The Calyx - Story Of Azka & A...

By NRMusdjalifah

42K 2.8K 259

Bagaimana bisa aku mencintai gadis yang sangat ceroboh seperti dia. Dekat dengan gadis itu membuatku benar-be... More

KELUARGAKU
KOTA MALANG
BENARKAH INI BERKAH?
ORANG ANEH
TOM & JERRY BERDAMAI
SAHABAT
BIDADARI MASAK GITU
FARZANA
CEROBOH
FAKTA TENTANG AZKA
TRIPLET ABDULLAH
CURHAT
TRAGEDI YANG MERUBAH SEGALANYA
ADA APA DENGAN SYILA
MENIKAH???
Cuma Mau Numpang Lewat
PERTENGKARAN
PUKULAN LAGI?
TAKDIR YANG MEMAKSA
UNTUK ISTRIKU
BERJUANG BERSAMA
LAMARAN BANG DHIA'
DUKA MALA
KELUARGA AZKA
BANG DHIA' DAN CINTANYA
LAMARAN BANG DHIA' (LAGI)
HARUSNYA BAHAGIA
PENYESALAN
SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA
KABAR GEMBIRA
OPEN PO YAAAA
KABAR BAIKK

KELUARGA ARSYILA

1.1K 120 8
By NRMusdjalifah


Sejak aku dan Syila menemui bang Dhia', Bang Dhia' memang langsung kembali ke rumah. Dan sejak saat itu aku melihat sorot kebahagiaan dimata Syila semakin terpancar meskipun dia belum bisa sepenuhnya berani dekat dengan Bang Dhia. Tetap harus ada aku didekatnya.

"Bang... gak kerja? Udah seminggu bunda perhatiin abang dirumah terus? Emang kerjaaan abang di Bengkulu udah selesai?" Tanya bunda Naira saat kami sedang menonton bersama.

"Bunda nih gak suka banget abang lama dirumah."

"Ya bukannya bunda gak suka, cuma kan jarang-jarang abang dirumah lama gini. Biasanya kan abang dirumah paling lama cuma tiga hari."

"Abang ambil cuti bun."

"Kok cuti?" Tanya ayah Ihsan ikut penasaran.

"Ya mumpung adek belum dibawa Azka abang mau puas-puasin dulu deketan. Kalau udah dibawa kan makin susah abang. Sekarang aja nih liat, mereka tuh udah kayak amplop sama perangko. Gak bisa pisah bener." Kata Bang Dhia'.

"Bilang aja kalau abang iri. Makanya cari istri." Kata ayah Ihsan disetujui bunda dengan anggukan.

"Mulai deh ayah... Abang masih belum pengen nikah. Lagian abang juga masih muda."

"Azka lebih muda dari abang." Kata bunda Naira semakin memojokkan Bang Dhia'

"Bunda... jangan samain abang sama Azka dong. Kan beda kasusnya. Lagian ayah emang lupa dulu pas nikah sama bunda umur berapa?" Kata Bang Dhia' yang langsung disambut jitakan oleh ayah. Keluarga ini benar-benar membuatku kangen dengan keluargaku.

"Kenapa jadi bawa-bawa ayah sih?"

"Ya ayah ngapain mojokin abang terus. Kalau sudah waktunya abang pun pasti akan menikah. Sekarang belum aja."

"Iya deh iya... emang paling bisa ngeles."

"Ka maklum ya, kita kalau lagi kumpul ya gini nih." Kata Bunda. Aku hanya tersenyum.

"Iya gak papa kok bun... dirumah juga gini kalau pas kumpul."

"Bunda sama ayahmu gimana kabarnya Ka?"

"Baik kok bun, Alhamdulillah. Sebenarnya ayah sama bunda pengen banget kesini ketemu sama keluarga disini, cuma kan keadaan Syila belum sepenuhnya baik. Jadi mereka cuma titip salam maaf aja."

"Iya gakpapa kok Ka, insyaAllah nanti kalau bunda sama ayah pas lagi ke Blitar nengokin neneknya Syila kita mampir kesana."

"Dunia tuh sempit banget ya bun, bunda orang blitar, diboyong ayah kesini eh Syila malah nikahnya sama orang Blitar lagi." Kata Bang Dhia' ada benarnya.

"Iya juga sih. Tapi namanya juga jodoh. Mana ada yang tau bang datangnya dari mana. Siapa tau nanti abang juga dapetnya orang Blitar juga. Kan mana tau kita." Kata ayah Ihsan.

"Eh Ka, kata Dhia' kamu mau ambil cuti? Bener?" Kata Ayah Ihsan lagi.

"Iya yah, Azka gak tega ninggalin Syila dulu. Pengennya sih Syila Azka bawa ke Malang, tapi kan Syila masih takut sama bang Ahwas sama Om Asyraf. Takutnya malah memperburuk keadaan. Makanya Azka pikir pelan-pelan aja dulu biar Syila terbiasa sama Bang Dhia' habis itu dicoba buat deket sama Bang Ahwas sama Om Asyraf. Kan gitu kemarin kata Mbak Caca. Lagian Azka cuma tinggal Skripsi kok yah."

"Yaudah kalau menurut kamu itu baik, kami ikut saja. Tapi sebenernya ayah sama bunda gak mau kalau kamu mesti meninggalkan pendidikan kamu."

"Iya yah, insyaAllah semua akan baik-baik saja."

"Adek kok daritadi diem? Kenapa sayang?" Tanya bunda. Eh iya, kenapa aku juga baru sadar kalau istriku sedari tadi memang hanya diam.

"Kamu kenapa?" Kataku lembut karena dia tidak juga menjawab pertanyaan Bunda.

"Syila gak papa kok bun... Syila... Syila..." Kata Syila sambil meremas jari-jari tangannya. Ada kekhawatiran disana.

"Hey... liat sini? Kamu kenapa? Jangan coba-coba bohong sama saya? Katakan apa yang kamu rasain?" Kataku membawa matanya untuk menatapku. Syila masih mencoba untuk membuang pandangannya. Selalu begini.

"Syila... denger. Berapa kali saya mesti bilang kalau kita bakal hadapi semua ini bareng-bareng. Kamu kenapa? Apa yang kamu rasain? Jawab saya?" Kataku penuh penekanan. Aku gak peduli ada keluarganya disini. Sebulan mengenal Syila membuatku tau gadis ini terlalu banyak menyembunyikan perasaannya sendiri. Dan aku tak pernah suka itu.

"Syila takut..." Kata Syila sambil menangis. Allahurabbi... langsung aku bawa Syila dalam pelukanku.

"Apa yang kamu takutkan? Kan ada saya disini? Ada ayah, bunda sama bang Dhia' juga." Tanyaku melembut. Kalau sudah menangis seperti ini Syila hanya bisa dihadapi dengan cara lembut.

"Syila takut orangtua kakak gak akan mau menerima Syila... Syila... Syila..." Jadi karena ini.

"Denger... mereka menerima kamu. Mereka sangat ingin ketemu kamu. Nanti, pelan-pelan kita kenalan sama mereka ya. Lewat telpon aja dulu. Kalau kamu sudah benar-benar siap kita ke Blitar. Ya?" Kataku mencoba meyakinkan Syila. Aku gak ngerti apa yang sedang ada dipikirkan istriku diotak kecilnya ini. Benar-benar menguji kesabaranku

"Tapi..."

"Jangan pernah ada tapi diantara kita Syila."

"Duh bahasamu Ka... puitis banget kayak ayah kalau lagi ngerayu bunda yang lagi ngambek." Celetuk Bang Dhia' tiba-tiba. Ini orang ya, kadang-kadang.

"Bang... gak ngerti sikon banget. Liat tuh adek kamu jadi malu." Kata Bunda saat melihat Syila yang tiba-tiba menyembunyikan wajahnya didadaku. Katanya malu kenapa malah makin nempel gini?

"Ya habisnya abang gerah liat mereka. Dunia berasa milik berdua aja."

"Udah-udah... bun jadi belanja bulanan gak? Udah siang nih." Ingat ayah. Bunda sama ayah memang mau belanja bulanan tadi katanya.

"Ya Allah bunda sampek lupa saking asyiknya liat penganten baru mesra-mesraan. Yaudah yuk."

"Eh abang ikut dong bun, masak abang ditinggal bareng pengantin baru gini?"

"Kamu mau ngapain ikut? Tumben? Biasanya disuruh nganterin bunda aja ogah-ogahan." Sahut bunda

"Ya daripada liat mereka terus."

"Hahahaha... Syila mau ikut." Kata Syila tiba-tiba. Eh dia yakin?

"Kamu yakin?" Tanyaku meyakinkan

"Adek dirumah aja ya? Nanti biar bunda yang beliin."

"Adek juga mau belajar beradaptasi sama banyak orang bun... boleh ya? Kan ada Kak Azka yang jagain adek." Kata Syila dengan wajah melasnya. Dasar istriku ini, paling tau gimana ngerayu.

"Gitu ya, mentang-mentang sekarang udah punya suami dikit-dikit Kak Azka apa-apa Kak Azka. Abang sama ayah dilupain." Celetuk Bang Dhia' sambil memeluk istriku tiba-tiba. Membuat Syila tersentak. Meskipun Syila sudah bisa membiasakan diri dengan kebaradaaan Bang Dhia' dirumah ini, tetapi Syila terkadang masih takut dengan sentuhan-sentuhan dari abangnya.

"Eh maaf dek... abang suka lupa." Kata Bang Dhia' lagi saat melihat reaksi Syila.

"Abang gak salah kok... adek hanya perlu banyak membiasakan diri sama sentuhan-sentuhan Bang Dhia' yang suka tiba-tiba." Kata Syila mencoba mengatasi ketakutannya. Aku tersenyum sambil menggenggam tangannya. Meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Yaudah berarti kita belanja bareng-bareng ya ini? Asyikk... udah lama kan kita gak belanja rame-rame gini. Bang, siapin mobilnya gih." Kata ayah mencoba kembali mencairkan suasana.

"Eh kok abang?"

"Ya siapa? Masak ayah?"

"Biar Azka aja yah."

"Eh gue aja... loe temenin syila."

"Syila gak akan kenapa-kenapa bang." Kataku berusaha meyakinkan Syila dan keluarganya. Sebisa mungkin aku harus berusaha agar Syila tidak selalu bergantung dengan keberadaanku, apalagi saat bersama keluarganya. Aku mesti meyakinkan Syila bahwa dia aman bersama keluarganya meskipun tak bersamaku.

"Iya adek baik-baik aja kok bang." Kata Syila yang aku tau sedang meyakinkan dirinya sendiri.

Aku tersenyum sambil mengusap pelan hijab yang dipakai Syila sebelum pergi ke garasi untuk mengeluarkan mobil milik ayah Ihsan. Aku melihat Bang Dhia' berlari menghampiriku. Ada apa? Apa ada hal yang buruk? Tapi rasanya tidak mungkin, aku belum ada lima menit meninggalkan Syila, dan aku rasa istriku baik-baik saja bersama orang-orang yang menyayanginya, bahkan jauh sebelum aku mengenalnya.

"Kenapa bang?" Tanyaku heran.

"Enggak... gue cuma mau ngomong sama loe."

"Oh silahkan bang."

"Makasih ya..."

"Makasih untuk apa bang?"

"Semuanya. Terutama Syila. Sedari kecil dia selalu dekat denganku dan ayah, ya meskipun memang kita lebih sering berantem sih. Dan kalau Syila udah makin kesel sama gue dia pasti larinya ke Ahwas. Jauh dari Syila bukan hal yang mudah buat gue, Ahwas bahkan ayah." Kata Bang Dhia' yang masih belum aku tau kemana arah pembicaraan ini.

"Gue tau sedikit tentang loe dari Ahwas. Dari Ahwas gue tau loe bukan tipe orang yang malas untuk menuntut ilmu. Loe termasuk mahasiswa abi yang pintar, jadi rasanya gak mungkin loe gak punya ide untuk hanya sekedar menulis skripsi. Ini semua hanya alasan loe kan?" Aku memutuskan mengambil cuti memang bukan semata-mata hanya karena aku belum ada ide untuk skripsiku. Aku bahkan sudah mulai menyusun beberapa judul sebelum ini. Tapi kesembuhan Syila menjadi fokusku saat ini.

"Batalin cuti loe." Kata Bang Dhia' membuatku terkejut. Kenapa?

"Kenapa bang?"

"Gue cuma gak mau menikah dengan Syila membuat loe terhambat. Syila akan baik-baik aja. Ada gue, ayah sama bunda yang bakal jagain Syila. Loe bisa pulang seminggu sekali buat tau ketemu Syila."

"Saya gak bisa bang... Syila tanggungjawab saya saat ini dan seterusnya. Kalaupun saya melanjutkan kuliah saya, saya akan semakin tidak fokus."

"Saya membatalkan pengajuan cuti kamu Azka." Kata dr. Asyraf mengejutkan kami. Dari kapan dosen sekaligus Kaprodiku juga om dari Syila ada disini?

"Dokter Asyraf..." gumamku

"Abi?"

"Kamu harus tetap melanjutkan kuliah kamu. Hanya tinggal skripsi kan? Kamu bisa bolak balik Surabaya Malang saat konsul dengan pembimbing saja selebihnya kamu bisa disini menemani Syila. Kamu juga bisa minta bantuan saya, Ahwas atau bahkan mertuamu meskipun mereka bukan seorang dokter. Tapi mereka mumpuni untuk masalah kedokteran apalagi tentang judul yang akan kamu ajukan."

"Saya tau... sebenarnya dari beberapa bulan yang lalu kamu sudah punya pandangan mau mengangkat masalah apa untuk skripsi kamu. Lusa kamu masuk untuk awal perkuliahan sekaligus mengetahui pembagian pembimbing. Syila pasti akan jauh lebih senang kalau suaminya tetap melanjutkan perkuliahannya."

"Bener kata abi Ka... abang bakal bantu kamu, kalau perlu nih semua buku yang kamu butuhin abang yang nyiapin." Kata Bang Ahwas yang bahkan aku tidak tau kapan dia datang. Aku masih begitu takjub dengan semua ini.

"Kok Dhia' mencium bau-bau KKN ya..." Kata Bang Dhia' tiba-tiba

"Sembarang... meskipun abi ini Kaprodi, tapi tetap untuk masalah pembimbing semuanya diserahkan ke panitia. Mau diacak kayak tahun kemarin atau gimana sistemnya. Tapi satu yang pasti, abi gak mau masalah ini bikin kamu mundur lulusnya." kata dr. Asyraf menepuk pundakku.

"Iya dokter... insyaAllah saya sanggup. Saya akan berusaha semaksimal dan sebaik mungkin."

"Ditungguin didepan juga... gak taunya malah asyik ngobrol disini." Kata Bunda Naira yang datang bersama dokter Azi.

"Ini seriusan jadi belanja rame-rame gini?" Tanya Bang Dhia'karena memang gak mungkin kita sekeluarga keluar sedangkan ada tamu begini.

"Iya kan malah seru rame."

"Abang tunggu rumah aja deh. Sisi kejombloan abang memberontak." Kata Bang Dhia' membuat semua orang tertawa. Melihat Bang Dhia' benar-benar mengingatkanku dengan Azraqi. Apa kabar dia? Apa luka hatinya sudah mulai sembuh? Semoga. TbcKELUARGA ARSYILA

Sejak aku dan Syila menemui bang Dhia', Bang Dhia' memang langsung kembali ke rumah. Dan sejak saat itu aku melihat sorot kebahagiaan dimata Syila semakin terpancar meskipun dia belum bisa sepenuhnya berani dekat dengan Bang Dhia. Tetap harus ada aku didekatnya.

"Bang... gak kerja? Udah seminggu bunda perhatiin abang dirumah terus? Emang kerjaaan abang di Bengkulu udah selesai?" Tanya bunda Naira saat kami sedang menonton bersama.

"Bunda nih gak suka banget abang lama dirumah."

"Ya bukannya bunda gak suka, cuma kan jarang-jarang abang dirumah lama gini. Biasanya kan abang dirumah paling lama cuma tiga hari."

"Abang ambil cuti bun."

"Kok cuti?" Tanya ayah Ihsan ikut penasaran.

"Ya mumpung adek belum dibawa Azka abang mau puas-puasin dulu deketan. Kalau udah dibawa kan makin susah abang. Sekarang aja nih liat, mereka tuh udah kayak amplop sama perangko. Gak bisa pisah bener." Kata Bang Dhia'.

"Bilang aja kalau abang iri. Makanya cari istri." Kata ayah Ihsan disetujui bunda dengan anggukan.

"Mulai deh ayah... Abang masih belum pengen nikah. Lagian abang juga masih muda."

"Azka lebih muda dari abang." Kata bunda Naira semakin memojokkan Bang Dhia'

"Bunda... jangan samain abang sama Azka dong. Kan beda kasusnya. Lagian ayah emang lupa dulu pas nikah sama bunda umur berapa?" Kata Bang Dhia' yang langsung disambut jitakan oleh ayah. Keluarga ini benar-benar membuatku kangen dengan keluargaku.

"Kenapa jadi bawa-bawa ayah sih?"

"Ya ayah ngapain mojokin abang terus. Kalau sudah waktunya abang pun pasti akan menikah. Sekarang belum aja."

"Iya deh iya... emang paling bisa ngeles."

"Ka maklum ya, kita kalau lagi kumpul ya gini nih." Kata Bunda. Aku hanya tersenyum.

"Iya gak papa kok bun... dirumah juga gini kalau pas kumpul."

"Bunda sama ayahmu gimana kabarnya Ka?"

"Baik kok bun, Alhamdulillah. Sebenarnya ayah sama bunda pengen banget kesini ketemu sama keluarga disini, cuma kan keadaan Syila belum sepenuhnya baik. Jadi mereka cuma titip salam maaf aja."

"Iya gakpapa kok Ka, insyaAllah nanti kalau bunda sama ayah pas lagi ke Blitar nengokin neneknya Syila kita mampir kesana."

"Dunia tuh sempit banget ya bun, bunda orang blitar, diboyong ayah kesini eh Syila malah nikahnya sama orang Blitar lagi." Kata Bang Dhia' ada benarnya.

"Iya juga sih. Tapi namanya juga jodoh. Mana ada yang tau bang datangnya dari mana. Siapa tau nanti abang juga dapetnya orang Blitar juga. Kan mana tau kita." Kata ayah Ihsan.

"Eh Ka, kata Dhia' kamu mau ambil cuti? Bener?" Kata Ayah Ihsan lagi.

"Iya yah, Azka gak tega ninggalin Syila dulu. Pengennya sih Syila Azka bawa ke Malang, tapi kan Syila masih takut sama bang Ahwas sama Om Asyraf. Takutnya malah memperburuk keadaan. Makanya Azka pikir pelan-pelan aja dulu biar Syila terbiasa sama Bang Dhia' habis itu dicoba buat deket sama Bang Ahwas sama Om Asyraf. Kan gitu kemarin kata Mbak Caca. Lagian Azka cuma tinggal Skripsi kok yah."

"Yaudah kalau menurut kamu itu baik, kami ikut saja. Tapi sebenernya ayah sama bunda gak mau kalau kamu mesti meninggalkan pendidikan kamu."

"Iya yah, insyaAllah semua akan baik-baik saja."

"Adek kok daritadi diem? Kenapa sayang?" Tanya bunda. Eh iya, kenapa aku juga baru sadar kalau istriku sedari tadi memang hanya diam.

"Kamu kenapa?" Kataku lembut karena dia tidak juga menjawab pertanyaan Bunda.

"Syila gak papa kok bun... Syila... Syila..." Kata Syila sambil meremas jari-jari tangannya. Ada kekhawatiran disana.

"Hey... liat sini? Kamu kenapa? Jangan coba-coba bohong sama saya? Katakan apa yang kamu rasain?" Kataku membawa matanya untuk menatapku. Syila masih mencoba untuk membuang pandangannya. Selalu begini.

"Syila... denger. Berapa kali saya mesti bilang kalau kita bakal hadapi semua ini bareng-bareng. Kamu kenapa? Apa yang kamu rasain? Jawab saya?" Kataku penuh penekanan. Aku gak peduli ada keluarganya disini. Sebulan mengenal Syila membuatku tau gadis ini terlalu banyak menyembunyikan perasaannya sendiri. Dan aku tak pernah suka itu.

"Syila takut..." Kata Syila sambil menangis. Allahurabbi... langsung aku bawa Syila dalam pelukanku.

"Apa yang kamu takutkan? Kan ada saya disini? Ada ayah, bunda sama bang Dhia' juga." Tanyaku melembut. Kalau sudah menangis seperti ini Syila hanya bisa dihadapi dengan cara lembut.

"Syila takut orangtua kakak gak akan mau menerima Syila... Syila... Syila..." Jadi karena ini.

"Denger... mereka menerima kamu. Mereka sangat ingin ketemu kamu. Nanti, pelan-pelan kita kenalan sama mereka ya. Lewat telpon aja dulu. Kalau kamu sudah benar-benar siap kita ke Blitar. Ya?" Kataku mencoba meyakinkan Syila. Aku gak ngerti apa yang sedang ada dipikirkan istriku diotak kecilnya ini. Benar-benar menguji kesabaranku

"Tapi..."

"Jangan pernah ada tapi diantara kita Syila."

"Duh bahasamu Ka... puitis banget kayak ayah kalau lagi ngerayu bunda yang lagi ngambek." Celetuk Bang Dhia' tiba-tiba. Ini orang ya, kadang-kadang.

"Bang... gak ngerti sikon banget. Liat tuh adek kamu jadi malu." Kata Bunda saat melihat Syila yang tiba-tiba menyembunyikan wajahnya didadaku. Katanya malu kenapa malah makin nempel gini?

"Ya habisnya abang gerah liat mereka. Dunia berasa milik berdua aja."

"Udah-udah... bun jadi belanja bulanan gak? Udah siang nih." Ingat ayah. Bunda sama ayah memang mau belanja bulanan tadi katanya.

"Ya Allah bunda sampek lupa saking asyiknya liat penganten baru mesra-mesraan. Yaudah yuk."

"Eh abang ikut dong bun, masak abang ditinggal bareng pengantin baru gini?"

"Kamu mau ngapain ikut? Tumben? Biasanya disuruh nganterin bunda aja ogah-ogahan." Sahut bunda

"Ya daripada liat mereka terus."

"Hahahaha... Syila mau ikut." Kata Syila tiba-tiba. Eh dia yakin?

"Kamu yakin?" Tanyaku meyakinkan

"Adek dirumah aja ya? Nanti biar bunda yang beliin."

"Adek juga mau belajar beradaptasi sama banyak orang bun... boleh ya? Kan ada Kak Azka yang jagain adek." Kata Syila dengan wajah melasnya. Dasar istriku ini, paling tau gimana ngerayu.

"Gitu ya, mentang-mentang sekarang udah punya suami dikit-dikit Kak Azka apa-apa Kak Azka. Abang sama ayah dilupain." Celetuk Bang Dhia' sambil memeluk istriku tiba-tiba. Membuat Syila tersentak. Meskipun Syila sudah bisa membiasakan diri dengan kebaradaaan Bang Dhia' dirumah ini, tetapi Syila terkadang masih takut dengan sentuhan-sentuhan dari abangnya.

"Eh maaf dek... abang suka lupa." Kata Bang Dhia' lagi saat melihat reaksi Syila.

"Abang gak salah kok... adek hanya perlu banyak membiasakan diri sama sentuhan-sentuhan Bang Dhia' yang suka tiba-tiba." Kata Syila mencoba mengatasi ketakutannya. Aku tersenyum sambil menggenggam tangannya. Meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Yaudah berarti kita belanja bareng-bareng ya ini? Asyikk... udah lama kan kita gak belanja rame-rame gini. Bang, siapin mobilnya gih." Kata ayah mencoba kembali mencairkan suasana.

"Eh kok abang?"

"Ya siapa? Masak ayah?"

"Biar Azka aja yah."

"Eh gue aja... loe temenin syila."

"Syila gak akan kenapa-kenapa bang." Kataku berusaha meyakinkan Syila dan keluarganya. Sebisa mungkin aku harus berusaha agar Syila tidak selalu bergantung dengan keberadaanku, apalagi saat bersama keluarganya. Aku mesti meyakinkan Syila bahwa dia aman bersama keluarganya meskipun tak bersamaku.

"Iya adek baik-baik aja kok bang." Kata Syila yang aku tau sedang meyakinkan dirinya sendiri.

Aku tersenyum sambil mengusap pelan hijab yang dipakai Syila sebelum pergi ke garasi untuk mengeluarkan mobil milik ayah Ihsan. Aku melihat Bang Dhia' berlari menghampiriku. Ada apa? Apa ada hal yang buruk? Tapi rasanya tidak mungkin, aku belum ada lima menit meninggalkan Syila, dan aku rasa istriku baik-baik saja bersama orang-orang yang menyayanginya, bahkan jauh sebelum aku mengenalnya.

"Kenapa bang?" Tanyaku heran.

"Enggak... gue cuma mau ngomong sama loe."

"Oh silahkan bang."

"Makasih ya..."

"Makasih untuk apa bang?"

"Semuanya. Terutama Syila. Sedari kecil dia selalu dekat denganku dan ayah, ya meskipun memang kita lebih sering berantem sih. Dan kalau Syila udah makin kesel sama gue dia pasti larinya ke Ahwas. Jauh dari Syila bukan hal yang mudah buat gue, Ahwas bahkan ayah." Kata Bang Dhia' yang masih belum aku tau kemana arah pembicaraan ini.

"Gue tau sedikit tentang loe dari Ahwas. Dari Ahwas gue tau loe bukan tipe orang yang malas untuk menuntut ilmu. Loe termasuk mahasiswa abi yang pintar, jadi rasanya gak mungkin loe gak punya ide untuk hanya sekedar menulis skripsi. Ini semua hanya alasan loe kan?" Aku memutuskan mengambil cuti memang bukan semata-mata hanya karena aku belum ada ide untuk skripsiku. Aku bahkan sudah mulai menyusun beberapa judul sebelum ini. Tapi kesembuhan Syila menjadi fokusku saat ini.

"Batalin cuti loe." Kata Bang Dhia' membuatku terkejut. Kenapa?

"Kenapa bang?"

"Gue cuma gak mau menikah dengan Syila membuat loe terhambat. Syila akan baik-baik aja. Ada gue, ayah sama bunda yang bakal jagain Syila. Loe bisa pulang seminggu sekali buat tau ketemu Syila."

"Saya gak bisa bang... Syila tanggungjawab saya saat ini dan seterusnya. Kalaupun saya melanjutkan kuliah saya, saya akan semakin tidak fokus."

"Saya membatalkan pengajuan cuti kamu Azka." Kata dr. Asyraf mengejutkan kami. Dari kapan dosen sekaligus Kaprodiku juga om dari Syila ada disini?

"Dokter Asyraf..." gumamku

"Abi?"

"Kamu harus tetap melanjutkan kuliah kamu. Hanya tinggal skripsi kan? Kamu bisa bolak balik Surabaya Malang saat konsul dengan pembimbing saja selebihnya kamu bisa disini menemani Syila. Kamu juga bisa minta bantuan saya, Ahwas atau bahkan mertuamu meskipun mereka bukan seorang dokter. Tapi mereka mumpuni untuk masalah kedokteran apalagi tentang judul yang akan kamu ajukan."

"Saya tau... sebenarnya dari beberapa bulan yang lalu kamu sudah punya pandangan mau mengangkat masalah apa untuk skripsi kamu. Lusa kamu masuk untuk awal perkuliahan sekaligus mengetahui pembagian pembimbing. Syila pasti akan jauh lebih senang kalau suaminya tetap melanjutkan perkuliahannya."

"Bener kata abi Ka... abang bakal bantu kamu, kalau perlu nih semua buku yang kamu butuhin abang yang nyiapin." Kata Bang Ahwas yang bahkan aku tidak tau kapan dia datang. Aku masih begitu takjub dengan semua ini.

"Kok Dhia' mencium bau-bau KKN ya..." Kata Bang Dhia' tiba-tiba

"Sembarang... meskipun abi ini Kaprodi, tapi tetap untuk masalah pembimbing semuanya diserahkan ke panitia. Mau diacak kayak tahun kemarin atau gimana sistemnya. Tapi satu yang pasti, abi gak mau masalah ini bikin kamu mundur lulusnya." kata dr. Asyraf menepuk pundakku.

"Iya dokter... insyaAllah saya sanggup. Saya akan berusaha semaksimal dan sebaik mungkin."

"Ditungguin didepan juga... gak taunya malah asyik ngobrol disini." Kata Bunda Naira yang datang bersama dokter Azi.

"Ini seriusan jadi belanja rame-rame gini?" Tanya Bang Dhia'karena memang gak mungkin kita sekeluarga keluar sedangkan ada tamu begini.

"Iya kan malah seru rame."

"Abang tunggu rumah aja deh. Sisi kejombloan abang memberontak." Kata Bang Dhia' membuat semua orang tertawa. Melihat Bang Dhia' benar-benar mengingatkanku dengan Azraqi. Apa kabar dia? Apa luka hatinya sudah mulai sembuh? Semoga. Tbc






Kirain bisa tembus 100 vote lho, eh gak taunya. Gakpapa deh, kasian sama yang udah bolak balik nungguin. Selamat membaca

Continue Reading

You'll Also Like

894K 27.3K 55
Kesalahan karena kabur dari Mesir saat pendidikan membuat seorang gadis terpaksa dimasukkan ke sebuah pesantren ternama di kota. namun karena hadirny...
338K 14.7K 70
Azizan dingin dan Alzena cuek. Azizan pintar dan Alzena lemot. Azizan ganteng dan Alzena cantik. Azizan lahir dari keluarga berada dan Alzena dari ke...
773K 75.6K 35
SUDAH TERBIT - Ketika Haneul Choi, mualaf Korea ingin menjadi seorang muslim yang taat, Cahaya Pendar adalah muslimah yang menjauh dari Allah akibat...
199K 11K 29
Spin off: Imam untuk Ara cover by pinterest follow dulu sebelum membaca.... ** Hari pernikahan adalah hari yang membahagiakan bagi orang banyak,namun...