U R My ...? [Terbit✓]

By Wan_Lia

10K 2.9K 3.7K

Follow dulu sebelum membaca yak❤️ "Rei gak mau saudaraan sama Gean!" ucap Rei dengan nada sedikit kesal, kemu... More

Prolog
Antara Aku dan Rei
Hari Pertama Sekelas dengan Rei
Serumah Dengannya Itu ....
Cast U R My ...?
Akhir Pekan denganya ....
Bulan yang Datang
Fisika yang Membelah Diri
Pulang Duluan
Ge Suka Rei, Tenang Aja
Kalo Gue yang Suka Rei, Gimana?
Teman Sebangku Baru
Sakit
Rei Antagonis yang Mati
Gue Pikir Lo yang Benci Gue
Apa Itu Kencan?
Akhir Pekan dengannya .... (2)
Perasaan Apa Ini?
Bertemu yang Tidak Ingin Ditemui
Masa Lalu
Tidak Bisa Kutemukan

Dream

216 115 142
By Wan_Lia

"Lusa acaranya," jawab Devan, saat aku bertanya mengenai festival seni yang akan dilaksanakan tahun ini.

Aku mengangguk pelan pertanda mengerti, sambil menyeruput es teh yang ada di tangan. Selama berjalan menuju kelas, aku dan Devan terus berbincang mengenai kegiatan tersebut.

"Kelas kita nampilin drama, 'kan?" tanya Devan yang kujawab dengan anggukan pelan.

Pertanyaannya membuatku tersadar, mengenai Rei yang hari ini berlatih untuk pementasannya yang akan tiba dua hari lagi. Aku penasaran, bagaimana wajah dingin Rei ada di atas panggung nantinya.

"Lo mikir apa?" tanya Devan.

"Mikir jorok lu ya?" tebak Devan lagi yang berhasil membuat mataku melotot.

"Enggak oi! Jangan asal tuduh gitu," jawabku kesal.

"Gue cuma mikir aja, kira-kira peran Rei di drama jadi apa," imbuhku.

"Lo gak tau? Setau gue dia jadi peran antagonis," jawab Devan.

"Beneran?" tanyaku 'tak percaya dan hanya dijawab anggukan kecil oleh Devan.

Tidak terasa kami sudah sampai ke tujuan, aku segera duduk dan masih sibuk dengan pikiranku mengenai peran Rei di drama. Bagaimana bisa wajah polosnya yang imut itu menjadi peran antagonis? pikirku. Pasti berat bagi Rei untuk berperan jahat selama latihan.

"Lihat catatan bahasa inggris lo, dong!" ucap Devan dari depan yang membuatku langsung bergerak, untuk mengambil apa yang dimintanya.

"Nih."

***

Teeet! Teeet!

Bel berbunyi, pertanda jam pelajaran telah selesai, aku dengan semangat merapikan semua yang ada di atas meja.

Tuk! Tuk!

Rei mengetuk pundakku pelan dengan telunjuknya, aku pun menoleh ke arah gadis bermata dingin itu.

"Hm?" ucapku seolah bertanya, ada apa?

"Gue pulang telat, duluan aja," jawabnya.

"Oke, Rei ada bawa payung?"

"Gak ada, lagian hari ini terang," jawab Rei singkat dan segera keluar kelas, setelah Sora mengajaknya.

Aku sempat melihat punggung kecil Rei dari belakang, sebelum dia berhasil keluar, rasanya seperti melihat kelinci kecil berlari. Bahkan sampai saat ini pun, matak umaish tertuju ke pintu yang dilalui oleh Rei beberapa detik sebelumnya.

"Ehem!" Deheman keras dari Devan, berhasil membuatku sedikit menoleh ke arahnya.

"Jangan diliatin terus pintunya, entar grogi dia," ucap Devan dan bangun dari duduknya.

"Ih! Stres lo," jawabku dan segera merapikan meja, kemudian ikut berjalan bersama Devan.

"Lo suka Rei, 'kan?"

"Enggak."

"Iya, 'kan?"

"Enggak."

Sepanjang jalan menuju gerbang, Devan terus bertanya tentang perasaanku kepada Rei. Haa ... membuat lelah saja, batinku.

"Yakin sampe sini aja?" tanya Devan meyakinkanku setelah tiba di halte.

"Iya, gue naik bis aja, lu juga mau jemput nyokap lo, 'kan?"

"Hm iya, sih. Kalo gitu duluan, ya? Awas mati, bye." Setelah itu Devan pun melaju kencang dengan sepeda motornya. 

Aku pun duduk di ujung halte, agar mudah bersandar pada tiang yang ada di sana. Rasanya hari ini lebih melelahkan dari biasanya, tugas semakin banyak dan duduk bersebelahan dengan Rei sangat menguras tenaga. Aku tidak bisa bergerak bebas, karena takut dia akan terganggu karenaku.

Drrrrt! Drrrrt!

Getaran ponsel, membuatku langsung meraih benda pipih yang ada di saku kala itu. Dengan cepat, aku menerima panggilan setelah melihat nama yang tertera di layar.

"Halo, Tan," ucapku, setelah ponsel berada di telinga kiri.

"Ge, tante pergi ke luar kota buat beberapa hari, maaf telat kabari, ya? Soalnya dadakan dari kantor buat gantiin staf lain. Makanan udah tante siapin di kulkas. Oya! Obat Rei ada di atas lemari sebelah tv, ya?"

Aku terdiam sesaat, ketika mendengar kata obat di kalimat Tante Mila.

"Ge?"

"Ha? I, iya, Tan," jawabku sedikit gelagapan.

"Kamu ingat, 'kan?"

"Hm, Ingat. Tante?"

"Iya?"

"Kalo Ge boleh tau, Rei sakit apa?" tanyaku penasaran.

"Oh ... itu Rei cuma flu aja, kamu tau sendiri kalo dia itu gak kuat dingin, 'kan? Sekarang lagi musim hujan, jadi tante beliin vitamin dan obat juga," jawab Tante Mila yang berhasil membuatku tidak cemas.

"Hm ... gitu."

"Kalo gitu tante tutup, ya? Jangan telat makan kalian."

"Iya, Tan."

Kemudian panggilan terputus, sepertinya Tante Mila sangat sibuk, terdengar dari suaranya yang sedikit cepat, saat menjelaskan mengenai pertanyaanku beberapa saat lalu.

Tidak perlu menunggu lebih lama lagi, yang kutunggu pun telah tiba dan berhenti tepat di depanku. Dengan berjalan sedikit cepat, aku segera masuk ke dalam angkutan umum tersebut.

Sesampainya di rumah, aku segera berjalan menuju ke kamar setelah menutup pintu depan dengan rapat. Detik berikutnya, aku segera mengganti seragam dengan pakaian yang nyaman kukenakan.

Aku turun dan duduk di ruang televisi sambil menikmati kartun yang ditayangkan.

Sudah 30 menit lamanya aku menatap layar kaca di depanku. Merasa sedikit mengantuk, aku pun membaringkan tubuh ke sofa, setelah mematikan televisi. Beberapa detik kemudian, kesadaranku sudah diambil alih oleh rasa kantuk yang sudah kurasakan sedari di bis.

"Ge, kalo udah besar nanti mau jadi apa?"

Mama? batinku bingung.

Aku terus menatap wajah wanita cantik yang ada jauh di depanku saat ini, aku sangat merindukannya.

"Penulis sepelti Mama."

Kali ini kudengar seorang anak kecil menjawab pertanyaan ibuku, dia duduk tepat di depan ibu. Tidak! Bukan anak kecil, tapi, lebih tepatnya aku yang berusia 3 atau 4 tahun, mungkin? Aku juga kurang yakin.

Apa ini kilas balik ingatanku? Semacam film yang kembali diputar? Beberapa detik selanjutnya, mataku melihat ruangan yang berubah menjadi gelap, cahaya hanya berasalkan dari lilin.

Di mana ini? Aku kebingungan.

"Ge, jangan takut, mama di sini," kali ini aku mendengar suara ibuku lebih dekat, tapi dia tidak berbicara melihatku, mata cantik ibu tertuju ke arah pintu ruangan ini. Aku berada tepat di belakang beliau, menatapnya yang jauh lebih tinggi dariku.

Brak!

Pintu ruangan terbanting kuat, terbuka lebar saat ini. Aku melihat punggung ibu yang mulai bergetar hebat.

Mama ketakutan? pikirku.

"Berapa kali kubilang! Kalo anak itu gak perlu di sini, 'kan! Dia bukan anak kandungku! Dia hanya bawa sial." Suara dari orang yang baru masuk ke ruangan ini, berhasil membuatku tersentak.

"Ma ...," panggilku pelan. Sekarang, rasanya rohku berada di tubuh mungil yang kulihat beberapa menit lalu.

Lelaki besar itu mulai mendekat, menarik rambut ibu dan menyeretnya ke luar dari ruangan ini. Tubuhku bergetar, napasku sesak, rasanya jantungku memompa lebih cepat. Mataku juga 'tak berhenti menatap pemandangan buruk itu.

"Ma!" panggilku lebih keras, tapi seolah tidak ada yang mendengarkan bocah kecil sepertiku sekarang.

Lelaki bertubuh tegap itu, terus menghujani ibu dengan pukulan keras di kepalanya. Aku semakin ketakutan, tubuhku ingin mendekat ke arah ibu, tapi kaki ini terasa berat.

"Ge!" panggil ibu penuh air mata.

"Ge!" Kali ini suara ibu berubah.

Bukan mama, pikirku.

Lalu siapa? batinku kebingungan.

"Ge!" panggilnya lagi.

"Ha?" ucapku spontan dengan mata yang fokus menatap langit-langit ruang televisi, rasanya seperti kembali bisa bernapas lebih ringan. Aku masih terengah, merasa sesak mulai berkurang, meski hanya sedikit.

"Mimpi," gumamku pelan.

"Lo kenapa?" Aku segera menoleh ke samping hendak melihat siapa yang telah membangunkanku.

"AKH!" Aku menjerit histeris, melihat wajah Rei yang penuh dengan darah dan memar di sudut bibirnya.

"Sttt," ucap Rei dan menutup mulutku rapat.

"Jangan ribut," imbuhnya lagi dengan tatapan dingin.

"Hmph," ujarku dengan mengangguk pelan, masih dengan posisi berbaring.

Rei masih fokus menatapku, tanpa sadar aku pun membalas tatapannya. Mata dingin Rei saat ini terlihat lebih indah. Bahkan sekarang jantungku terasa memompa darah lebih cepat, apa ini karena mimpi tadi? Pikirku, atau ... karena Rei?

Rei menarik tangannya yang beberapa detik lalu berhasil membungkam bibir ini.

"Rei berantem sama siapa?" tanyaku dengan pandangan penuh tanya.

.
.
.
.
.
.
.
Uwu saya akhirnya up kembali gaes huhu 😗 jangan lupa tinggalkan jejak ya manteman, komen dan vote gak bayar kok 😋

Oya aku mau rekomendasikan cerita temenku, judulnya Naughty Neighbor karya dari temenku NurulFakhira17

Continue Reading

You'll Also Like

721K 67.5K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...
8.3M 518K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
5M 920K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
13.4M 1.1M 81
♠ 𝘼 𝙈𝘼𝙁𝙄𝘼 𝙍𝙊𝙈𝘼𝙉𝘾𝙀 ♠ "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...