Karena Katrina

Av galaxywrites

250K 40.7K 4.2K

Katrin sebel banget sama Pak Anjar, guru matematikanya yang doyan diskriminasi itu. Gara-gara nilai ujian mat... Mer

Prolog
2 - Katrin dan Ipad-nya
3 - Pizza
4 - Rabu Pagi
5 - Malu (Maluin)
6 - Dimana Letak Lucunya?
7 - Hukuman
8 - Hidup Datar ala Garvin
9 - Faktor Reihan
10 - Minta Maaf
11 - Celaka!
12 - Licious Romance
13 - Sebuah Kebetulan
14 - Latar Belakang Garvin
15 - Kucing Malang
16 - Bobby
17 - Usaha Katrin
18 - To Do List
19 - Tugas Pertama
20 - Masih Tugas Pertama
21 - Impossible
22 - Progress
23 - Janji Garvin
24 - Ruang Musik
25 - Sepakbola
26 - To Do List Terakhir
27 - Gagal dan Berakhir
28 - Pengalih Perhatian
29 - Reschedule Janji
30 - Katrin dan Perasaannya
31 - Garvin dan Perasaannya
32 - Pasca Ledakan
33 - Upaya Menjauh
34 - Hak Asuh Bobby
35 - Saling Bersinggungan
36 - Hilang dan Dicari
37 - Menanti Kabar
38 - Rasa Suka
39 - Pawrents
40. Si Paling Bucin
41. Family Dinner
42. Officially Yours
43. Sweetest Garvin
44. Excitement (End)

1 - Mentor Matematika

11.5K 1.5K 141
Av galaxywrites

Chapter 1

Punya mentor matematika yang super ganteng dan berotak brilian itu katanya menyenangkan?

Menyenangkan dari Hongkong!

Siapapun yang menganggap bisa berkerja sama dengan Garvin adalah anugerah, Katrin nggak segan-segan berteriak kalau mereka salah besar. Berpasangan dengan Garvin dalam mengerjakan soal matematika itu kutukan, malapetaka, bencana dan segala kata sifat yang berkonotasi negatif lainnya.

Iya sih, Garvin punya garis wajah tegas, hidung mancung, bibir tipis, dan alis yang terbentuk rapi. Hal yang membuatnya sangat enak dipandang. Dia juga punya otak super encer. Dia bisa mengerjakan satu soal matematika rumit hanya dengan waktu kurang dari tiga menit.

Tapi, nyatanya, ganteng dan pintar saja nggak cukup bagi Katrin untuk belajar matematika dengan damai bersamanya.

"Lo tau Trigonometri, kan?" tanya Garvin dengan sebelah alis naik ke atas. Tatapannya itu seolah baru saja melemparkan pertanyaan untuk tersangka kasus pembunuhan. "Kamu yang sudah menembak kepala korban, kan?" Pertanyaan bernada dingin dan penuh tuduhan seperti itu yang justru terdengar di telinga Katrin. Bukan pertanyaan tentang trigonometri.

Garvin masih melayangkan tatapan sangsinya.

"Tau kok!" balas Katrin akhirnya.

"Rumusnya untuk soal nomor satu ini? Tau?"

"Itu pake aturan sinus pada segitiga siku-siku?" jawab Katrin tak yakin.

"Nah, kok ini malah ngaco ke rumus ini?" Garvin menunjuk kertas buram Katrin.

"Lupa!" jawab Katrin bohong. Sebenarnya tadi dia tidak tahu mau memasukkan rumus yang mana. Katrin hanya asal jawab karena itulah tadi yang sempat ia dengar dari bangku sebelah.

Garvin mengambil pulpen dan mulai mengerjakan soal yang tadinya diserahkan kepada cewek dengan kepang Prancis itu. Nggak sampai dua menit, cowok itu berhasil menemukan jawabannya.

Katrin ingin tepuk tangan salut, tapi dia nggak mau cowok itu makin besar kepala.

"Makanya tuh otak jangan diisi sama dengkul. Dengkul nggak bisa dipake buat mikir." Garvin mengatakan hinaan itu dengan ekspresi datar andalannya.

Ya Tuhan! Andai saja Katrin dibesarkan secara nggak bermoral, dia pasti sudah menimpuk wajah itu dengan sepatu kets-nya tanpa pikir panjang dan mengacak-ngacak muka tanpa dosa itu sampai babak belur.

Mentang-mentang pinter, mulutnya jadi terlatih banget buat merendahkan orang lain.

"Gue tuh nggak bego, gue emang nggak menaruh minat khusus ke matematika," jelas Katrin. Batinnya tuh tersiksa banget dianggap bego hanya karena nggak bisa mengerjakan soal matematika. Lagian, Katrin yakin, masih ada orang yang lebih bego daripada dia, tapi perlakuan Garvin seakan membuat Katrin merasa sebagai manusia paling hina sedunia.

Ini cuma matematika lho! Lagian apa sih fungsi rumus trigonometri untuk kehidupannya ke depan? Katrin yakin di masa depannya nanti dia masih bisa hidup enak, punya kerjaan oke, suami ganteng, kaya, beriman dan anak yang super lucu meski dirinya nggak paham rumus trigonometri.

"Matematika itu penting. Pelajarannya bakal di UN-kan," kata Garvin.

"Sekarang UN bukan penentu kelulusan."

"Bener. Tapi ujian sekolah menentukan kelulusan. Dengan kemampuan lo begini, lo yakin bisa dapet nilai matematika di atas nol untuk ujian sekolah?"

Tuh kan. Sama seperti sebelum-sebelumnya, Katrin nggak bisa berkutik kalau sudah berdebat sama Garvin. Sekerasnya dia meyakinkan cowok itu bahwa matematika is not a big deal for her life, tetap saja Garvin punya argumennya sendiri. Dan argumennya nggak bisa disalahkan juga.

"Ulangan bulan depan nanti, lo harus dapet nilai di atas 50," kata Garvin tanpa menunjukkan tanda-tanda emosi.

Itu sih Katrin sudah tahu. Soalnya Pak Anjar sendiri yang bilang. Kalau nilai murid-murid kurang pinter ini bisa melonjak naik, maka sistem kerja kelompok antara si jenius dan si bodoh ini dapat disebut berhasil. Dengan begitu, nilai rapot di akhir semester dapat terselamatkan.

Namun kalau nggak berhasil, berarti memang ada yang salah sama si murid kurang pintar, alias emang sudah bego bawaan lahir. Dan juga ada yang salah sama murid yang pintar, mereka dianggap nggak mampu membagi ilmunya. Jadi kedua belah pihak sama-sama dicap buruk. Dicap buruk tentu akan mempengaruhi nilai di akhir semester alias saat kenaikan kelas XII nanti.

Jadi mau tidak mau, suka dan tidak suka, Katrin harus tetap belajar sama Garvin. Dan Garvin harus tetap menyabarkan diri mengajari Katrin yang terkesan nggak pernah serius.

"Sekarang kerjain nomor lima. Ini sudah kita bahas Senin kemarin." Garvin menyerahkan kertas soal. Katrin membaca soal nomor lima dengan saksama. Pak Anjar kayaknya bikin soal pakai bahasa planet lain. Angka semua. Katrin nggak ngerti.

Sadar kalau matematika memang musuh terbesarnya, Katrin meringis kecut. Ditatapnya Garvin yang ternyata sudah lebih dulu memandanginya.

Garvin mengembuskan napas keras. "Lo mengingatkan gue sama Dori."

"Dori siapa?"

"Ikan warna biru di Finding Nemo."

"Oh itu! Dia ada film sendiri, kok. Finding Dori."

"Iya, itu. Gue nggak nyangka bisa ketemu Dori dalam wujud manusia."

"Hah? Maksudnya?"

"Lo mirip Dori. Bermasalah sama ingatan. Kalian sama-sama punya memori otak yang buruk," jawab Garvin enteng.

Katrin mengatupkan kedua bibirnya rapat-rapat, menahan diri untuk tidak menyemprotkan makian kasar yang dia yakin akan membuat Pak Anjar yang tengah duduk di kursinya terkena serangan jantung apabila mendengarnya.

***

Kantin di jam setengah sepuluh pagi ini cukup ramai. Itu dikarenakan sekarang ialah jam istirahat. Katrin melahap baksonya, tak memedulikan keributan di kantin khusus kelas sebelas ini.

Dewi, sahabatnya yang mungil, yang identik dengan rambut super pendeknya yang mirip dengan potongan rambut seleher Vanesha Prescilla, juga sedang melahap menu brunch-nya.

"Enak banget lho ternyata diajarin sama Bian. Gue yang awalnya buta banget sama sin cos tan, perlahan bisa paham," ucap Dewi.

Katrin sungguh iri. Sejak dua pertemuan sebelumnya, Dewi sudah memiliki perubahan yang signifikan. Cewek itu nggak ngomel-ngomel lagi kalau Pak Anjar masuk kelas. Padahal dulu mendengar kata matematika aja sudah membuat sekujur tubuh Dewi terasa gatal-gatal. Dia alergi hitung-hitungan.

Sedangkan Katrin, bisa dibilang, kelas matematika yang memang sulit, semakin menjadi malapetaka baginya. Katrin menyesal masuk jurusan IPA. Seharusnya dia dulu pilih masuk SMK aja.

Kalau ada yang harus disalahkan, mungkin itu orang tuanya. Terutama mamanya. Awalnya, Katrin memang enggan masuk IPA. Kalau bisa sih, dia masuk SMK, atau nggak SMA jurusan Bahasa, jadi dia nggak pusing ngitung. Tapi, mamanya nggak merestui pilihannya tersebut. Mama Katrin termasuk orang yang percaya bahwa anak IPA itu adalah anak-anak terpilih karena kemampuan otaknya. Anak IPA juga dinilai mudah untuk masuk jurusan mana pun saat kuliah nanti.

Hingga akhirnya mamanya memberi penawaran. Kalau Katrin mau masuk jurusan IPA, Katrin akan dibelikan Ipad Pro oleh mamanya. Sebuah produk keluaran Apple yang nilainya belasan juta.

Bagai buaya yang disodorin daging segar, mendengar itu, Katrin nggak bisa nolak. Dia membutuhkan Ipad itu. Sebagai cewek yang gemar menggambar, teknologi satu itu bisa sangat membantunya untuk menciptakan komik. Dari dulu, Katrin memang bercita-cita jadi komikus terkenal.

Akhirnya Katrin masuk jurusan IPA, dia berhasil mendapatkan Ipad incarannya. Dia makin gemar menggambar, hal yang membuatnya terlena dan sampai lupa bahwa kelas IPA itu ternyata belajarnya nggak main-main. Semua murid cepat menangkap. Karena memang IQ mereka nggak ada yang di bawah seratus. Nah, Katrin yang malas dan cenderung menjadikan pelajaran sebagai prioritas nomor kesekian, hanya bisa mengap-mengap karena ketinggalan pelajaran di kelas. Alhasil, kadang dia nggak mengerti apa yang diterangkan guru di depan kelas saat jam belajar. Makanya dia dicap bego.

Padahal dia nggak bego. Dia cuma males aja.

Katrin lebih suka menghabiskan waktunya untuk menggambar. Rasanya lebih rileks dan menyenangkan. Katrin bahkan sekarang memiliki akun instagram khusus untuk mengupload komik strip hasil karyanya. Namanya @kitkatcomic. Followersnya sudah hampir sepuluh ribu orang. Dan yang membuat Katrin semangat, yakni respons orang terhadap konten yang dia buat. Dari jumlah likes dan banyaknya komentar yang masuk, itu membuktikan bahwa komik strip yang dibuat Katrin dapat menghibur.

Bagi Katrin, dengan rajin menggambar, itu dapat mengembangkan bakat. Dari pada belajar matematika, itu hanya akan menumbuhkan uban di kepalanya.

"Bian mah orangnya sabar. Nggak kayak Garvin!" cetus Katrin.

Menyandingkan Garvin dengan Bian itu sama halnya menyandingkan Justin Bieber sama Maher Zain. Sama-sama penyanyi sih, tapi genre-nya nggak nyambung!

Bian memang cowok pinter. Keren. Dia juga cukup dekat dengan Garvin. Tapi seantero sekolah pun tahu kalau Bian itu supel dan ramah. Dia tau bagaimana cara meng-treat people, especially treat a woman. Dia kan Don Juannya SMA Gemilang.

"Emang Garvin gimana? Dia keliatan nggak pernah nunjukin emosi di depan lo. Padahal gue yakin, ngajarin lo itu mampu menguji mental."

"Sialan!" maki Katrin. "Dia kan emang gitu, Wi. Minim ekspresi. Tapi meskipun gitu, mulutnya pandai berkata-kata."

"Berkata-kata gimana?"

"Dia rajanya kalau ngatain orang."

"Ngatain gimana?"

"Dia bilang otak gue isi dengkul, lah. Ingatan gue buruk kayak ikan Dori. Dan masih banyak lagi!"

Dewi tertawa. "Dia pasti sebel banget ngajarin lo sampai-sampai berani ngatain lo gitu. Tapi mau gimana lagi ya, Kat. Posisinya kan kita yang butuh mereka."

"Iya juga, Wi. Tapi gue juga nggak kalah sebel lah digituin. Maksud gue tuh, ya. Nyantai aja gitu ngajarinnya. Dia itu udah lebih-lebih dari guru, tau. Pake cara ngejudge otak gue segala. Harusnya dia bisa ngajarin gue layaknya sesama teman. Kayak Bian ke lo. Guenya jadi mudah nangkep kalau dianya baik."

"Ganteng-ganteng tapi killer."

"Kasian nasib anak-anaknya nanti punya Bapak titisan Hitler."

Dewi makin ngakak. "Gila, jahat banget mulut lo. Mending kita kasihani dulu orang yang jadi pacarnya."

"Eh, iya juga, ya. Btw, dia punya pacar nggak sih?" Katrin jadi penasaran sambil menyendok bakso kemulutnya lagi.

"Setahun lebih sekolah disini, gue nggak pernah denger gosip dia pacaran."

"Sama. Kegantengannya ketutupin ama sikapnya yang nyebelin abis kali, ya."

"Mungkin aja dia jadi orang yang berbeda kalau lagi sama pacaranya, Kat. Dia kan nyebelin kalo lagi sama lo aja. Lo sih, nggak ngerti-ngerti sama penjelasan dia."

"Ih, itu karena dianya nggak becus ngajarin, tau!"

"Iya, iya. Cewek emang nggak pernah salah kok," cibir Dewi.

Katrin mencebik kesal. "Gimana ya caranya biar Garvin bisa ngajarin gue dengan tabah dan ikhlas tanpa harus ngata-ngatain kemampuan gue?"

Walaupun Katrin punya prinsip untuk tetap selow di segala kondisi karena nggak ada penderitaan yang abadi, tapi yang begini kalau didiemin bisa bikin gerah juga lama-lama. Dia nggak sanggup satu kelompok atau berpasangan sama Garvin dalam waktu lama mengingat mulut cowok itu pedesnya kayak abis makan tahu ranjau satu kontainer.

"Lo bersikap baik aja dulu, deh, ke dia. Orang kalau dibaikin juga bakal balik baik, kok."

Yang menjadi pertanyaan Katrin sekarang. Gimana caranya ngebaikin spesies datar dan super ngeselin kayak Garvin?

Sepertinya, itu akan menjadi PR tersulit bagi Katrin.

***

A/N:

Gimana menurut kalian ceritanya? Jangan lupa tinggalkan jejak!❤️

Fortsätt läs

Du kommer också att gilla

Roomate [End] Av asta

Tonårsromaner

648K 43.9K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
27.4K 1.3K 44
Bara Satya Mahardhika, cowok ganteng yang super manja. Dia tajir, tapi pelit. Selain itu, cowok jangkung dengan banyak gebetan di kampusnya ini harus...
52K 8.7K 49
Sequel Dunia Saga Read Dunia Saga before otherwise many things will confuse you. Thankyou for reading my work. Enjoy! And please dont copy my story
3.6M 289K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...