The Morning Star

By Song_Hua

102K 12.3K 2.5K

[TIDAK DIREVISI. HARAP MAKLUM BILA ADA SALAH KATA DAN TYPO] Chao Xing tidak ada pilihan lain selain setuju ak... More

PENTING SEBELUM MEMBACA!!!
Chapter 1: Kedatangan Dua Kultivator Mencurigakan
Chapter 2: Lawan Aku
Chapter 3: Kediaman Li
Chapter 4: Pengawal Baru dan Pohon Kebahagiaan
Chapter 5: Makan Malam
Chapter 6: Sandiwara adalah Keahliannya
Chapter 7: Ucapan Terima Kasih
Chapter 8: Kota Besar Taiyang
Chapter 9: Ujian
Chapter 10: Ujian Akhir
Chapter 11: Tabib dan Undangan
Chapter 12: Rumah yang Besar
Chapter 13: Ulang Tahun Pemimpin Sekte
Chapter 14: Wajah Li ZhangXun
Chapter 15: Patah Hati
Chapter 16: Mabuk dan Candu
Chapter 17: Festival Perahu Naga
Chapter 18: Malam yang Menyiksa
Chapter 19: Ketakutan
Chapter 20: Hukuman yang Pantas
Chapter 21: Tipuan
Chapter 22: Hukuman Lagi
Chapter 23: Keinginan yang Sederhana
Chapter 24: Mulai Bercerita
Chapter 25: Hutan Shemu
Chapter 26: Awan Putih, Langit Biru
Chapter 27: Di Kelas
Chapter 28: Qing Er
Chapter 29: Musim Gugur
Chapter 30: Pengobatan
Chapter 31: Lili Laba-Laba Merah
Chapter 32: Penjemput
Chapter 34: Waktu Berlalu Begitu Cepat
Chapter 35: Keluarga Kecil
Extra Chapter: Bagaimana Jika...

Chapter 33: Bingung

1.6K 198 22
By Song_Hua

Chapter 33

Bingung

*****

Li Shui menyapu halaman belakang sambil bersenandung pelan. Senandungannya berhenti ketika sebuah bola kecil terbuat kertas menggelinding ke bawah kakinya. Belum sempat Li Shui meraih kertas itu, kertas yang lain dilempar dan kali ini mengenai kepalanya. Li Shui mendongkak, untuk melihat darimana sampah kertas itu berasal.

Ada seorang laki-laki yang sedang menulis di gazebo. Wajahnya terlihat kusut saat menatap kertas di meja. Ujung kuas di tangannya ia gigit kuat-kuat, berusaha menghilangkan perasaan tertekannya. Di sekitarnya ada banyak kertas berhamburan di lantai. Kertas-kertas itu penuh dengan tinta yang tidak jelas berisikan tentang apa.

"Li Shui, aku haus," kata laki-laki itu kemudian. "Teh ini sudah habis."

Li Shui menjawab sigap, "Akan saya bawakan teh yang baru!"

Li Shui buru-buru meninggalkan sapu di tumpukan daun maple yang sudah berwarna jingga kemerahan di tanah dan bergegas ke dapur untuk mengambil teh. Beberapa saat kemudian, Li Shui selesai membuatnya dan segera membawa teh untuk tuan mudanya. Tepat ketika dia hendak masuk ke halaman belakang, ia bertemu dengan seorang pria tampan berjubah hitam cantik.

Li Shui tersenyum lebar dan menundukkan kepalanya, "Tuan, selamat datang kembali."

Li Huan menoleh ke arahnya, "Apa teh ini untuk Chao Xing?"

Li Shui mengangguk, "Benar, Tuan."

Li Huan mengambil nampan di tangan Li Shui dan berkata, "Jaga di sini. Jangan biarkan ada yang masuk ke halaman belakang."

"Tapi, Tuan, saya belum selesai menyapu halaman."

"Itu selesaikan nanti saja," kata Li Huan berjalan menuju halaman belakang.

Pria itu tersenyum ketika melihat sosok berjubah putih yang berada di tengah-tengah gazebo. Setelah hampir satu bulan disibukkan dengan pekerjaan, akhirnya Li Huan bisa menatap wajah pujaan hatinya dengan jelas.

"Tuan Muda, sedang apa? Kenapa berantakan sekali?" tanya Li Huan dengan nada yang sangat menyenangkan.

Chao Xing mendongkak. Kerutan di wajahnya segera disingkirkan oleh senyuman secerah mentari, "Huan, kau sudah pulang?" tepat ketika Li Huan meletakkan teh di meja, Chao Xing melompat ke pelukannya.

Li Huan sedikit merinding saat menerima pelukan itu--teringat pada keadaan perut istrinya yang sekarang, "Chao Xing, hati-hati."

Chao Xing terkekeh, "Maaf, maaf," kemudian ia menyandarkan kepalanya di dada Li Huan sambil menarik napas dalam-dalam, mencium aroma tubuhnya. "Selamat datang kembali. Aku dan anak kita sangat merindukanmu."

Li Huan dibuat malu oleh kalimat itu. Dengan wajah memerah, ia merengkuh Chao Xing dan menenggelamkan wajahnya di punggung istrinya. "Aku juga sangat merindukan kalian."

Sibuk karena urusan sekte sebenarnya tidak disenangi Li Huan maupun Chao Xing. Ketika Li Huan sibuk, pria itu akan pergi pagi-pagi sekali dan pulang tengah malam saat Chao Xing sudah tidur. Walaupun mereka tinggal satu atap, Chao Xing tidak merasakan kehangatan bersama suaminya selama beberapa minggu ini dan ia merindukan pelukan Li Huan. Apalagi dengan kondisinya yang sekarang, emosi Chao Xing sedikit tidak stabil. Pernah beberapa kali dia menangis hanya karena merindukan Li Huan. Terkadang, dia juga marah pada pria itu di dalam hatinya, menyalahkan Li Huan kenapa harus memiliki pekerjaan yang menyibukkan. Meski begitu, Chao Xing tidak bisa menceritakan ini semua pada suaminya. Ia tidak mau membuat Li Huan khawatir hanya karena Chao Xing merindukannya. Sekarang, pria itu sudah pulang. Chao Xing tidak perlu bersedih atau marah lagi.

Chao Xing mendongkak sedikit dan bertanya dengan ekspresi memelas yang menggemaskan, "Kau sudah selesai dengan semua pekerjaanmu?"

Li Huan mencubit hidung lucu itu dan tersenyum ketika menjawab, "Sudah selesai. Untuk beberapa hari ke depan, aku tidak ada pekerjaan."

"Berarti kau libur?" Chao Xing menegapkan badannya, tetapi pinggangnya masih dirangkul Li Huan.

Li Huan mengangguk, "Iya, benar. Sebentar lagi musim dingin. Adakah tempat yang ingin kau datangi?"

"Untuk sesaat, tidak ada," Chao Xing tersenyum kemudian wajahnya mulai memerah. "Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu."

Li Huan senang mendengar jawaban itu. Dengan kecupan ringan pada hidung Chao Xing, ia berkata, "Aku juga ingin menghabiskan waktu dengan istriku."

Chao Xing terkekeh saat bibir itu menyentuh pucuk hidungnya. Sesaat kemudian, ia merasa bibir lembut itu sedikit turun, mengecup pada bibirnya. Chao Xing pun membalas ciuman itu selama beberapa saat.

Li Huan bertanya setelah ciuman singkat mereka berakhir, "Kenapa di sini berantakan? Kau sedang apa?"

Chao Xing beralih ke kertas kosong di meja dan menggesernya sedikit ke arah Li Huan, "Aku bingung menentukan nama untuk anak kita... Aku sudah menulis beberapa nama, tapi tidak ada yang cocok. Aku tidak ada ide dan inspirasi."

Li Huan terkejut. Jadi, sampah kertas yang berserakan ini karena ulah Chao Xing yang tidak mendapatkan inspirasi? Li Huan hampir tertawa dengan perasaan gemas mengisi hatinya.

"Aku punya beberapa saran nama yang bagus," kata Li Huan terkekeh. Ia kemudian mengambil kuas dan menuliskan sebuah nama.

Chao Xing melihat nama itu lalu menarik napas dengan suara desisan, berpikir keras, "Sss... Tidak begitu bagus."

Li Huan mengangkat alis, "Begitukah? Lalu, bagaimana dengan ini."

Chao Xing berkomentar lagi setelah melihat nama lain yang ditulis, "Nama ini sempat terpikir olehku. Tidak bagus, tidak bagus."

"Kalau ini?" Li Huan menulis lagi.

Chao Xing mengerutkan alis dan bibir, "Terkesan barbar."

"Ini?"

"Tidak elegan."

"Ini saja?"

"Namanya seperti nama penjahat."

"Um... Nama ini?"

"Mirip nama kakekku!"

Sekarang, Li Huan tahu kenapa Chao Xing menghamburkan banyak kertas hanya untuk memikirkan sebuah nama. Istrinya pemilih. Li Huan bahkan sudah memberitahu semua nama-nama yang bagus padanya, tapi Chao Xing menolak. Li Huan bukannya tidak setuju dan berselisih pendapat dengan istrinya, ia justru tertawa menahan geli di hati ketika mendapati Chao Xing bertingkah menggemaskan seperti ini. Saat Chao Xing sedang berpikir, wajahnya akan dikerutkan dengan pipi yang menggelembung dan itu membuat Li Huan ingin mencubitnya atau mengacaukannya.

Sambil menikmati betapa menggemaskannya Chao Xing, Li Huan kembali memberikan saran nama-nama bayi yang bagus untuk anak mereka.

Kartika satu jam telah berlalu, akhirnya Chao Xing menyerah. Ia menjatuhkan kepala di atas meja sembari menarik napas panjang-panjang.

"Lanjutkan nanti saja. Kita masih punya banyak waktu," kata Li Huan mengemasi kertas-kertas di atas meja.

Chao Xing mengangguk lemah kemudian berdiri, "Aku mau mandi dulu. Badanku gerah."

Li Huan menyunggingkan senyuman bodohnya, "Mau mandi bersama?"

Chao Xing meliriknya dengan wajah yang mulai memerah. Bibirnya berkerut, ingin mengatakan sesuatu, tapi kalimat itu ditelannya kembali.

Li Huan terkekeh dan kemudian berkata agak keras, "Shui, siapkan bak mandi dengan air hangat."

Li Shui menjawab dari gerbang masuk halaman belakang, "Baik, Tuan!"

Li Huan kembali memungut kertas-kertas itu, "Tetaplah di sini sambil menunggu baknya disiapkan."

"Mn," sahut Chao Xing kemudian membantu suaminya membersihkan gazebo dari kertas dan tinta yang berceceran.

Beberapa saat kemudian, Li Shui menghampiri, "Bak mandi sudah siap, Tuan, Tuan Muda."

Chao Xing berdiri terlebih dahulu, "Terima kasih, Li Shui," kemudian agak terburu-buru, sengaja menghindari Li Huan.

Li Huan terkekeh melihat ekspresi istrinya yang malu-malu itu. Segera saja, ia menyusul Chao Xing ke bangunan di halaman kanan.

"Meski kita sudah menikah dan sering melakukannya, kau tetap masih malu-malu, ya?" komentar Li Huan sambil melepas jubah brokat cantiknya ketika mereka tiba di ruangan mandi.

"Tentu saja. Ini sifat alami manusia," balas Chao Xing kemudian ia memalingkan wajah, "L--Lagipula, hampir satu bulan kita tidak mandi bersama, kan?"

Li Huan terkekeh. Ia meraih dagu Chao Xing dan mengecup bibirnya, "Aku mengerti."

"... Huan, setelah kupikir-pikir lagi, sebaiknya aku mandi sendiri saja," Chao Xing mendorongnya ke bak mandi. "Kau mandilah dulu."

Sekarang perutnya semakin besar. Ada perasaan tidak percaya diri muncul di hati Chao Xing. Dia pasti terlihat aneh dengan perut besar seperti ini.

"Mn? Kenapa? Apa kau mengkhawatirkan perutmu lagi?" tanya Li Huan.

Chao Xing tidak menjawab dan tidak menatap suaminya. Li Huan memang selalu peka pada perasaan istrinya.

Li Huan memeluknya dari belakang dan meletakkan kedua tangannya di perut Chao Xing, "Apa kau malu? Atau tidak percaya diri? Merasa dirimu aneh?"

Chao Xing mengangguk pelan sambil menatap ke perutnya, "Mn..."

Li Huan tersenyum dan menyandarkan dagunya di sebelah pundak Chao Xing, "Jangan merasa malu, tidak percaya diri, atau aneh pada dirimu sendiri. Kau memiliki kesempatan yang luar biasa dalam hidupmu. Kau harus merasa bangga karena kau telah membawa suatu kehidupan bersamamu, Chao Xing," Li Huan mengusap perut Chao Xing kemudian melanjutkan, "di dalam sini. Dia hidup, memiliki jiwa, tumbuh, dan berkembang."

"..." telinga Chao Xing memerah ketika mendengar suara berat itu menenangkan hatinya.

Li Huan terkekeh geli, "Kadang, aku tidak mempercayai ini dan seolah-olah semua yang kualami hanyalah mimpi. Kau akan jadi seorang ibu dan aku akan jadi seorang ayah. Kita berdua akan menjadi orang tua. Bukankah hal seperti itu patut dibanggakan?"

"Mn...," Chao Xing mengangguk pelan. Jantungnya menjadi semakin berdenyut ketika merasakan hangatnya kedua tangan itu menjalar di perutnya.

"Jangan khawatirkan penampilanmu. Di mataku, bintangkulah yang paling terindah. Aku kagum padamu," Li Huan mengecup area telinganya kemudian berbisik dengan lembut, "Terima kasih sudah mengandung anakku, Chao Xing."

Kaki Chao Xing dibuat lemas. Ia bahkan tanpa sadar jatuh ke dada Li Huan, membuat pria itu terkejut.

"Chao Xing, kau baik-baik saja?" Li Huan cemas.

Chao Xing menarik pakaian Li Huan yang masih dikenakannya, guna untuk menyembunyikan wajahnya yang sudah semerah tomat, "Hen... Hentikan. Jangan mengatakan hal-hal yang bisa melemahkan jantungku!"

Li Huan terkekeh lagi. Ia sempat berpikir bahwa Chao Xing lemas karena kelelahan, tapi nyatanya istrinya itu lemas karena malu.

"Baiklah, baiklah," Li Huan menggosok-gosok pundak Chao Xing dengan gemas. "Sekarang, ayo telanjang. Kau mau kutelanjangi atau telanjang sendiri?"

Raut wajah Chao Xing mulai berubah. Dengan sebal dia menatap suaminya meski wajahnya masih memerah, "Jangan mengatakan kalimat vulgar seperti itu!" kemudian mendorong dagu Li Huan menjauh.

"Tapi, aku benar, kan?--"

"Tidak tahu malu," potong Chao Xing sembari membalikkan badan dan mulai menanggalkan jubahnya sendiri.

Seperti sudah menjadi kebiasaan di mana jika Li Huan dan Chao Xing mandi bersama, mereka tidak hanya membersihkan tubuh. Mereka tidak pernah melewatkan sesi saling menyentuh dan berciuman selama hampir satu jam.

Chao Xing terengah setelah Li Huan mengisi perutnya. Sambil menyandarkan kepala dan kedua tangan ke tepian bak besar itu dengan posisi membelakangi Li Huan, ia berkata, "Mau sampai kapan kita terus melakukannya?"

Li Huan menarik dirinya dari Chao Xing sambil tersenyum bodoh, "Sampai kau tidak menginginkannya lagi."

Mustahil bagi Chao Xing untuk tidak menginginkan Li Huan, bukan? Meski terkadang melakukan hubungan badan dengan posisi yang kurang nyaman dikarenakan keadaan Chao Xing yang sekarang, ia masih ingin prianya itu terus menyentuhnya tanpa henti.

"Satu bulan sebelum aku melahirkan, kita harus berhenti," kata Chao Xing menarik napas panjang-panjang kemudian membalikan badan untuk benar-benar mengistirahatkan tubuhnya.

"Berarti, selama beberapa bulan, kita masih bisa melakukannya?" Li Huan tersenyum cerah.

"Cukup seminggu sekali," Chao Xing merengut, sebal melihat senyuman konyol itu.

Li Huan duduk di sampingnya sambil berkata dengan nada menggoda, "Tapi kalau istriku mau lebih dari sekali, aku dengan siap melayani."

Wajah Chao Xing bersemu. Ia menyikut Li Huan agar menyingkir kemudian berkata, "Aku lapar," dan berdiri dari bak.

Suami dan istri itu menyudahi kegiatan mandi mereka. Setelah berpakaian dengan rapi, keduanya ke ruang makan. Akhir-akhir ini Chao Xing mudah lelah karena habis pulang sekolah, jadi ia tidak memasak sampai dia benar-benar kembali lebih bertenaga.

Sambil menatap potongan daging di sumpitnya, Chao Xing bergumam, "Aku... ingin makan daging rusa."

Li Huan yang sedang mengunyah, mengangkat alisnya, "Hm?"

Chao Xing menatapnya. "Aku ingin makan daging rusa," ulangnya.

Li Huan menelan makanannya, "Besok akan--"

"Sekarang," kata Chao Xing memotong ucapan suaminya, berwajah serius.

"Baiklah. Shui, belikan daging rusa di pasar--"

Chao Xing meletakkan sumpit di atas meja, "Aku ingin makan daging rusa yang hanya ditangkap olehmu."

Li Huan mengerjap, masih agak terkejut mendengar permintaan Chao Xing. Ia kemudian tersenyum, terkekeh geli, "Apa kau sedang mengidam? Akan kulakukan sekarang. Sudah lama juga aku tidak berburu--"

"Tapi, aku mau ikut denganmu," sela Chao Xing buru-buru ketika suaminya berdiri.

"Eh?" Li Huan mengerjap lagi.

Chao Xing mulai melengkungkan senyuman, "Ayo berburu."

Li Huan memandang keluar jendela. Ada semburat jingga kemerahan sudah muncul di langit dan matahari mulai beranjak turun dari singgasananya.

"Sebaiknya kau tetap diam di rumah. Sebentar lagi malam," kata Li Huan.

"Aku mau ikut. Aku mau berburu juga," Chao Xing bersikeras. Alisnya sedikit dirajut ketika dia mendapatkan penolakan.

Berburu bukanlah sesuatu yang begitu sulit bagi Li Huan. Ia sudah melakukannya hampir sepanjang hidupnya. Di dalam hutan, ia bisa menemukan banyak hal baru yang menyenangkan. Ia pernah berpikir untuk mengajak Chao Xing berwisata di hutan daerah ini, tapi tidak untuk sekarang. Mengajak Chao Xing, dengan perut yang mulai membesar itu, bukankah sedikit berbahaya?

"Kalau tidak mau, ya sudah," kata Chao Xing, bernada ketus.

Dan saat itulah Li Huan sadar.

Untuk pertama kalinya, istrinya mengidam pada sesuatu yang agak ekstrim.

*****

To be continued...

----------
Karna sebelum-sebelumnya Chao Xing ngidamnya ga aneh-aneh, aku letakin di bagian sini aja 😂

Jangan lupa vote dan komentar, yaaa 😘

Senin, 27 Juli 2020
----------

Continue Reading

You'll Also Like

666K 113K 88
[BL TERJEMAHAN] [TERJEMAHAN MANUAL] [BAHASA INDONESIA] Judul Asli: 重生豪门总裁的O妻 Author: Hanmen Yatou Genre: BL, Mpreg, Omegaverse, Transmigrasi, Terjema...
50.4K 7.6K 54
Pei Zhaozhou menderita gangguan feromon, kehilangan martabatnya sebagai Alpha, tidak dapat menandai Omega dan kehilangan kesuburannya, menjadi Alpha...
10M 1.2M 61
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...
39.2K 3.7K 13
Ji Yan dan Yang Lin sama-sama berasal dari keluarga kaya terkenal di kota Y. Keduanya merupakan teman masa kecil sejak mereka lahir. Siapa sangka ket...