ANDANTE 2

By LianaL132

5.2K 1K 289

#1 #ANDANTE [NOTE] Ini hanya SEQUEL dari drama Andante. Semua ISI cerita real dari imajinasi Author Mohon be... More

PROLOGUE
#1 Perhatian
SILREO!!!
#3 Jangan katakan itu... Jaebal...
#4 Dia Sahabatku!
#5 Sedikit Kecerobohan
#6 Akan Ku mulai permainannya
#7 Kebetulan ataukah Takdir?
#8 Kejutan!! Siapa yang akan terkejut?
#9 Keputusan
#10 Pabbo!
#11 Kenapa seperti ini?
#12 Ini tidak seharusnya!
#13 Semuanya samar
#14 Apa Ada Jalan Lain?
#15 DILEMA
#16 Membuat Jalan sendiri
#17 INI SEMUA SALAHKU!
#18 AKU AKAN MENJADI HANTU SEKARANG
PART 19 ; LIHATLAH PADAKU!
Part 20 : Aku ingin secara perlahan
#21 DATING?
#22 WAKTU
#23 Siapa yang tahu hal ini akan terjadi?
#24 Kehadiran Orang Baru
#25
#26 Disini ada yang bahagia dan juga tidak
#27 Dan yang sekarang
#28 Bisakah aku akhiri?
#29 Perlahan Mulai Hilang
#30 ABAIKAN DUNIAMU UNTUK KELUAR DARI RASA SAKIT
#31 Apa ini benar kau?
#32 Kacau!
#33 Gajima....
#34 Plan
#35 Kabar
#36 INI SUDAH BERAKHIR
#37 Pengakuan
#38 NASEHAT
#39 KEHANCURANKU ADALAH KEBAHAGIAANMU
#41 KENCAN BUTA
MENGENANG IBU LEE SHI KYUNG
#42 Mengalir Bak Air

#40 BERKAT SEBUAH IDE

56 16 3
By LianaL132

Shi Kyung masih berdiri di tempatnya sejak kepergian Ji Yeon. Semuanya terjadi begitu cepat sekali. Rasanya baru saja kemarin mereka berkencan dan hari ini ia mendapatkan tamparan keras bahwa hubungannya harus berakhir dengan cara yang menyakitkan, lagi.

Shi Kyung tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Bahkan, jika ia mengejar Ji Yeon, itu sepertinya tak bisa mrngubah apa-apa lagi. Rasanya ia menjadi pecundang. Tidak! Rasanya ia menjadi pria terbrengsek yang pernah ada didunia ini untuk Ji Yeon. Ia tak pernah melihat Ji Yeon terluka seperti itu, tak pernah.

Ingin rasanya ia mengambil luka itu dari Ji Yeon. Ingin rasanya ia mengambil beban agar Ji Yeon tak terluka lagi. Ia tak ingin lagi gadis itu terluka. Sudah banyak hal yang membuatnya terluka dan yang paling membuatnya sakit orang itu adalah dirinya sendiri.

Semua ucapan Ji Yeon memang benar adanya. Jika saja dia memikirkan juga bagaimana perasaan Ji Yeon... Jika saja dia tak terus-terusan meminta waktu... Jika saja dia lebih peka dengan keadaan, mungkin akan ada yang berubah walau itu hanya sedikit. Ini semua salahnya! Ini semua.... Semuanya benar-benar seperti mengkritik Shi Kyung dan menyadarkan apa kesalahan yang ia lakukan pada Ji Yeon. Ia terlalu lama berpikir! Ia terlalu lama memilah, apakah ia mencintai Ji Yeon atau kah masih mencintai Kim Bom.

Bahkan terakhir kali pun sebelum Ji Yeon berada di rumah sakit, ia masih meminta waktu pada Ji Yeon untuk menunggunya. Betapa jahatnya dia. Seharusnya ia lebih berani dan mengatakan pada Ji Yeon kalau masa lalu hanya lah masa lalu, tidak akan ada yang berubah dengan itu. Hatinya sepenuhnya sudah di penuhi oleh gadis itu Ahn Ji Yeon.

Tapi, seberapa keras pun Shi Kyung menyalahkan dirinya akan semua itu, ia masih tak sanggup membayangkan bagaimana kesakitan yang dialami oleh Ji Yeon.

Ini tidak sebanding dengan apa yang ia rasakan. Bahkan, sekarang pun ia masih mencemaskan gadis itu.

*****

Hye Ri masih sesekali melamun atas perpisahannya dengan Jae Han dan tak luput juga air matanya terus jatuh bebas setiap kali ia mengingatnya. Ia sebenarnya tak merelakannya tapi entah kenapa ia juga tidak bisa menggenggam Jae Han terus-terusan.

Suasana cafe hari ini cukup sunyi. Sejak tadi, baru terhitung lima orang pengunjung termasuk dia. Ini terkadang membuatnya larut dalam lamunannya.

Sekali lagi, Hye Ri menyesap kopi panasnya. Ia memejamkan matanya menikmati hangatnya kopi dan sensasi agak pahit dari kopi seduhnya. Hye Ri menyukai kopi seduh seperti ini. Namun, saat ia membuka matanya keluar dari sensasi itu, di depannya kini tengah ada Shi Kyung yang menatapnya entah tatapan yang sulit Hye Ri artikan. Entah itu marah, sedih, kecewa, atau pun lainnyam Hye Ri tak mengerti dengan itu. Tapi satu hal yang bisa Hye Ri pastikan adalah maksud kedatangan Shi Kyung disini yang tanpa di undang.

Mimik wajah Hye Ri perlahan menjadi dingin, namun sebisa dan semanis mungkin ia menarik perlahan sudut bibirnya ke atas memhuat suatu lengkungan disana.

"Eoh! Bernard-ah... Apa yang membawamu kemari? Bagaimana kau tahu aku disini?" Hye Ri benar-benar tampak seperti menyambutnya dengan baik.

"Kurasa aku tidak perlu menjelaskannya, bukan?" Tepis ShinKyung dengan dingin.

"Duduklah... Pembicaraan kita akan sedikit panjang. Aku akan memesan satu untukmu."

Shi Kyung duduk bukan berarti ia melakukannya hanya karena mendengar permintaan Hye Ri yang terdengar seperti memerintahkan, tapi ia menyetujui dengan apa yang di katakannya. Mungkin ini akan memerlukan waktu sedikit lebih lama.

Hye Ri memanggil seorang wanita sebagai salah satu pekerja disana. Ia kemudian memberitahukan pada pelayan itu membawakan minuman untuk Shi Kyung juga.

"Aku pesan Bubble Tea untuknya." Kata Hye Ri saat pelayan itu meminta menyebutkan pesananannya. "Kau menyukainya, kan?" Menatap Shi Kyung dengan senyum simpul. Ucapannya barusan terdengar seperti memastikan.

"Terserah." Jawab Shi Kyung dengan dingin.

Selepas kepergian pelayan itu, tatapan Shi Kyung nyaris tak teralihkan oleh apa pun. Ia menatap Hye Ri begitu tajam dan serius. Di matanya sudah berkobar api yang menyala terang. Jika Hye Ri adalah pria entah apa yang sudah Shi Kyung lakukan. Mungkin, satu pukulan atau dua pukulan, atau mungkin lebih itu belum membuatnya puas atas yang sudah terjadi.

"Sudah lama kita tidak seperti ini, iya kan? Woah... aku merindukan saat dimana kita sering menghabiskan waktu hanya kita berdua." Ujar Hye Ri sambil mengelus permukaan cangkirnya.

"Jo Hye Ri-ssi....!" Sebut Shi Kyung dengan tegas.

Hye Ri mendongak, dan entah kenapa ia kemudian tersenyum padanya. "Sekarang kau boleh memanggilku dengan Kim Bom. Ani.... bagaimana dengan Bonggu? Aku sangat menyukainya setiap kali kau memanggilku seperti itu, eottaeh?"

"Jo Hye Ri-ssi!"

"Aku Kim Bom. Kim Bomie..."

"Gimanhae... Apa kau tidak lelah, Jo Hye Ri-ssi?"

"Apa maks---

Shi Kyung mendesah frustasi. Bagaimana mungkin wanita ini masih sangat percaya diri sekali dalam menipu orang? Bagaimana mungkin wanita sangat tidak tahu malu?! Ck! Wanita benar-benar.... Shi Kyung bahkan ingin tertawa tapi ia tak bisa melakukannya, ia terlalu terperangah atas kepercayaan diri seorang Jo Hye Ri.

"Kau hanya Jo Hye Ri. Dan... Apa masalahmu dengan hubunganku dan eonni-mu? Apa pun masalahnya, tak ada sangkut pautnya denganmu. Kau anggap semua leluconmu ini menyenangkan? Ck!"

"Aku tidak mempunyai eonni. Kau sangat tahu itu lebih dari siapa pun, bukan? Kenapa kau sekarang seperti ini padaku?"

"Woaahh....... Jinjja! Sampai akhir kau akan seperti ini rupanya. Ku akui kau sangat berbakat dalam hal acting, jika kau seorang artis sudah pasti kau akan meraih seluruh penghargaan."

"Aaaahh.... Ck! Pria itu....! Jadi kau sudah mendengarnya? Aish... seharusnya kau mengatakannya dengan sangat jelas agar aku tidak ber-acting lagi di depanmu."

"Minta maaflah..."

"Kenapa aku? Wae? Kau menikmati kejutan yang ku berikan? Itu pasti akan terus kau ingat, benar kan? Aish... tadinya aku sangat bersemangat..."

"Mwo? Apa kau sesenang ini setelah menghancurkan hidup oran lain?!"

"Tentu saja. Rasanya begitu menyenangkan bisa bermain dengan boneka di tanganku. Mau ku berikan apa pun juga mereka tidak akan tahu apa itu."

"JO HYE RI-ssi !!!"

Suara bentakan Shi kyung mengelegar di cafe itu.Shi Kyung benar-benar kehilangan kesabarannya atas  gadis ini. Pelayan yang sudah kembali membawa pesanan ikut terkejut seperti yang lainnya, tangannya bahkan sedikit gemetar ketika ia meletakkan gelas minumannya lalu secepat mungkin pergi dari sana.

Shi Kyung sama sekali tak peduli dengan orang lain di sekitarnya. Ia juga tak peduli bagaimana mereka memandangnya atau bagaimana mereka akan berpikir, ia sama sekali tak peduli!

"Kau... Kau hanyalah sampah menyedihkan! Pertunjukan? Kejutan? Boneka? Kau hanyalah wanita gila yang terobsesi dengan kehiduoan orang lain!!"

"Ini semua gara-gara kau! Gara-gara kau, eonni-ku meninggal dengan kesepian! Setiap hari dia berjuang melawan penyakit. Eonni-ku selalu merindukanmu!! Tapi, apa? Kau hanya ingin melupakan! Melupakan! Mengubur eonni-ku sedalam mungkin dalam ingatanmu!!"

Shi Kyung tiba-tiba terdiam. Putaran film pendek di dalam benaknya perlahan menyadarkannya. Bagaimana ia dulu bersama dengan Kim Bom bahkan ketika ia sakit...dan hari dimana terakhir bersama sebelum Kim Bom ikut ibunya ke Seoul, hingga kabar itu...
Tiba-tiba ia menyalahkan dirinya sendiri karena tak bisa selaku bersamanya. Seharusnya ia ikut ke Seoul bersamanya dan menemaninya melawan rasa sakitnya. Ia ingat dengan jelas, bagaimana Kim Bom ketika ia penyakitnya kambuh. Dan itu sangat menyakitkan baginya saat melihat Kim Bom seperti itu.

"Wae?  Kau merasa bersalah sekarang?

"Mianhe.... Bonggu-ah.... " kata Shi Kyung. Suaranya nyaris tak terdengar.

"Ck!! Terlambat... Rasa bersalahmu tidak akan menghidupkan eonni-ku!! Dasar pembunuh!"

Cap pembunuh untuk Shi kyung terdengar menohok hingga ke jantungnya. Shi Kyung tak tahu apa selanjutnya. Tapi....

"Aku... Aku bukan pembunuh. Kau hanya pintar menggunakan kelemahan orang lain dan menekannya sedalam mungkin." Ucapan Shi Kyung benar-benar terdengar parau. "Kau hanya kurang bersyukur atas hidupmu sehingga kau melimpahkan kesalahan terhadap yang lain, arra?! Geuronikka... Kau... berhentilah menganggu orang lain dan syukuri hidup yang sudah di berikan."

Kedua tangan Hye Ri mengepal kuat di balik meja. Tangannya bergetar hebat dan juga tubuhnya sedikit bergetar. Matanya mulai memerah dan rasanya juga mulai memanas. Sedikit lagi, benteng baja Hye Ri akan runtuh di tangan Shi Kyung.

"Beraninya kau menasihatku!" Suara Hye Ri begitu tercekat namun sangat tegas.

Shi Kyung tiba-tiba berdiri dan mengabil jasnya yang terlampir di kursi yang ia duduki. Sebelum ia pergi ia mengatakan sesuatu kembali.

"Aaah... Dengarkan baik-baik dengan indramu yang masih berfungsi itu, sekali lagi kau menyentuh Ji Yeon, aku tidak akan pernah membiarkanmu lolos. Bahkan, kau menggunakan kelemahan itu lagi. Camkan itu!! Dan juga, kau hanya penipu... pe.. ni... pu!"

Shi Kyung benar-benar pergi setelah mengatakan itu.

Satu tiupan terakhir dari Shi Kyung berhasil merobohkan benteng pertahanan Hye Ri. Tangannya yang mengepal langsung menyapu apa yang ada diatas meja. Suara pecahan sangat nyaring terdengar di telinga siapa pun yang berada disitu. Hye Ri tak terima dengan ini semua, rasanya lebih dari penghinaaan.

***

"Noona... Apa kau sudah bangun? Ayah ingin kau menemuinya sekarang."

"Nanti saja."

Yeosob lagi dan lagi menghela napas berat mendengar jawaban itu lagi. Dengan langkah yang berat lagi, ia meninggalkan kamar Ji Yeon. Entah cara apa lagi mereka lakukan agar Ji Yeon meninggalkan kasur empuk dan selimut tebalnya.

Sudah beberapa hari Ji Yeon seperti ini. Tak ingin bertemu dengan seseorang, mengurung dirinya di kamar, makanannya tak di habiskan atau malah yang paling parah ia tak makan sama sekali, bersyukurlah ia mau makan walaupun hanya sedikit. Dia terlalu sering menyembunyikan dirinya di dalam selimut dan sering menangis disana. Yeosob bisa mendengarnya karena kamar mereka bersebelahan.

Sekali lagi, harapan orang-orang yang menunggu Yeosob harus kembali menelan ke kecewaan sekaligus ke khawatiran. Disana juga turut hadir dengan Se Na dan juga Taeyang, hanya mereka lah teman yang dimiliki oleh Ji Yeon. Ngomong-ngomong soal permasalahan mereka dengan keluarga Ahn, Ny. Ahn sudah tak mempermasalahkannya. Seharusnya ia tidak semarah itu pada anak-anaknya.

Kening yang berkerut serta wajah yang muram menghiasi setiap inci di wajah mereka masing-masing. Otak mereka sudah tumpul untuk membuat rencana agara Ji Yeon mau keluar dari sana. Terakhir kali, Shi Kyung datang itu hanya membuatnya makin memperburuk keadaan. Meskipun begitu, Shi Kyung sudah menjelaskan pada mereka semua apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa Ji Yeon bisa seperti ini.

"Ini tidak bisa terus-terusan seperti ini." Kata Tn. Ahn bersuara lebih dulu di banding mereka yang tengah berpetualang dengan pikirannya masing-masing.

"Noona akan selalu menyakiti dirinya sendiri lagi. Bagaimana pun caranya kita harus menghiburnya atau bahkan kita harus mengajaknya berlibur. Kita harus menghentikannya bagaimana pun caranya." Kata Yeosob penuh ambisi.

Ny. Ahn menatap ke atas, dimana kamar Ji Yeon berada. Sekali lagi ia menghela napas beratnya.

"Tunggu! Aku punya ide!" Seru Se Na dengan antusias.

Semuanya menatap Se Na dengan rasa penasaran yang amat. Se Na tersenyum misterius, lalu memberitahu mereka ide apa yang terlintas dalam pikirannya. Seketika, wajah mereka menjadi berseri satu sama lain. Mereka sudah tahu apa yang harus mereka lakukan dan orang tua Ji Yeon sangat menyetujui itu. Mereka semua berharap dengan cara ini Ji Yeon akan tersenyum lagi. Semoga....

Yeosob langsung bergegas mengambil kunci mobil Ayahnya. Kali ini ia tak memakai motor kesayangannya. Entah kemana ia akan pergi, tapi ia pergi dengan terburu-buru.

Saat tiba waktunya makan malam, Se Na membawakan makan malam untuk Ji Yeon. Ia melihat Ji Yeon yang masih meringkuk di balik selimutnya. Perlahan, Se Na duduk di sampingnya dan menyibakkan selimutnya dengan pelan.

Pemandangan pertama yang Se Na dapatkan adalah diri Ji Yeon yang sangat berantakan. Mata yang bengkak dan sembab, lingkar hitam di sekitar matanya, wajah yang kusam serta rambut yang acak-acakan, entah bagaimana Se Na mendeskripsikannya, tapi Ji Yeon yang sekarang sangat lah berantakan.

"Bangunlah... kau harus mandi dulu," kata Se Na yang sambil berpura-pura ingin muntah.

Tatapan Ji Yeon masih kosong memandanganya.

"Kau akan seperti ini terus? Bayiku di dalam sana ingin aku menemanimu, tapi dia tak menyukai baumu sekarang."

Ucapan Se Na tentang bayinya menarik perhatian Ji Yeon, itu terbukti dengan mengkerutnya kedua keningnya.

Uwwweekkk....

"Hyak... cepatlah! Kau ingin membunuhku dan bayiku?"

Wajahnya yang memelas berhasil membuat benteng es Ji Yeon mencair. Ia segera menyibakkan sisa selimut yang masih membungkusnya. Dalam diam, ia melangkah gintai ke kamar mandinya. Senyum kemenangan Se Na mencuat ke permukaan seiring mendengar percikan air dari kamar mandi. Ia segera mengambil ponselnya dan mengetikkan kata sukses pada Taeyang lalu kembali menyimpannya ke saku sweetersnya.

Ji Yeon keluar dengan keadaan rambut yang basah serta mengenakan mantel mandinya. Ia melihat kamarnya sudah sangat rapi, Se Na lah yang merapikannya selaginia menunggu Ji Yeon yang tengah membersihkan dirinya.

Se Na menarik perlahan kedua sudut bibirnya ke atas. Ini jauh lebih baik ketimbang melihat sosok Ji Yeon tadi yang hampir tak bisa di terima dengan akal pikirannya.

"Umhh... cantiknya." Puji Se Na.

Se Na sudah memilihkan baju yang untuk  Ji Yeon kenakan. Ji Yeon kembali mengekrutkan kedua alisnya.  "Apa tidak salah kau memilihkan itu?" Ji Yeon begitu heran melihat setelan pakaian olahraga, apalagi Hoodie yang Se Na pilihkan adalah Hoodie dengan bahan yang paling tebal diantara yang lain. Ia akan sangat kepanasan dengan itu nantinya.

Se Na mengelus perutnya, kemudian menatap Ji Yeon kembali dengan tatapan seperti anak anjing. Siapa pun yang melihatnya dia tak akan tega membiarkannya.

Ji Yeon menghela napas panjang dan berat. "Aaahh... Wae...!!" Protes Ji Yeon sambil mengambil pakaian itu. Se Na hanya terkekeh menerima omelan itu. Wajah Ji Yeon ketika kesal sangat ia sukai sehak dulu, dia seratus kali lebih lucu di bandingkan ia bersikap lucu.

"Geurae... Akan lebih baik jika kau seperti itu. Teruslah marah-marah." Gumam Se Na saat Ji Yeon pergi mengganti pakaiannya.

"Ayo makan!" Se Na menawarkan makanan pada Ji Yeon. Tidak... lebih tepatnya ia menyuruh Ji Yeon agar menurutinya. Ji Yeon kini sudah berganti.

"Aku tidak lapar." Tolak Ji Yeon halus.

"Oh, ayolah... uhm?" Kembali lagi Se Na mengelus permukaan perutnya. Ia bisa melihat betapa frustasinya Ji Yeon sekarang.

"Aish! Kenapa bayi itu nakal sekali!" Gerutu Ji Yeon sambil melangkah ke tempat dimana Se Na tengah duduk dengan makanan yang sudah tersaji di atas meja.

"Dia bisa mendengarmu, tahu." Tegur Se Na. Tawanya hampir lepas jika ia tak mengatup bibirnya rapat-rapat. Ia tidak pernah berpikir kalau bayinya akan meluluhkan seorang Ahn Ji Yeon.

Se Na lalu memberikan sumpit langsung pada tangan Ji Yeon. Perlahan, Se Na makan terlebih dahulu lalu kemudian di ikuti oleh Ji Yeon walaupun ia mengambil makanannya dengan enggan.

Sendawa yang cukup besar  dari Se Na mengundang tatapan jengkel dari Ji Yeon. Se Na hanya tertawa tanpa beban sedikit pun, lagi ia melirik ke perutnya sebagai isyarat. Tadinya, ia tak ingin makan. Ia hanya ingin memancing nafsu makan Ji Yeon agar mau melahap makanannya tanpa sisa, tapi yang terjadi dia lah yang hampir menghabiskan semua makanannya, bahkan potongan terkahir dari telur dadar gulung ia sambar meskipun itu sudah setengah mengudara ke mulutnya. Rupanya, janin yang ada dalam perut Se Na sangat lapar hingga ia pun tak sadar sudah menghabiskan sebanyak itu.

"Mwoya!" Pekik Se Na melihat makanan di meja habis tanpa sisa. "A--A-Apa ak- a-aku yang menghabiskannya?"

Ji Yeon mengangguk membenarkan. "Oh! Kau yang menghabiskannya." Jawab Ji Yeon singkat.

"Aish! Berat badanku akan bertambah lagi." Keluh Se Na sambil memegang puncak rambutnya dengan frustasi. "Baru saja kemarin aku naik 2kg, dan sekarang aku memakan semuanya? Arrggh... apa yang sudah ku lakukan." Ujar Se Na dengan frustasi sampai ia menghentak-hentakan keningnya dia atas meja.

"Gwaenchana... lagi pula, semua ibu hamil akan begitu." Hibur Ji Yeon.

"Apanya yang tidak apa-apa. Sejak kehamilanku, sudah begitu banyak pakaianku yang kini tak muat lagi. Apa ini akan kembar?" Kembali menegakkan kepalanya saat ia mengatakan soal kembar.

Ji Yeon sudah berlalu ke pembaringannya lagi. Kali ini ia telah menyingkirkan selimut tebalnya. Yeah, siapa yang akan bisa tidur jika memakai dengan selimut itu lagi.

"Aku berbicara sendiri rupanya." Helaan napas Se Na begitu jelas hingga sampai ke pendengaran Ji Yeon.

Se Na lalu membereskan piring sisa makanan mereka dan juga membawanya kembali ke dapur.

Saat Se Na kembali, Ji Yeon sudah terlelap begitu nyenyak. Sangat damai sekali melihat wajah polosnya tertidur. Dia persis seperti bayi yang sedang tidur. Se Na membelai lembut kepala Ji Yeon. Melihat dia yang tampak damai seperti ini, membuat perasaan Se Na menghangat. Layaknya seorang ibu, Se Na menepuk-nepuk pelan bahu Ji yeon persis seperti ibu yang menidurkan anaknya, Se Na melakukan itu.

"Mianhe, Ji Yeonie..." ucap Se Na dengan nada serius dan entah arti dari tatapannya itu.

*****

Suara samar pecahan ombak menggelitik di telinganya. Samar-samar juga ia mendengar suara orang-orang yang bercanda dan tertawa bersama. Rasa sedikit terik di wajahnya ketika sang surya memaparnya membuatnya mendelik karena itu.

Ji Yeon terbangun dengan keterkejutannya.

Ia bermimpi seolah seseorang menculiknya ke suatu tempat. Dan suara dari para pelakunya sangat ia kenal. Ini tidak mungkin, bagaimana mimpi konyol itu bisa menyerangnya. Ini konyol sekali.

Dalam beberapa detik kemudian Ji Yeon kembali terkejut serta terperangah. Bagaimana bisa ia berada disini? Ini bukan kamarnya! Semalam ia masih ingat dengan jelas kalau ia tertidur di kamarnya dan setelah itu.... ia mendengar permintaan maaf dari Se Na. Yang di dengarnya itu mimpi, kan?

"Mianhe, Ji Yeonie..."

Tak lama Taeyang kemudian masuk ke kamar Ji Yeon. Dia langsung menggendong Ji Yeon dan bergegas menuju ke mobilnya, sedang Se Na mengikutinya dari belakang.

Mobil di lajukan, Se Na membawa Ji Yeon tidur di atas pahanya. Saat masih dalam perjalanan, entah Ji Yeon terbangun atau mengigau tapi yang jelas ia menanyakan sesuatu.

Ji Yeon melompat dari ranjangnya dan segera bergegas ke tempat dimana ia mendengar suara orang-orang itu. Disana ada Yeosob, Se Na, dan juga Taeyang, sepertinya mereka akan pesta barbeqi terlihat dari pemanggang yang mereka telah siapkan.

Ji Yeon masih tak mengerti dengan semua ini. Makanya ia berani bergabung bersama mereka bukan karena inginnikut berpesta, tapi ia ingin menanyakan kenapa ia bisa sampai ke villa mereka padahal Ji Yeon ingat dengan jelas ia berada di rumah, di kamarnya.

Bersamaan langkah, sebuah suara menghentikan pergerakannya. Siapa lagi yang bisa membuat Ji Yeon seperti ini kalau bukan Shi Kyung.

"Aku datang!" Seru Shi Kyung, ia tak sadar kalau Ji Yeon ada disana. Shi Kyung rupanya menyiapkan daging untuk di panggang. Tangannya sudah penuh memegang itu dan juga penjepitnya.

Mereka bertiga menoleh ke sumber suara. Mereka mendapati Ji Yeon juga disana. Posisi Ji Yeon yang masih memunggungi Shi Kyung membuat suasana menjadi sangat canggung.

"Woah.... assa! " seru Yeosob bersemangat dan bergegas membantu Shi Kyung membawanya.

Mata Shi Kyung tak luput dari Ji Yeon. Bahkan, ketika ia melewatinya ia masih melempar pandangannya terhadapnya.

Se Na pun memanggil Ji Yeon agar mendekat dan bergabung bersama mereka. Lagi pula, ini semua di lakukan untuk Ji Yeon. Bagaimana pun juga Ji Yeon harus ikut di dalamnya.

Desiran daging yang mengenai panggangan serta aroma daging yang begitu harum, membuat mereka menghirup sebanyak-banyaknya aroma itu. Yeah.... terkecuali mereka berdua, Shi Kyung dan juga Ji Yeon. Atmosfer diantara mereka masih belum mencair.

"Woah! Woah! Minyaknya menetes!" Seru Yeosob yang terlihat paling tak sabar lagi ingin segera menikmatinya.

"Hyak! Kau harus membaliknya dengan cepat! Itu... itu... yang disana, kau belum membaliknya!" Kata Se Na yang tidak puas dengan hasil kerja Yeosob.

"Aish! Diamlah! Aku tahu itu..." Yeosob tak terima dengan itu dan akhirnya berucap dengan kata yang informal (Banmal) secara tak sadar.

Se Na langsung menghadiahinya dengan cubitan di lengannya. Ia sebenarnya ingin menjitak kepalanya, tapi ia tak sampai.

"Mwo?! Hyak! Beraninya kau berbicara banmal denganku. Aahh... palli! Aku sudah tidak sabar ingin memakannya."

"Mianheyo. Salah Noona juga yang terus menggangguku. Ganggu saja Taeyang Hyeong, kenapa harus aku yang di omeli."kata Yeosob bersungut-sungut sambil memanggang dagingnya.

"Kau kan maknae disini. Jadi, terima saja." Jawab Se Na dengan sumringah.

"Dia selalu menggunakan itu." Gumam Yeosob.

Suara berisik mereka berdua membuat pusing di kepala. Mereka terlalu heboh hanya karena potongan-potongan daging yang ada dalam panggangan. Taeyang sedari tadi sudah mengebalkan telinganya, apalagi posisinya berada diantara kedua toa itu. Taeyang terus fokus memanggang daging tanpa mengeluarkan satu kata pun.

Sedangkan Shi Kyung dan Ji Yeon masih diam seribu bahasa. Mereka tak seperti berada disana. Tubuh mereka ada, namun jiwa mereka berdua entah melayang kemana. Mereka berdua hanya menyiapkan sate kebabnya dalam diam. Sangat diam...

Tentu saja Shi Kyung mencuri-curi pandang pad Ji Yeon begitu pun juga sebaliknya. Tapi, ego mereka terlalu tinggi hanya untuk memulainsuatu topik pembicaraan. Tidak... untuk Shi Kyung lebih tepatnya ia tidak tahu ingin mengatakan apa. Banyak hal yang ia pikirkan di kepalanya hingga ia bingung yang mana dulu untuk di katakan.

"Eoh?! Dimana daun seladanya?" Tanya Se Na meninggikan sedikit volume suaranya agar terdengar di telinga semua orang yang ada disana. Ia hendak membungkus potongan daging yang sudah matang dengan itu.

Yeosob dan Taeyang menoleh dengan penasaran. Namun, benar kalau disana tak sehelai pun ada daun selada.

"Yaah... ini tidak akan baik jika tidak ada itu." Kata Yeosob dengan sedih.

Shi Kyung yang merasa bertanggung jawab dengan persediaan itu karena dialah yang membeli semuanya. Ia ingat dengan benar kalau ia membeli dengan yang itu. "Apa sungguh tidak ada?" Tanya Shi Kyung memastikan.

"Tidak ada." Jawab Se Na cepat. "Padahal aku ingin sekali makan sekarang." Imbuh Se Na sambil mencecap salivanya.

"Apa kau tidak lupa membelinya, Shi Kyung-ssi?" Tanya Taeyang.

"Aku tadi yakin sudah membelinya. Apa aku lupa?"

"Ya sudah. Aku akan memeriksa di kulkas. Barangkali disana ada daun selada." Kata Ji Yeon menawarkan diri, lalu bergegas ke dalam.

"Gomawo, Ji Yeonie." Ucap Se Na dengan lega.

Beberapa sate kebab yang sudah dibuat kini sudah berada diatas pemanggangan bersama dengan yang lainnya. Seluruh daging sekarang sudah hampir matang dan perut mereka tentu saja sudah berteriak sejak tadi.

"Mwoya! Hyeong, kau tak membeli soju?" Tanya Yeosob dengan kecewa setelah kembali memperhatikan barang belanjaan yang sudah di tata diatas meja.

Shi Kyung menyeringai sebagai jawaban. Ia benar-benar lupa untuk yang ini.

"Hyeong, bisakah kau mengambilkan soju di dapur? Aku menyimpannya di lemari diatas pencuci piring, dan kurasa ada makgeolli juga di dalam kulkas."

"Baiklah."

"Eoh, Shi Kyung-ssi. Jangan lupa air putih untuk Se Na, dia tidak boleh meminum alkohol."

"Baiklah."

Shi Kyung sudah beranjak pergi. Kini tersisa mereka bertiga.

"Kenapa aku tidak boleh minum soju?" Tanya Se Na kesal pada Taeyang.

"Karena bayi kita." Jawab Taeyang tegas.

"Aish! Dia selalu mengalahkanku!" Gerutu Se Na.

Se Na kemudian membungkus dagingnya dengan daun selada dan menyuapnya sendiri ke dalam mulutnya dalam satu suapan besar. Ia mengunyah daun selada bersama dagingnya dengan nikmat. Rasanya benar-benar sangat enak.

Yeosob melihatnya dengan terperangah. Lebih tepatnya ia terperangah pada keberadaan daun seladanya, Ji Yeon masih belum kembali bagaimana mungkin itu sudah ada.

"Heoll! Kau membohongi kami?" Pekik Yeosob ketika sudah tersadar.

Taeyang ikut menoleh ke arah Se Na yang tengah duduk menyantap dagingnya dengan daun selada yang benar-benar ada diatas meja.

"Eottokkae...." kata Taeyang juga yang terperangah.

"Aku sengaja menyembunyikannya." Jawab Se Na tanpa dosa sambil menyuap kembali potongan daging dan daun seladanya. "Ummhhh... massita!"

Kedua pria itu hanya geleng-geleng kepala melihatnya.

"Yoksi... Noona memang Jjang." Kata Yeosob. Entah itu sebuah pujian atau malah sindiran. Tapi entahlah... lagi pula Se Na tak peduli dengan itu.

Mereka hampir selesai memanggang semua dagingnya. Taeyang dan Yeosob juga sudah menikmati hasil masakan mereka, tapi sampai saat ini dua orang yang pergi ke dapur tak kunjung kembali juga, entah apa yang terjadi disana tapi mereka bertiga sepertinya sengaja dengan itu. Wajah mereka tampak sangat berseri hari ini.

"Mereka belum kembali juga. Apa mereka akan baik-baik saja?" Kata Se Na tiba-tiba.

Mereka bertiga sangat menginginkan rencana mereka akan berhasil. Setidaknya....

*****

Ji Yeon tengah mencari-cari daun selada di dalam kulkas. Nakun, seberapa pun dia mencari ia tak menemukan daun selada bahkan satu pun tak ada. Sementara itu, Shi Kyung juga datang mencari soju yang Yeosob katakan, tapi saat ia membuka lemari itu tak ada satu pun terkecuali botol kosong disana.

Mereka sama-sama mengehela napas panjang dalam waktu bersamaan dan sedetik kemudian tatapan mereka terkunci satu sama lain.

Ji Yeon kemudian mengalihkan pandangannya dan menetralisir tenggorokannya yang tak gatal. Sedang Shi Kyung tak menjauhkan pandangannya bahkan sedetik pun. Ini membuat Ji Yeon yang entah kenapa menjadi salah tingkah di buatnya.

"Kurasa mereka sengaja melakukannya," ujar Shi Kyung menebak situasi sekarang.

Ji Yeon terdiam. Ia memutar otak mengingat rentetan kejadiannya. Ucapan Shi Kyung memang sangat masuk akal.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Shi Kyung. Entah kenapa pertanyaan itu makin membuat situasi menjadi sangat canggung.

"Baik," jawab Ji Yeon sekenanya.

Suasananya malah tak karuan. Ini sngat canggung sekali, hingga rasanya tercekik hanya karena situasi seperti ini.

"Bagaimana denganmu?" Tanya Ji Yeon tiba-tiba.

"Tidak buruk. Setidaknya, sampai sekarang aku masih bisa menatapmu seperti sekarang."

Entah apa yang salah dari ucapan Shi Kyung, tapi Ji Yeon merasa tertohok dengan itu. Sakit sekali disana.

"Aku permisi!" Pamit Ji Yeon.

Namun, sedetik kemudian ucapan Shi Kyung menghentikan langkahnya. Saat Shi Kyung mengatakan itu sensasi berbeda menjalar di hatinya. Seluruh darahnya mendesir hingga membuat bulu kuduknya berdiri. Ia juga tak bisa menampis fakta kalau ia merasakan hal yang sama.

"Bogoshipeosseo...." Kata Shi Kyung dengan lembut dan berhasil menghentikan langkah Ji Yeon ketika ingin beranjak pergi.

"Ku bilang aku merindukanmu. Aku sangat merindukanmu." Ucap Shi Kyung lagi, memperjelas apa yang ia katakan sebelumnya.

Habis sudah pertahanan Ji Yeon, hancur sudah rompi baja yang ia kenakan hanya karena ucapan rindu dari Shi Kyung yang rasanya seperti pedang tajam yang menusuk tajam ke dalam jantungnya.

Bahunya sudah bergetar hebat. Shi Kyung melihatnya malah makin sesak disana. Lagi! Ia menyakitiki Ji Yeon lagi. Lagi! Ia menjadi pria sangat sangat brengsek!

Shi Kyung perlahan memberanikan dirinya melangkah dan berdiri tepat di depannha. Wajah Ji Yeon sudah di tutupi oleh kedua tangannya, hanya isakan-isakan kecil yang terdengar.

Shi Kyung langsung membawa Ji Yeon dalam dekapannya. Ia bisa mearasakan betapa gadisnya itu sangat terluka. Bahunya tak berhenti bergetar, ia masih setia menahan suara pecahan tangisnya agara tak terdengar.

"Mianhe... Ji Yeon-ah... Mianhe...."

"K-kk-kenapa hiks.... K-kkk-kenapa k-kau hiks... hiks...melakukan ini padaku... hiks... hiks... hiks..."

"Mianhe... Ini salahku. Ini semua salahku. Mianhe... karena terus membuatmu seperti ini."

Ji Yeon mendorong tubuh Shi Kyung darinya dan memukul-mukul dada bidang Shi Kyung dengan sisa kekuatan yang ia miliki.

"Nappeun! Nappeun... hiks.. hiks... Kau sangat jahat! Hiks... K-kk-kau hiks... hiks... hiks..." Ji Yeon terus memukul Shi Kyung.

Shi Kyung tak mengelak di pukul Ji Yeon seperti itu. Sakitnya tak sebanding dengan apa yang mereka rasakan berdua. Sangat tak sebanding.

Air mata Shi Kyung juga tak bisa di tahankan lagi. Ia menangis. Ia menangis melihat Ji Yeon yang bahkan sesak karena tangisannya.  Ia menangis karena kehancuran gadis yang dicintainya itu. Ia juga hancur dengan itu.

Shi Kyung menarik Ji Yeon lagi ke dalam pelukannya. Ji Yeon mencoba meronta tapi tenaga Shi Kyung jauh lebih besar dibandingkan dengannya. Lama mereka dalam posisi itu. Berbagi kehangatan bersama. Berbagi kesakitan bersama. Shi Kyung masih setia memeluk tubuh mungilnya itu, ia sangat hati-hati seolah tubuh Ji Yeon akan hancur berkeping-keping jika ia tak hati-hati memeluknya.

Begitu lembutnya Shi Kyung menangkan Ji Yeon. Begitu lembutnya ia mengelus rambutnya. Ia benar-benar sangat hati-hati, hingga kemudian isakan tangis Ji Yeon perlahan meredam berganti dengan pelukan erat tangan Ji Yeon yang melingkar di pinggang Shi Kyung.

"Biarkan tetap seperti ini untuk sebentar," kata Ji Yeon saat mengeratkan pelukannya.

"Dan untuk waktu yang lama," imbuh Shi Kyung.

Ji Yeon mencari posisi nyaman di dada bidang Shi Kyung, tersisa sesegukkan kecilnya yang sesekali terdengar.

TBC

Part ini makin ngebuat gua turut sakit atas mereka berdua.
Entah apa lagi yang akan terjadi pada mereka...
Tapi ini cukup ngebuat gua nangis mengingat hubungan mereka yang
selalu saja ada yang menghalanginya.

Jangan lupa tinggalin Vomment kalian yah... 😉😉
GOMAWO
Udah setia ngikutin sejauh ini...
사랑해...

Continue Reading

You'll Also Like

31M 2M 103
1# Mavros Series | COMPLETED! MASIH LENGKAP DI WATTPAD. DON'T COPY MY STORY! NO PLAGIAT!! (Beberapa bagian yang 18+ dipisah dari cerita, ada di cerit...
87.6K 9.9K 42
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
30.3M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
434K 44.3K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...