The Calyx - Story Of Azka & A...

By NRMusdjalifah

42K 2.8K 259

Bagaimana bisa aku mencintai gadis yang sangat ceroboh seperti dia. Dekat dengan gadis itu membuatku benar-be... More

KELUARGAKU
KOTA MALANG
BENARKAH INI BERKAH?
ORANG ANEH
TOM & JERRY BERDAMAI
SAHABAT
BIDADARI MASAK GITU
FARZANA
CEROBOH
FAKTA TENTANG AZKA
TRIPLET ABDULLAH
CURHAT
TRAGEDI YANG MERUBAH SEGALANYA
ADA APA DENGAN SYILA
MENIKAH???
Cuma Mau Numpang Lewat
PERTENGKARAN
PUKULAN LAGI?
TAKDIR YANG MEMAKSA
KELUARGA ARSYILA
BERJUANG BERSAMA
LAMARAN BANG DHIA'
DUKA MALA
KELUARGA AZKA
BANG DHIA' DAN CINTANYA
LAMARAN BANG DHIA' (LAGI)
HARUSNYA BAHAGIA
PENYESALAN
SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA
KABAR GEMBIRA
OPEN PO YAAAA
KABAR BAIKK

UNTUK ISTRIKU

1.4K 156 30
By NRMusdjalifah

Aku tersenyum melihat wajah damai didepanku. Dialah istriku. Senyumku tanpa sadar mengembang saat mengingat bagaimana dulu aku bisa bersamanya. Inilah takdir. Meskipun takdir itu berdampak banyak bagi kehidupan kami, terutama dia. Aku bahagia dan tak pernah menyesal menikahinya sekarang, meskipun rasanya aku seakan memanfaatkan keadaan untuk memilikinya. Takdir itu memang menguntungkanku. Dulu awalnya aku berfikir begitu. Tapi nyatanya aku salah, akupun ikut tersiksa sekarang.

Lupakan kenapa aku bisa ikut tersiksa dengan keadaan Syila saat ini. aku bersyukur, sangat bersyukur dengan perkembangan Syila yang menurut mbak Caca sudah sangat baik. dia hanya perlu dilatih untuk menghilangkan rasa takutnya berdekatan dengan orang banyak terutama orang yang berjenis kelamin laki-laki. Dia juga sudah mau bicara meski kata ayah dan bundanya, dia belum kembali cerewet seperti dulu. entahlah. Aku tak pernah tau bagaimana cerewetnya istriku.

Bang Dhia' sebulan terakhir ini terpaksa mengungsi dirumah peninggalan eyang uti dan eyang kakungnya. Eyang uti dan eyang kakung dari ayah Azzam memang telah meninggal 13 tahun lalu karena kecelakaan dalam perjalanan haji mereka. Rumah mereka masih sangat terawat oleh bunda. Bunda mempekerjakan sepasang suami istri untuk mengurusi rumah itu yang kelak akan menjadi rumah abang saat abang sudah menikah. Entah kapan dia akan menikah.

Aku mengusap lembut pipi istriku, sedikit menyibakkan rambutnya yang menutupi sebagian wajahnya. Dia menggeliat kecil, sepertinya aku mengganggu tidur cantiknya. Benar saja, dia membuka matanya dan tersenyum padaku. Aku mengecup kening, hidung dan bibirnya singkat. Inilah kebiasaan yang selalu aku lakukan saat dia membuka matanya entah sejak kapan.

"Kakak bangun dari kapan?" tanya nya dengan suara serak khas orang baru bangun.

"Baru kok. mau sholat malam masih males tadi. Lebih asyikan liat bidadari syurga yang lagi tidur." Percayakah aku mengucapkan kata-kata seperti itu? Aku sendiripun tak percaya bagaimana bisa aku berbicara seperti itu. Refleks. Dia langsung menyembunyikan pipi merahnya dibalik selimut.

"Mau sholat malam bareng?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. Dia hanya mengangguk dibalik selimut. Aku membelai pelan puncak kepalanya sebelum bangkit menuju kamar mandi untuk mandi dan berwudhu. Semenjak menikah dengan Syila, mandi malam dan pagi dengan air dingin telah menjadi hal biasa. Bukan. Jangan salah sangka. Aku dan Syila selama ini hanya sebatas peluk dan cium. Aku tak pernah berani meminta lebih padanya. aku tau peristiwa kemarin memberikan trauma yang sangat berat bagi istriku.

Sholat malam bersamanya bukan hal yang asing bagiku. Kami sering melakukannya. Aku bahagia ketika aku salam melihat wajah damainya tersenyum padaku, seakan hari esok akan sangat indah ketika melihatnya. Setelah menyelesaikan sholat malam kami, biasanya aku dan Syila memilih sambung ayat, selain untuk terus mempertajam hafalan kami inilah cara kami untuk semakin dekat. Bagi yang lupa atau salah akan mendapatkan hukuman. Aku sangat beruntung memiliki istri Syila, bahkan aku baru tau kalau istriku ini seorang hafidzah sejak dia masih SD dulu. 30 jus sudah habis dia hafalkan. Entah dulu bunda Naira memberinya makan apa sehingga dia begitu mudah menghafal ayat demi ayat dalam Al qur'an tak mudah untuk dihafalkan. Bahkan aku sangat ingat dulu betapa ayah dan bunda kesusahan membuat kami, aku dan kedua saudaraku untuk semangat menghafalnya.

"Kakak gak berangkat ke masjid? Bentar lagi subuh." Kata Syila mengagetkanku. Kami memang telah menyelesaikan sambung ayat kami.

"Iya ini juga mau berangkat. Kamu baik-baik dirumah. Assalamualaikum." Kataku sambil mencium keningnya. Semenjak tinggal dirumah mertuaku, ayah Ihsan selalu mengajakku untuk sholat berjamaah di masjid dekat rumah. Meskipun awalnya agak sungkan dengan para tetangga namun lama kelamaan aku pun menjadi terbiasa. Sedangkan Syila dan bundanya akan sholat berjamaah dirumah.

Aku dan ayah mertuaku akan pulang saat matahari sudah muncul. Sebelumnya kami menghabiskan waktu sebelum fajar untuk sekedar sharing dengan jamaah yang lain. Menambah wawasan agama. Aku mendapat banyak ilmu disini. Ternyata benar, ilmu itu didapat bukan hanya dari sekolah aku bisa mendapatkannya dari manapun.

"Kalian nanti jadi ketemu Dhia'?" tanya ayah Ihsan padaku saat kami perjalanan pulang.

"Insyaallah jadi yah."

"Apa Syila udah bener-bener bisa?" tanya ayah khawatir. Aku tersenyum sebelum menjawabnya. Aku pun sebenarnya juga khawatir dengan keadaan istriku. Tapi akupun tau bagaimana kerinduannya pada kakak satu-satunya yang dia miliki.

"Insyaallah yah. Azka tau Syila sangat kangen sama abang. Begitupun abang, dia pasti tersiksa banget harus berjauhan dari keluarganya sendiri."

"Ya sudah. Ayah dan bunda sebenarnya juga ingin ikut kalian tapi ayah dan bunda ada rapat hari ini."

"Iya ayah. Nanti kalau Syila udah bisa bertemu dengan abang, Pasti abang pulang lagi kok."

"Terimakasih Ka..." kata ayah mertuaku sambil menepuk pundakku.

"Untuk apa ayah?"

"Untuk semuanya yang kamu berikan pada putriku. Terimakasih karena kamu sabar dalam menghadapi Syila, kamu membantunya melewati masalah ini sampai dia seperti sekarnag ini. kamu bahkan rela mengambil cuti untuk kesembuhan Syila. terimakasih untuk semuanya."

"Yah... ayah gak perlu berterimakasih. Saya suaminya Syila. Syila sudah menjadi bagian dari hidup saya sejak ayah menyerahkan dia pada saya. Saya memang gak mungkin bisa seperti ayah selama ini dalam menjaganya. Saya hanya mengusahakan yang terbaik untuknya ketika bersama saya. Dan semua ini saya lakukan karena dia istri saya. Semuanya untuk Istri saya yah."

"Yaudah ayo masuk. Sepertinya sarapan udah menanti kita." Kata Ayah saat kami telah sampai didepan rumah. Dan memang benar. Sarapan sudah siap. Ada nasi goreng dan telur ceplok yang sangat menggoda.

"Pagi ini siapa yang memasak?" tanya ayah pada bunda dan Syila yang sedang membersihkan dapur.

"Coba ayah rasain itu nasi goreng ala siapa. Bunda atau syila." kata bunda santai. Tanpa bertanya ayah langsung mengambil sendok untuk menyicipinya.

"Hmm... ayah kangen banget sama nasi goreng ini." kata ayah sebelum memeluk istriku. Dan sudah bisa dipastikan bahwa yang memasak nasi goreng ini adalah istriku.

"Yah... anak udah ada yang punya juga. Kasian tuh suaminya." Komentar bunda. Aku hanya terkekeh.

"Terus kenapa? Aku ini ayahnya. Lagian kenapa bunda yang sewot sih? Bunda mau ayah peluk juga?" goda ayah Ihsan.

"Enggak." kata bunda tegas. Ayah terkekeh dan langsung memeluk bunda. Jadi kangen sama bunda dan ayah dirumah. Kehangatan keluarga ini mengingatkanku pada kehangatan yang selalu ayah bunda ciptakan dirumah. Meski cerita mereka berbeda tapi aku tau baik ayah dan bunda ku ataupun ayah dan bunda Syila, aku belajar bagaimana caranya menjaga keharmonisan sebuah keluarga.

"Ayah lepas ah. Malu dilihat anak sama mantu. Udah tua juga."

"Biarin lah bun. Biar mereka iri." Kata ayah sambil mengeratkan pelukannya.

"Kakak..." kata Syila sambil mencium tanganku.

"Kenapa? Kamu juga mau dipeluk kayak bunda?" tanyaku menggodanya. Dia langsung menggeleng cepat.

"Nanti jadi kan ketemu sama abang?"

"Jadi dong. Habis sarapan kita berangkat. Kita buat kejutan buat abang." Kataku. Dia hanya mengangguk.

"Yaudah ayo kita sarapan." Kata ayah

Kami sarapan dalam keheningan. Dalam keluarga ini, tidak boleh ada suara selain suara sendok dan piring dalam meja makan. Prinsip yang sedari dulu diterapkan oleh ayah Azzam, ayah bang Dhia'. Suami pertama bunda Naira.

"Sampaikan salam ayah sama bunda ke abang ya dek. Kalau memang kamu belum siap ketemu abang jangan dipaksain ya dek. Bunda gak mau kamu sakit lagi." kata bunda sebelum kami berangkat.

"Iya bunda. Insyaallah adek baik-baik aja. Kan ada Kak Azka yang nemenin adek."

"Yaudah bun... yah... kita berangkat dulu. assalamualaikum." Kataku sebelum melajukan mobilku.

Didalam mobil Syila hanya diam. Tangannya gelisah. Aku tau dia masih takut untuk bertemu dengan abangnya. Tapi dia juga sangat rindu.

"Percaya sama saya, semua akan baik-baik aja. Ada saya disini sama kamu." Kataku sambil menggenggam tangannya. Dingin.

"Terimakasih kak." aku tak menjawabnya. Aku hanya semakin mengeratkan genggaman tanganku.

Aku tersenyum saat dia mulai tenang. Tangannya pun tak lagi dingin. Jika sedang takut atau gelisah tangan Syila akan menjadi sangat dingin, dan hanya dengan menggenggamnya aku bisa membuatnya kembali tenang. Satu bulan bersama Syila membuatku mengenal bagaimana karakter istriku ini. dia akan terdiam jika ada sesuatu yang mengganggu fikirannya, dia akan berkeringat dingin ketika ketakutan, tangannya akan refleks saling meremas jika dia sedang tegang. Dan masih banyak lagi yang lain.

Aku tak melepas genggaman tanganku saat kami memasuki rumah mewah berwarna coklat. Ini rumah Dhia' yang aku maksud tadi. Kami berencana mengejutkan Dhia' dengan tidak memberitahukan kedatangan kami padanya.

"Kak... aku takut." Kata Syila saat aku akan memencet bel

"Ada saya disini. Kamu aman sama saya. Kamu percaya kan sama saya?" kataku. Dia hanya mengangguk. Aku pun memencet bel tak lama pintu terbuka. Ada Dhia' yang terpaku melihat kedatangan kami. Terutama Syila. aku melihat pancaran kerinduan dimata Dhia'. Aku tau dia sangat ingin memeluk adiknya. Terlihat bagaimana Dhia' mengepalkan tangannya.

"Mau sampek kapan liat-liatan aja dari tadi. Bang... gak nuruh kami masuk nih?" tanyaku. Meski Dhia' tak lagi tinggal dirumah aku dan dia masih selalu berkomunikasi bahkan kami sering keluar bareng kalau Syila sedang bisa ditinggal.

"Ah iya sampek lupa. Ayo masuk." Kata bang Dhia' mempersilahkan kami masuk. Tapi bukannya masuk Syila justru langsung menubruk Dhia'. Memeluk abangnya erat. Menyalurkan semua rasa kangennya. Aku bisa melihat wajah kaget bang Dhia' untung pondasi kakinya kuat tadi kalau enggak udah pasti jatuh mereka berdua. Aku tersenyum melihat pemandangan didepanku. Pemandangan saat bang Dhia' memeluk istriku erat dan menciumi puncak kepalanya berkali-kali. Ah jadi kangen Ina. Aku selalu melakukan hal yang sama jika adikku itu sedih.

"Adek kangen abang. Maafin adek ya bang... gara-gara adek abang jadi harus tinggal disini." Kata syila masih dalam pelukannya.

"Ini bukan salah kamu sayang. abang baik-baik aja kok disini. Kan ada bik Imah sama pak Kasan juga disini. Kemarin juga ada Rayyan yang nginep sini."

"Mas Rayyan? Mas Rayyan udah pulang bang? kapan?" tanya Syila. siapa Rayyan?

"Hmm udah sebulan yang lalu adek. Dia juga pernah nengokin kamu kok dirumah sakit bareng om dan tante. Kemarin dia habis nikah sama Sasa. Drama banget."

"Drama? Maksudnya?"

"Kamu minta Zia aja cerita. Abang bakal pingsan kalau suruh cerita dengan keadaan masih berdiri gini dek." Kata Dhia' membuatku dan Syila terkekeh.

"Rayyan itu siapa?" tanyaku.

"Dia kakaknya Zia Ka. Nanti lah kapan-kapan gue kenalin. Eh ayo masuk. Capek ini berdiri terus." Kata Dhia' mempersilahkan kami masuk. Kali ini kami masuk dan langsung duduk diruang tamu.

"Dek kamu udah gak takut lagi sama abang?" tanya Dhia'

"Hmm takut. Tapi adek kangen banget sama abang."

"Sekarang? Kamu masih takut sama abang?" tanya Dhia' lagi. Syila menggenggam tanganku. Meremasnya.

"Abang pulang ya. Syila perlu beradaptasi dengan abang. Syila gak mau terus takut sama Abang. Syila sayang sama abang. Abang kakak Syila satu-satunya. Syila gak mau selamanya takut sama abang. Abang pulang ya."

"Pasti. Abang akan pulang."

"Thanks Ka..."

"Gak perlu bang. Udah jadi kewajiban saya. Lagian saya juga senang liat kalian bisa kayak dulu yah meskipun saya gak tau dulunya kalian seperti apa."

"Loe cuti Ka?"

"Iya bang. Cuti satu semester. Belum bisa konsen bikin skripsi bang. fokus saya sekarang Syila dulu lah. Nanti kalau semuanya udah balik lagi kayak dulu bisa nyicil bikin skripsi."

"Maaf ya kak..." kata Syila padaku.

"Hey bukan salah kamu Syil... ini udah keputusan saya kok. lagian saya juga emang belum ada ide buat skripsi. Jadi kamu jangan merasa bersalah gitu." Kataku sambil mengeratkan genggaman tangan kami.

"Jangan bikin gue baper deh. Inget disini masih ada jomblo." Kata Dhia' kesal. Aku dan Syila hanya terkekeh. Inilah satu kebahagiaan yang aku dapat dari pengorbananku. Aku yakin aku pasti bisa membuat Syila kembali seperti dulu. semua ini untuk istriku. Tbc












_____________________________________________
Karena part ini sudah sampai part 20, dan mungkin tinggal beberapa part lagi bakal sampai ending, boleh gak sih kalau aku minta votenya? Sebenernya takut kecewa lagi sih. Tapi dicoba lagi deh. Aku bakal lanjut kalau vote nya sampai 100 ya, cuma gak ribu kok. Karena aku tau pembacaku lebih dari segitu. Kalau gak nyampek-nyampek ya mungkin emang kisah mereka cuma sampai part ini doang. Nanti lanjutannya di pdf atau buku aja. InsyaAllah. Ini seriusan aku tunggu lho ya vote nya. Cuma 100 kok. Terimakasih
Salam sayang dari author

Continue Reading

You'll Also Like

4.6M 279K 60
[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Hana di deskripsikan sebagai gadis nakal pembuat onar dan memiliki pergaulan bebas, menikah dengan seorang pria yang kerap...
114K 9.1K 38
"Yayah! Mau kan jadi Yayah benelannya Aila?" tanya Aira dengan begitu gemas. Fadhil tersenyum lembut sambil mengusap puncak kepala gadis kecil di gen...
6.4M 564K 72
|| FiksiRemaja-Spiritual. || Rabelline Maheswari Pradipta. Wanita bar-bar, cuek dan terkadang manja yang terpaksa masuk pesantren sang kakek karena k...
150K 8.3K 35
"Jangan menikah dengan Perempuan itu! Menikahlah dengan perempuan pilihan Umi, Gus!" Syakila Alquds, sosok gadis yang kehilangan kesucian dan berasa...