My Coldest Gus

Oleh Desisetia

7.6M 671K 95.2K

⚠ AWAS BAPER! ⚠ Religi - Romance Karena kesalahan yang sangat fatal, Sashi harus mendapat hukuman dikirim ke... Lebih Banyak

Hukuman Ayah
Penjara Suci
Mencoba Kabur
Kabar dari Langit
Kutukan Semesta
Malam Pertama dengan Baginda Raja Pluto
Semanis Es Krim
Tolooong!
Pertanyaan Mengejutkan
Sashi Benci Sugus!
Matematika Cinta
Perhatian Sugus
Perhatian Sugus (2)
Gara-gara Qurrotul Uyun
Keberkahan yang Hilang
Balutan Ego
Sebuah Kisah dari Pluto
Pertanyaan Tanpa Jawaban
Di Balik Kisah Zaid Bin Haritsah
Aku, Kau, dan Puing-puing Kenangan
Kisah Bumi dan Bulan
Titik Nadir
Cemburu Menguras Hati
Ternyata Sugus Bukan Makhluk Hidup
Ada Sakit yang Tak Bisa Dijelaskan
Sugus Mau Poligami (1)
Sugus Mau Poligami (2)
Sugus Mau Poligami (3)
Sugus Mau Poligami (4)
Sentuh Aku, Gus!
I lost my...
Satu Sama
Kata-kata Teka-Teki
Mantra Cinta Gus Omar
Sugus Mulai Gombal
Lamaran Mendadak
Iseng-iseng Berhadiah
PENGUMUMAN
Cemburunya Gus Omar
Ceritanya Nge-Date
Bucin Detected
Oryza Sativa's Daddy
Bad Day
Eksekusi
In Ahsantum, Ahsantum Li Angfusikum
Semulia Maryam Binti Imran dan Setabah Aisyah Binti Abu Bakar (1)
PEMBERITAHUAN
Semulia Maryam Binti Imran dan Setabah Aisyah Binti Abu Bakar (2)
Semulia Maryam Binti Imran dan Setabah Aisyah Binti Abu Bakar (3)
Ujian Keimanan
Fakta Baru
Press Conference
Hai
Dwi's Diary
Kangen-kangenan
Nona Bulan?
Bertemu Alan Lagi
Bumi Menangis
Sugus, What's Wrong With You?
Bumi yang Kehilangan Bulannya

Malam Zafaf

185K 14.9K 2.5K
Oleh Desisetia

Kami tiba di kawasan Momoory, di daerah puncak. Hawa dingin menyambut tubuhku saat keluar dari mobil, karena habis turun hujan. Memang saat kami memasuki kawasan Bogor, kami sudah di sambut oleh rintik-rintik air yang turun dari langit.

Aku baru tahu kalau di sini terdapat penginapan. Setelah memarkirkan mobil di halaman, Sugus mengajakku untuk masuk. Kami bergantian membersihkan diri, setelah itu berniat untuk shalat Isya berjamaah, karena diperjalanan nggak memungkinkan untuk berhenti sejenak ke masjid.

Beruntung alat shalat sudah dipersiapkan di tempat ini. Aku mengikuti shalat di belakangnya. Saat suara Sugus terdengar membacakan Al-fatihah, fokusku nyaris hilang. Ternyata aku baru sadar, suara merdu adzan dan bacaan di Masjid Agung itu adalah miliknya. Aku terhanyut hingga tanpa terasa tetes air mata membasahi pipi.

Menghadirkan surga dalam pernikahan, itulah yang aku rasakan saat ini. Kenikmatan-kenikmatan duniawi yang aku harapkan nyaris lenyap, tak tersisa. Aku seperti ditampar bolak-balik dari kenyataan, bahwa selama ini betapa aku tidak pernah bersyukur memiliki suami sepertinya.

Setelah salam dan membaca do'a, Sugus berbalik menghadapku. Hingga tubuh kami saling berhadapan. Tangannya terulur dan lantas aku sambut lalu aku bawa ke bibir untuk mengecupnya penuh takdzim. Tak kuasa air mataku kembali menetes.

"Kenapa?" tanyanya bingung. Kedua tangannya menangkup wajahku, sementara ibu jarinya membelai lembut pipiku seraya menyeka air mata. Aku nggak dapat menahan rasa haru ini, hingga tubuhku melesak ke dalam dadanya. Aku memeluknya sangat erat.

"Kenapa, hhm?" tanyanya sekali lagi. Aku rasakan elusan lembut di kepalaku hingga ke punggung.

"Sashi ..." Aku kesulitan berbicara. Entah sudah berapa banyak gunung dosa yang aku kumpulkan karena belum bisa menjadi istri yang baik untuknya. "Sashi Minta maaf."

"Untuk apa? Kamu nggak ada salah."

"Sashi belum bisa ... " Lagi, aku menggantung ucapanku. "Sashi belum bisa jadi istri yang baik untuk Gus."

"Siapa yang bilang, hhm?"

Kepalaku menggeleng yang masih dalam dekapannya. "Nggak ada. Tapi Sashi merasa seperti itu."

Aku merenggangkan pelukan. Sedikit menarik wajah ke atas untuk menatap mata Sugus yang kini menatapku. "Sashi ingin jadi istri yang shaliha, Gus bantu Sashi untuk itu, ya?"

"Saya juga masih belajar untuk jadi suami yang shalih. Kita sama-sama saling mengingatkan, ya?"

Kepalaku mengangguk, lantas mendapatkan kecupan lembut di puncaknya.

Ting Tong!

Suara bel kamar ini berbunyi. Sugus sekali lagi mencium puncak kepalaku seraya berkata lirih, "Sebentar ya." Kemudian ia bangkit dari duduknya setelah aku mengangguk.

"Afwan Gus mengganggu, ini makan malamnya, Gus."

"Syukron, Kang."

"Saya permisi dulu, selamat menikmati, Gus."

Dari tempatku, bisa kudengar percakapan mereka. Aku membuka mukena menyisakan piyama couple yang aku beli di mal tadi. Setelah dilipat rapi, aku letakkan mukena itu bersama sajadahku dan sajadah milik Sugus di meja kecil yang kosong. Kemudian aku menghampiri Sugus.

"Waaah, kebetulan Sashi laper banget, Gus."

Sugus tersenyum dan memberi isyarat agar mengikutinya ke meja makan. Cacing di perutku sudah nggak bisa diajak kompromi lagi, mereka sibuk berdemo seperti rakyat yang menuntut pemerintah di depan gedung MPR.

Ternyata Sugus juga sama laparnya sepertiku. Kami asyik menghabiskan kudapan ini sampai tuntas tak bersisa.

*****

Shalat Isya sudah, makan malam sudah, dan sekarang adalah waktunya berleha-leha. Sugus sudah mengganti pakaiannya dengan piyama bermodel sama denganku. Saat ini lelaki berumur hampir kepala tiga itu sedang berbaring di sofa dengan menggunakan pahaku sebagai bantalan. Sedangkan aku duduk bersandar pada badan sofa, tangan kananku memegang handphone, tangan kiriku sibuk dicemilin oleh Sugus.

"Gus, ish geli!" protesku. Tanganku yang dicemilin olehnya digesek-gesekkan ke bulu-bulu halus di sekitaran rahang. Membuatku terasa ser-seran.

"Habisnya kamu sibuk main cacing sih."

Entah apa yang merasuki Sugus, detik ini ia bertingkah super manja kepadaku.

Sebenarnya aku nggak main cacing, itu hanya alibi saja. Aku sedang riset sesuatu yang berhubungan dengan bagaimana caranya menghabiskan waktu malam ini.

Oke, mungkin kalian nggak ngerti. Biar aku perjelas saja. Sebenarnya aku sedang cari tahu apa itu malam pertama. Dan keyword yang aku tulis di mesin pencarian adalah kata 'malam pertama'.

Beruntung yang keluar nggak seperti bayanganku. Yaitu; malam pertama di alam kubur. Aku mengklik halaman pertama alias paling atas. Begini judulnya:

Agar Tidak Grogi, Ini Tips Mempersiapkan Malam Pertama Untuk Wanita

Aku membaca dan mencoba mengamati apa saja yang harus dipersiapkan, nyatanya hal yang dijabarkan di artikel itu nggak ada padaku. Kamar yang romantis, perawatan, aish, ke tempat ini saja mendadak sekali. Akhirnya aku keluar dari halaman itu, dan mengklik halaman ke dua. Dan begini judulnya:

Biar Malam Pertama "Tidak Sakit" Ini Tipsnya — Halodoc

Membaca judulnya saja aku mulai takut. Apalagi kata "Tidak Sakit" memakai tanda petik. Memangnya akan sesakit itu? Kenapa sakit? Lalu tingkat sakitnya yang seperti apa? Seperti dicubit kah? Digigit semut kah? Digigit vampir? Atau digigit anakonda? Aduh, kenapa jadi begini sih?

Karena penasaran, akhirnya aku membaca juga isi artikel itu.

Halodoc, Jakarta — Malam pertama seharusnya menjadi momen yang paling membahagiakan bagi pasangan yang baru menikah. Namun, tidak sedikit juga wanita yang merasa takut menghadapi malam pertama. Pasalnya, melakukan hubungan intim untuk pertama kalinya memang bisa membuat wanita merasakan nyeri di bagian Miss V.

Aduduuuh, aku ikut ngilu bacanya sekaligus rasa takutku semakin menjadi. Tapi karena tingkat penasaranku meninggi, akhirnya aku teruskan juga bacanya. Kenapa bisa sakit ya?

Hal ini wajar, karena selaput daramu akan robek saat penetrasi. Jika kamu setres atau tegang, justru akan membuat momen malam pertama kamu menjadi semakin menakutkan. Selain itu—

"Serius banget sih main cacingnya, saya ngomong nggak didengarkan," seru Sugus. "Coba sini handphonenya." Hampir saja Sugus ingin meraih benda pipih ini dari tanganku, dengan sigap aku tahan.

Bisa malu aku kalau Sugus tahu aku sedang ngapain.

"Sini handphonenya, Sashi," pintanya. Aku masih menjauhkan handphone ini dari jangkauannya.

"I..iya nanti dulu. Tangan Gus awasin dulu." Aku harus menghapus riwayat pencarian internet terlebih dahulu sebelum ia tahu. Tapi sebelum aku menghapusnya handphone ini bergetar tanda panggilan video masuk. Setelah aku lihat di layar, ternyata Bunda yang menelpon.

"Gus Bunda nelpon," ucapku. Sugus merubah posisinya, saat ini ia duduk tegak di sampingku.

Aku mengusap layar ke atas, selanjutnya wajah Bunda terlihat di benda berbentuk persegi panjang ini.

"Eh Ayah, Ayah, Sashi yang mengangkat," ujar Bunda menghadap ke kanan, yang aku tebak ada Ayah di sampingnya. "Mana itunya?"

Aku dan Sugus hanya mengamati gerakan Bunda, hampir satu menit Bunda sibuk sendiri di sana.

"Bunda..."

"Happy birthday putri Bunda yang paling cantik." Bunda menunjukkan piring yang ada tumpeng mini di atasnya. Detik itu juga Ayah ikut muncul di layar, beliau menunjukkan senyum hingga matanya mengecil. Kemudian Ayah melambaikan tangan ke kamera.

"Makasih Ayah, Bunda. Sashi terharu banget." Jujur, aku terharu saat ini. Ternyata Ayah dan Bunda masih perhatian denganku.

"Sama-sama, Sayang. Cieee udah delapan belas tahun," goda Bunda. "Udah ada suami, lagi."

"Biasa aja, Bunda. Ih." Kebiasaan, lebaynya Bunda kumat. Harus dipertanyakan ini, kenapa Ayah bisa suka sama Bunda.

"Bunda selalu berdoa untuk kebaikan Sashi dan Aru. Kalian berdua adalah kebahagiaan Bunda dan Ayah," ucap Bunda yang kali ini mellow. Aku memerhatikan Ayah yang ada di samping Bunda, matanya juga berkaca-kaca.

"Terima kasih, Bunda. Ayah dan Bunda sehat-sehat terus, ya. Supaya bisa lihat Sashi sukses suatu hari nanti."

"Insya Allah, doakan ya, Nak," kali ini Ayah yang bicara.

"Eh kalian lagi di mana? Kok kamarnya beda dari biasanya?" tanya Bunda menunjukkan ekspresi kepo.

"Kami lagi di Momory, Bund."

"Oh, kalian lagi bulan madu, ya. Dulu juga Ayah sama Bunda bulan madunya di puncak. Iya kan, Yah?" tanya Bunda pada seseorang di sampingnya.

"Iya, Cinta," jawab Ayah.

"Eh, nggak. Nggak, Bunda. Kita nggak bulan madu. Iya kan, Gus?" Kali ini aku bertanya pada Sugus yang ada di sampingku. Posisi kami saat ini sangat dekat, itu karena wajah kami harus kelihatan di layar.

"Iya. Nggak, Bund. Kami ke sini karena ada urusan pekerjaan. Saya harus mengontrol rutin pekerjaan di sini."

Dan selanjutnya yang aktif mengobrol dengan Ayah dan Bunda adalah Sugus. Sugus sibuk bertanya keadaan mereka di sana serta kegiatan mereka sehari-hari. Aku hanya mengamati percakapan kedua orang tuaku dengan suamiku ini. Ternyata Sugus tipe yang hangat kalau dengan mertuanya.

Aku juga baru tahu, kalau Momoory ini miliknya. Meskipun Sugus merendah untuk meninggi dengan berkata kalau sebenarnya milik pesantren. Pantasan saja, tadi yang mengantar makan malam kami menyebut suamiku dengan panggilan "Gus".

Sibuk mengamati mereka, kepalaku kusenderkan pada lengan atas Sugus yang besar. Rasanya sangat nyaman melebihi sofa paling mahal sekali pun. Ayah, Bunda, Sugus asyik berbicara ngalor ngidul sampai akhirnya Aru si pengrusak suasana datang. Ia muncul di layar dengan memakan tumpeng mini di tangannya.

Huaaah, aku jadi iri. Ingin sekali memakan masakan Bunda yang paling lezat se dunia.

Sugus juga nampak canggung dengan Aru yang notebenenya adalah kakak ipar. Jika dipikir-pikir lucu saja, adik ipar lebih tua sepuluh tahun dibanding kakak iparnya. Makanya percapakan mereka sangat awkward.

"Bunda, Ayah, Sashi minta kado ya." Kali ini aku yang kembali mengambil alih.

"Mau minta kado apa, Sayang?" tanya Bunda.

"Iphone sebelas pro max, Bund."

"Anjir." Aru terkejut. Selanjutnya ia langsung menutup mulutnya berbicara begitu di depan Ayah Bunda.

"Biar saya saja yang belikan," ucap Sugus di sampingku.

"Yang benar, Gus?" Sugus mengangguk. "Asiiikkk." Tanpa sadar aku memeluk Sugus, padahal masih menyambungkan pada Ayah dan Bunda. Ah bodo amat, deh! Yang penting dapat kado Iphone sebelas Pro Max.

"Enak banget sih, lu!" cibir Aru yang sepertinya iri denganku.

Aku menjulurkan lidah seraya meledeknya. "Yeyeyeee dapet hengpong baru."

Nggak lama setelahnya sambungan terputus. Yang pasti hari ini aku sangat senang. Rinduku pada Ayah Bunda terbayar lunas, sekaligus dapat kado handphone dari Sugus.

"Gus nggak bohong, kan?"

"Bohong kenapa?"

"Itu Iphone."

"Nggak la. Ngapain bohong coba?"

"Tapi kan mahal, Gus." Semoga saja Sugus nggak menganggapku matre. Pertama, aku meminta mahar seratus juta, dan sekarang aku meminta gadget keluaran terbaru yang harganya seperti motor baru.

"Rezeki suami itu rezeki istri juga. Doakan saja supaya rezeki suami kamu ini lancar." Itu mah pasti, Gus. "Insya Allah selama saya mampu, saya akan melakukan apapun asalkan kamu bahagia."

"Bahagia banget, Gus. Makasih." Aku memeluk Sugus sangat erat. Bonus kukecup bibirnya, karena sudah janji ketika di mobil tadi. Tapi setelahnya aku malu setengah mati karena bersikap seperti bebek, main sosor saja.

"Apaan nih?"

Aku melihat arah pandang Sugus yang sedang mengamati layar handphonenya. Di sana masih terbuka halaman pencarian terakhir karena belum aku keluarkan.

"Astagfirullah. Itu... Anu... Itu... Aduh, bagaimana jelasinnya?"

Sugus malah tertawa melihatku kebingungan. Menyebalkan sekali, ya ampuuun.

"Ternyata diam-diam ada yang kepo soal malam per—"

"Gus, Iiih!" Aku langsung membekap mulutnya dengan tanganku. Bodo amat kalau apa yang aku lakukan ini nggak sopan. Sugus menyebalkan! "Jangan gitu, Sashi maluuu."

"Hmmph!" Sugus memberi isyarat agar aku melepaskannya. Karena tak tega melihatnya kesulitan bernapas, akhirnya aku lepaskan juga.

"Saya kan sudah bilang, saya akan menunggu kamu sampai siap," ucapnya saat suasana sudah kondusif, nggak seperti tadi.

"Kalau sekarang Sashi sudah siap, bagaimana?" Sugus terkesiap mendengar ucapanku barusan. Ia yang sekarang malah salah tingkah.

"Pikirkan baik-baik, saya nggak mau kamu menyesal kemudian."

Apa yang harus disesalkan? Hubungan kami saat ini legal. Aku juga pernah baca di kitab Qurrotul uyun,

Dan dari Nabi shalallahu 'alaihi wassalam: "Barangsiapa bercumbu rayu dengan istrinya, maka Allah tetapkan baginya dua puluh kebaikan, dan Allah hapus baginya dua puluh kesalahan. Maka apabila ia memegang tangan istrinya, maka Allah tetapkan baginya empat puluh kebaikan, dan Allah hapus darinya empat puluh kesalahan. Dan apabila ia menciumnya, maka Allah tetapkan baginya enam puluh kebaikan, dan Allah hapus darinya enam puluh kesalahan. Dan apabila ia menjima'nya, maka Allah tetapkan baginya seratus dua puluh kebaikan, dan Allah hapus darinya seratus dua puluh kesalahan. Maka apabila ia mandi besar, maka Allah berseru kepada Malaikat-malaikatnya: "Lihatlah hambaKu, ia mandi besar karena takut kepadaku serta ia meyakini bahwa aku adalah Tuhannya, maka saksikanlah oleh kalian bahwasanya Aku telah menghapus dosa-dosanya, maka tidaklah air mengalir dari rambut-rambutnya, melainkan Allah tetapkan baginya kebaikan."

Saat ini yang aku cari adalah keridhoan Allah, dan melalui Sugus lah jalan itu terbuka. Seperti pesan Bunda, kalau saat ini Sugus adalah surgaku. Maka aku ridho apabila malam ini Sugus mendapatkan haknya yang lama nggak aku berikan.

Aku baru menyadari saat ini, bahwa Allah mencurahkan cinta yang begitu besar ke dalam hatiku agar aku mencintainya. Rasa cinta yang aku punya untuk Sugus berbeda saat aku mencintai Alan. Aku nggak pernah sebesar ini mencintai seseorang, seperti aku mencintai Sugus. Pada akhirnya, orang yang dahulu paling aku benci, menjadi orang yang mengisi penuh hatiku setelah aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Aku membisikkan kata cinta ke telinganya, yang ia balas dengan senyuman teduh miliknya. Sugus mengecup keningku, lantas ia menggendong ala bridal style yang sontak saja aku kalungkan tanganku dengan erat karena takut terjatuh. Setelah memasuki kamar, ia membaringkanku dengan hati-hati, sedangkan ia duduk di pinggir petiduran.

Tangan Sugus terulur ke pipiku, ia membelainya lembut. Kami berdua saling pandang, yang lama kelamaan malu juga ditatap seperti itu dengan matanya yang tajam. Jangan ditanya lagi bagaimana detak jantungku saat ini, di dalam sana benda itu berdegup sangat cepat seperti genderang perang.

Wajahnya mendekat ke arahku, aku kira ia ingin memberi kecupan, tapi nyatanya ia berbisik tepat di telinga. "Saya mencintai kamu. Sangat-sangat mencintai kamu."

Tentu saja ucapan itu membuat senyumku terbit. Aku merasa jadi wanita paling bahagia, karena dicintai seseorang sebegitu hebatnya.

Aku membawa wajah Sugus tepat di hadapanku, lantas berkata lirih. "Sashi juga mencintai Gus."

Ia mengecup keningku dengan penuh kasih, yang sontak saja seluruh tubuhku merasakan hangatnya. Kecupannya merambat ke hidung, pipi, dan terakhir ke benda lembut milikku. Rasanya masih deg-degan sekaligus malu, padahal ini bukan kali pertama.

Pipiku terasa panas saat ia melepaskan pagutan. Aku mengatur napas yang tersengal-sengal. Pandanganku berlarian ke mana saja, asalkan nggak menatap matanya, karena terlalu malu.

"Bismillahi Allahumma jannibnasy syaithaana wajanibis syaithaana maa razaqtana." Ia merapalkan doa. "Dihapalkam doanya, karena setelah ini doa itu akan sering kita baca."

Aku mengangguk, selanjutnya aku pasrah pada apa yang akan ia lakukan.

Ia merayuku, membisikkan kata-kata penuh cinta tanpa jeda.

Sugus memberikanku pengalaman pertama yang nggak akan aku lupakan seumur hidup. Rasa takut dan khawatir melenyap karena ia memperlakukanku sangat lembut. Ia selalu meminta izin apabila ingin berbuat lebih jauh lagi, membuatku merasa dihargai, sekaligus begitu dicintai dengan sentuhan-sentuhannya.

Aku nggak bisa menceritakan lebih jauh apa yang Sugus lakukan. Ia bilang ini adalah rahasia kami berdua. Karena aku sudah bertekad ingin jadi istri shaliha, makanya aku menuruti apa yang ia katakan. Yang jelas saat ini aku bukan lagi seorang gadis remaja, tapi sudah sepenuhnya menjadi istri dari laki-laki yang aku cintai ini. Esok adalah hari baru untuk kami, sebagai sepasang suami dan istri.

*****

Yang mau baca kisah Ayah Bundanya Sashi, silakan mampir ke akun Dreame aku. Jangan lupa tap lovenya juga yaa. 💜 (foto ada di mulmed)

Selamat menunaikan ibadah puasa ya, bagi yang menjalankan. Masih semangat kan puasanya?

Jangan lupa kasih vote dan komen yang banyak ya 😂

Happy reading...

Luvvv ❤

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

6.6M 570K 72
|| FiksiRemaja-Spiritual. || Rabelline Maheswari Pradipta. Wanita bar-bar, cuek dan terkadang manja yang terpaksa masuk pesantren sang kakek karena k...
85.3K 9.1K 31
[Spin off Hakim, bisa dibaca terpisah] Bahagia seperti apa yang diinginkan semua orang? Apa bahagia mereka sama seperti definisi bahagia yang Husna...
6.5M 458K 58
Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang Haafiz Alif Faezan. Mahasiswa lulusan sa...
374K 21.3K 84
"Manusia saling bertemu bukan karena kebetulan, melainkan karena Allah lah yang mempertemukan." -Rashdan Zayyan Al-Fatih- "Hati yang memang ditakdirk...