Born To Love You [Terbit 28 J...

By IndahHanaco

1.1M 111K 3.3K

Pertemuan dengan Marsha melalui kejadian yang tidak terduga mengubah hidup Vincent ke arah yang tidak terduga... More

Ecletic
Mr. Poker Face
Follow Your Arrow
La La Latch
Breathe
Problem
Hymn For The Weekend
Let It Go
Just The Way You Are
This Is Me
Yeah!
Glory of Love
Smells Like Teen Spirit
Fallin'
Ice Cream
Here I Go
I Do
All 4 Love
Complicated Heart
Every Little Thing She Does Is Magic
Maybe I'm Amazed
Vincent
Marry You?
Disturbia
Scars To Your Beautiful
God Gave Me You
Close To Heaven
2 Become 1
A Whole New World
You and I
Love Hurts
Stay with Me

You Rock My World

23.7K 3K 249
By IndahHanaco

Sejak dulu, teman-temannya sering mengkritik Marsha. Menurut mereka, keinginannya menjadi guru tidak membutuhkan usaha, sehingga tak pantas disebut cita-cita. Toh, dia hanya perlu bergabung dengan sekolah yang dibangun kakek dan neneknya. Namun, bagi Marsha bukan itu intinya. Andaipun keluarganya tidak memiliki sekolah, dia tetap akan menjadi guru SD. Marsha tak tertarik mengajar di jenjang pendidikan lain.

Acara wisuda itu mungkin akan menjadi salah satu momen yang mustahil bisa dilupakan oleh Marsha. Dia sudah menuntaskan pendidikan, minimal sampai tingkat sarjana. Tinggal selangkah lagi bagi Marsha untuk meraih cita-citanya sebagai guru. Meski saat ini dia berniat untuk sedikit berbelok dan menjalani arah yang agak berbeda dibanding rencana awal. Akan tetapi, suatu hari nanti dia tetap akan kembali ke Ubud dan mengabdikan dirinya di sekolah milik kakek dan neneknya.

Hari ini, melihat wajah bahagia kakek dan neneknya, sudah lebih dari cukup. Apalagi Vincent pun hadir. Meski kakeknya masih bersikap menyebalkan pada laki-laki itu, Vincent tampaknya cukup tabah. Laki-laki itu tampil menawan, dengan blazer sport warna hitam dan kemeja biru muda. Tanpa dasi.

Gadis itu masih diliputi rasa bersalah karena Vincent harus menghadapi kakeknya yang cerewet. Tadi malam, Marsha sudah mengajukan protes setelah Vincent pulang, tapi Afrizal tetap yakin bahwa dia harus menginterogasi kekasih cucunya. Laki-laki itu beralasan tak akan membiarkan Marsha jatuh cinta pada pria jahat.

Marsha sama sekali tak terganggu karena ketiadaaan ayah dan ibunya. Sejak dia tinggal bersama Afrizal dan Melati, orang tua gadis itu lebih mirip kerabat jauh yang nyaris tak terhubung dengannya. Terdengar pahit dan mengenaskan. Akan tetapi, bagi Marsha, itu jauh lebih baik dibanding tinggal di bawah asuhan pasangan yang tak cukup dewasa secara mental untuk mengurus anak.

Seperti perayaan wisuda pada umumnya, bagi banyak orang, acara hari itu berjalan lamban dan membosankan. Namun Marsha tetap menikmati setiap detiknya. Hari ini dia membuktikan bahwa dirinya tidak mengecewakan kakek dan nenek untuk urusan pendidikan. Nilainya pun tidak mengecewakan walau tak bisa disebut spektakuler. Marsha berhasil meraih IPK 3,38.

Teman-teman Marsha sempat menggodanya setelah tahu bahwa gadis itu sudah memiliki pacar. Tentu saja, perbedaan usia di antara Marsha dan Vincent menjadi topik bahasan yang banyak disinggung. Untungnya acara yang digelar di aula kampus itu cukup padat, sehingga gadis itu tak terlalu lama menjadi subjek godaan.

Hal pertama yang dilakukan Marsha setelah acara itu selesai adalah membuka toga yang dikenakannya. Keringat sudah membanjiri tubuhnya sejak tadi meski aula dilengkapi dengan pendingin ruangan. Dia yakin, Vincent dan kakeknya pun sama, karena Afrizal juga mengenakan jas.

"Selamat ya, Sha. Sekarang kamu udah resmi jadi sarjana," kata Vincent setelah mereka meninggalkan aula. Keduanya berjalan bersisian menuju tempat mobil Vincent diparkir. Sementara Afrizal dan Melati berada dua langkah di belakang mereka.

"Makasih, Vin." Marsha tersenyum manis sembari mendongak ke kanan untuk menatap Vincent. "Kita langsung balik ke hotel aja ya, Vin? Aku kegerahan dan pengin mandi. Nggak betah pakai kebaya gini," imbuh Marsha.

"Oke. Eh iya, mumpung ingat. Kamu cantik banget pakai kebaya gitu, Sha," gumam Vincent dengan suara rendah.

Marsha sempat menunduk untuk memindai penampilannya sendiri. Neneknya membawakan kebaya kartini berwarna putih dan kain batik dari Bali, khusus untuk acara ini. Menurut Marsha, tak ada yang istimewa dari penampilannya. Rambutnya hanya digelung sederhana. Gadis itu nyaris tak mengenakan riasan kecuali maskara dan lipstik berwarna peach.

"Masa, sih? Aku merasa biasa aja."

"Aku bukan tukang bohong," sahut Vincent. "Kamu memang cantik. Banget, malahan."

Marsha tertawa kecil. Tangannya refleks menggandeng lengan kiri Vincent. "Cie, yang udah mulai jago ngerayu."

Kalimat Marsha baru saja tuntas saat kakeknya mendadak menyela. "Vicenza, tolong jaga jarak dari Shasha. Di sini ada orang tua, jangan bersikap nggak sopan!"

Dengan berat hati, Marsha melepas lengan pacarnya. Dia menoleh dari balik bahu kanan. "Kek, pacarku namanya Vincent. Bukan Vicenza. Emangnya merek wadah prasmanan?" protesnya. "Satu lagi, harusnya aku yang dimarahi. Karena aku yang menggandeng Vincent. Bukan sebaliknya."

"Sha," panggil Vincent. Laki-laki itu menggeleng samar, meminta sang pacar berhenti mengkritik kakeknya.

Seperti kemarin, kali ini Marsha tetap dilarang duduk di sebelah Vincent. Kakeknya yang menempati jok depan. Meski ada kekesalan pada sang kakek yang dianggapnya bersikap berlebihan, tapi Marsha juga merasa geli. Kakek tercintanya bersikap kekanakan saat berhadapan dengan Vincent. Padahal, Afrizal adalah pria penyayang yang lembut tiap kali berinteraksi dengan cucunya. Kasih sayang kakeknya yang membuat Marsha bisa tumbuh menjadi gadis tangguh meski memiliki masa kecil yang traumatis.

Mereka kembali makan siang di hotel. Namun, kali ini, Vincent meminta izin membeli makan siang, setengah memaksa malah. Melati memberi restu sementara Afrizal berpura-pura tuli. Kakek Marsha hanya mengingatkan agar Vincent tidak pergi terlalu lama karena laki-laki itu sudah lapar.

Vincent menyanggupi. Setelah mengedrop Marsha serta kakek dan neneknya ke hotel, laki-laki itu kembali tak sampai setengah jam kemudian. Kali ini, dengan berkotak-kotak makanan Thailand. Ada tom yam goong, plakapong nung manao (ikan dori kukus dengan saus lemon), bun nem nuong atau sate udang dengan vermicelli, serta som tum mamuang. Nama yang terakhir adalah salad mangga. Vincent juga membeli beberapa menu lain yang namanya tidak dihafal Marsha.

"Ini terlalu banyak, Vin. Satu restoran kamu borong atau gimana?" komentar Melati. "Kok kamu bisa cepat balik lagi ke sini?"

"Vincent takut gara-gara diancam Kakek," sela Marsha sembari duduk di sebelah kanan pacarnya. "Tapi bener sih kata Nenek. Kamu kok bisa buru-buru balik ke sini?"

"Memang udah pesan dari kemarin. Barusan tinggal ngambil aja," jawab Vincent. Lalu dia bicara pada Melati. "Restorannya nggak jauh dari kantor saya, Nek. Udah kenal juga sama yang punya. Jadi, lebih gampang kalau pengin pesan."

Marsha mengulum senyum karena kakeknya tidak berkomentar sama sekali. Afrizal malah mulai menyantap makan siangnya. Bagi Marsha yang sangat mengenal kakeknya, hal itu menunjukkan bahwa Afrizal agak melunak. Mungkin, karena tadi malam mereka sudah bicara panjang tentang hubungan Marsha dan Vincent. Gadis itu bahkan ikut menginap di hotel.

"Kakek kan tau, dulu aku nggak tertarik punya pacar kayak temen-temenku yang lain. Pas kuliah pun sama. Karena memang aku merasa belum waktunya aja. Tau-tau ketemu Vincent dan semuanya berubah. Kakek nggak boleh galak dan curigaan gitu. Vincent itu bukan orang jahat."

"Kakek wajib curiga sama siapa pun yang lagi dekat sama kamu. Karena Kakek nggak mau kamu celaka, patah hati, atau sedih. Berapa lama sih kamu kenal Vincent, Sha? Namanya orang pacaran, yang ditunjukin pasti yang baik-baiknya. Jangan sampai kecolongan. Apalagi, dia udah tua gitu. Nggak pas jadi pacarnya cucu Kakek."

Ketika itu, Marsha cemberut. "Kenapa sih dari tadi yang dibahas soal umur melulu? Kami beda umur cuma sembilan tahun, Kek."

"Sembilan tahun itu bukan 'cuma'," sergah Afrizal.

"Bukannya bagus kalau Vincent itu lebih tua dari aku? Bukan rahasia umum, laki-laki itu telat dewasanya. Kakek sama Nenek aja gitu. Kakek lebih kekanakan dibanding Nenek," balas Marsha, tak mau kalah. Dia melihat Melati mengulum senyum. "Nek, bantuin aku, dong! Nenek harus ngasih dukungan buatku."

Marsha tahu, permintaannya itu sia-sia belaka. Kakek dan neneknya tak pernah mau bersitegang di depan Marsha jika salah satunya sedang berbeda pendapat dengan sang cucu. Keduanya selalu satu suara dan saling dukung. Meski keduanya berbeda opini, Afrizal dan Melati memilih berdiskusi di belakang Marsha.

"Nenek nggak mungkin melarang Kakek memastikanmu bersama laki-laki yang tepat, Sha," ucap Melati dengan nada serius.

"Tapi caranya nggak gitu juga, Nek." Marsha berpaling pada kakeknya. "Aku udah ngomong beberapa kali, Kakek bikin aku malu."

"Kalau kayak begini aja kamu malu sama Vincent, mending nyari pacar lain aja," usul kakeknya dengan santai.

"Nggak mau. Cuma ada satu Vincent di dunia ini. Aku nggak tertarik nyari yang lain."

Afrizal memandang istrinya dengan senyum terkulum. "Tuh, dengar omongan cucumu yang lagi mabuk kepayang. Gara-gara laki-laki uzur kayak gitu, berani debat sama kakeknya."

"Yang uzur itu Afrizal Brawijaya alias Kakek." Marsha menahan diri agar tidak tertawa. "Pokoknya, jangan galak-galak sama Vincent, ya? Kakek harus belajar nerima kenyataan. Sekarang, ada laki-laki lain yang kucintai selain Kakek."

"Astaga! Anak ini ngomong cinta pula di depan kakeknya. Kamu bikin Kakek patah hati karena sekarang nggak jadi laki-laki paling hebat di matamu, Sha," balas Afrizal.

Kalimat berlebihan dari kakeknya itu membuat tawa Marsha tak tertahankan. "Kan di dunia ini nggak ada yang abadi, Kek."

Hari ini, Afrizal masih bersikap galak pada Vincent. Akan tetapi, laki-laki itu sudah tidak lagi mengajukan banyak pertanyaan. Afrizal pun menghabiskan makanannya dengan santai, tidak mengeluhkan apa pun. Artinya, makanan yang dibeli Vincent dianggap enak.

Usai makan siang, Vincent pun pamit. Sebenarnya, Marsha masih ingin bersama pacarnya. Namun, di sisi lain, dia juga ingin menghabiskan waktu bersama kakek dan neneknya. Apalagi, besok siang keduanya akan kembali ke Ubud.

"Kamu nggak apa-apa karena setelah wisuda malah balik ke hotel?" tanya Melati.

"Memangnya mau ngapain? Wisuda itu nggak spesial-spesial banget, Nek. Bukan cuma aku yang ngerasain wisuda," sahut Marsha. "Aku masih kangen sama Kakek dan Nenek."

"Eh, sebentar! Apa si Vicenza itu ada hubungannya dengan rencanamu untuk kerja di Bogor sini?" sergah kakeknya tiba-tiba. "Ini baru kepikiran sama Kakek."

"Vincent namanya, Kek," ralat Marsha untuk kesekian kalinya. "Nggak juga, sih. Awalnya, gara-gara ditawarin sama anaknya bapak kos untuk masukin lamaran." Gadis itu menceritakan obrolannya dengan Utari beberapa hari silam.

Selama Afrizal dan Melati berada di Bogor, tak ada satu pun yang menyebut-nyebut nama ayah dan ibu Marsha. Gadis itu pun sama sekali tak merasakan kerinduan pada Merry dan Damien, orang tuanya. Afrizal malah berusaha mengorek informasi sebanyak mungkin tentang kekasih Marsha.

Esoknya, Vincent mengantar Afrizal dan Melati ke bandara. Marsha senang sekali melihat pacarnya tetap menebalkan telinga meski kakeknya masih saja melontarkan kalimat-kalimat yang membuat jengah. Termasuk saat Vincent menyerahkan dua kantong kertas berukuran besar yang berisi apple pie, makaroni panggang, bika bogor, serta lapis bogor.

"Kenapa kamu bawain makanan sebanyak ini? Kamu kira, bisa nyogok saya dan istri saya semudah itu?" kritik Afrizal. "Lagi pula, kami bukan buto ijo yang bisa ngabisin semuanya sekali buka mulut."

Untungnya kali ini Melati membela Vincent sebelum Marsha membuka mulut. "Bukan nyogok, Kek, Vincent cuma pengin kita nyicipin makanan khas Bogor." Perempuan itu mengalihkan tatapan ke arah Vincent. "Makasih ya, Vin. Nenek memang bukan buto ijo, tapi doyan makan. Semua pasti dihabisin."

Afrizal mendengkus. "Saya nggak suka makanan manis."

Itu dusta besar. Camilan favorit kakek Marsha adalah bika ambon, brownies, es krim vanila, serta klappertaart. Namun, Marsha tahu tak ada gunanya untuk protes. Kakeknya cuma ingin mengganggu Vincent. Mungkin, Marsha harus membiasakan diri melihat sisi nyinyir Afrizal yang kadang menggelikan itu.

Di perjalanan pulang dari bandara, Vincent mengejutkan Marsha saat memberi tahu gadis itu bahwa mereka diundang makan malam di rumah Hugo. "Kamu mau datang, kan?"

"Ya maulah," jawab Marsha tanpa pikir panjang. "Mendadak ya, Vin? Dari kemarin kamu nggak ngomong apa-apa."

"Hugo ngundang kita sejak Rabu. Cuma, aku lupa mau ngomong." Vincent menatap Marsha sekilas. "Sekarang, enaknya kita langsung ke rumah Hugo atau gimana?"

"Kita pasti sampai di Bogor udah sore. Mending langsung aja ke rumah Hugo."

"Oke."

Marsha sama sekali tidak menduga jika acara makan malam itu tak sesederhana bayangannya. Selain dihadiri kedua adik dan ipar Vincent, menu yang tersedia di meja pun sungguh lezat. Menurut Hugo, mereka sengaja memesan makanan khas sunda itu dari restoran karena Dominique tak bisa memasak.

Namun, yang istimewa adalah saat Marsha dibanjiri ucapan selamat karena sudah menjadi sarjana. Vincent juga memberinya tiga buah kado yang dititipkan di rumah Hugo. Yang pertama, sebuah clay frame bergambar wajah gadis itu dilengkapi kata-kata "Happy Graduation" yang begitu cantik.

Kado satunya lagi adalah sebuah kotak persegi berukuran lima puluh sentimeter kali lima puluh sentimeter. Isinya? Puluhan cokelat bergambar wajah Tyrion Lannister dan huruf-huruf yang membentuk kata-kata "Selamat Wisuda Marsha".

Bisa menebak hadiah ketiga? Cake es krim tiga lapis berdiameter tiga puluh sentimeter dengan rasa cokelat, bluberi, dan alpukat. Bahkan Marsha yang biasanya tak pernah bisa berhenti bicara dalam waktu lama pun sampai kehabisan kata-kata. Dia cuma mampu menggumamkan terima kasih dengan mata dipenuhi binar.

Apakah mereka perlu mengulang pengalaman sensasional sehubungan dengan es krim?


Lagu : You Rock My World (Michael Jackson)

Continue Reading

You'll Also Like

1M 46.4K 46
(BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Warning! Mengandung unsur kata kasar! Harap bijak dalam memilih bacaan! Suatu hal yang paling buruk bagi Atlantik...
2.2M 229K 48
Pemenang Wattys 2021 kategori New Adult [Cerita ini akan tersedia gratis pada 17 April 2023] Di hari bahagia sang kakak, Aria yang masih berstatus ma...
3.3M 361K 42
AREA BUCIN ❕❕ ANTI BUCIN DILARANG MAMPIR❌ HATI-HATI KENA MODUS BTARA🧚‍♀️ Orang yang paling bahagia ketika Alea pindah ke kantor pusat adalah sang ad...
359K 17.5K 33
[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Tarima Sarasvati kira akan mudah baginya menjadi istri bayaran Sadha Putra Panca. Hanya perlu mela...