The Calyx - Story Of Azka & A...

Por NRMusdjalifah

42K 2.8K 259

Bagaimana bisa aku mencintai gadis yang sangat ceroboh seperti dia. Dekat dengan gadis itu membuatku benar-be... Más

KELUARGAKU
KOTA MALANG
BENARKAH INI BERKAH?
ORANG ANEH
TOM & JERRY BERDAMAI
SAHABAT
BIDADARI MASAK GITU
FARZANA
CEROBOH
FAKTA TENTANG AZKA
TRIPLET ABDULLAH
CURHAT
TRAGEDI YANG MERUBAH SEGALANYA
ADA APA DENGAN SYILA
MENIKAH???
Cuma Mau Numpang Lewat
PERTENGKARAN
PUKULAN LAGI?
TAKDIR YANG MEMAKSA
UNTUK ISTRIKU
KELUARGA ARSYILA
BERJUANG BERSAMA
DUKA MALA
KELUARGA AZKA
BANG DHIA' DAN CINTANYA
LAMARAN BANG DHIA' (LAGI)
HARUSNYA BAHAGIA
PENYESALAN
SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA
KABAR GEMBIRA
OPEN PO YAAAA
KABAR BAIKK

LAMARAN BANG DHIA'

1.1K 89 1
Por NRMusdjalifah


Memang ya, perjuangan itu tidak pernah menghianati hasil. Ya itulah yang saat ini sedang aku rasakan. Lambat laun perkembangan Syila semakin siknifikan. Dia sudah berani berinteraksi dengan laki-laki selain aku, ayah dan Bang Dhia'. Setiap seminggu sekali aku memang selalu menyempatkan waktuku untuk mengajak Syila berjalan-jalan atau ke pondok kasih. Dia tidak lagi bergantung padaku untuk mengatasi semua rasa takutnya. Kecuali bertemu dengan orang-orang baru yang memang sebelumnya tidak pernah ia kenal.

Orangtuaku dan Raqi pernah sekali berkunjung ke Surabaya menemui aku, Syila dan keluarga Syila. Meski awalnya Syila masih menunjukkan rasa takutnya dengan tidak melepas genggaman tanganku, tapi Syila berusaha untuk melawan semua rasa takut itu. Apalagi saat melihat bunda. Mereka saling mengenal ternyata. Syila salah satu fans bunda. Dunia ini benar-benar sempit.

Sebulan lalu, Raqi dinyatakan lulus Skripsi dan bisa mengikuti wisuda, benar-benar kilat. Dia hanya membutuhkan waktu kurang dari satu semester untuk menyelesaikan semuanya. Bahkan saat ini dia sudah berada di Jepang, mengambil beasiswa S2 nya disana. Meskipun aku tau ini salah satu cara dia untuk menghindari Syila sementara waktu. Aku hanya tersenyum saat dia berpamitan padaku dulu. Mau gimana lagi? Menahan Raqi untuk tetap berada disini bukan jalan terbaik buat dia, meskipun kami tidak tinggal satu kota. Raqi memang butuh waktu untuk berdamai dengan semuanya.

"Ka... boleh ngobrol bentar?" Tanya Bang Dhia' mengagetkanku. Bang Dhia' memang sudah tidak pernah lagi keluar kota. Sudah pindah kerja katanya. Bang Dhia' memilih mengurusi restaurant miliknya.

"Iya bang boleh."

"Hmm Ina apa sudah ada yang mengkhitbahnya?" Tanya Bang Dhia' membuatku terkejut. Kok tumben Bang Dhia' nanyain Ina? Bang Dhia' suka sama si Bungsu? Sejak kapan? Kok aku gak pernah tau mereka deket?

"Kok abang tanya gitu?"

"Ya.. enggak.. cuma pengen tanya aja."

"Abang suka sama adek saya?"

"Eh enggak... bukan gitu... maksudnya..."

"Telpon ayah saya bang, abang sampaikan maksud baik abang ke ayah saya langsung sebagai wali Ina. Karena ayah memang sedang ada di Jepang bersama bunda. Nanti bagaimana selanjutnya biar ayah yang memutuskan. Silahkan bang." Kataku sambil menyodorkan Hp ku pada bang Dhia'. Sudah terpampang nomer ayah disana memang. Aku baru sama menghubungi ayah.

"Tapi..."

"Kalau memang abang punya niat baik pada adik saya, langsung abang utarakan pada ayah saya." Kataku lagi. Aku tersenyum untuk meyakinkan kakak iparku ini. Memang aku mesti gimana? Aku tau bang Dhia' laki-laki yang baik agamanya, baik akhlaknya. Lalu mesti mengkhawatirkan apa lagi? Ina sudah lebih dari pantas untuk menikah bukan? Toh skripsinya juga sudah hampir selesai. Dan aku sebagai seorang kakak hanya bisa memberi jalan selebihnya biar ayah dan Ina yang memutuskan.

Dengan tangan gemetar Bang Dhia' menerima HPku dan langsung menghubungi ayah. Aku mendengar pembicaraan mereka, tutur kata Bang Dhia' begitu sopan meskipun terbata-bata karena grogi. Bang Dhia' menyampaikan niatnya untuk mengkhitbah adekku, hatiku bergetar. Aku acungi jempol keberanian Bang Dhia'.

"Makasih Ka, Ayahmu bilang aku diminta untuk menemui Om Rizal dirumahnya besok sebagai wakil ayahmu."

"Iya bang, saya salut sama keberanian abang meminta Ina."

"Gue masih bukan apa-apa kalau di bandingin sama loe yang langsung nikahin adek gue tanpa berfikir dua kali. Nah gue, gue butuh waktu berbulan-bulan buat ngeyakinin hati gue."

"Berbulan-bulan? Abang udah lama kenal sama Ina?"

"Ya belum sih, Gue ketemu pertama sama Ina dua atau tiga bulan sebelum kejadiaan naas itu, kita gak sengaja ketemu pas Ina lagi nyari responden buat kuesionernya. Terus gue baru kenal dia ya pas ketemu dirumah sakit itu, pas loe kenalin dia."

"Lalu kalian makin deket pas di pondok kasih?" Tebakku.

"Gak deket juga Ka... loe ngerti kan adek loe itu tertutup banget. Bahkan sampai sekarang gue belum bisa dikatakan kenal sama Ina sebenernya. Cuma gue udah gak bisa nunggu lagi. Gue takut dosa."

"Ina memang tertutup bang dari kecil. Sama Om Rizal dia deketnya, karena memang dari kecil Ina tinggal bareng mereka."

"Tinggal bareng mereka? Kok bisa?"

"Ina itu dijadiin pancingan dulu. Dari usia tujuh tahun Ina tinggal bareng sama Om Rizal dan Tante Sania. Baru balik ke Blitar pas SMP. Dia itu istimewa Bang. Dan saya harap jika nanti Ina menerima khitbah abang, tolong jaga Ina dengan baik ya Bang."

"Pasti... Hmm sebelum ini Ina pernah dikhitbah orang?"

"Pernah, dua kali. Pertama pas dia baru lulus SMA, ada salah seorang temen ayah yang tertarik sama Ina, cuma karena Ina masih ingin kuliah dan memang belum siap menikah, Ina menolaknya."

"Yang kedua?"

"Bang Ahwas."

"Ahwas? Kapan?" Tanya Bang Dhia' tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Sebulan setelah Bang Ahwas lulus kuliah."

"Kenapa ditolak?"

"Ina punya alasan sendiri bang, dan saya rasa memang mereka tidak berjodoh. Bang Ahwas juga udah bahagia sama mbak Caca. Selama abang yakin kalau apa yang abang lakukan itu benar, apapun hasilnya InsyaAllah akan baik. Saya kedalam dulu ya bang, saya mau pamit ke Syila mau kerumah Om Rizal buat ngomongin ini." Kataku. Bang Dhia' hanya mengangguk.

Aku tidak bisa menebak apa yang sedang Bang Dhia' fikirkan, semoga ceritaku tadi tidak menge-downkan dia. Meskipun aku tidak yakin Ina kali ini akan menerima khitbah Bang Dhia' atau justru akan menolak lagi. Tapi aku tau, adekku sudah lebih dewasa daripada dulu. Dia pasti bisa mengambil keputusan yang terbaik untuknya.

Setelah berbicara panjang lebar dengan om Rizal yang memang sudah ayah amanati untuk menerima tamu yang tak lain dan tak bukan adalah keluargaku sendiri. Aneh gak sih, aku menemani kakak iparku untuk melamar adekku sendiri. Serius ini aneh. Tapi yam au gimana lagi? Om Rizal yang akan berbicara pelan-pelan dengan adekku nanti. Aku akan tetap berangkat bersama dengan keluarga Syila. Dan kini kami memang telah sampai disini, dirumah yang pernah ditempati adekku lama.

"Sayang... keluar ya. tamunya udah datang." Kata tante Sania. Aku memang menyusul tante Sania karena mereka berdua lama keluar.

"Enggak deh ma. Papa sudah tau kok jawabannya Ina. jadi Ina gak perlu keluar." Kata Ina, aku sudah menebak jawaban ini pasti akan keluar dari adekku. Menikah memang momok terbesar dalam diri Ina sedari dulu.

"Jangan gitulah sayang. tamu itu raja loh. Ina gak lupa kan bagaimana adab menerima tamu? Wajib lho memuliakan tamu itu."

"Tapi ma..."

"Ma... biar mas yang bicara sama adek. Mama duluan aja keluar temuin tamunya. Mas janji bakal bawa adek keluar." Kata ku menengahi. Aku memang biasa memanggil tante Sania dengan sebutan Mama, ikut-ikutan kalau kata Ina dulu.

"Yaudah ayo bagas sayang ikut Eyang ya. mama kamu biar bicara sama Om Azka." Kata tante Sania mengambil alih Bagas dari gendongan Ina dan keluar.

Aku mendekati adekku yang mulai terisak. Tanpa bicara apapun aku membawa Ina dalam dekapanku. Aku menunggu sampai tangis Ina mereda.

"Mau sampai kapan kamu lari dari kenyataan dek? Mau sampai kapan kamu terus seperti ini? ini kali ketiga loh kamu kayak gini. Mereka semua punya kesempatan untuk kamu isthikharah i." Kataku saat melihat Ina mulai tenang.

"Adek... adek hanya gak mau kecewa lagi mas. Cukup dulu adek terluka. Adek gak mau mas. Adek gak mau. Toh adek juga bahagia dengan hidup adek saat ini. adek gak perlu mereka. Adek bahagia mas."

"Kamu sadar apa yang kamu katakan? Kamu lupa bahwa menikah itu adalah ibadah yang disunnahkan oleh Rasulullah? Kamu mau tidak diakui sebagai golongannya karena kamu membenci sunnahnya? Enggak kan dek?" tanyaku dibalas gelengan pelan oleh Ina.

"Tapi apa ada ikhwan yang mau menerima adek dengan segala kekurangan adek?"

"Kita belum mencoba bukan? Dicoba dulu dek. Sekarang kamu siap-siap 5 menit lagi keluar bareng mas. Gih."

"Tapi mas..."

"Apapun keputusan adek saat ini mas akan selalu mendukung kamu. Mas percaya adek bungsu mas ini udah dewasa sekarang." Kataku meyakinkan Ina.

"Makasih mas."

"Udah cepet dandan yang cantik. Biar gak kelihatan kalau habis nangis. mas tunggu." Kata ku sambil menghapus airmata adikku ini.

Benar, Ina hanya perlu waktu lima menit untuk merapikan tampilannya. Meskipun sederhana tapi aura kecantikan Ina selalu terpancar dari wajahnya. Bersamaku, Ina berjalan menuju ruang tamu tempat semua tamu berkumpul. Melihat Ina bersama ku Bagas langsung berontak minta digendong oleh Ina. ina meraihnya dengan senang hati.

"Maaf ya mas Ihsan dan mbak Naira, mbujuk Ina emang agak susah. Ya cuma sama masnya ini dia baru bisa luluh." Kata Om Rizal mencairkan suasana.

"Iya gakpapa kok Zal... santai aja. Syila kadang-kadang juga gitu kok. tanya saja sama Azka."

"Ayah pinter banget deh kalau jatuhin anak sendiri." gumam Syila kesal. Aku yang duduk disampingnya hanya bisa tersenyum mendengar gerutuan istriku ini.

"Baiklah karena Ina sudah ada disini kita mulai saja ya acaranya. Silahkan Dhia'" kata Om Rizal membuat Ina semakin bingung. Sepertinya Ina belum menyadari kalau Ikhwan itu adalah Bang Dhia'.

"Bismillahirrohmannirrohim. Azrina Salsabila Mashel Abdullah, kedatangan saya dan keluarga saya kesini berniat untuk mengkhitbah kamu menjadi istri saya. Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin ini terlalu cepat bahkan kita tidak bertaaruf terlebih dahulu. Tapi saya rasa taarufnya bisa dilakukan setelah saya mengkhitbah kamu sembari menunggu pernikahan. Bagaimana jawabannya saya akan menerimanya insyaallah dengan ikhlas. Kapanpun saya siap menerima." Kata Dhia' sungguh-sungguh. Airmata Ina mulai mengalir. Bagas melihat mamanya menangispun ikut menangis dengan keras. Tante Sania mengambil Bagas dari gendongannya dan membawa Bagas menjauh.

"Papa... Ina boleh menjawab sekarang?" tanya Ina pada Om Rizal selaku wakil dari ayah. Aku tersenyum meyakinkan Ina.

"Iya... apapun jawabannya Papa serahkan semuanya pada Ina." kata Om Rizal menepuk pundak Ina pelan memberikan kekuatan.

"Bismillah. Sebelumnya terimakasih bang Dhia', om dan tante serta Syila dan mas Azka yang repot-repot datang kemari dengan maksud baik. jujur Ina merasa sangat terhormat Bang Dhia' memiliki niat yang baik pada Ina. tapi mohon maaf sekali Ina tidak bisa menerima khitbah dari Bang Dhia'. Ina tidak bermaksud menolak khitbah ini. Ina hanya belum bisa jika harus menikah dalam waktu dekat. Kalau memang Bang Dhia' masih ingin menunggu Ina dan jika Allah memang mengijinkan kita untuk bersama, abang datanglah kerumah ayah dan bundaku di Blitar ketika mereka pulang. Tolong juga siapkan satu saja alasan kenapa abang ingin menikahi saya. Ina harap bang Dhia' bisa menerima keputusan Ina." kata Ina tenang. Aku dan Om Rizal hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Ina. Aku pikir Ina akan langsung menolak Bang Dhia' seperti sebelum-sebelumnya. Ihsan dan Naira hanya bisa mengusap pelan punggung anak sulung mereka sedangkan Syila dia entah menghilang kemana dan sejak kapan.

"Baiklah jika memang itu keingan Ina, insyaallah saya siap menunggu sampai om Abdullah dan tante Najwa pulang dari Jepang. Saya akan datang memintamu untuk kedua kalinya." Kata Bang Dhia' yakin.

"Kalau begitu saya permisi kebelakang dulu. silahkan lanjutkan ngobrolnya. Permisi." Kata Ina pamit untuk menyusul Bagas yang masih saja menangis.

"Uhh anak mama masih nangis aja. Ada apa sayang. sini sini sama mama ya nak." Kata Ina sambil mengambil alih Bagas dari gendongan tante Sania. Dan ajaibnya Bagas langsung berhenti menangis.

"Percaya deh. Bagas ini emang anak kamu Na. mama berusaha ndiemin dari tadi gagal eh giliran kamu gendong langsung diem." Kata tante Sania kesal.

"Hehe mama kurang sering berarti mainnya sama Bagas. Yakan nak... oma kurang sering ya main sama Bagas." Kata Ina sambil menciumi pipi gembul Bagas. Aku tau, semenjak Ina mengenal bayi gembul itu, Ina memang sangat dekat dengan Bagas. Bahkan saking dekatnya, Ina gak pernah mau lepas dari Bagas begitupun sebaliknya.

"Mbak ini susunya Bagas. Laper deh kayaknya dia." Kata Syila sambil memberikan sebotol susu formula pada Ina.

"Makacih tante Cyila." Kata Ina dengan suara dimiripkan anak kecil.

"Sama-sama sayang." kata Syila sambil mencium pipi gemas Bagas.

"Ayah bilang, mungkin beliau akan sedikit lama di Jepang. Ada sedikit urusan kerjaan yang memang sedang ayah kerjakan bareng Om Kalla disana. Nanti kalau ayah pulang, pasti langsung dikabarin kok bang."

"Iya... thanks Ka..."

"Saya kira tadi Ina akan menolak khitbah abang, Ternyata saya salah. Semoga Ina mau benar-benar mau menerima khitbah abang nanti waktu ayah pulang."

"Ya... semoga." Kata Bang Dhia' masih terus memandangi Ina dan Syila yang masih bermain dengan Bagas.

"Ghadul Bashar bang." Kat aku menggoda Bang Dhia' yang memang sepertinya masih asyik memandangi dua perempuan tersayangku itu.

"Eh Astaghfirullah... sory sory... yuk masuk." Kata Bang Dhia' salah tingkah. Lucu juga godain orang yang sedang jatuh cinta. Tbc

Seguir leyendo

También te gustarán

333K 28.9K 35
"1000 wanita cantik dapat dikalahkan oleh 1 wanita beruntung." Ishara Zaya Leonard, gadis 20 tahun yang memiliki paras cantik, rambut pirang dan yang...
773K 75.6K 35
SUDAH TERBIT - Ketika Haneul Choi, mualaf Korea ingin menjadi seorang muslim yang taat, Cahaya Pendar adalah muslimah yang menjauh dari Allah akibat...
114K 9.2K 38
"Yayah! Mau kan jadi Yayah benelannya Aila?" tanya Aira dengan begitu gemas. Fadhil tersenyum lembut sambil mengusap puncak kepala gadis kecil di gen...
339K 14.7K 70
Azizan dingin dan Alzena cuek. Azizan pintar dan Alzena lemot. Azizan ganteng dan Alzena cantik. Azizan lahir dari keluarga berada dan Alzena dari ke...