dan mendapat hardikan dari Aiko. Lengan Souta menarik Kakashi untuk keluar kamar dan berujar, "Bukankah kau bilang hanya sebentar saja?"

Kakashi hanya mengedikkan bahu, sedangkan Sakura menatap kepergian Kakashi dengan tatapan lesu.

"Ah, kau sudah sempurna. Sekarang kau hanya perlu memakai zori."

Saat tangan terampil Aiko mengulurkan kaos kaki putih, Sakura merasa semakin frustasi.

***

Seumur hidup Sakura jarang sekali pergi ke kuil kecuali perayaan yang diadakan keluarga. Orangtua Sakura jarang berada di rumah, sedangkan dirinya sendiri terlalu sibuk di rumah sakit atau menjalani misi. Saat wajah-wajah tidak familiar muncul di halaman depan kuil, Sakura merasa ia tengah dilanda rasa cemas yang berlebihan. Pernikahan hanya pelengkap misi, tetapi sebagian diri Sakura merasa ia mempermainkan ritual adat. Ritual yang akan menyatukan dua manusia atas nama Kami-sama.

Ia takut. Sungguh.

Ada banyak orang yang hadir di perayaan pernikahan yang berbeda dengan upacara privat. Jika pernikahan hanya dihadiri keluarga dekat, maka festival di kuil Taki mengundang semua orang yang ingin hadir menyaksikan pernikahan massal. Banyak orang berkumpul di halaman kuil hanya untuk menyaksikan upacara yang digelar tahunan ini.

Sakura melirik pada Ayana yang berpakaian sama sebelum ia merasakan lengannya bersinggungan dengan tubuh Kakashi. "Jika kau bisa menemukannya lebih cepat, peluang kita pulang lebih awal sangat besar."

Tercekat. Sakura memperhatikan sekitar di balik tudung shiromuku. Perayaan pernikahan terlalu membuat ia terbuai. Lengah. Padahal Kakashi masih berkonsentrasi memikirkan misi. Bukankah tujuan utama mereka datang ke kuil untuk menemukan Sora? Sakura mengumpat dirinya sendiri yang terlalu cemas memikirkan ritual pernikahan.

Pernikahan palsu.

"Basuh kedua tangan kalian dengan air kuil yang memurnikan tubuh dan pikiran sebelum upacara berlangsung."

Semua calon mempelai bergantian membasuh tangan dengan air suci yang disediakan di halaman kuil. Sang pendeta memulai acara dengan meminta perlindungan pada Kami-sama. Begitu pendeta membacakan surat perayaan pernikahan pada Pemilik Kehidupan, Sakura tercenung. Pernikahannya dengan Kakashi hanya dilakukan untuk kepentingan misi. Tetapi, kenapa dada Sakura terasa bergetar hebat?

Sankon no gi menjadi proses yang membuat Sakura tidak bisa menahan diri. Tangannya gemetar menerima tiga cawan sake yang berukuran besar, sedang dan kecil. Ia hanya mendengarkan suara pendeta lamat-lamat. Pikirannya sudah jauh berkelana pada masa lalu dan harapan yang terasa padam seketika. Harapan untuk menikah dengan Uchiha Sasuke terasa terkubur dalam relung hati terdalam saja.

"Cawan kecil adalah masa lalu, cawan sedang menunjukkan masa sekarang dan cawan besar akan membawa kalian menuju masa depan yang lebih cerah. Teguk masing-masing tiga kali!"

Tidak ada masalah dengan tegukan terakhir pada cawan sedang, namun Sakura merengkuh cawan besar dengan perasaan tidak karuan. Apakah ia benar-benar telah mempermainkan Kami-sama? Tak ingin memikirkan hal lain yang tidak mengenakkan, Sakura meneguk sake pada cawan besar dengan cepat. Kontrak mati pasangan suami istri telah terwujud saat pembacaan sumpah setia dilaksanakan di kuil.

Mereka telah resmi menjadi pasangan suami istri yang disambut sorak seluruh orang yang hadir di halaman kuil. Beberapa gadis pelayan kuil mulai menari, namun otak Sakura tidak bisa ikut larut dalam perayaan. Rasanya ada air menggantung di pelupuk mata. Saat pasangan lain bersukacita, ia merasa sangat sedih luar biasa. Mungkin hal yang sama dirasakan oleh Ayana yang menangisi kekasihnya di luar sana.

Sakura bisa melihat sosok Hugo mengacungkan jempol di antara kerumunan orang di halaman kuil. Tanpa sadar tudung shiromuku Sakura telah terbuka. Sebuah tudung yang melambangkan bahwa jiwa raga Sakura hanya milik Kakashi seorang. Bibir Kakashi mendekat dan Sakura tidak ingin berpaling. Setidaknya mereka sudah latihan di onsen tiga jam sebelumnya.

Rasanya masih sama; selembut beledu.

***

Tidak ada waktu untuk istirahat sejenak sebab Sakura harus berganti pakaian. Para mempelai yang telah resmi menikah harus menghadiri resepsi pernikahan yang diselenggarakan pihak penginapan. Aiko membantu Sakura memakai iro-uchikake dan memasang aksesoris di rambut sang gadis. Berkat teknik yang dimiliki Kakashi, Sakura tidak perlu khawatir Aiko akan mengetahui penyamaran mereka.

"Dibandingkan dengan upacara tradisional tadi, kau tampak lebih jelita dengan kimono ini."

Sakura tersenyum. "Tentu saja, Aiko-san. Kau memilih riasan yang natural."

Aiko tertawa. "Shiromuku putih melambangkan kesucian, Ino-san. Ibarat kanvas, kau sudah siap dilukis oleh suamimu. Oleh sebab itu, kau harus tampak cantik pada pesta perayaan malam ini. Tak ada salahnya menunjukkan sisi agresif."

Tersenyum kikuk, Sakura memilih diam.

"Jangan terlalu gugup. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Terkikik sekali lagi, Aiko menepuk pundak Sakura lembut. "Mungkin kau sudah menjalani upacara yang melelahkan hari ini. Tetapi, kau harus menunjukkan ekspresi yang lebih bahagia agar suamimu senang. Maksudku, semua wanita pasti ingin malam pertama yang menyenangkan bagi kedua pihak 'kan?"

Menanggapi kernyitan Sakura, Aiko melambai. "Sudahlah, aku tidak ingin meracuni pikiranmu menjadi semakin kalut. Pergilah! Selamat bersenang-senang."

Sakura berjalan lambat karena memakai sandal kayu hak tinggi, Kakashi sudah menunggu di balik pintu kamar ryokan.

"Sudah siap?" Tangan kanan Kakashi terulur.

Sedikit ragu, Sakura menggenggam balik tangan Kakashi dengan erat. "Tentu."

Mereka berdua turun ke aula penginapan yang telah diubah menjadi tempat resepsi. Ada banyak hidangan yang tersaji dan puluhan nampan berisi guci dan cawan sake kecil-kecil. Semua orang terlihat bersenang-senang merayakan pernikahan. Pengikatan laki-laki dan wanita menjadi sepasang suami istri yang akan menghadirkan generasi penerus ke dunia.

"Untuk para pengantin yang bahagia, mari bersulang."

Baik Kakashi dan Sakura hanya meneguk sedikit sake dalam cawan, mata mereka saling melirik. Seolah tahu bahwa ada prioritas yang harus diutamakan saat ini. Tegukan demi tegukan terus terjadi selama jamuan, namun Sakura memastikan bahwa pikirannya tetap waras. Ia tidak boleh lengah. Butuh otak yang waras saat menjalani misi, perkataan Kakashi yang akan ia ingat sampai kapan pun.

"Arah jam sembilan," ujar Kakashi sangat pelan saat Sakura meneguk cawan kelima.

Tak ingin ketahuan, Sakura melirik ke arah yang ditunjukkan Kakashi. Matanya terbeliak kaget, sosok bocah laki-laki bermata hijau memakai kimono putih tersenyum ceria di samping pria yang memakai pakaian sama.

Taka. Dia ada di sini.

***

Meski meneguk beberapa cawan sake, Sakura masih menjaga kewarasan dengan baik. Tindakan untuk membuat klon bayangan agar bisa mengikuti Taka tidak mendapatkan restu Kakashi. Gadis itu hanya merengut kesal. Ia sungguh tidak ingin kehilangan kesempatan. Namun, Kakashi memiliki rencana lain yang tidak ia ketahui. Sebuah fakta yang membuat gadis itu semakin uring-uringan.

Mereka berdua masuk ke kamar VIP tanpa bicara sepatah kata. Begitu pintu kamar tertutup dan memastikan tidak ada telinga yang mendengar sebab Kakashi memasang kekkai, Sakura menghardik keras, "Kenapa kau melarangku untuk mengikuti Taka?"

"Apa kau bisa melihat di mana Sora atau Kenji?"

Sakura menggeleng. "Belum, tapi—"

"Kita seperti mangsa yang masuk ke kandang singa. Saat kau salah melangkah, maka nyawamu yang menjadi taruhan. Kita masuk ke sini secara diam-diam, maka pastikan kita bisa keluar dengan cara yang sama. Di balik tembok yang menjadi pembatas antara penginapan dan kompleks kuil, ada banyak chakra yang terasa."

Pikiran Sakura tengah kalut sehingga ia merasa kehilangan sensitivitas dalam merasakan chakra seseorang. Ya, Kakashi benar bahwa ada banyak shinobi di balik kuil tersebut. Tidak ada yang menyangkal tentang kemampuan sang copy nin, tetapi sepuluh lawan satu jelas bukan pilihan yang tepat. Tak hanya sepuluh shinobi yang ada di kompleks kuil tersebut, Sakura memastikan ada lebih banyak ninja dari dugaannya.

"Jadi?" Sakura menunggu.

"Aku meminta Pakkun untuk menyusup ke sana. Kita hanya perlu menunggu. Sebaiknya kau beristirahat malam ini."

Sakura menuruti perintah Kakashi dan memilih untuk membersihkan diri di kamar mandi. Ia melepas seluruh penyamaran dan mengganti iro-uchikake dengan yukata tidur berwarna putih bersih. Saat dirinya keluar dari kamar mandi, sosok Kakashi sudah berganti pakaian tidur yang sama. Lelaki itu duduk di depan meja rias dan terlihat sibuk menulis sesuatu.

Seperti tahu apa yang ada dalam benak Sakura, Kakashi berkata santai, "Aku perlu menulis surat untuk Hokage."

"Surat untuk shishou?"

Bahu Kakashi terangkat. "Aku perlu melaporkan apa yang telah terjadi pada kita. Misi harus selesai dalam waktu sebulan, sedangkan kita sudah menghabiskan lebih dari tiga minggu tanpa kepastian. Misi ini lebih rumit dari dugaan. Meleset dari semua rencanaku."

"Oh." Sakura memilih duduk bersandar di pinggiran ranjang sembari memperhatikan Kakashi yang sibuk menulis laporan.

"Ada yang ingin kau sampaikan pada shishoumu?" tanya Kakashi saat ia meletakkan pena di meja.

"Bahwa aku sangat benci misi ini?" Sakura merengut. Ia tentu tidak bisa melaporkan pada Tsunade bahwa pil biru telah hilang. Sungguh, misi yang benar-benar buruk.

Kakashi mengedikkan bahu dan berujar, "Akino."

"Tumben kau memanggilku."

Seekor anjing berbulu coklat dengan satu strip putih di atas kepala hingga moncong telah muncul di hadapan Sakura. Membuat sang gadis terkejut dengan kemunculan Akino yang tiba-tiba. Dibandingkan Akino, Sakura lebih menyukai Pakkun.

"Pakkun memiliki misi khusus, sedangkan kau bisa melesat ke Konoha lebih cepat. Kirim laporan pada Hokage."

"Baik."

Akino menerima kertas dan lenyap dalam kepulan asap singkat. Suasana di kamar kembali hening kecuali suara Kakashi yang merenggangkan tubuh. Mereka perlu menyusun rencana lanjutan.

"Kita hanya perlu menunggu Pakkun."

Sakura diam. Tidak tahu harus berkomentar apa. Entah perasaannya saja atau faktor cuaca, suasana di kamar berubah lebih panas dan berdampak pada peningkatan suhu badan Sakura. Gerah.

"Uhmmm...di acara resepsi tadi, aku melihat Tetsuo-sama memberikan sesuatu padamu. Apa itu?"

"Kau ingin tahu?" tanya Kakashi.

"Apa berkaitan dengan misi?" tanya Sakura sok tahu.

"Tidak."

Pembicaraan kembali mati. Sakura benci saat dirinya harus memulai percakapan baru dengan Kakashi. Irit bicara? Sungguh, ia bukan Hyuuga Hinata.

"Jadi, apa yang Tetsuo-sama berikan?" Masih penasaran, Sakura menatap wajah Kakashi yang berubah agak kemerahan.

Lelaki itu mengeluarkan semacam minuman berwarna coklat dalam botol kecil. "Penambah stamina. Tentu aku tidak akan mengkonsumsi minuman ini."

Sakura melongo. Ia benar-benar merasa bodoh. Minuman tersebut telah terbuang ke dalam vas bunga di atas meja rias.

"Sebaiknya kau tidur karena kita harus menyelinap ke kuil besok pagi."

"Aku mendengar pembicaraan yang kurang masuk akal di aula tadi. Tentang tradisi yang perlu dilakukan pasangan pengantin. Mereka semua membicarakan hal itu bahkan Ayana tampak cemas. Apa yang harus kita serahkan besok pagi?" Sakura tahu bahwa pengantin laki-laki saja yang mendapatkan petuah Tetsuo.

Menghela napas berat, Kakashi menarik sebuah kain katun berwarna putih bersih.

"Yui pernah mengatakan sebuah tradisi yang harus dilakukan pasangan pengantin yang mengikuti pernikahan massal."

"Aku tahu." Sakura masih ingat apa yang dikatakan ketua pelayan di dapur mansion Ryota beberapa hari lalu.

"Itulah kenapa kau harus mengikuti tes kesehatan tadi pagi."

"Maksudmu?" mata Sakura memicing berbahaya.

"Hanya perawan yang diperbolehkan mengikuti pernikahan adat ini, Sakura."

Otak Sakura terasa macet dan tidak bergerak. Dia mendadak bodoh. Kain putih akan tergores bukti bahwa ia menjaga kehormatan dengan baik. Bahwa ia menjaga apa yang seharusnya diberikan untuk sang suami. Benar-benar tolol, Sakura menganga. Mulutnya terbuka lebar mirip huruf o.

"Aku...kita—maksudku, apa yang harus...."

Kakashi mengambil sebuah kunai yang terselip di balik yukata. Kunai tajam telah menggores lengan kiri Kakashi yang mengalirkan darah ke atas kain putih tersebut. Membuat sebuah noda yang tidak akan hilang sempurna meski dicuci beberapa kali.

"Apa yang kau lakukan?" sergah Sakura mendekat dan merebut kunai yang digenggam tangan kanan Kakashi.

"Melakukan apa yang seharusnya kulakukan," sahut Kakashi yang masih membiarkan darah menetes pada hamparan kain.

"Itu...sudah cukup," ucap Sakura menarik lengan kiri Kakashi dan mengalirkan chakra medis. Darah sudah berhenti mengalir setelah sinar hijau memberikan sensasi hangat pada tangan sang ketua tim.

"Terima kasih."

Sakura menatap bola mata Kakashi yang berbeda warna. "Aku yang seharusnya mengucapkan kata itu."

Kakashi hanya tersenyum dan menyimpan kain bernoda ke dalam laci meja rias. "Jangan mengkhawatirkan aku. Tidurlah!"

Sakura hanya mengangguk dan berbalik ke ranjang sebelah kiri. Kakebuton sudah tertarik hingga dada, tetapi Sakura mengurungkan niat untuk merebahkan diri karena melihat Kakashi duduk di atas tatami. Ketenangan memang ada dalam diri Kakashi sehingga ia patut mendapat jabatan kapten ANBU.

"Apa yang kau lakukan?"

"Istirahat."

"Tidak ada futon tambahan di lantai. Kau bisa sakit. Tidurlah di atas!"

Kakashi tidak menjawab, Sakura seolah tahu apa yang ada di dalam pikiran mantan sensei itu. Diam-diam Sakura menghargai apa yang telah dipertimbangkan Kakashi.

"Aku percaya padamu, Sensei. Tidurlah bersamaku!"

Dua kata terakhir terdengar ambigu, tetapi Kakashi tidak ingin memikirkannya. Ia perlu tidur yang nyenyak setelah apa yang mereka jalani selama tiga minggu terakhir. Langkah Kakashi begitu santai saat mengambil bagian di sisi kanan.

"Apa aku boleh meminta satu hal padamu, Sakura?"

Mata emerald Sakura menyipit. "Jangan bilang kalau kau ingin menikmati kakebuton sendirian. Aku tidak bisa tidur nyenyak tanpa selimut."

Mau tidak mau, Kakashi mengulas senyum tipis. "Tidak. Kau bisa mengambilnya untuk dirimu sendiri. Hanya saja...jangan memanggilku sensei lagi."

Sakura mengangguk. Membiarkan jarak tiga puluh senti di antara kedua tubuh mereka.

"Uhm...Kakashi."

"Hnn."

Ragu-ragu untuk berbicara, Sakura menatap Kakashi yang meliriknya singkat.

"Soal darah tadi...uh, aku—", Sakura mendekatkan diri dan mencium pipi kanan Kakashi sekilas, "terima kasih."

Sakura langsung membelakangi tubuh Kakashi untuk menenangkan degup jantung yang tidak karuan. Tanpa bantuan Kakashi, ia pasti sudah bingung. Misi memang penting, tetapi ia tidak ingin kehilangan sesuatu yang tak kalah penting. Aliran darah dari tangan Kakashi sulit dienyahkan, Sakura merasa berhutang budi.

Di belakang tubuh kunoichi tersebut, wajah Kakashi tampak memikirkan sesuatu. Mata hitam sang ninja menatap tajam pada langit-langit kamar. Tak hanya sebotol penambah stamina saja yang diselipkan Tetsuo, ia melupakan satu hal. Lelaki tua yang memimpin acara resepsi itu memberikan cawan minuman kepada seluruh pengantin pria di aula. Minuman yang telah dibubuhi resep rahasia Taki yang telah ia teguk sampai tandas. Tanpa sisa. Tampaknya ia harus menahan rasa sakit semalaman akibat minuman sialan itu. Suhu tubuhnya meningkat dua kali lipat. Aliran darah seolah tersirap dan berkumpul pada satu bagian tubuh saja. Keparat!

"Brengsek!" Kakashi mengumpat.

Tsunade telah menjerumuskan dirinya pada sebuah misi yang buruk. Kakashi melirik tubuh Sakura sekali lagi. Menyadari bahwa pinggul sang gadis membelakangi dirinya yang tengah berada dalam pengaruh obat, Kakashi memejamkan mata rapat. Sang Hatake segera membalikkan tubuh. Sungguh, ia sangat tersiksa.

***

Continue Reading

You'll Also Like

272K 23.3K 35
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
267K 21.1K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
64.7K 12.5K 22
Lisa adalah segalanya untuk Jennie, Jennie adalah segalanya untuk Lisa. Kehidupan pernikahan mereka tidak berjalan seperti yang mereka ekspektasikan...
750K 35.7K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...