The Calyx - Story Of Azka & A...

By NRMusdjalifah

42K 2.8K 259

Bagaimana bisa aku mencintai gadis yang sangat ceroboh seperti dia. Dekat dengan gadis itu membuatku benar-be... More

KELUARGAKU
KOTA MALANG
BENARKAH INI BERKAH?
ORANG ANEH
SAHABAT
BIDADARI MASAK GITU
FARZANA
CEROBOH
FAKTA TENTANG AZKA
TRIPLET ABDULLAH
CURHAT
TRAGEDI YANG MERUBAH SEGALANYA
ADA APA DENGAN SYILA
MENIKAH???
Cuma Mau Numpang Lewat
PERTENGKARAN
PUKULAN LAGI?
TAKDIR YANG MEMAKSA
UNTUK ISTRIKU
KELUARGA ARSYILA
BERJUANG BERSAMA
LAMARAN BANG DHIA'
DUKA MALA
KELUARGA AZKA
BANG DHIA' DAN CINTANYA
LAMARAN BANG DHIA' (LAGI)
HARUSNYA BAHAGIA
PENYESALAN
SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA
KABAR GEMBIRA
OPEN PO YAAAA
KABAR BAIKK

TOM & JERRY BERDAMAI

1.1K 80 4
By NRMusdjalifah

Hidup jauh dari orang-orang yang disayang ternyata tak semudah yang dibayangkan olehku. memilih kuliah diluar kota kelahiran membuat ku tak memiliki banyak waktu bertemu dengan kedua orang tua serta kakakku. Meskipun jarak Surabaya-Malang tak begitu jauh tapi hal itu cukup membuat ku rindu saat berkumpul bersama ayah, bunda serta abang. Meskipun selama dirumah waktunya hanya habis untuk bertengkar dengan Bang Dhia'. Namun pertengkaran itulah yang kini aku rindukan.

Beruntunglah aku tak sendiri berada di kota pendidikan ini, Aku dan Zia sahabat kecilku tinggal bersama dirumah Abi Asyraf dan Umi Azi adik dari ayahnya Bang Dhia', Azizah. Meski Aku bukan keponakan kandung dari Umi Azi, namun Umi Azi tetap menganggap ku keponakannya, memiliki tempat yang sama dengan bang Dhia'. Bahkan Mas Ahwas, anak semata wayang Umi Azi dan Abi Asyraf sangat menyayangiku, adik sepersusuannya.

"Kamu sih Syil... tadi pagi ditawarin mas Ahwas buat bareng dia aja gak mau. Malah milih bawa motor. Kan kalau bareng mas Ahwas gak perlu nungguin ujan reda gini." Kata Zia kesal melihat hujan tak reda-reda. Aku tidak memperdulikan omelannya. Zia hanya mampu mendesah kesal.

"Syil... dengerin aku ngomong kenapa?" kata Zia kesal.

"Apa sih Zi... aku denger kok. cuma lagi males aja nanggepi ocehan kamu. Hujan itu anugerah Zi... nikmatin aja deh setiap tetesannya."

"Haduh Arsyila Romeesa Farzana... anugerah sih anugerah tapi kalau gak berhenti-henti gini ya bikin kesel Syil... bikin laper juga." kata Zia lagi. Aku terkekeh pelan mendengar omelannya

"Bilang aja kalau kamu laper Zi... tuh ditasku ada roti. Bisalah buat ganjal perut karet kamu itu." Kataku disambut suka cita oleh Zia. Dengan semangat 45 Zia mengambil roti yang ada ditasku.

"Bilang kek dari tadi."

"Ya kamu gak nanya."

Zia masih asyik memakan roti milikku. Aku hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat sahabatku yang sudah seperti orang tak makan berbulan-bulan. Pandangan ku beralih pada rintikan hujan. Ingatanku kembali pada kenanganan-kenangan sewaktu aku masih kecil dulu. hujan adalah hal yang paling ku sukai dulu hingga sekarang. Bang Dhia' yang mengenalkan hujan pada ku yang waktu itu masih sangat kecil. aku tak ingat berapa dulu umurku. Yang aku ingat, Bang Dhia' mengajakku hujan-hujanan untuk pertama kalinya. Meskipun pada akhirnya aku dan bang Dhia' dimarahi setelahnya oleh bunda habis-habisan.

Aku menutup novel yang sedari tadi aku baca, bangkit dari tempat dudukku. Melangkah merasakan rintikan hujan yang sudah lama tidak aku rasakan semenjak dewasa. Tetesan hujan mulai membasahi kerudungku. zia yang melihat kelakuan sahabatku hanya mampu berteriak-teriak memanggil nama ku yang sama sekali tidak ku gubris.

"Syil... kamu jangan gila deh. Jangan kayak anak kecil ujan-ujanan gitu. Cepet kesini Syil... ntar kamu sakit." Teriak Zia yang hanya dibalas gelengan kepala oleh ku. Aku menyukai hujan dan segala kenangan yang ia bawa untukku

"Emang susah ya ngasih tau kamu tuh. Terserah deh." Kata Zia menyerah.

Aku menikmati setiap tetesan air hujan yang membasahi wajahku. Kenangan indah dimasa lalu membuatku kembali tersenyum. Rinduku pada bang Dhia' aku sampaikan lewat tetesan hujan. Tiba-tiba seseorang memayungiku. Aku terkejut karena tau Zia tak mungkin melakukannya. Aku tersenyum melihat lelaki yang kini menatapku dengan penuh amarah.

"Dek... ngapain kamu hujan-hujanan gini? Nanti kalau sakit gimana?" tanya laki-laki itu. Bukannya menjawab aku malah memeluk laki-laki itu erat sampai payung yang dibawanya terjatuh. Aku merindukan laki-laki menyebalkan ini.

Laki-laki itu hanya tersenyum dan membalas pelukan yang sangat aku rindukan. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang mungkin kini tengah melihatku memeluk seorang laki-laki. Biarlah orang lain berbicara apa. Aku sangat merindukan dia. meskipun aku dan dia selalu berantem setiap bertemu, namun rasanya berpisah bukanlah jalan yang terbaik untuk kami berdua. Terbukti, aku sudah sangat merindukan dia bahkan belum lama ini kami bertemu.

"Kamu kayak anak kecil tau gak. Ujan-ujanan gini." Kata laki-laki itu saat aku melepas pelukannya.

"Lah kan aku emang masih kecil bang. lupa kalau adikmu ini masih 18 tahun. Gak kayak abang yang udah 23 tahun. Tapi suka juga hujan-hujanan." Kata ku pada bang Dhia'. Yah lelaki yang ku peluk tadi adalah Dhiaurrahman Zahid Hamiza. Kakak yang selalu ribut denganku.

"Heh... lupa kalau yang bikin abang ujan-ujanan gini kamu? Main peluk-peluk aja." Kata Dhia' sambil mencubit hidungku. Kebiasaan jika sedang gemas denganku.

"Hehe... habisnya aku seneng banget bisa ketemu sama abang disini. Kayak mimpi aja."

"Mimpi? Ada-ada aja kamu ini dek. Lagian kamu ngapain sih hujan-hujanan? Nanti kalau kamu sakit gimana?" tanya Dhia' dibalas cengengesan olehku. Inilah abangku, sekesal apapun dia padaku, dia selalu mengutamakan keselamatanku.

"Pengen." Kata ku santai.

"Astagfirullah Arsyila... Kalau kamu sakit gimana? udah ayo sekarang kita neduh." Kata Bang Dhia' sembari menarik tangan ku. Aku hanya menggeleng.

"Kenapa? Ayo... nanti kamu sakit dek." Kata Bang Dhia' lagi. aku menggeleng kembali.

"Abang inget gak dulu abang yang ajarin Syila hujan-hujanan kayak gini? Sampek-sampek bunda marahin kita berdua yang pulang dengan keadaan basah kuyub. Setelah itu kita berdua sama-sama sakit. Semenjak itu bunda selalu melarang kita buat main hujan tapi saking bandelnya kita, kita ngumpet-ngumpet hujan-hujanannya. Abang inget kan?" tanya ku diangguki oleh Bang Dhia'. Aku tau Laki-laki ini tak mungkin lupa kenangan indah kami.

"Aku kangen bang... aku kangen abang, kangen sikap usil abang, kangen nyebelinnya abang, kangen perhatian abang, kangen semuanya bang." Kata ku mulai berkaca-kaca.

Bang Dhia' kembali membawa ku dalam dekapannya. Tak peduli berapa banyak pasang mata yang melihat kami. Mungkin orang menganggap kami berdua sepasang kekasih yang tengah melakukan hal romantis yang sukses membuat yang melihatnya baper. Biarlah.

"Abang juga kangen dek. Kangen banget. Kangen njahilin kamu, kangen cerewetnya kamu, kangen ngambeknya kamu, kangen semuanya. Itulah kenapa abang disini nemuin kamu." Kata bang Dhia' pada ku

"Jadi abang kesini buat ketemu aku?" tanya ku tak percaya.

"Hmm enggak juga sih, abang ada urusan bisnis. Terus sekalian njengukin adek yang udah lupa buat pulang." Kata Bang Dhia' sukses merubah ekspresi ku yang tersenyum senang menjadi cemberut.

"Bercanda sayang. abang sengaja nemuin adek abang satu-satunya ini. Udah satu semester gak pernah pulang, katanya sih sibuk sama kuliahnya." Kata Bang Dhia' sambil menarik tangan ku untuk berteduh. Menghampiri Zia yang sedari tadi cemas melihat sahabatnya bersama seorang laki-laki yang masih belum berhasil ia ketahui.

"Ealah... jadi tadi itu bang Dhia' ta. Kirain siapa berani meluk-meluk Syila." komentar Zia saat Bang Dhia' dan aku mendekat.

"Kamu pikir aku mau gitu dipeluk bukan mahramku?" Komentar ku sewot.

"Makanya itu Syil... aku kaget tadi. Sempet mikir bang Dhia' atau mas Ahwas sih tapi gak yakin. Beda sih." Kata Zia tak mau kalah. Bang Dhia' hanya terkekeh melihat ku dan Zia masih saja berdebat.

"Mau sampek kapan kalian disini? Abang ini katanya mau jemput Syila malah ngajakin hujan-hujanan. Jadi aku nih yang diomelin umi sama Caca. Takutnya abang gak ketemu sama Syila Zia." Omel Mas Ahwas tiba-tiba. Zia, Bang Dhia' dan aku saling bertatap tak mengerti.

"Mbak Caca ngomelin mas Ahwas? Wow... pengantin baru habis di omelin istri nih ceritanya?" goda Bang Dhia' disambut kekehan ku dan Zia. Mas Ahwas memang baru menikah sebulan yang lalu.

"Iya... dan itu semua gara-gara kalian nih." Sungut Mas Ahwas kesal. Bang Dhia' malah menyambut kekesalan adik sepupunya dengan tertawa lebih keras.

"Terusin aja bang ketawanya. Ntar kalau udah nyampek rumah pasti kalian yang di omelin sama umi. Ceramah 24 jam nonstop kayak biasanya." Kata Mas Ahwas berhasil membuat Aku dan Bang Dhia' kesusahan menelan saliva.

"Yah... mas Ahwas  kok nakut-nakutin Syila sih? Syila kan cuma kepengen ujan-ujanan udah lama gak ujan-ujanan" kata ku sebelum bersin-bersin. Mas Ahwas dan Zia hanya menggeleng. Dasar bandel

"Udah ayok pulang. Bandel banget jadi adik. Dianterin gak mau, dijemput gak mau, main ujan. Sekarang sakit kan jadinya." Omelan mas Ahwas masih berlanjut meski sembari memakaikan jaket untukku.

Bang Dhia' hanya menunduk diam melihat ku masih belum berhenti bersin. kami berempat berjalan menuju mobil Bang Dhia' dan mas Ahwas. Aku memilih ikut mobil bang Dhia' karena malas kena omelan mas Ahwas lagi. Selalu cerewet.

"Kenapa? Abang mau ngomelin adek juga?" Tanya ku sewot. Bang Dhia' menggeleng sambil mengacak-acak kerudung ku gemas. Aku hanya berdecak kesal

"Nanti nyampek rumah langsung mandi air hangat terus minum teh hangat biar alergi kamu hilang. Udah tau punya alergi dingin masih aja ujan-ujanan."

"Tuh kan ngomel. Katanya enggak." kata ku kesal.

"Iya-iya maaf ya dek... habisnya kamu tuh bandel jadi adek. Seneng banget bikin abang sama Ahwas khawatir."

"Iya-iya maaf... kan adek cuma kangen bang."

"Iya sayang. abang faham kok." kata bang Dhia' sambil merangkul bahu ku dengan tangan kiri sedang tangan kanannya digunakan untuk menyetir.

"Berapa hari abang disini?"

"Hmm... seminggu paling. Ada urusan kerjaan juga. jadi sekalian aja."

"Kerjaan mulu bang yang diurusin. Kapan mikirin nikah bang. gak iri sama mas Ahwas?'

"Enggak... abang masih muda ini. Nanti kalau udah waktunya ya ketemu dek." Kata bang Dhia' santai.

"Muda... sadar umur kali bang."

"Yee... sekarang udah berani ngejek abang ya?"

"Kan belajar dari abang." Kata ku sambil terkekeh. Bang Dhia' ikut terkekeh.

"Adek sayang sama abang." kataku tiba-tiba

"Abang jauh lebih sayang sama adek." Kata bang Dhia' sambil mengeratkan rangkulannya. Suasana ini sangat aku rindukan. Berdua bersama bang Dhia' satu-satunya adalah hal terpenting bagiku. Bagiku, bang Dhia' laki-laki terhebat setelah ayah yang ada didunia ini. meskipun terkadang nyebelin, ngeselin, njengkelin, bikin naik darah, tapi aku percaya cara inilah yang selalu membuatku kangen berduaan seperti ini bersama abang. Tbc


















Jangan lupa vote koment nya😊

Continue Reading

You'll Also Like

6.4M 564K 72
|| FiksiRemaja-Spiritual. || Rabelline Maheswari Pradipta. Wanita bar-bar, cuek dan terkadang manja yang terpaksa masuk pesantren sang kakek karena k...
268K 14K 55
(Follow sebelum membaca) "lantas, ketenangan seperti apa yang kau cari di dunia? jika orang yang sudah tiada saja masih ingin di do'akan agar bisa te...
32.3K 4.3K 71
Adeeva Humaira Laskar Khaizuran. Seorang wanita yang jauh dari kata agama dan tidak mengenal apa itu agama, selain tidak ada niat untuk berubah dia j...
2.8M 249K 69
[ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴜʟᴜ sᴇʙᴇʟᴜᴍ ʙᴀᴄᴀ!] ʀᴏᴍᴀɴᴄᴇ - sᴘɪʀɪᴛᴜᴀʟ "Pak Haidar?" panggil salah satu siswi. Tanpa menoleh Haidar menjawab, "Kenapa?" "Saya pernah menden...