My Coldest Gus

By Desisetia

7.6M 671K 95.2K

⚠ AWAS BAPER! ⚠ Religi - Romance Karena kesalahan yang sangat fatal, Sashi harus mendapat hukuman dikirim ke... More

Hukuman Ayah
Penjara Suci
Mencoba Kabur
Kabar dari Langit
Kutukan Semesta
Malam Pertama dengan Baginda Raja Pluto
Semanis Es Krim
Tolooong!
Pertanyaan Mengejutkan
Sashi Benci Sugus!
Matematika Cinta
Perhatian Sugus
Perhatian Sugus (2)
Gara-gara Qurrotul Uyun
Keberkahan yang Hilang
Balutan Ego
Sebuah Kisah dari Pluto
Pertanyaan Tanpa Jawaban
Di Balik Kisah Zaid Bin Haritsah
Aku, Kau, dan Puing-puing Kenangan
Kisah Bumi dan Bulan
Titik Nadir
Cemburu Menguras Hati
Ternyata Sugus Bukan Makhluk Hidup
Ada Sakit yang Tak Bisa Dijelaskan
Sugus Mau Poligami (1)
Sugus Mau Poligami (2)
Sugus Mau Poligami (3)
Sugus Mau Poligami (4)
Sentuh Aku, Gus!
Satu Sama
Kata-kata Teka-Teki
Mantra Cinta Gus Omar
Sugus Mulai Gombal
Lamaran Mendadak
Iseng-iseng Berhadiah
PENGUMUMAN
Cemburunya Gus Omar
Ceritanya Nge-Date
Malam Zafaf
Bucin Detected
Oryza Sativa's Daddy
Bad Day
Eksekusi
In Ahsantum, Ahsantum Li Angfusikum
Semulia Maryam Binti Imran dan Setabah Aisyah Binti Abu Bakar (1)
PEMBERITAHUAN
Semulia Maryam Binti Imran dan Setabah Aisyah Binti Abu Bakar (2)
Semulia Maryam Binti Imran dan Setabah Aisyah Binti Abu Bakar (3)
Ujian Keimanan
Fakta Baru
Press Conference
Hai
Dwi's Diary
Kangen-kangenan
Nona Bulan?
Bertemu Alan Lagi
Bumi Menangis
Sugus, What's Wrong With You?
Bumi yang Kehilangan Bulannya

I lost my...

154K 11.6K 717
By Desisetia

Pipiku terasa ditepuk-tepuk seseorang. Meskipun hanya sayup-sayup, aku mendengar suara berkali-kali menyebut namaku bersamaan dengan gerakan di pipi. Karena mataku ini terlalu sepet untuk dibuka, ditambah lagi cuaca yang mendukung setelah turun hujan, aku malah meraih guling dan mendekapnya erat.

"Sashi, ayo dilepas gulingnya."

"Kita sholat Tahajjud bersama."

"Aish! Dimana nalar kamu, Omar! Masak sama guling aja cemburu!"

Khusus kalimat ketiga, aku mendengarnya seperti gerutuan, bukan kalimat ajakan.

"Sashi sayang," seperti mantra, kata setelah namaku disebut itu berhasil membuat kedua mataku terbuka. Kesepetan yang tadi terjadi, kini lenyap sudah. Malah ditambah jantungku dag dig dug seperti naik roller coster.

Pemandangan pertama yang aku lihat adalah bidadara surga yang Allah turunkan ke dunia. Bagaimana ada manusia seperti itu? Segala yang ada padanya nampak indah dan sempurna tanpa cela. Keindahan itu semakin memesona saat lengkungan sabit muncul, garis wajah yang tadinya tegas, berubah selembut sutra.

"Bangun, sudah jam tiga." Lagi-lagi Sugus tersenyum. Tangannya terulur untuk membenarkan rambutku yang menjulur menutup wajah. Kemudian Sugus menyelipkannya di belakang telinga. Tubuhku meremang seketika, seperti ada aliran listrik jutaan volt yang mengalir saat kulit kami saling bersentuhan.

OH MY GOAT!

Perasaan apa sih ini? Sepertinya baru pertama kali aku rasakan.

Aku bangkit dari posisi berbaring, bersamaan dengan itu Sugus kembali mengulurkan tangannya. Kali ini untuk mengusap kepalaku. Aish, kepala yang diusap-usap tapi hati yang berantakan.

"Anak pintar," ucapnya.

"Sashi bukan anak-anak, Gus. Tapi remaja!" protesku. Menurut usia, aku bukan lagi kategori anak-anak. Aku sudah masuk ke remaja akhir. Kalau Sugus tetap menganggapku anak-anak, kapan ia bisa melihatku sebagai wanita dewasa?

"Iya, maaf Bidadari kecil— eh saya ralat deh, Bidadari cantik saja ya?"

Aku menggangguk sebagai jawaban.

"Oh iya, kamu minum dulu nih," ujarnya seraya meraih cangkir yang ada di nakas. "Teh hijau ini bagus untuk yang lagi flu."

"Gus yang buat?" tanyanya sambil meraih cangkir itu. Kulihat Sugus mengangguk. Baru saja semalam aku berniat menjadi istri yang baik untuknya, sekarang ia malah membuatku merasa gagal. Bukannya aku yang melayaninya, malah berkebalikan.

Indra penciumanku menghidu aroma teh terlebih dahulu. Sangat menenangkan. Teh yang dibuat Sugus ini berbeda dari yang biasa aku minum.

Kemudian aku meminum tehnya. Hangatnya bisa kurasakan mengalir dari tenggorokkan hingga ke perut. Tubuhku yang terasa kedinginan, berubah menjadi hangat.

"Enak?" Aku mengangguk. "Dihabiskan ya selagi masih hangat."

"Makasih, Gus." Ia tersenyum dan masih memperhatikanku menenggak teh ini sampai tandas. Sugus buatku salting saja deh.

Aku baru sadar kalau sedari bangun tidur rambutku terurai. Aku mencari-cari ikat rambut yang biasa ku letakkan di atas nakas, namun sepertinya tidak ada. Aduh, kalau rambutku nggak diiket, mana bisa kerudungan sepanjang hari?

"Kamu cari ini?" Sugus menunjukkan ikat rambut itu padaku.

"Ah iya, Gus!" Baru saja aku ingin menyambarnya, namun segera ditahan.

"Biar saya saja yang iketin."

Tubuhku ini seperti sudah di setting untuk menuruti segala titahnya. Dengan suka rela aku berbalik arah, memunggunginya hanya untuk dikuncir. Kalau ada orang yang melihat kami sekarang, mungkin dikira Om yang sedang bermain salon-salonan dengan keponakannya.

"Digelung aja, Gus. Biar nggak basah pas mandi."

Sebelum menggulung, Sugus menyisir rambutku terlebih dahulu dengan jari-jarinya. Kemudian saat sudah digulung dan diikat, aku merasakan geli di belakang leher akibat hembusan napas Sugus. Pipiku terasa panas. Ah, pasti ini karena efek minum teh hangat kan? Sepertinya wajahku sudah memerah layaknya kepiting rebus. Aku harus segera ke kamar mandi!

Setelah selesai mandi, aku melihat Sugus setengah berbaring di sofa. Ia sudah memakai abaya putih lengkap dengan peci senada. Kenapa aku baru menyadari ketampanannya ya? Dulu kemana saja aku ini?

Sugus melirik, memberi isyarat agar aku mempercepat gerakan. Sudah ada dua sajadah, dan mukena yang ia siapkan untukku yang lantas aku pakai. Mukena berwarna coklat susu ini adalah mahar pernikahan kami.


Sebelas rakaat dengan delapan tahajjud dan tiga witir sudah kami lakukan. Dilanjut dengan doa yang dipimpin oleh Sugus, aku mengaminkan dalam hati.

Ya Allah, bisakah setiap harinya seperti ini? Aku nggak bisa menjelaskan rasa bahagia yang ada dalam rongga dada, saat dia menghadirkan surga dalam pernikahan kami.

Sugus membalikkan badan sehingga kami duduk saling berhadapan. Melihatnya aku jadi teringat lagi bayangan semalam saat aku membuka pakaian di hadapannya. Kurasa lebih baik saat ini aku menghilang saja di black hole atau pergi ke Antartika atau ke belahan bumi mana saja, agar bisa pergi dari sini.

Tiba-tiba Sugus mengulurkan tangan tepat dihadapanku. Aku mengerti maksudnya, lantas aku raih tangannya itu dan membawa ke bibir.
Aku kecup punggung tangannya dengan penuh takdzim.

Sugus meraih daguku dan menarik ke atas agar wajahku nggak menunduk lagi. Mata Sugus menyapu wajahku dengan ekspresi keheranan. Alisnya sampai menyatu dengan kening bergelombang tiga.

Ya Allah, ya Rabbi, mengapa rasanya rongga dadaku seakan ingin meledak ditatap seintens itu oleh Sugus? Aku kesulitan mengatur napas yang terengah-engah. Aku hanya bisa melumat bibir, sambil kedua tangan memainkan ujung mukena.

"Kamu demam, hm?" tiba-tiba saja Sugus menangkup wajahku dengan telapak tangannya yang besar. "Wajah kamu memerah, Sashi," ucapnya dengan nada khawatir serta netra yang masih menatapku intens.

Kontan aku menggeleng. Semu merah di wajahku ini bukan karena demam, melainkan karena Sugus. Bisakah Gus mendengarnya?

Aku memegang tangannya yang masih berada di pipiku seraya mengusap-usapnya. Aku berbicara melalui skinship bahwa sebenarnya nggak terjadi sesuatu padaku seperti apa yang diduganya.

Suasana berubah menjadi intim. Kami meniadakan jarak, entah siapa yang memulai lebih dulu. Hati dan otakku kali ini nggak bersitegang. Keduanya menyerahkan tubuhku diapa-apakan oleh Sugus.

Aku menarik diri saat kesulitan bernapas. Rongga dadaku membutuhkan oksigen ekstra karena beberapa saat tadi aku nggak sempat mendapatkannya. Beberapa detik tadi Sugus melakukan apa yang semalam gagal dilakukannya. Bibirku yang tipis terasa menebal seperti habis makan pedas.

I lost my first kiss.

HUAAAH BUNDAAA!

SASHI UDAH NGGAK PERAWAN TING-TING!

Aku ingin nangis. Serius. Entah menangis haru karena yang mendapatkan first kiss adalah suamiku, atau ketakutan-ketakutan yang lain. Aku nggak tahu. Yang aku takutkan saat ini Sugus meminta lebih.

"Sas...Sashi, maafkan saya. Saya kelepasan."

Aku langsung bangkit, melepas mukena dan berlari ke kamar mandi.

Aku masih shock dengan perlakuan Sugus yang mendadak. Dengan ibu jari, aku sentuh bibirku sendiri. Masih terasa lembut dan basah milik Sugus. Aku nggak berontak, malah menikmati sentuhannya.

Biasanya kegiatan uwu-uwu yang tadi aku lakukan bersama Sugus itu aku tonton di drama Korea saja. Tapi sekarang... Sekarang aku merasakannya langsung! Live!

Oh, semesta, aku harus bilang apa sama Bunda?

Keran air aku nyalakan untuk mencuci muka sekaligus berwudlu lagi. Pikiranku saat ini kacau! Aku maluuu, benar-benar malu.

Adzan Subuh berkumandang tepat saat aku keluar dari kamar mandi. Entah berapa lama aku di dalam sana, yang jelas cukup lama sehingga aku nggak menemukan Sugus di kamar. Mungkin Sugus sudah lebih dulu pergi ke masjid, dan itu sangat menguntungkan untukku.

*****

Eiitts jangan ada protes protes club kedikitan yeeee wkwkwk.

Happy reading ❤

Emak deg-degan nulis part ini, serius deh wkwkwk.

Continue Reading

You'll Also Like

523K 63.8K 18
Lentera Hati - Series keempat Lentera Universe Romansa - Spiritual - Militer "Dejavu paling berat adalah bertemu seseorang yang mirip dengan dia tapi...
117K 11.4K 45
Spin-off Takdirku Kamu 1 & 2 | Romance - Islami Shabira Deiren Umzey, dia berhasil memenangkan pria yang dicintainya meski dengan intrik perjodohan...
94.7K 7.7K 30
ini cerita pertama maaf kalo jelek atau ngga nyambung SELAMAT MEMBACA SAYANG(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)
427K 36.1K 38
"1000 wanita cantik dapat dikalahkan oleh 1 wanita beruntung." Ishara Zaya Leonard, gadis 20 tahun yang memiliki paras cantik, rambut pirang dan yang...