Mahram Untuk Najwa (END)

By sezeesan

7.3M 396K 11.1K

(MUN 1) Fadlan dan Najwa yang sempat berpacaran saat masih duduk di bangku SMA dipertemukan kembali setelah w... More

CAST MUN (SPESIAL)
TRAILER MUN (SPESIAL)
PART 1~Bertemu Kembali~
PART 2 ~Mawar Putih~
PART 3 ~Tentang Fadlan~
PART 4 ~Dompet~
PART 5 ~Jihan~
PART 6 ~Cerita Tentang Aika~
PART 7 ~Lamaran Faiz~
PART 8 ~Permintaan Jihan~
PART 9 ~Jawaban~
PART 10 ~Berkorban~
PART 11 ~Pernikahan~
PART 12 ~Kehidupan Baru~
PART 13 ~Berbeda~
PART 14 ~Perjanjian Pernikahan~
PART 15 ~Kedatangannya~
PART 16 ~Foto~
PART 17 ~Alan dan Aika~
PART 18 ~Melepaskan~
PART 19 ~Ikhtiar~
PART 20 ~Fadlan dan Faiz~
PART 21 ~Berdamai Dengan Takdir~
PART 22 ~Cemburu~
PART 23 ~Hak Suami~
PART 24 ~Berbohong~
PART 25 ~Mencintai Najwa~
PART 26 ~Cinta~
PART 27 ~Dia Kembali?~
SPESIAL PART TAHUN BARU!!
PART 28 ~Prioritas Fadlan~
PART 29 ~Mengulang Masa Lalu~
PART 30 ~Melupakan Aika~
PART 31 ~Dekat~
PART 32 ~Imam~
PART 33 ~Aika dan Kenangan Bersamanya~
PART 34 ~Nostalgia~
PART 35 ~Menghapus Tentangnya~
PART 37 ~Dia Datang~
Part 38 ~Saatnya Untuk Pergi~
PART 39 ~Jawaban Allah~
PART 40 ~Berubah~
PART 41 ~Permohonan~
PART 42 ~Selamat Tinggal~
PART 43 ~Salah Najwa~
PART 44 ~Mencintaimu Karena Allah~
PART 45 ~Surat Untuknya~
PART 46 ~Gugatan Cerai~
PART 47 ~Menghilang~
PART 48 ~Nama~
PART 49 ~Lembaran Baru~
PART 50 ~Tentang Fadlan~
PART 51 ~Najwa dan Keluarga Kecilnya~
PART 52 ~Azzam~
PART 53 ~Maaf~
PART 54 ~Sedih dan Bahagia~
PART 55 END ~Senja dan Pertemuan Di Pantai Malimbu~
EXTRA PART 1 ~Rahasia Yang Belum Terungkap~
EXTRA PART 2 ~Kenangan yang tak ingin dikenang~
MUN 2 DAN MUSAFIR HASNA

PART 36 ~Malaikat Kecil~

94K 5.4K 36
By sezeesan

"Aku bahagia dengan kehadirannya namun dilain sisi aku takut dan bingung. Bagaimana aku harus mengatakannya?"

__Malaika Farida Najwa__

_ _ _

Pesawat sebentar lagi lepas landas. Dalam hitungan detik, aku akan segera pergi dari tanah yang baru saja menjadi saksi terhapusnya kenangan Alan dan Aika. Kenangan yang masih menyimpan tempat spesial bagiku namun sudah bukan apa-apa lagi untuk mas Fadlan.

Aika sudah menghilang bagai foto yang dibakar dan berubah menjadi abu. Asapnya melambung tinggi ke atas langit dan perlahan menyatu dengan udara. Hingga akhirnya hilang. Lenyap. Dan tak bersisa.

Apa aku terlalu menyedihkan? Mas Fadlan sudah melupakanku namun aku justru masih berada disini. Aku seharusnya pergi. Jauh. Sangat jauh. Sakit yang kurasakan sudah terlalu banyak. Lelah yang kutampung sudah tak memiliki tempat untuk diisi lagi. Mas Fadlan juga sama. Dia sudah sakit dan lelah dengan kisah kami yang terlalu pelik. Keberadaanku disini semakin memperburuk keadaan. Apa yang akan terjadi jika mas Fadlan tahu aku adalah Aika? Apa dia akan marah? Dan memintaku untuk tak hadir dalam pandangannya lagi?

Semua kemungkinan itu seperti pisau yang kapanpun bisa membunuhku. Sedikit saja aku melakukan kesalahan, pisau itu akan menusukku hingga ke ulu hati. Aku takut. Takut jika semua kemungkinan yang tak kuharapkan itu akan terjadi suatu saat nanti.

"Kita akan langsung ke rumah sakit setelah sampai di Jakarta," ucap mas Fadlan. Sedari tadi ia banyak sibuk dengan buku dan pensilnya.

"Kenapa mas? Siapa yang sakit?"

"Abi."

Aku terkejut ketika mendengarmas Fadlan menjawab abi. Ada apa dengan abi Salman?

"Abi kenapa mas?"

"Sekitar subuh tadi sesak abi kambuh."

"Astaghfirullahaladzim. Terus gimana keadaan abi sekarang mas? Abi baik-baik saja kan?"

Mas Fadlan menutup bukunya. "Kamu terlalu banyak bertanya."

Aku memilih untuk diam. Mas Fadlan mungkin ingin fokus dengan pekerjaannya.

"Abi baik-baik saja. Dia hanya perlu menginap semalam untuk memulihkan keadaan."

Mas Fadlan ternyata tidak sejahat itu. Dia tetap menjawab pertanyaanku. Aku tersenyum. Kualihkan pandangan untuk melihat ke arah jendela. Pemandangan awan yang bergerak di atas daratan yang kehijauan memanjakanku dengan ciptaan Allah SWT yang maha sempurna.

Beberapa burung terbang beriringan ditengah langit yang kebiru-biruan.
Masyaallah. Begitu banyak rahmat yang Allah berikan untuk hamba-Nya. Mulai dari langit, bumi, udara tumbuhan, hewan, matahari dan masih banyak lagi yang lainnya. Rahmat yang tak kalah indahnya dengan itu semua adalah perasaan. Allah memberikan perasaan untuk setiap hamba-Nya agar mereka bisa menikmati keindahan yang Allah berikan.  Keindahan yang didalamnya juga terdapat cinta. Cinta kepada Allah SWT dan cinta kepada makhluk-Nya. Saat ini aku tengah mencintai makhluk Allah. Makhluk yang berhasil membuatku takluk. Namun kini ia memintaku untuk menjauh.

Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus menjauh atau justru tetap berada di sampingnya?

_ _ _

Setelah sampai di Jakarta, aku dan mas Fadlan langsung pergi ke rumah sakit untuk menjenguk abi. Suasana kota metropolitan hari ini sangat kacau. Macet terjadi dimana-mana. Perjalanan yang seharusnya hanya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menitan justru berubah menjadi satu jam lebih. Mas Fadlan sudah beberapa kali mengangkat panggilan dari umi yang menanyakan keberadaan kami. Ia terlihat menghela nafas. Air botol yang mas Fadlan minum sudah tandas. Dia pasti lelah.

Perjalanan dari Lombok ke Jakarta bukan perjalanan yang singkat. Ditambah dengan kami yang langsung pergi ke rumah sakit. Mas Fadlan seperti tidak pernah istirahat. Ketika aku tertidur di dalam pesawat, ia justru sibuk dengan menggambar desain bangunan. Aku yang melihatnya saja pusing. Apalagi mas Fadlan.

Alhamdulillah beberapa menit kemudian mobil-mobil yang berada di depan kami mulai bergerak lebih cepat. Hingga akhirnya kemacetan pun kami lewati. Setelah memarkirkan mobil dan menanyakan nomor kamar abi di resepsionis, aku dan mas Fadlan bergegas naik ke lantai tiga. Kamar abi ada disana.
Mas Fadlan langsung masuk ke dalam kamar abi ketika kami sudah sampai. Aku juga hendak masuk. Namun papan di pintu ruangan yang berada di depan kamar rawat abi membuatku berhenti. Ruangan itu adalah ruangan untuk dokter spesialis kandungan.

Jantungku entah kenapa berdetak lebih cepat. Keringat dingin terasa membasahi tubuhku. Aku menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. Kulihat kiri dan kanan. Lorong ini terlihat sepi. Hanya ada beberapa dokter dan perawat yang berlalu lalang. Mas Fadlan juga tengah sibuk berada di kamar abi. Entah keberanian darimana, aku memberanikan diri untuk melangkah ke arah ruang dokter spesialis kandungan. Aku sempat ragu ketika memegang kenop pintu. Apa aku harus masuk?

Kututup mata sebentar. Dengan membaca bismillah puluhan kali, akupun memutar kenop pintu itu. Dan sekarang aku berada disini. Diruangan bercat putih yang menampilkan gambar-gambar ibu hamil dan bayi di dindingnya.

"Selamat pagi bu." Seorang wanita berpakaian serba putih khas perawat menghampiriku.

"Selamat pagi."

"Apa ibu sudah membuat janji konsultasi dengan dokter?"

Aku menggeleng. "Belum."

"Kalau begitu tunggu sebentar ya bu. Ibu bisa duduk disini." Perawat itu mempersilahkanku untuk duduk di sofa. Dia lantas masuk ke dalam ruangan yang kupikit tempat dokter itu berada.
Beberapa menit kemudian perawat itu datang. Aku langsung berdiri.

"Ibu boleh langsung masuk." Perawat itu tersenyum. Dia terlihat cantik dengan rambut yang diikat rapi.

Perasaanku semakin tidak karuan ketika bertemu dengan dokter kandungan. Beruntung dokter yang kutemui adalah wanita, aku tidak akan terlalu canggung jika berbicara.

"Selamat pagi bu," dokter itu menyapaku sambil tersenyum.

"Selamat pagi," balasku sambil tersenyum. Aku menarik kursi di depan dokter lalu duduk.

"Perkenalkan, saya dokter Anastasya." Dokter itu memperkenalkan diri.

"Saya Najwa. Malaika Farida Najwa."

"Baiklah. Sebelumnya apakah Ibu Najwa ingin konsultasi tentang kandungan atau ada yang lain?"

Tanganku bergetar ketika dokter bernama Anastasya itu menanyakan alasan kedatanganku kemari.

"Sa—saya i—ingin tahu, a—apakah saya hamil a—atau tidak."

Dokter Anastasya memberikanku segelas air. "Ibu bisa minum terlebih dahulu."

"Terima kasih dok." Aku segera meminumnya.

"Ibu datang kesini sendiri atau ditemani suami?"

Aku datang ke rumah sakit ini memang bersama mas Fadlan tapi aku masuk ke ruangan ini sendiri.

"Saya sendiri dok," jawabku.

"Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan sebelum melakukan tes kehamilan ibu. Sebelumnya kapan terakhir kali ibu menstruasi?"

Aku berpikir sejenak. "Sekitar sebulan yang lalu dok."

"Apa ibu pernah merasakan mual yang berlebihan?"

Aku mengingat kembali kejadian ketika di warung makan pak Awal. Saat itu aku merasakan mual yang tidak seperti biasanya.

"Iya dok, pernah."

Dokter Anastasya menulis sesuatu di bukunya. Setelah sesi pertanyaan itu berakhir, akupun mulai melakukan beberapa tes. Mulai dari tes berat badan, tes darah, dan tes-tes yang diperlukan lainnya. Setelah semua tes sudah kulalui. Inilah saatnya aku mengetahui kebenaran apakah aku hamil atau tidak.

Dokter Anastasya tersenyum ketika melihat kertas yang menjadi jawaban atas pertanyaanku. Ia meraih tanganku dan menggenggamnya.

"Selamat ya bu Najwa. Anda hamil."

Hamil? Aku hamil?

Tubuhku seperti membeku ketika mendengar kata itu. Hamil? Aku tidak mempercayainya. Aku tidak pernah berfikir hal itu bisa terjadi padaku? Masyaallah. Aku benar-benar tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaanku sekarang. Aku bahagia. Sangat bahagia. Namun dilain sisi aku bingung dan takut. Bagaimana aku menjelaskannya kepada mas Fadlan? Dia tidak mengetahui apapun tentang malam itu. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresinya ketika mengetahui bahwa sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah.

"Sa—saya benar hamil dok?" Tanyaku tidak percaya.

"Iya. Ibu Najwa hamil. Kandungan ibu baru masuk empat minggu."

Aku memegang perutku. Empat minggu malaikat kecil itu ada di dalam perutku. Masyaallah. Air mataku jatuh tanpa bisa kutahan lagi. Kabar ini membuatku terharu.

"Terima kasih dokter. Terima kasih." Kuucapkan terima kasih berkali-kali.

"Sama-sama bu. Ini kehamilan pertama. Akan ada banyak hal baru yang bu Najwa rasakan. Usahakan untuk selalu menjaga kesehatan dan jangan sampai ibu memiliki terlalu banyak beban pikiran karena hal itu bisa berpengaruh pada janin ibu."

Aku akan berusaha yang terbaik untuk janin ini walaupun aku tidak bisa janji untuk membuang jauh-jauh beban pikiranku. Selama ini, beban pikiranku sudah sangat banyak. Aku sudah terbiasa dengan itu semua. Namun sekarang semuanya berbeda. Ada makhluk Allah yang lain berada dalam perutku. Allah telah memberiku kepercayaan dengan menitipkan malaikat kecil dalam hidupku. Aku harus menjaganya.

Drrtdrrt

Aku mengambil ponsel dari dalam tas. Nama mas Fadlan tertera disana. Aku meminta izin kepada dokter Anastasya untuk mengangkat panggilan itu lalu keluar ruangan sebentar.

"Assalamualaikum Najwa. Kamu dimana?" Mas Fadlan langsung menanyakan keberadaanku. Tentu saja dia bertanya. Aku menghilang tiba-tiba.

"Waalaikumsalam mas. Ini aku lagi mau kesana."

"Kenapa lama sekali?"

"Tadi aku sempat nyasar pas nyari kamar abi."

Aku berbohong.

"Cepat kesini. Umi nyariin kamu."

"Iya mas. Aku segera kesana."

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Aku kembali masuk untuk pamit kepada dokter Anastasya. Setelah mengurus masalah administrasi, akupun keluar dari ruangan bercat putih itu. Saat tanganku sudah melepas kenop pintu, akupun berbalik. Tepat saat itu juga mataku bertemu dengan sepasang mata sendu diujung sana. Rasa takut itu menjalar dalam diriku sepenuhnya. Satu orang sudah tahu tentang rahasiaku. Rahasia yang tak akan pernah aku ceritakan pada siapapun. Namun kini rahasia itu telah diketahui oleh orang lain.

"Umi Asma."

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

170K 15.5K 27
Tahap revisi🪄 Di pending dulu re-update nya yaa♡ [SEQUEL AFIKA!!] "Satu rumah sama lo bikin gue muak aja tau, nggak!!?" "Ya terus gue harus apa!!?" ...
754K 11.6K 6
Farissa, si muslimah ulet keket yang tidak bisa diam barang sejenak. Menyukai duda Satria baja hitam yang cool bagai kulkas berjalan. Bagaimana jadin...
376 116 23
UPDATE SETIAP HARI PUKUL 07.00 🧚‍♂🌷 Perjalanan mengarungi asmara sang Arya Wicaksono, seorang dokter muda di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta y...
4.8M 293K 60
[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Hana di deskripsikan sebagai gadis nakal pembuat onar dan memiliki pergaulan bebas, menikah dengan seorang pria yang kerap...