The Calyx - Story Of Azka & A...

By NRMusdjalifah

42K 2.8K 259

Bagaimana bisa aku mencintai gadis yang sangat ceroboh seperti dia. Dekat dengan gadis itu membuatku benar-be... More

KELUARGAKU
KOTA MALANG
BENARKAH INI BERKAH?
ORANG ANEH
TOM & JERRY BERDAMAI
SAHABAT
BIDADARI MASAK GITU
FARZANA
CEROBOH
FAKTA TENTANG AZKA
TRIPLET ABDULLAH
CURHAT
TRAGEDI YANG MERUBAH SEGALANYA
ADA APA DENGAN SYILA
MENIKAH???
Cuma Mau Numpang Lewat
PERTENGKARAN
PUKULAN LAGI?
TAKDIR YANG MEMAKSA
UNTUK ISTRIKU
KELUARGA ARSYILA
BERJUANG BERSAMA
LAMARAN BANG DHIA'
DUKA MALA
KELUARGA AZKA
BANG DHIA' DAN CINTANYA
LAMARAN BANG DHIA' (LAGI)
HARUSNYA BAHAGIA
PENYESALAN
KABAR GEMBIRA
OPEN PO YAAAA
KABAR BAIKK

SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA

1.3K 84 8
By NRMusdjalifah

Arsyila POV

Semenjak kedatangan kami di rumah sakit Mardi Waluyo tempat mbak Ina dirawat, baik ayah ataupun Kak Azka tak ada satupun yang memberitahuku penyakit apa yang sebenarnya tengah diderita oleh mbak Ina. bahkan, Kak Azka lebih banyak diam sejak tadi. Dia hanya berbicara seperlunya saja.

Seperti saat ini, kami sedang makan dikantin rumah sakit. Tapi sedari tadi makanan yang dipesannya tak ada satupun yang masuk kedalam mulutnya. Aku takut untuk bertanya. Aku takut aku salah berbicara. Tapi kalau terus saja didiamkanpun tidak akan baik untuk kesehatannya.

“Kak… makanannya gak enak ya? kok daritadi aku perhatiin gak ada yang dimakan? Apa perlu aku pesankan makanan yang lain?” tanyaku sambil menggenggam tangannya. Dia tampat terkejut saat aku menggenggam tangannya. Jadi sedari tadi suamiku sedang melamun?

“Ah… apa sayang? tadi kamu ngomong apa? Maaf aku gak denger tadi.” Katanya merasa bersalah. Aku menghela nafas pelan, dan tersenyum padanya.

“Aku tanya kenapa makanannya gak dimakan? Gak enak tah? Atau mau aku pesenin yang lain?” tanyaku lagi.

“Enggak ok. Aku masih kenyang aja kok.”

“Kak… jangan bohong gitu deh. Aku tau dari kemarin kamu belum makan. Nanti kamu sakit gimana?”

“Beneran sayang. aku lagi gak laper kok.”

“Terserah deh… kalau emang kakak gak sayang lagi sama tubuh kakak yaudah. Aku udah selesai makannya. Mau ke masjid sholat.” Kataku kesal. Aku langsung berdiri dan meninggalkannya. Tapi belum selangkah dia sudah menarikku dalam pelukannya.

“Maaf… maaf.” Katanya masih terus memelukku. Aku menangis dalam pelukannya. Aku tumpahkan segala kekesalanku padanya.

“Aku tau kamu khawatir dengan keadaan mbak Ina, aku juga khawatir. Disini gak hanya kamu, aku, ayah, dan yang lainnya juga khawatir sama mbak Ina. tapi jangan karena khawatir kamu jadi ngelupain kewajiban kamu terhadap tubuh kamu kak. menyiksa diri sendiri itu termasuk perbuatan dzholim. Kalau kakak sakit apa ya gak bikin semua orang tambah panik. Jangan egois dong.” Kataku disela-sela tangisnya.

“Maaf sayang… aku memang egois tadi. Hanya mikirin diriku sendiri.” kata Kak Azka masih terus memelukku.

“Sekarang mau kamu gimana? aku mau sholat ini sebentar lagi dhuhur.” Kataku masih kesal mencoba melepaskan pelukannya.

“Makan. Tapi kamu yang nyuapin.” Katanya manja. Aku menghela nafas panjang.

“Yaudah ayo sini aku suapin. Dasar bayi besar.” Kataku mengalah. Kami akhirnya duduk kembali. Aku duduk disampingnya. Menyendokkan satu suapan padanya. dia menerimanya dengan suka cita. Cepet banget moodnya berubah.

“Kak… aku ini istri kamu. kalau kamu tubuh, aku pakaian yang menutupi tubuhmu. Begitu juga sebaliknya. Kita ini satu kesatuan yang gak mungkin terpisahkan. Jangan kamu pikul sendiri beban dalam fikiran kamu. berbagilah padaku. Meskipun aku tidak bisa membantu apapun, tapi setidaknya dengan berbagi beban kakak bisa sedikit berkurang.” Kataku sambil terus menyuapinya.

“Ada kamu yang selalu disamping saja sudah sangat cukup untukku sayang.” katanya disela-sela makannya.

“Kalau memang kakak masih belum mau berbagi sama aku, aku gak akan memaksa kok. tapi jangan pernah mendzolimi diri sendiri lagi kak. aku gak mau kakak sakit. Aku gak yakin akan bisa sesabar dan setabah kakak dulu saat aku sakit.”

“Aku gak akan pernah sakit sayang.”

“Jangan sombong kak.”

“Aku gak sombong. Itu doa sayang. tetaplah bersamaku meskipun aku sedang diam. Karena hanya ada kamu disampingku, aku bisa lebih kuat sayang.” katanya sambil menggenggam tanganku. Airmataku meluncur begitu saja mendengar kata-katanya.

“Insyaallah.” Kataku saat dia menghapus airmataku.

“Diantara kami bertiga, Inalah yang paling banyak dicoba. Saat kami berusia 2 tahun Ina ikut bersma papa Rizal dan juga Mama Sania sebagai pancingan. Saat kami baru menginjak 5 tahun, dokter memvonis Ina menderita penyakit leukemia stadium 2. Hal itu tentu saja membuat kami semua terpuruk. Terutama bunda. Aku, Raqi dan Ina belum tau apa itu leukemia. Kami hanya tau Ina sering mimisan saat disekolah, dan sering mengeluhkan sakit pada tulang belakangnya. Hingga akhirnya ayah memutuskan untuk membawa Ina ke Jerman untuk melakukan pengobatan. Selama lima tahun Ina melakukan pengobatan disana ditemenin ayah sama bunda. Setelah Ina dinyatakan sembuh mereka baru pulang dan Ina dia kembali bersekolah di Surabaya bersama Mama dan Papa setelah melalui ujian penyetaraan. Menurut dokter udara disini gak baik untuk masa pemulihan Ina. itulah kenapa sampai SMP dia ada di Surabaya.” Cerita kak Azka membuatku terkejut. Aku hanya mampu menggenggam tangannya tanpa berani mengatakan apapun.

“Selama Ina gak bersama kami, aku dan Raqi merasa hidup kami tidak lengkap. Itulah sebabnya aku khawatir banget sama keadaan Ina. sebelum ini dia gak pernah sakit lagi. kalaupun sakit mungkin hanya sakit biasa. Aku dan Raqi selalu memastikan Ina tidak sampai kecapekan karena hal itu bisa menyebabkan daya imunnya menurun. Dan hal itu bisa jadi memicu kambuh lagi penyakitnya. Selama ini Ina gak pernah mengeluhkan sakit apapun sama kami. Makanya aku terkejut banget kemarin. Aku takut Syil… aku takut dia gak akan pernah bersama kami lagi. dia permata kami semua. Dia adik yang sangat kuat. Dia tidak pernah mengeluhkan apapun pada kami. Bahkan saat dokter mengatakan dia mengalami kemandulan primerpun dia tidak mengeluh sedikitpun. Meskipun kami semua tau hal itu sangat memukulnya.”

“Kemandulan primer?” tanyaku memastikan. Apa ini? kenapa ujian yang Allah berikan pada mbak Ina begitu besar. Kemandulan primer.

“Iya… Ina gak pernah mengalami menstruasi sampai usia 15 tahun. Akhirnya bunda membawa Ina ke dokter untuk diperiksa. Menurut dokter, kemoterapi yang dijalani Ina dulu menyebabkan kegagalan ovarium memproduksi sel telur.” Kata Kak Azka. Aku melihat sorot kesedihan disana. Aku hanya bisa memeluknya untuk menguatkannya.

“Itulah kenapa sedari dulu setiap ada seorang ikhwan yang mencoba mendekatinya, mengkhitbahnya selalu dia tolak. Termasuk bang Dhia’. Ina terlalu takut mengecewakan mereka jika mereka tau bagaimana keadaan Ina yang sebenarnya. Dia takut mereka yang datang mengkhitbahnya akan meninggalkannya jika mereka tau yang sebenarnya. Padahal aku sangat tau, Ina sangat ingin bisa menyempurnakan separuh agamanya.”

“Suatu hari nanti… pasti ada seorang ikhwan yang mau menerima Mbak Ina dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Percaya deh. Allah tidak akan mungkin membiarkan hamba-Nya terus berlarut dalam kesedihannya. La Tahzan Innallaha Ma’ana. Dia akan datang di saat yang tepat, diwaktu yang tepat, ditempat yang tepat dan dikeadaan yang tepat pula.” Kataku menguatkan.

“Iya sayang. makasih ya. kamu benar… rasanya lega sekali setelah cerita sama kamu. rasanya bebanku selama ini berkurang setelah aku cerita sama kamu. aku bersyukur Allah kirimkan kamu untuk menyempurnakan kekuranganku. Aku mencintaimu.”

“Sama-sama kak. itulah gunanya Allah menciptakan kita berpasang-pasangan. Sekarang kita sholat ya. kita minta sama Allah semoga mbak Ina diberi kesembuhan dari penyakitnya. Dan diberikan yang terbaik untuknya.”

“Hmm sayang…” katanya saat aku hendak berdiri.

“Kenapa kak?”

“Boleh peluk lagi?”

“Enggak. daritadi kan udah meluk terus kak. ayo ah sholat. Udah ketinggalan lho ini.”

“Hehehe… bentar aja sayang.” katanya manja

“Yaudah sini. Dasar bayi besar.” Kataku menyambut rentangan tangannya

“Gini kamu cinta kan??” katanya. Aku tak menjawab pertanyaan gak pentingnya. Inilah suamiku sebenarnya. Kalau diluar sana semua orang menganggapnya sedingin batu es yang menakutkan tapi  bagiku tidak dia justru sebaliknya. Yah contohnya ini.

“Udah ah. Malu diliat orang banyak.”

“Hehe… cinta banget sama kamu.” katanya mengecup pipiku singkat. Emang agak ngeselin ini orang. Bikin malu. Lihat deh sekarang pipiku sudah memerah pastinya.

“Aku tau kak. udah ayo sholat.” Kataku lagi.

“Iya iya ayo istriku sayang.” katanya sambil menggenggam tanganku sampai masjid.
Kami berpisah saat berwudhu dan tentunya sholat. Tempat sholat putri dan putra terpisah agak jauh. Akan sulit bagi kami untuk sholat berjamaah. Untungnya aku menemukan seorang ibu-ibu yang juga hendak sholat. Jadilah kami berjamaah.
Setelah selesai sholat, kami memutuskan untuk langsung kembali ke ruang perawatan mbak Ina. besok mbak Ina akan berangkat ke Jerman untuk menjalani pengobatan lagi ditemani oleh Mama Sania dan Papa Rizal. Sebenarnya bunda Najwa sangat ingin menemani Mbak Ina tapi karena ada orang lain yang bukan mahram bang Raqi yang ikut tinggal bersama mereka disana membuat bunda terpaksa memberikan tanggung jawab itu pada Mama Sania. Toh dulu Mama Sania dan Papa Rizal juga orangtua mbak Ina.
Hari ini rencananya Bunda Najwa dan Bang Raqi akan datang. Harusnya sekarang sudah sampai mereka. Benar saja, aku melihat Bang Raqi sedang mengobrol bersama Bang Dhia’ dan juga Izard. Dan seorang wanita seusia bundaku sedang menangis dalam pelukan ayah Dul. Beliau pasti Bunda Najwa. Aku dan Kak Azka langsung menghampiri beliau. Melihat kedatangan kami, bunda Najwa langsung memelukku dan Kak Azka. Aku hanya bisa mengucapkan kalimat penguatan untuk beliau. Kak Azka diam hanya menyalurkan kekuatannya memalalui pelukannya.

“Bunda… Syila memang tidak bisa tau seberapa sedihnya bunda. Tapi yang Syila tau, bunda sangat kuat. Dulu bunda sudah pernah ada diposisi ini jadi Syila yakin bunda bisa lebih kuat. Bunda sudah bisa tau apa yang terbaik yang harus bunda lakukan. Kita hanya hamba bunda. Kita hanya bisa berdoa dan mengusahakan pengobatan yang terbaik untuk Mbak Ina tapi semua itu kembali kepada Allah. Karena Dia-lah yang Maha Menyembuhkan. Kalau bunda saja lemah bagaimana mungkin Mbak Ina bisa menyemangati dirinya. Bunda harus bisa menguatkan diri. Kita kasih semangat untuk mbak Ina. ya bunda.” Kataku sambil menghapus air mata Bunda Najwa.

“Terimakasih sayang.” kata Bunda Najwa sambil memelukku lagi. aku melihat Kak Azka menghampiri Bang Raqi. Melepaskan rasa rindu mereka dengan cara mereka sendiri.

Aku baru menyadari kalau disini juga ada Mala dan keluarganya, serta orangtuaku. Kapan mereka datang? Apa Mala dan Bang Dhia’ baik-baik aja setelah kebodohannya kemarin? Sebenarnya aku masih sangat kesal dengan abangku yang paling ganteng itu. Aku membawa bunda untuk berkenalan dengan mereka semua. Bundaku dan bunda Najwa ngobrol banyak. Syukurlah jika mereka bisa cepat akrab. Bundaku sangat pintar mengalihkan perhatian sehingga bunda Najwa tidak lagi terlihat muram seperti tadi.

“Mala… kamu gakpapa kan?” tanyaku pada Mala.

“Enggak kok. semuanya baik-baik aja. Abangmu sudah minta maaf padaku kalau itu yang kamu khawatirkan.”

“Ah syukurlah kalau begitu. Aku kesel banget sama abang. Konsultan kok bodoh.” Kataku kesal.

“Heh… siapa yang kamu katain bodoh?” kata bang Dhia’ langsung menarik hidungku. Kan ngeselin.

“Ih abang sakit tau. lepas ah. Bunda… abang nih. Ayah tolongin adek. Abang jahat nih.” Teriakku saat abang semakin menarik hidungku.

“Bang lepasin. Kasian itu hidungnya adek. Udah pada nikah masih kayak anak kecil aja kalian ini. gak mau diliat suami istri kalian.” Kata ayah yang langsung dituruti oleh bang Dhia’. Aku balas menarik hidung abang dan langsung berlari memeluk ayah. ayah hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kami. Ah rasanya sudah lama sekali aku dan bang Dhia’ gak saling jahil. Aku rindu.

Aku langsung menyembunyikan wajahku didada ayah saat melihat semua orang tertawa melihat tingkah konyolku dan bang Dhia’. Kak Azka hanya geleng-geleng kepala. Ah hilang sudah citra Arsyila yang pendiem.

“Udah sana peluk suamimu aja. Udah ada suami juga masih aja suka sembunyi diketiak ayah.” kata ayah lagi.

“Emang kalau udah nikah gak boleh gitu meluk ayah? kok kesannya adek jadi semacam dibuang gini ya.” kataku sok ngambek. Ayah langsung mencubit pipiku pelan.

“Ya gak gitu sayang. selamanya kamu itu tetep putri ayah dan bunda. Gak akan berubah semua itu.”

“Makasih ayah.” kataku sambil mempererat pelukanku pada ayah.

“Ya begitulah mbak Najwa kalau Syila lagi sama ayahnya. Manja banget.” Sayup-sayup aku mendengar bunda mengatakannya pada bunda Najwa. Ih bunda
Tapi aku bersyukur semuanya kembali bisa tersenyum. Aku hanya bisa berdoa semoga memang akan baik-baik saja semuanya. Yah semoga saja. Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

Hakim By ul

Spiritual

1.2M 70.9K 53
[Revisi] Kalian percaya cinta pada pandangan pertama? Hakim tidak, awalnya tidak. Bahkan saat hatinya berdesir melihat gadis berisik yang duduk satu...
268K 14K 55
(Follow sebelum membaca) "lantas, ketenangan seperti apa yang kau cari di dunia? jika orang yang sudah tiada saja masih ingin di do'akan agar bisa te...
2.8M 249K 69
[า“แดสŸสŸแดแดก แด…แดœสŸแดœ sแด‡ส™แด‡สŸแดœแด ส™แด€แด„แด€!] ส€แดแดแด€ษดแด„แด‡ - sแด˜ษชส€ษชแด›แดœแด€สŸ "Pak Haidar?" panggil salah satu siswi. Tanpa menoleh Haidar menjawab, "Kenapa?" "Saya pernah menden...
440K 54.2K 16
Lentera Hati - Series keempat Lentera Universe Romansa - Spiritual - Militer "Dejavu paling berat adalah bertemu seseorang yang mirip dengan dia tapi...