High School Examen [Completed]

Od Southern_South

1.4M 142K 10.9K

Dari 5.000 murid Hanya 50 yang lulus Di saat puluhan ribu orang harus mengikuti ujian masuk dengan persentase... Viac

i
P r o l o g
BAB I - 01
BAB I - 02
BAB I - 03
BAB I - 05
BAB I - 06
BAB I - 07
BAB 1 - 08
BAB I - 09
BAB I - 10
BAB I - 11
BAB I - 12
BAB I - 13
BAB I - 14
BAB I - 15
BAB I - 16
BAB I - 17
BAB I - 18
BAB I - 19
BAB I - 20
BAB II - 21
BAB II - 22
BAB II - 23
BAB II - 24
BAB II - 25
BAB II - 26
BAB II - 27
BAB II - 28
BAB II - 29
BAB II - 30
BAB II - 31
BAB II - 32
BAB II - 33
BAB II - 34
BAB II - 35
BAB II - 36
BAB II - 37
BAB II - 38
BAB II - 39
BAB II - 40
E p i l o g
01 | E-mail
02 | E-mail
03 | E-mail
04 | E-mail
05 | E-mail
06 | E-mail
V i s u a l
V i s u a l N o n - M C
?
Dari Giona [Old Version]
Dari Gabriel [Old Version]

BAB I - 04

33.9K 4.6K 236
Od Southern_South

*

*

*

BEL PENANDA WAKTU sarapan sudah berbunyi beberapa kali. Aku dan Gabriel (semalam dia melarangku memanggilnya Gabriella) segera mengunci kamar dan turun ke lantai tiga sebelum ruang makan ditutup atau kami tak akan mendapat jatah sarapan. Ini adalah pertama kalinya bagiku memasuki ruang makan besar yang bisa menampung lebih dari 100 orang.

"Ke sini, Jane! Perempuan terpisah dari laki-laki." Tanganku ditarik menuju sebuah kursi kosong. Di depan setiap murid sudah disiapkan dua potong roti isi, segelas susu, dan satu kap buah-buahan. Menu yang klise dan sederhana, tetapi itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori.

Semua penghuni hostel tampaknya sudah di sini, dari mulai kelas VII sampai kelas XII. Ada Guven yang menyebalkan jauh di seberangku. Dan di meja tunggal depan pada posisi yang memungkinkan pengisinya dapat mengawasi kami secara keseluruhan, ada seorang wanita muda duduk dengan tegap. Rambutnya biru terang dan warna bibirnya terlalu merah. Sorot matanya yang tajam memindai seisi ruangan. Tatapannya sempat bertemu denganku untuk rentang waktu mendekati nol sekon.

"Itu Miss Rafel, pengurus E-Hostel," bisik Gabriel. "Tegak!" Ia memukul punggungku. Aku langsung menegakkan tulang belakang. Posisi ini membuatku tegang dan tak nyaman. Tanpa sadar mungkin beberapa menit kemudian aku akan kembali membungkuk.

Miss Rafel berdeham meminta perhatian. Wanita muda itu menyebutkan peraturan makan yang membosankan seperti jangan mengeluarkan suara apa pun—termasuk denting alat makan, badan harus tegak, makanan yang menghampiri mulut, bukan sebaliknya, dan makanan harus dihabiskan. Aturan itu ditutup dengan ancaman, siapa pun yang melanggar, tak akan diberi jatah sarapan untuk hari berikutnya.

Lonceng didentingkan dua kali dan orang-orang langsung menunduk.

"Berdoa." Gerak mulut Gabriel tanpa suara. Aku kemudian ikut menunduk, berdoa, dan mengangkat kepala saat lonceng kembali berdenting. Aku makan sangat lambat demi menghindari pelanggaran. Alih-alih menikmatinya, aku malah tersiksa. Dan aku harus seperti ini selama setidaknya enam bulan ke depan kalau rencanaku mulus tanpa hambatan.

Argh. Aku membenci semua aturan di sini.

***

"Kelas pertama dimulai pukul 08.00, kita masih punya banyak waktu," ucap Gabriel sembari masuk ke bus sekolah putih berlogo Gateral. Aku mengikutinya di belakang kemudian duduk di sampingnya.

"Kau ... pasti, um ... harimu kemarin sangat berat, ya?"

Aku menatap Gabriel dengan heran sementara kendaraan ini berderum dan melaju. "Maksudmu?"

"Tidak, tidak. Lupakan saja."

"Tidak ada yang berat." Aku berdusta. "Aku paham maksudmu. Namun, sejujurnya soal yang kemarin itu, aku merasa biasa-biasa saja." Tidak. Sejujurnya, kemarin itu adalah masalah yang besar. Hingga hari ini dan berikutnya aku harus menghindari Giona, Megan, Guven, dan para penggosip itu, dan kalau bisa Josev Manuel juga! Oh ya ampun! Banyak sekali organisme menyeramkan yang harus kuhindari!

"Benarkah?" Gabriel menatapku tak percaya.

"Ya."

Gadis itu berdecak sembari menggeleng-geleng. "Mental orang kaya memang luar biasa!"

Aku tersenyum hambar. Sesungguhnya tidak begitu, ataukah barusan dia memberiku sindiran halus? Seperti Guven yang seringkali memanggilku 'orang kaya'? Apa pun itu, aku bakal belajar untuk tak begitu peduli.

Bus berhenti di percabangan radial yang berbeda dari yang kulalui kemarin. Percabangan sialan yang membuatku semakin pusing. Terlalu banyak jalan, terlalu banyak arah yang mesti kuhafal. Aku cukup payah dalam urusan ini. Kami berdua dan penumpang lainnya langsung turun dan berjalan menuju pos presensi. Pos ini tersebar mengelilingi kompleks gedung sekolah. Masing-masing sejajar dengan cabang jalan yang ada. Di sini kami harus memindai kode batang dengan kamera pada jam tangan pintar sebagai bukti kehadiran.

Kami berjalan menuju gedung, melewati air mancur yang menyemburkan air 30 meter ke udara. Kolam besarnya berbentuk lingkaran sempurna dan di tengahnya terdapat patung keempat pendiri Gateral—semua bernama belakang 'Osvaldo'.

"Ini adalah hari pertama untuk berburu prestise."

"Satuan alat tukar virtual di sini, ya?"

Gabriel menjentikkan jari. "Tepat sekali. Aku masih belum tahu sistem konversinya seperti apa. Aturan penukaran nilai ke prestise ini tidak berlaku untuk tingkat Middle School."

Gabriel menceritakan pengalamannya selama di Middle School dan aku menyimaknya dengan baik, hingga kami sampai di lobi dan ceritanya terjeda gara-gara langkahku tiba-tiba berhenti.

Lobi gedung sekolah ini dihiasi sofa ergonomis dengan tanaman hijau estetis di beberapa sudut. Ada garis lampu LED di dinding yang alurnya mengikuti bingkai-bingkai foto yang terpajang. Foto-foto itulah yang menghentikanku. Beberapa dicetak lebih besar dengan lebar 60 cm dan tinggi 100 cm. Foto Giona Osvaldo dan Hasegawa Bara adalah dua dari sekian banyak foto besar. Aku bisa memperhatikan wajah Giona di bidang datar itu. Senyum kecilnya terlampau tenang. Ada sesuatu berkelebat di dalam ingatanku saat memperhatikannya cukup lama, sesuatu yang tiba-tiba menumpulkan indraku. Aku berusaha menjelajah ceruk-ceruk gelap dalam ingatanku, tetapi semakin berusaha justru semakin kabur. Akhirnya aku pun abai.

"Ini para Brie dari tahun pertama Gateral berdiri sampai sekarang—maksudku, foto yang besar-besar itu," tutur Gabriel. "Deretan foto yang lebih kecil itu anggota Royal Class."

Selama berjalan menuju kelas, Gabriel menceritakan Brie padaku. Murid terbaik di angkatan pertama Gateral adalah Kynsley Brie dan August Brie. Begitupula di angkatan kedua dan ketiga masih dipegang oleh keluarga Brie. Semuanya adalah cucu dari Hansen Brie, fisikawan genius yang cukup berjasa pada pendirian Gateral. Hal inilah yang menjadi sebab mengapa di tahun-tahun berikutnya, siswa dan siswi terbaik di Gateral dijuluki Brie. Lalu akhirnya sebutan itu berubah menjadi istilah resmi.

"Nilai Kak Hasegawa hampir selalu sempurna. Giona juga." Kami berbelok menaiki tangga lebar yang melengkung.

"Benarkah? Sebenarnya Giona dan Hasegawa itu kelas berapa?"

"Hasegawa kelas XII. Giona kelas X, seusia dengan kita. Dia sudah masuk Royal Class sejak kelas VII."

"Memangnya dia secerdas apa, sih?"

"Dia ... bagaimana, ya? Aku juga tidak tahu. Namun, sejauh ini, dia memang luar biasa. Sudah menjadi rahasia umum kalau dia memiliki banyak pengagum di sini. Dia punya kemampuan aneh, eidetic memory, tahu? Semacam kemampuan untuk merancang, mengoperasikan, dan memperbaiki sebuah benda dalam pikirannya tanpa menyentuh apa pun."

"Aku juga bisa merancang lukisan indah di dalam pikiranku tanpa menyentuh apa pun, mengoperasikan ponsel dalam pikiran tanpa menyentuh apa pun. Apa istimewanya?"

"Andai sesederhana itu, orang-orang tak akan kagum. Sebelah sini!"

Kami sampai di lorong yang memiliki enam pintu berlapis metal—lagi-lagi dengan panel identifikasi biometrik.

"Blok E-Class." Gabriel menaruh jempolnya pada pemindai sidik jari. Kemudian pintu berdesing pelan dan bergeser ke samping. Aku juga melakukan hal yang sama lalu kami berdua masuk ke kelas. Interior kelas ini sesuai dugaanku—minimalis futuristik, selaras dengan eksterior gedung. Unsur yang menjadi poin utama dari ruang kelas ini adalah lengkungannya yang unik dan lugas di bagian atap dan dinding. Bentuk kursi dan mejanya aerodinamis. Seperti lobi, ada ornamen lampu LED di dinding dan meja guru. Warna putih mendominasi berpadu dengan biru cerah. Jendelanya besar-besar dan bentuknya asimetris. Unik.

Kelas sudah lumayan ramai. Ada Megan di pojok depan, melambai dan tersenyum sinis ke arahku. Aku membalas senyuman sinisnya dengan delikan tajam. Dan ada Guven—sibuk dengan buku bacaan. Aku dan Gabriel memilih meja yang berdekatan di barisan paling depan.

"Tentang orang yang tadi, apa cuma itu saja kelebihan dia?" Aku berputar ke samping memperhatikan Gabriel yang sedang mengeluarkan beberapa buku dari tas dan menaruhnya di meja.

"Tidak. Dia punya ingatan yang sangat kuat, dan dia hafal setiap kata dalam kelima novelnya tanpa perlu bersusah payah menghafal. Ah iya! Dia memang payah urusan olahraga seperti basket, bola voli, dan hal serupa."

Aku tersenyum puas.

"Namun, dia adalah pemanah yang ulung!"

Lengkungan di bibirku langsung sirna.

"Lalu apa lagi? Mahir memainkan alat musik? Menguasai banyak bahasa? Pengusaha muda kaya raya?" Nadaku kedengaran agak sinis.

"Tidak, tidak! Dia bukan pengusaha, atau setidaknya belum. Namun, dua pernyataan sebelumnya itu benar."

Aku cuma bisa merengut sembari merenung, mengingat-ingat apa saja yang aku kuasai; matematika, melukis, dan sedikit astronomi ditambah vokal dan piano? Ah sialan. Semuanya pasti dikuasai Giona, kecuali ....

"Gab?"

Gabriel menutup bukunya dan melirikku.

"Dia jago melukis?"

"Setahuku tidak. Dia tidak bergabung ke dalam kelas atau komunitas seni rupa apa pun."

Baguslah.

"Namun, dia ambidexterous. Bisa menulis dengan dua tangan sekaligus dalam waktu yang bersamaan."

Aku melongo hingga satu-satunya hal yang membuat mulutku mengatup adalah suara gerakan serentak dari tubuh-tubuh yang beradu dengan meja dan kursi. Perhatianku terpusat ke depan. Guru kami datang, rupanya. Aku bergegas duduk dengan rapi, melipat lengan di meja seperti yang kulakukan setiap kali aku memperhatikan guru di sekolah dasar.

"Selamat pagi," sapanya.

Kami membalas sapaannya dengan kompak.

Wanita berkacamata itu berjalan ke dekat bangku. Aksesori berkelas yang ia pakai mengingatkanku pada Mama. Dari caranya berpakaian dan berdandan, sepertinya mereka memiliki selera yang sama, sederhana namun elegan.

Sejenak wanita itu menurunkan bingkai kacamatanya, menatap kami satu per satu dalam jeda yang singkat. Aku merasa tatapannya berhenti sedikit lebih lama ketika sampai pada giliranku, hingga aku lumayan gugup. Untung saja tatapannya segera beralih.

"Selamat datang di E-Class, dan perkenalkan, saya Briana, profesor yang akan menjadi satu-satunya guru kalian selama satu semester ke depan."

Mataku hampir melompat ke luar. Profesor Briana! Dialah orang yang berinisiatif mengundangku ke Gateral! Aku menyipitkan mata, mencoba membaca atribut nama di blazernya.

Briana Osvaldo

Pikiranku langsung melayang pada sosok Giona lalu beralih fokus pada wajah profesor. Dilihat-lihat, bentuk wajah keduanya memang lumayan mirip. Dia pasti mengetahui tindakanku pada Giona kemarin. Ya ampun, situasi macam apa ini!

"Sepertinya aku harus memperkenalkan aturan-aturan terlebih dahulu sebelum memberikan pengumuman penting." Wanita itu memainkan tabletnya di depan kami. "Pertama, presensi. Setiap harinya kalian harus mengisi 3 lapis presensi. Kau pasti sudah mengisi yang dua itu, dan satu lagi ini." Dia menyalakan smartboard di depan, menyentuh beberapa tombol virtual hingga kode batang muncul.

"Buka jam tangan pintarmu dan pindai kode ini untuk mengisi presensi mata pelajaran!"

Semua murid termasuk aku memindai kode tersebut hingga satu tanda centang hijau muncul di dial dan itu tandanya kami hadir.

"Kedua ...." Profesor Briana menggeser layar tablet beberapa kali. Dahinya berkerut-kerut bingung. "Kelas yang wajib—oh ini membosankan. Terlalu banyak yang harus kusampaikan. Aku akan memberitahumu hal terpentingnya saja." Dia menyimpan tabletnya di meja.

"Selebihnya, akan kusampaikan lewat file yang akan kukirim ke akun Gateral masing-masing. Kalau kau sudah membuka laptop, kau pasti tahu bahwa kau sudah mendapatkan ID dan terdaftar di aplikasi kami."

Ya, memang betul. Bahkan semalam aku dan Gabriel mengunduh beberapa buku dan video referensi pembelajaran dari sana.

"Baik, dengarkan. Jadi, selama di Gateral, kau akan membiayai hidupmu dengan otakmu sendiri." Profesor Briana tersenyum misterius. "Nilai yang kau dapatkan akan diubah menjadi prestise dan prestise akan menjadi satu-satunya alat tukar di sini. Tolong diingat, 1 prestise kira-kira cukup untuk membeli 10 lembar kertas HVS."

Profesor Briana berjalan ke tengah-tengah smartboard dan papan tulis elektronik itu menunjukkan tabel konversi.

"Rentang nilai di Gateral adalah dari 0–5. Andai saja nilai rata-ratamu dalam sebulan kurang dari 2, maka kau akan ditransfer ke Hemmington School, begitu pula jika prestisemu menyentuh angka nol. Jadi setidaknya, sisakan 1 prestise saja agar tidak tereliminasi." Tangannya terus menunjuk bagian tabel yang ia jelaskan. "Nilai rata-rata 2 koma sekian, akan dikali 1.000 prestise. Nilai 3 koma sekian, dikali 1.500 prestise. Nilai 4 koma sekian, dikali 2.000 prestise, dan untuk nilai sempurna 5 dikali 5.000 prestise. Prestise akan diberikan di akhir bulan. Kau bisa mengira-ngira sendiri berapa nominal yang bisa didapat."

Otakku tak butuh waktu lama untuk mengetahui seberapa besar prestise yang bisa kami dapatkan dengan berbagai variasi kondisi. Sulit dipercaya bahwa Gateral memberikan kami fasilitas sebaik ini, padahal kami tidak diharuskan membayar sepeser pun.

"Kau bisa mendapat prestise dengan empat cara. Pertama, nilai dari kelas primer, kelas sains yang wajib diikuti dari jam 08.00 pagi sampai jam 11.00 siang. Kedua, nilai dari kelas sekunder. Kau wajib mengikuti minimal satu kelas, baik yang sifatnya akademis maupun non-akademis. Kelas ini dilaksanakan setelah istirahat makan siang sampai menjelang senja. Ketiga, kelas pengayaan di malam hari. Ini opsional, kau bisa mengambilnya kalau merasa kurang memahami materi pelajaran. Dan terakhir, examen besar. Ada yang tahu examen apa saja?"

Seseorang di sisi depan mengangkat tangan. "Expulsion Examen dan Royal Examen," suara Megan.

"Ya. Expulsion Examen wajib kau ikuti di setiap penghujung semester untuk menentukan siapa saja yang harus kami keluarkan. Dan Royal Examen, bisa kau ikuti di akhir tahun ajaran untuk memperebutkan kursi Royal Class. Sebagai catatan, materi examen besar hanya diambil dari kelas primer saja."

Aku berusaha mengulang kembali informasi itu di dalam pikiranku. Konversi prestise, kelas—primer, sekunder, pengayaan—dan Expulsion Examen serta Royal Examen.

"Kau juga bisa menjadi tutor untuk temanmu baik secara cuma-cuma ataupun mendapat bayaran prestise dari mereka. Tentu saja transfer prestise ada prosedurnya. Dan prestise hanya bisa berkurang kalau kau melanggar aturan. Apabila pelanggaran itu berkaitan dengan murid lain ...." Tiba-tiba pandangan profesor itu tertuju padaku. "Maka kau harus mentransfer prestise pada temanmu yang dirugikan."

Aku menelan saliva lamat-lamat. Ada sesuatu yang tak beres pada wanita ini. Ada suatu ancaman yang sedang berusaha ia sampaikan padaku.

Profesor Briana berjalan ke meja dan mengambil tabletnya kembali. "Ada yang ingin ditanyakan?"

"Izin bertanya, Prof!"

Aku memutar kepala. Gabriel.

"Jika prestise diberikan tiap akhir bulan, apakah untuk bulan pertama ini kami masih diberi sarapan dan kupon makan siang gratis?"

Profesor Briana tertawa, membuat pipi Gabriel bersemu merah. "Tentu tidak, Gabriel. Khusus di bulan pertama ini kau akan hidup dengan prestise harian. Kau tahu kami akan selalu mengadakan examen harian, bisa satu examen atau lebih. Setelah keluar, nilai akan langsung dikonversi ke prestise dan kau bisa membelanjakannya. Nilai harianmu akan tetap dihitung dan dikonversi menjadi prestise bulanan untuk biaya hidup bulan selanjutnya. Jadi, mulai bulan depan kau sudah tidak hidup dengan prestise harian lagi."

Yang lain mengangguk paham, sementara aku malah sibuk mencari-cari tanda kebencian pada wajah wanita itu dan menebak berbagai kemungkinan buruk yang mungkin bisa ia lakukan padaku. Namun, Profesor Briana justru tersenyum lembut padaku. Demi kesopanan, aku pun membalas senyumannya meski aku kesal karena tak dapat menebak apakah dia membenciku atau tidak.

"Karena aku sibuk, aku tidak bisa datang ke kelas setiap hari. Ini pengumuman yang kumaksud sebab menurutku ini penting. Namun, tentu aku tidak akan menelantarkanmu. Aku memiliki asisten yang luar biasa. Dia akan mengajar mulai hari ini dan akan mengadakan examen, tentu saja. Dia sedang sarapan di kantin dan sebentar lagi akan dat—" Suara desing pintu membuat kami menoleh pada benda itu. Pintu bergeser.

"Oh itu dia!" Wanita itu keliatan sangat bersemangat. "Mari masuk, Bastian!"[]

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

ACCISMUS Od KIRANI

Tínedžerská beletria

33.3K 6.3K 20
"Katanya, kematian adalah akhir yang indah dari segalanya!" - Kedatangannya, bukan tanpa alasan. Dia harus menginjakkan kakinya di sebuah sekolah ber...
CHAMPIONSHIP Od anggi

Tínedžerská beletria

9.8K 5.5K 26
Tentang empat orang hebat di SMA NUSANTARA yang selalu memecahkan rekor dalam olimpiade tingkat nasional. masing-masing memiliki keahlian yang tidak...
ARGALA Od 𝑵𝑨𝑻𝑨✨

Tínedžerská beletria

5.1M 215K 52
On Going ❗ Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
JODOHKU GUS GALAK Od Nur Fitriani

Tínedžerská beletria

2.3M 82K 44
Jangan jadi pembaca gelap! Seorang santriwati yang terkenal nakal dan bar-barnya ternyata di jodohkan dengan seorang Gus yang suka menghukumya. Gus g...