Travis Mason [END]

By ridlvd

28K 3.6K 299

~Cerita ini original milik saya, mohon untuk tidak memplagiat, menyalin, dan membagikannya ke platform atau t... More

Ch. 1
Ch. 2
Ch. 3
Ch. 4
Ch. 5
Ch. 6
Ch. 7
Ch. 8
Ch. 9
Ch. 10
Ch. 11
Ch. 12
Ch. 14
Ch. 15
Ch. 16
Ch. 17
Ch. 18
Ch. 19
Ch. 20
Ch. 21
Ch. 22
Ch. 23
Ch. 24
Ch. 25
Ch. 26
Halo!
Ch. 27
Ch. 28
Ch. 29
Ch. 30
Ch. 31
Ch. 32
Ch. 33
Ch. 34
Ch. 35
Ch. 36
Ch. 37 [TAMAT]

Ch. 13

756 102 10
By ridlvd

Menilik kembali penampilanku di kaca spion dalam mobil, aku berharap Travis tidak akan menilaiku berlebihan karena dress musim panas yang kukenakan kali ini. Dress kuning bertali spaghetti dengan panjang selutut ini membuatku tampak begitu anggun sekaligus santai dalam waktu yang bersamaan. 

Tidak tahu mengapa, tetapi hari ini aku ingin terlihat cantik di hadapan Travis. Dan karena itu, aku memilih menggunakan dress yang akan memberiku kesan feminim seperti ini.

Membuka pintu mobil, selanjutnya aku turun dan mengetuk pintu rumah Travis. Tak lama, munculah Nana dengan senyum khas keibuannya, memberiku pandangan kagum sekaligus pandangan menggoda padaku, membuatku merasa malu dibuatnya.

"Apa aku hidup di surga sekarang? Bagaimana bisa seorang bidadari muncul di depan rumahku seperti ini?" Aku tertawa kecil mendengar godannya itu.

"Nana, kau terlalu berlebihan," balasku, kemudian memberinya sebuah senyuman. Dengan bersemangat, ia meraih tubuhku ke dalam pelukannya.

"Ah... Aku merasa begitu bersyukur karena kau hadir di kehidupan cucuku, Travis... Rasanya dia terlihat baik, bahkan lebih baik sekarang." Aku membalas pelukannya dengan erat.

Nana tidak tahu jika aku merasa sama bersyukurnya dengannya ketika bisa bertemu dengan cucunya, Travis, karena berkatnya, aku merasa lebih hidup sekarang.

"Kau tahu? Sejak tadi ia terus saja sibuk menyisir rambut barunya, sepertinya ia masih belum bisa menyesuaikan penampilannya sekarang. Oh iya, apa itu idemu untuk memotong rambutnya seperti itu?"

Rasanya aku jadi takut melakukan kesalahan dengan membujuk Travis memangkas rambutnya. Namun, selanjutnya perkataan Nana membuatku tenang.

"Aku dan Bianca mati-matian mencoba membuatnya menuruti permintaan kami untuk memangkas rambutnya sedikit saja. Terkadang kami bahkan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menemukan keinginannya untuk bisa membawanya membenai rambutnya. Sementara kau? Bagaimana kau bisa melakukannya dengan sangat mudah?"

Aku tersenyum kecil mendengarnya.

Apa kau akan menyukainya?

Kalimat yang diucapkan oleh Travis itu tiba-tiba saja muncul di kepalaku. Aku tidak percaya jika alasan bersedianya dirinya untuk melakukan pangkas rambut adalah karena pikirannya mengenai diriku yang akan menyukainya. Hal ini tentu menjadi sesuatu yang istimewa untukku, apa lagi mengetahui jika Bianca dan Nana begitu kesulitan untuk membujuknya, sementara aku dapat melakukannya dengan cukup mudah.

"Tidak begitu juga, Nana. Sama seperti Nana dan Bianca, aku juga perlu memaksanya terlebih dahulu." Ia tertawa kecil, membuatku ikut tertawa bersamanya.

"Oh, Annie sudah datang? Kelihatannya kalian sedang mengobrolkan hal yang seru sekali." Dari dalam rumah muncul sosok Bianca yang tersenyum dengan hangatnya, sebelum kemudian membuka lengannya untuk memelukku.

"Rasanya sudah lama sekali aku tidak bertemu denganmu, dan entah mengapa aku jadi sangat merindukanmu," bisiknya di telingaku.

"Aku juga," balasku cepat.

"Kau pasti sudah lama menunggu ya? Ah... Kalau begitu aku akan memanggil Travis terlebih dahulu. Aku tidak tahu mengapa ia begitu sibuk memikirkan penampilannya akhir-akhir ini, tetapi sepertinya sudah jelas bukan alasan dibalik itu semua? Haha...  Ah... Tunggu sebentar aku akan memanggilnya..." Ia melepaskan pelukannya padaku, kemudian berlalu pergi untuk masuk ke dalam rumahnya.

Aku tidak menyangka jika Travis melakukan hal yang sama seperti apa yang kulakukan, memedulikan penampilan kami ketika bertemu satu sama lain.

Selanjutnya, aku mengobrol kecil dengan Nana sembari menunggu kemunculan Travis.

"Benarkah Nana? Kau harus mengajakku membuat kue jika kau tidak ingin kuemu hangus karena melupakan timernya."

Suara Bianca tiba-tiba saja terdengar, membuat pembicaraanku dengan Nana terhenti sejenak.

"Lihat siapa yang tampil sangat menganggumkan hari ini?" 

Rasanya aku sungguh tidak siap menerima pertunjukan seistimewa ini. Mungkin saat ini aku terlihat begitu bodoh dengan mulutku yang terbuka lebar. Aku sudah melihatnya mengenakan pakaian seperti ini sebelumnya, tetapi mengapa masih saja aku merasa takjup dibuatnya? 

Pria itu...Travis, berdiri dengan begitu gagahnya, dengan rambut pendeknya yang membuatku dapat melihat matanya dengan lebih jelas, dan lagi balutan pakaian yang dikenakannya saat ini, pakaian yang sama yang ku pilihkan untuknya kemarin. Ah... bagaimana bisa ia masih saja memberi efek yang sama padaku bahkan setelah kemarin aku sudah memandanginya dengan sangat lama?

"Anniemarie," panggilnya bersamaan dengan aku yang memanggil namanya.

"Travis."

Selanjutnya, tatapan kami saling bertemu, menatap dalam diam, menyelami diri satu sama lain, seakan tidak ada orang lain di sekitar kami.

"Saat ini sudah pukul 07:30, kita butuh waktu 20 menit untuk sampai ke sana, sedangkan acara akan dimulai pada pukul 08:00." 

Dan dengan cepatnya ia menghancurkan momen itu.

"Iya Travis, aku tahu itu. Lagi pula, kita tidak akan terlambat," ujarku menenangkannya. Ia hanya tidak tahu jika aku bisa secara tiba-tiba berubah profesi menjadi seorang pembalap... Dan aku tentu tidak akan mengatakannya, apa lagi di hadapan Nana dan Bianca. Apa yang akan Bianca pikirkan tentangku jika aku mengatakan hal itu? Ia mungkin tidak akan lagi mengizinkan putranya untuk pergi denganku.

Travis tanpa membalas perkataanku, berjalan begitu saja menuju ke arah mobil Bianca. Namun, dengan cepat aku menghentikannya.

"Kita akan memakai mobilku." Ekspresi tidak nyaman itu kembali terlihat di wajahnya. Ekspresi wajah yang sama seperti yang ditunjukkannya ketika aku dengan mudahnya mengingkari janjiku padanya, mengenai dirinya yang ingin mengantarku pulang ke rumah. Aku merasa sangat bersalah ketika memikirkannya. Aku sama sekali tidak ingin ia berpikiran jika aku hanya mempermainkannya saja.

"Iya, Travis. Ibu memerlukan mobil kita untuk pergi belanja bulanan nanti." 

Dan syukurlah karena Bianca mengerti situasi yang terjadi saat ini. Dengan itu, Travis berjalan  ke arah mobilku, kemudian masuk ke dalamnya.

"Nana, Bianca, kalau begitu kami pergi dulu," pamitku sembari memberi mereka sebuah pelukan hangat.

Selanjutnya aku melepaskan pelukanku pada mereka, kemudian membalas lambaian tangan mereka dan segera masuk ke dalam mobil.

Sekali pun suasananya terasa sedikit canggung, ayo Anniemarie... Ayo kita kembali melakukan hal-hal menyenangkan bersama Travis.... Ayo buat Travis merasa selalu nyaman berada didekatmu. 

***

Setelah 20 menit lamanya kami berkendara, akhirnya kami sampai pada tempat dimana komunitas perkumpulan yang biasanya dihadiri oleh Travis itu berada. Aku tidak tahu... tetapi rasa percaya diriku untuk membuat Travis selalu merasa nyaman ketika berada didekatku tiba-tiba saja memudar, berganti menjadi kepesimisan dan keputus asaan. Hal itu dapat terlihat dari bagaimana dirinya yang hanya berdiam diri tanpa mengatakan sesuatu padaku selama 20 menit perjalanan kami itu. Aku tahu, Travis memang lebih banyak diam dari pada berbicara, tetapi kali ini dia terlalu pendiam. Apa ia memikirkan aku yang tidak pernah menepati janjiku? Sudah ku katakan jika aku tidak bermaksud untuk mempermainkannya, aku hanya... ku pikir aku perlu lebih memperhatikannya, bukan diriku.

"Baiklah, kita sudah sampai," ujarku bersemangat, mencoba memperbaiki suasana yang tidak seperti biasanya ini. Namun, usahaku itu sepertinya tidak berbuah manis melihat bagaimana Travis yang hanya diam dan tidak berniat untuk merespon perkataanku.

"Ehm... Travis? Ku pikir kita harus turun sekarang?" Aku mencoba menghiraukan sikap diamnya itu dengan mengajaknya untuk turun dari mobil. Tanganku bahkan sudah bersiap untuk membuka pintu mobil, ketika tiba-tiba saja tangan Travis menghentikanku, membuatku merasa begitu terkejut dibuatnya.

Selanjutnya aku mencoba mencari arah pandangnya. Ia dalam diam menatapku dengan datar, dan sekarang aku merasa begitu bodoh karena tidak memahami isi dari kepalanya itu.

"Astaga kau mengejutkanku." Mengubah nada bicaraku menjadi sedikit jenaka pun tidak mengubah responnya. Ia masih saja diam, tanpa melepaskan pandangannya dariku. Sebenarnya apa yang sedang dipikirkannya sekarang?

"Travis?" Ia tiba-tiba saja melepaskan genggaman tangannya padaku, kemudian dengan kasar menggosok-gosokkan tangannya dengan kuat pada lengan tangannya yang lain, membuatku merasa begitu khawatir dibuatnya.

"Hei, Travis!" Panggilku sekali lagi. Ada apa dengannya?

"Kau tidak apa-apa?" Tanyaku khawatir.

Ia lagi-lagi tidak menghiraukan perkataanku. Ia masih saja sibuk menggosokkan telapak tangannya pada lengannya.

"Aku tidak suka, aku tidak suka," bisiknya selanjutnya, membuatku merasa kebingungan dibuatnya.

"Travis." Panggilku sekali lagi, tetapi masih saja tidak ada balasan darinya.

"Aku tidak suka, aku tidak suka."

"Travis!" Panggilku dengan nada suara yang lebih tinggi..

Lagi-lagi ia tidak menggubris perkataanku. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang, tetapi dengan cepat aku meraih lengannya, kemudian memaksanya untuk menatapku.

"Hei Travis... Semuanya akan baik-baik saja." Ujarku berusaha menenangkannya. Aku sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi padanya sekarang, panic attack? Entahlah, tetapi aku ingin dia kembali seperti Travis yang biasanya. "Semuanya akan baik-baik saja, okay? Sekarang katakan padaku apa yang menganggumu?"

Aku tidak dapat memastikan jika ia sudah kembali seperti Travis yang semula, tetapi dari tatapan matanya, ia terlihat lebih tenang sekarang, membuatku bisa bernapas lebih lega.

"Kau tidak suka aku datang ke sini bersama mu? Atau kau tidak suka aku menyetir dan mengantarmu kemari?" Aku mencoba mencari tahu apa yang membuatnya bertingkah seperti ini.

"Katakan padaku... jika begitu aku minta maaf, okay? aku juga akan pergi setelah ini jika kau tidak menyukainya... dan lagi aku tidak akan-"

"Aku tidak menyukai pakaianmu," ujarnya selanjutnya, membuatku terdiam cukup lama, sebelum kemudian tertawa dengan keras. Apa yang ia katakan? Ia tidak menyukai pakaianku? Ah... Apa sejak tadi hal kecil ini yang memenuhi pikirannya?

"Ku pikir itu tidak lucu." Balasnya dengan datar, kemudian melepaskan tanganku dari tangannya, dan mulai menggosok-gosokkan kembali tangannya pada lengannya.

Sialan. Aku sudah membuat kesalahan dengan menertawakannya. Aku tidak seharusnya melakukan ini. Ketidaksukaannya pada pakaianku mungkin sangat menganggu pikirannya, lalu kenapa aku dengan bodohnya menertawakan hal itu. Benar katanya, ini bukan sesuatu yang lucu. Ini menganggunya sekali pun ini hanyalah hal kecil, Anniemarie.

"Aku minta maaf, aku tidak bermaksud-"

Perkataanku kembali dipotong olehnya.

"Di bioskop kemarin. Mereka membicarakan hal kotor tentang kaki jenjangmu."

Bioskop. Kotor. Kaki jenjang.

Aku sama sekali tidak tahu tentang apa yang dibicarakan olehnya sekarang.

"Mereka?" lirihku bertanya-tanya.

"Anak laki-laki yang mengantri di belakang kita." Aku tahu jika kemarin memang ada beberapa anak laki-laki yang mengantri di belakang kami ketika kami sedang membeli tiket. Tetapi, aku tidak tahu jika mereka membicarakanku seperti itu. Dan ya... aku yakin itu karena aku mengenakan rok yang terlalu pendek kemarin.

Travis tiba-tiba bergerak cepat untuk melepaskan jaket jeansnya, kemudian menyodorkannya padaku.

Tanpa menatapku, ia berujar, "aku tidak ingin orang-orang memandangmu dan memikirkan hal-hal kotor tentangmu."

Sekali lagi... pria ini berhasil membuat tubuhku menghangat, dan kupikir ia akan terus berhasil melakukannya.

Dia membenci pakaianku bukan tanpa alasan. Ia membencinya karena pakaianku yang terlalu terbuka, dan aku merasa menyesal sudah memilih dress ini. Travis tentu berbeda, pria itu... seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, dia bisa memperlakukan wanita dengan baik. Ia tidak seperti Steve apalagi Ayahku sendiri.

Aku meraih jaketnya, kemudian segera mengenakannya.

Ya Tuhan... Dia... mengapa aku tidak bertemu dengannya sejak awal saja? Jika sejak awal aku mengenalnya, mungkin aku tidak akan mengenal perasaan putus asa yang membuatku ingin mengakhiri hidupku.

"Jadi... sejak tadi hal itu yang menganggu pikiranmu?" Ia mengangguk, tetapi masih menundukkan kepalanya, tidak ingin menatap ke arahku.

"Aku minta maaf, okay? Ku pikir aku hanya ingin tampil cantik di hadapanmu dengan mengenakan pakaian ini." Ya, dan aku tidak akan mengelaknya.

Ia terlihat ragu, tetapi kemudian membuka mulutnya untuk berbicara.

"Kau selalu terlihat cantik. Sekali pun saat menangis dan hanya mengenakan kaus besar." Dia bahkan masih mengingat pakaian apa yang kukenakan ketika aku hampir saja mengakhiri hidupku sendiri saat itu.

Aku tersenyum kecil, "Travis... aku benar-benar meminta maaf karena menertawakanmu sebelumnya." Aku bersungguh-sungguh melakukannya. 

Ia mengangguk, tetapi masih saja tidak ingin menatap padaku.

"Dan kau... mulai sekarang mau kah kau mengatakan semua hal yang menganggu pikiranmu padaku?" Tanyaku dengan begitu berhati-hati.

Pria ini... aku ingin membuatnya merasa lebih baik, aku tidak ingin hal sekecil apa pun menganggu pikirannya.

Ia menegakkan kepalanya, kemudian menatapku. Aku dapat melihat ekspresi terkejut di matanya.

"Bagaimana jika hal yang mengangguku juga akan menganggumu?" Lagi-lagi ia selalu melibatkanku dalam pikirannya.

"Setidaknya kita akan melewatinya bersama-sama." 

Aku meraih tangannya, kemudian meremasnya perlahan, seakan memberinya kekuatan. 

"Apa kau mau melakukannya untukku?"

Ia mengangguk ringan, membuatku tersenyum senang.

Jika sesuatu kembali terjadi padaku, termasuk keinginanku untuk mengakhiri hidupku... hal pertama yang akan kupikirkan adalah pria ini... Pria bernama Travis Mason ini.

"Baiklah, kalau begitu sekarang-"

"Hei!!! Kau di sini rupanya?!"

Tiba-tiba saja, seorang gadis yang sepertinya memiliki usia yang sama denganku muncul di jendela mobil, tepatnya di sisi jendela Travis yang terbuka. Mengunyah permen karet yang ada di mulutnya, gadis itu kemudian melemparkan senyuman mengejek pada Travis, sementara Travis hanya memberinya tatapan khas datar miliknya.

Tatapan gadis itu kemudian beralih padaku. Dia... gadis ini bisa dibilang merupakan gadis yang cantik. Siapa sebenarnya gadis ini? Dan mengapa ia bertingkah seolah ia mengenal Travis?

"Siapa yang kau bawa itu, Travis?"

***





Tinggalkan vote dan komen ya untuk cerita ini :))

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

1.7M 88K 54
"Walaupun ูˆูŽุงูŽุฎู’ุจูŽุฑููˆุง ุจูุงุณู’ู†ูŽูŠู’ู†ู ุงูŽูˆู’ุจูุงูŽูƒู’ุซูŽุฑูŽ ุนูŽู†ู’ ูˆูŽุงุญูุฏู Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
46.2K 5.2K 34
Sinopsis dihapus karena terlalu cringe๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚ Start: 29 Maret 2020 Finish: 10 Januari 2021 [10/04/20] #1 isyarat [17/05/20] #1 autis...
45.8K 2.4K 55
Takdir memang tidak selalu seperti apa yang di inginkan oleh manusia. Seperti halnya dengan, Sofia Esmerelda Hutomo. Nama yang indah namun tidak sein...
25.5K 1.6K 22
Kisah hidup seorang anak yang tidak diinginkan ibunya , dari kandungan hingga detik ini dia tidak pernah tahu kasih ibu itu seperti apa.