My Coldest Gus

By Desisetia

7.6M 671K 95.2K

⚠ AWAS BAPER! ⚠ Religi - Romance Karena kesalahan yang sangat fatal, Sashi harus mendapat hukuman dikirim ke... More

Hukuman Ayah
Penjara Suci
Mencoba Kabur
Kabar dari Langit
Kutukan Semesta
Malam Pertama dengan Baginda Raja Pluto
Semanis Es Krim
Pertanyaan Mengejutkan
Sashi Benci Sugus!
Matematika Cinta
Perhatian Sugus
Perhatian Sugus (2)
Gara-gara Qurrotul Uyun
Keberkahan yang Hilang
Balutan Ego
Sebuah Kisah dari Pluto
Pertanyaan Tanpa Jawaban
Di Balik Kisah Zaid Bin Haritsah
Aku, Kau, dan Puing-puing Kenangan
Kisah Bumi dan Bulan
Titik Nadir
Cemburu Menguras Hati
Ternyata Sugus Bukan Makhluk Hidup
Ada Sakit yang Tak Bisa Dijelaskan
Sugus Mau Poligami (1)
Sugus Mau Poligami (2)
Sugus Mau Poligami (3)
Sugus Mau Poligami (4)
Sentuh Aku, Gus!
I lost my...
Satu Sama
Kata-kata Teka-Teki
Mantra Cinta Gus Omar
Sugus Mulai Gombal
Lamaran Mendadak
Iseng-iseng Berhadiah
PENGUMUMAN
Cemburunya Gus Omar
Ceritanya Nge-Date
Malam Zafaf
Bucin Detected
Oryza Sativa's Daddy
Bad Day
Eksekusi
In Ahsantum, Ahsantum Li Angfusikum
Semulia Maryam Binti Imran dan Setabah Aisyah Binti Abu Bakar (1)
PEMBERITAHUAN
Semulia Maryam Binti Imran dan Setabah Aisyah Binti Abu Bakar (2)
Semulia Maryam Binti Imran dan Setabah Aisyah Binti Abu Bakar (3)
Ujian Keimanan
Fakta Baru
Press Conference
Hai
Dwi's Diary
Kangen-kangenan
Nona Bulan?
Bertemu Alan Lagi
Bumi Menangis
Sugus, What's Wrong With You?
Bumi yang Kehilangan Bulannya

Tolooong!

132K 10.8K 469
By Desisetia

"Yasudah sana kamu ke kelas," titah Gus. Yeu dia ngusir nih ceritanya?

"Gus ngusir Sashi?"

"Bukan gitu."

Oke, aku pergi seperti apa inginnya sugus. Aku beringsut dan mulai berjalan, tapi baru satu langkah dia menahan lenganku. Dasar labil. "Ada apa?" tanyaku ketus.

"Itu." Dia menunjuk wajahnya sendiri seperti memberi isyarat, sayangnya aku nggak ngerti.

"Apaan sih, Gus?"

"Di sekitaran bibir kamu, es krimnya berantakan."

Aku mengusap bibirku dengan tangan, ralat, punggung tangan. Bahkan seragam SMA ku sekarang sudah kotor dengan es krim. Untung saja warnanya kuning, bukan coklat.

"Ck!" Gus berdecak sambil geleng-geleng kepala melihat ulahku. Aku hanya nyengir, merasa nggak berdosa. "Saya bantu bersihkan."

Freeze...

Tubuhku membeku seketika saat sugus tiba-tiba menangkup kedua pipiku dengan tangan. Sama persis seperti yang dia lakukan saat malam pertama, hanya saja saat ini ditambah jari-jarinya bermain di sekitaran bibirku. Jantungku olahraga lagi di dalam sana, entah karena apa. Ditambah seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutku, membuatku jadi mulas.

Aku ini kenapa sih?

"Astagfirullah! Afwan Gus, Ning, saya kira nggak ada orang."

Kami lantas memisahkan diri. Suasana berubah canggung seperti sepasang kekasih yang ketahuan bermesraan di tempat umum. Kubilang apa tadi? Sepasang kekasih? TIDAK! Oke ganti analogi, maksudku seperti maling yang ketahuan sedang mencuri.

Tubuhku berbalik ke sumber suara. Ternyata yang menginterupsi Pak Zaid, temen ayah yang waktu itu kuceritakan.

"Sas-Sashi permisi dulu, Gus," pamitku.

"Iya."

Saat melewati Pak Zaid, wajahnya nampak bersalah. Entah apa yang ada dipikirannya, aku nggak tahu. "Maafin saya ya, Ning," ucapnya lantas aku tersenyum.

******

"Sashiii kamu hebat banget ih tadi. Itu seriusan kamu ngerjain soal matematika cuma sepuluh menit?" Dwi berucap heboh. Di antara kami berempat, baik Aku, Hani dan Leni yang paling cerewet itu Dwi. Tapi aku paling nyaman bersamanya.

"Serius lah."

"Tadi Ustadz Abas saja sampe kayak nggak percaya gitu tau, Sas," lanjut Hani.

Leni mengangguk, dia juga menyetujui ucapan Hani. "Terus pas kamu pergi ke toilet Ustadz Abas mandangin kamu gitu, sampe kamu hilang baru deh dia merhatiin yang ujian lagi."

"Cieee Sashiii." Dwi menyenggol lenganku sambil tersenyum menggoda. "Kayaknya Ustadz Abas naksir kamu deh."

"Iiih apaan sih?" Ngaco banget deh si Dwi.

"Eh tapi kan kamu sudah punya pacar, ya," ucapnya lagi.

"Hah Sashi punya pacar?" double Leha bertanya kompak. Memang seperti anak kembar deh tuh mereka berdua.

Aku mengangguk sambil nyengir nggak jelas.

"Tapi misalkan Ustadz Abas benar naksir kamu, menurutku sih mending sama Ustadz Abas aja, Sas." Dwi mencoba memberi saran.

"Memangnya kenapa?" tanyaku.

"Ustadz-ustadz di sini kan sudah jelas kesholehannya. Nanti kamu sama Ustadz Abas terus aku sama Gus Omar deh."

"Yeuuuu." Sorak kami bertiga. "Itu sih maunya kamu, Wi," lanjut Leni.

Aku terkekeh mendengarnya. Dwi nggak tahu saja kalau sugus sudah sold out.

Kami melanjutkan perjalanan menuju tempat makan. Aku pengin ajak ke kantin, tapi mereka menolak. Katanya lagi hemat dan lebih baik makan makanan yang sudah disediakan pesantren saja. Yasudah lah, aku ikut saja.

He? Ngantre banget kayak ngambil sembako. Bagaimana ini? Untung saja aku nggak begitu lapar, kalau perutku nggak bisa diajak kompromi bisa-bisa aku pingsan di tengah antrean.

Butuh waktu hampir setengah jam kami baru dapat makan siang. Benar-benar dah! Biasanya aku makan tinggal ambil saja di dapur, kali ini harus antre lebih dulu.

Dan kalian tahu? Topik makan siang kami kali ini adalah sugus!

"Jangan terlalu ngarep Wi. Gus Omar mana mau sama santriwati macam kita ini," kata Hani mengingatkan Dwi yang berangan-angan menjadi istrinya sugus.

"Iya bener juga. Pasti lah semacam Gus Omar itu sudah ada calon istri. Kalau nggak dari perjodohan, paling gadis Yaman atau Mesir. Dia kan lama di sana," lanjut Leni.

Aku hanya mendengarkan saja, sambil melahap makananku.

"Yaaa namanya juga usaha," kata Dwi.
"Misalkan nih Wi, kalau Gus Omar sudah menikah bagaimana?" tanyaku iseng-iseng. Penasaran dengan jawabannya.

Dia malah ketawa dong, lalu menjawab. "Yaa nggak papa, kan kuotanya sampai empat."

"Hah maksudnya?"

"Kan laki-laki boleh punya empat istri."

Hee maksudnya apa? Dia mau jadi yang kedua gitu? Terus aku bagaimana? Aku kan istrinya sugus. Terus aku harus di madu dengan temanku sendiri? Iiih nggak mauuu.

Mendadak rasa makananku berubah pahit. Aku nggak berselera lagi menyantapnya.

"Semua orang di pesantren ini juga tahu Sas, kalau Gus Omar itu belum menikah," kata Dwi sambil melihat ke arahku.

Nggak Wi kamu salah. Sugus sudah menikah. Dia sudah menikah denganku. Aku ini istrinya sugus.

"Apa jangan-jangan kamu juga naksir Gus ya?"

Hening. Mendadak tempat makan yang tadinya ramai berubah sepi. Waktu seolah berhenti, hanya aku dan Dwi yang saling pandang.

Aku memilih diam, nggak bisa menjawab pertanyaan Dwi.

Oke Sashi, dengar ya. Nggak masalah kalau sugus mau menikah lagi. Justru itu kesempatan emas untukmu. Kamu bisa minta pisah dan terbebas darinya.

******

Tanpa terasa aku sudah satu minggu di pesantren ini. Aku pun sudah mulai terbiasa dengan jadwal super padat dari hari ke harinya. Mulai dari bangun pukul tiga dini hari, bahkan bisa lebih pagi karena harus antre kamar mandi lebih dulu. Setelah itu shalat Tahajud, pengajian ba'da Shubuh, sekolah biasa, shalat Magrib berjamaah sampai Isya, lalu pengajian lagi. Bahkan saat kembali ke kamar, aku belum bisa langsung terpejam, harus menghapal Qur'an lebih dulu untuk setoran setiap pengajian ba'da Subuh. Aku nggak yakin, apa aku bisa bertahan dalam waktu yang lama?

Hari ini aku ada jadwal piket di ndalem bersama Dwi. Sedari tadi dia sudah nggak sabar pengin ke ndalem supaya bisa bertemu sugus. Omong-omong soal sugus, satu minggu ini aku nggak tidur bersamanya. Ups, maksudku nggak tidur di kamarnya, tapi di asrama. Untunglah dia bisa mengerti.

Kalian tahu, selama perjalanan dari asrama ke ndalem Dwi terus tersenyum nggak jelas sambil memainkan jemariku. Tangannya sudah mendingin seperti balok es. Aneh, mau bertemu sugus saja bisa sampai seperti itu.

Saat di pintu ndalem kami berpapasan dengan Fika dan Maura. Mereka menatapku dan Dwi dengan sinis, kemudian langsung membuang muka. Aku sih bodo amat ya, mau dia jungkir balik pun nggak masalah. It's not my business.

Aku masuk ke ndalem begitu saja seperti memasuki rumahku sendiri,meninggalkan Dwi yang masih di luar. Kakiku berjalan lebih jauh lagi namun seketika aku berhenti. Mataku ini langsung tertuju ke pojok kanan ruangan. Aku menghampiri untuk memastikan, ternyata benar dugaanku. Benda ini adalah box es krim.

Kalau nggak salah, sepertinya box es krim yang ada di kantin. Kenapa bisa pindah ke tempat ini?

"Sashi?" Umi muncul dengan pakaian yang sangat rapi. Cantik banget sih Umiku ini, meski sudah nggak muda lagi, tapi auranya sangat kuat.

"Umi box es krim ini punya siapa?" tanyaku memastikan. Semoga saja es krim ini gratis, jadinya aku bisa minta kapan saja, hehe.

"Punya Gus, Sas."

Aku melongo. Kok bisa? "Buat apa Gus beli ini, Umi?"

"Umi juga nggak tahu, kenapa Gus tiba-tiba beli box itu dan isinya. Padahal dia nggak suka es krim. Coba kamu tanyakan sama Gusmu itu."

Boleh nggak sih aku geer kalau sugus beli box itu untukku? Boleh nggak, sih? Nggak boleh, ya? Lagi pula kenapa juga aku geer?

Semesta bagaimana ini? Salah ya kalau aku geer?

"Yasudah Umi, nanti Sashi tanyakan. Umi mau ke mana? Cantik banget."

Umi tersenyum seperti biasa. "Umi mau sowan ke pesantren lain bersama Abi. Titip ndalem ya, Nak."

"Siap Umi." Aku mengangkat tangan ke pelipis membuat gerakan hormat. Umi pun terkekeh.

Sebenarnya sugus itu mirip siapa sih punya wajah datar? Umi dan abi sepertinya nggak gitu banget deh.

"Umi berangkat ya, Nak," pamit Umi. Aku pun meraih tangan Umi dan mengecupnya.

Tidak lama abi datang, dengan pakaian yang sama rapinya. Aku pun mencium punggung tangan abi tanda hormat. Terbawa kebiasaan saat di rumah, kalau bunda atau ayah ingin pergi, pasti aku salim.

"Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh," ucap umi dan abi kompak.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah," jawabku. "Hati-hati, Umi, Abi." Aku dadah-dadah meski abi dan umi nggak lihat. Setelah itu, aku langsung menjalankan misiku yang sempat tertunda.

Untuk yang sedang bersedih
Open Me!
:)

Bulan sabit di wajahku melengkung sempurna setelah membaca tulisan di atas box. Aku melihat isi di dalamnya dan tertuju pada es krim dengan rasa kesukaanku, matcha. Tanpa menunggu lama, ku geser pintunya dan mengeluarkan es krim itu. Aku benar-benar nggak sabar ingin memakannya. Sungguh aku senang sekali seperti habis mendapat harta karun.

Setelah mengambil beberapa buah, aku duduk di kursi kayu. Kemudian membuka satu bungkus es krim. Hhmm saat sudah meleleh di dalam mulutku terasa nikmat sekali.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?

Semesta kalau benar ini dari sugus, tolong sampaikan terima kasihku padanya. Aku terlalu malu mengucapkannya langsung.

"Woy! Bisa-bisanya enak-enakkan di sini makan es krim sedangkan yang lain kerja!" sentak Fika yang tiba-tiba datang dan merebut es krim di tanganku. Aku meremas tanganku sendiri, mencoba sabar supaya nggak nampol dia.

"Lo siapa, sih? Marah-marah nggak jelas gitu?!" Aku juga nggak mau kalah songong darinya.

Napasnya memburu. Kalau dilihat dari ekspresinya kurasa kesal sekali. Tapi toh aku tetap nggak peduli. Dia duluan yang cari gara-gara denganku.

"Denger ya anak baru. Gue ini ketua piket hari ini. Jadi lo harus nurut sama perintah gue!"

Hampir saja tawaku menyembur, waktu dia bilang lo-gue jawanya medhok sekali. Eh, bukan, aku bukan menghina orang jawa. Tapi mendengarnya bicara, nggak pantas memakai kata lo-gue.

"Terus? Masalah buat gue? Buat temen-temen gue? Buat temen-temen SMP gue?!"

Rahangnya mengeras ditambah dengan mata yang membesar dan memerah. Aku tahu, esmosinya sudah naik ke ubun-ubun. Dia mengepalkan tangan kuat-kuat, kemudian menghentakkan kaki ke lantai lalu pergi.

Hush sanaaa! Pergi yang jauh kulit lengkuas!

Aku kembali duduk, tapi setelahnya nggak enak juga sih santai-santai di sini sedangkan yang lain piket. Aku sudah dijelaskan oleh Dwi apa yang harus dilakukan saat ada jadwal piket, yaitu bersih-bersih ndalem seperti babibu alias si Mbak asisten rumah tangga plus masak untuk pengurus dan ustadz-uztadzah. Iiih capek deh!

"Sashi tolong dong ambilin pel dan sapu di gudang belakang," ucap Maura yang tiba-tiba saja muncul. "Kamu kan belum kerja, ya. Jadi itu tugas kamu!"

Ehm harus banget ya ngambilnya di gudang belakang? Masalahnya aku rada-rada gimanaaa gitu sama yang namanya gudang.

"Kamu aja deh yang ngambil, Mau. Nanti aku yang ngerjain."

"Ih nggak bisa! Aku kan punya kerjaan lain. Atau aku lapor ya ke Umi kalau kamu nggak piket?!"

Aku mendengkus, sebal sekali dengan duo ular itu. Kenapa pula aku harus piket satu hari dengannya?

"Ya sudah aku ambil!" ucapku dengan setengah nggak ikhlas. Bisa ku lihat senyum kemenangan terukir di wajahnya.

Sashi nggak papa, kok. Tenang, kamu harus tenang. Gudang di tempat ini berbeda, kok.

Seminggu di pesantren ini aku sudah hapal letak ndalem. Karena aku sering wara-wiri di tempat ini. Setelah tiba di depan pintu gudang, mendadak kakiku bergetar hebat dengan jantung yang melompat-lompat. Keringat dingin mulai muncul hanya karena ada tulisan 'gudang'.

Sashi nggak papa. Everything's gonna be alright. Kamu pasti bisa masuk ke gudang, pasti bisa!

Sisi diriku yang lain sudah mulai memberikan semangat seperti tim cheerleaders sekolah. Aku menarik napas seraya meyakinkan diri sendiri. Sumpah demi apapun, rasanya lebih menyeramkan ketimbang ikut Olimpiade Sains Nasional.

Aku membuka knop pintu dengan tangan bergetar, kemudian secara perlahan kuberanikan diri masuk lebih jauh ke dalam. Pintu sengaja ku buka lebar-lebar. Ruangan ini sangat gelap, tapi bisa dibilang cukup bersih. Karena aku sempat menyentuh sesuatu benda dan nggak ada debu di sana.

Aku berjalan lagi, kali ini untuk mencari saklar lampu. Namun tiba-tiba....

Brak!

Pintu tertutup.

Seseorang seperti sedang menguncinya dari luar.

Jangan, jangan dikunci. Jangan dikunci aku mohon.

Aku berlari mendekati pintu dan mencoba membukanya. Tapi nihil. Pintu sudah terkunci sempurna.

Dok! Dok! Dok!

Aku memukul pintu kuat-kuat, berharap siapapun di luar sana mendengarnya. Bagaimana ini? Bagaimana aku bisa keluar dari tempat ini? Semesta tolong kirimkan seseorang untuk menolong aku dari sini.

"TOLOOONG!"

Entah sudah berapa lama aku berteriak dan menggedor pintu. Tapi sepertinya usahaku sia-sia. Nggak ada satu orang pun yang muncul untuk menolongku.

"Bunda, Ayah, tolongin Sashiii."

Tubuhku luruh ke lantai. Aku takut, sangat takut. Mendadak bayangan masa lalu muncul begitu saja dalam pikiranku.

Aku melihat percikan api di depan sana. Mulanya kecil lama-kelamaan api berkobar sangat besar. Bau minyak tanah menyeruak sangat kuat di hidungku membuat napasku sesak bukan hanya karena aromanya tapi juga karena asap yang lumayan tebal.

"Jangan bakar Sashiii. Sashi mau pulang. Sashi mau ketemu Bunda sama Ayah. Hiks, hiks...."

"Bunda tolooong. Ayah, Aru kalian di mana? Tolongin Sashiii. Sashi takut."

Lututku yang sedang kupeluk bergetar. Meskipun aku terpejam, tapi aku masih bisa melihat bayangan itu muncul dengan begitu jelasnya.

"TOLOOONG!"

"Tolong buka pintunya!" Aku kembali menggedor-gedor pintu dengan sekuat tenaga yang ku punya. "UMI, ABI, GUS OMAR! TOLONGIN SASHI!"

Ya Allah Sashi takut. Ya Allah tolongin Sashi, ya Allah.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar. "Ada orang di dalam?" itu suara laki-laki. Aku nggak tahu siempunya karena sekarang aku nggak bisa berpikir jernih.

"ADA! TOLONG! TOLONGIN SASHI!"

Kemudian terdengar suara kaki yang menjauh. Ya Allah, jangan-jangan dia bukannya ingin menolongku, tapi sengaja mengurungku di sini. Bagaimana aku bisa keluar ya Allah?

K

lek klek!

Sebuah cahaya menyusup masuk dari celah pintu yang lama kemalaan terbuka lebar. Seseorang berdiri di dekat pintu, karena kondisi cahaya yang buruk aku nggak tahu dia siapa. Tapi aku segera mendekat, dan memeluk tubuhnya erat. Tubuh besarnya membuat seluruh ketakutanku menghilang. Rasanya aku nggak ingin melepasnya.

"Sashi takuuut."

Kurasakan dia mengelus kepalaku lembut. Aku malah menangis kencang di dalam dekapannya. Kurasa bajunya basah akibat air mataku ini.

"Sashi takut, hiks."

"Alan, Sashi takut."

Selanjutnya aku nggak ingat lagi apa yang terjadi.

******

Happy reading ❤❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

4.8M 289K 60
[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Hana di deskripsikan sebagai gadis nakal pembuat onar dan memiliki pergaulan bebas, menikah dengan seorang pria yang kerap...
374K 21.3K 84
"Manusia saling bertemu bukan karena kebetulan, melainkan karena Allah lah yang mempertemukan." -Rashdan Zayyan Al-Fatih- "Hati yang memang ditakdirk...
6.8M 957K 52
[SEQUEL OF A DAN Z] Tumbuh dewasa tanpa kedua orang tua dan memiliki tanggung jawab yang sangat besar, terlebih harus menjadi sosok orang tua untuk k...
425K 35.9K 38
"1000 wanita cantik dapat dikalahkan oleh 1 wanita beruntung." Ishara Zaya Leonard, gadis 20 tahun yang memiliki paras cantik, rambut pirang dan yang...