.
.
Lebih baik kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.
~ Hadits Riwayat Thabrani.
.
.
***
6 minggu setelah Suluk berakhir ...
Malam itu suasana ballroom di sebuah hotel berbintang lima itu tampak semarak. Hiasan dekorasi serba putih mendominasi interiornya. Tiang-tiang dibalut dengan kain sutera sewarna susu. Rangkaian bunga mawar merah pekat dan putih, teruntai di bagian tengahnya, dan diikat dengan pita berwarna perak. Langit-langit tertutupi dengan pilinan kain putih yang menjuntai dengan renda perak berkilau.
Para undangan mulai memenuhi sepertiga ruangan. Seorang pria muda yang bertugas sebagai pembawa acara, tampak sedang bersiap-siap. Pria itu sibuk berdiskusi dengan seorang event organizer yang mengenakan rompi hitam dan kacamata hitam.
Tampak di sudut-sudut ruangan, para wanita dan pria berkelas saling bercengkrama. Mereka sebagian besar adalah rekan bisnis Dana, yang datang bersama calon penerus perusahaan mereka. Dan sebagian kecilnya adalah para sosialita yang memang kerap kali turut mengundang mereka di setiap acara mewah.
"Yoga belum muncul?"
"Belum. Saya dengar prosesi penandatanganan kenaikan jabatan sudah berlangsung siang tadi di kantornya. Sekarang Yoga dan Pak Dana sedang otw kemari."
"Oh begitu. Akhirnya dinasti Danadyaksa berpindah tangan ya."
"Yoga adalah putra satu-satunya. Pada siapa lagi perusahaan sebesar ini dia wariskan? Pak Dana tidak punya pilihan lain bukan? Ha ha!"
Lawan bicaranya tertawa. "Bicaramu seolah kamu meragukan kemampuan Yoga."
"Kita sama-sama tahu kalau Pak Dana adalah salah satu mentor bisnis terbaik di kota ini. Saya rasa, sulit menyamai kemampuan beliau. Saya berani taruhan, Yoga tidak sehebat Ayahnya dalam memimpin perusahaan. Kita lihat saja."
***
Pintu mobil limosin hitam itu dibuka oleh seorang supir berseragam hitam. Yoga menapakkan kakinya keluar lebih dulu, lalu mempersilakan Ayahnya keluar dari mobil. Mereka berjalan bersama memasuki area lobi, dan segera disambut oleh seorang wanita mengenakan rompi hitam. Wanita bermodel rambut kuncir kuda itu tadinya sedang berbicara dengan rekannya melalui walkie talkie. Tapi begitu melihat Yoga dan Ayahnya datang, dia segera membungkuk hormat dan mengawal mereka memasuki sebuah pintu kayu yang adalah akses samping dari ballroom. Pintu itu mengarah ke sebuah koridor, lalu mereka berhenti di depan sebuah pintu kayu bertanda bintang emas.
"Silakan Pak. Make up artist sudah siap sejak tadi."
Yoga yang menjawab. "Terima kasih."
Pintu dibuka. Ruangan itu cukup panjang, dengan cermin memenuhi sepanjang sisi dinding. Seorang pria penata busana dan dua orang make up artist wanita, segera membungkuk memberi hormat pada mereka. "Selamat malam Pak," sapa mereka serempak.
"Selamat malam," jawab mereka nyaris bersamaan.
"Silakan duduk Pak. Kita sebaiknya mulai dari make up dulu. Supaya nanti busananya tidak terkena bekas make up," sang pria si penata busana memberi saran.
"Baiklah," jawab Dana yang segera mengambil posisi duduk di depan cermin.
Yoga belum juga duduk di samping kursi Dana. Membuat Ayahnya menoleh heran padanya. "Yoga, ngapain kamu bengong di situ? Duduk di sini supaya kita bisa cepat mulai acaranya."
Dia diam beberapa detik, lalu berkata pada seorang wanita berambut keriting yang sedang berdiri di dekatnya, sudah siap dengan alat tempur make up-nya di tangan. "Maaf, saya bukannya meragukanmu, tapi bisakah saya memilih make up artist yang laki-laki saja?"
Pertanyaan itu mengejutkan semua orang di ruangan. Dana tampak kesal. "Yoga! Kamu kenapa sih? Tinggal di make up aja sebentar! Pake ngajuin syarat macam-macam segala!"
Yoga tersenyum sopan pada wanita itu. "Jangan kuatir. Jasamu tetap saya bayar. Karena kamu sudah di-booking spesial untuk acara ini. Saya sungguh minta maaf, saya meluputkan bagian ini. Semestinya saya request begini sejak awal. Saya akan bicara pada staf E.O. Mereka yang akan mencarikan make up artist laki-laki untuk saya."
Diperlakukan dengan demikian sopan, membuatnya raut wajahnya yang tadinya masam, berubah membaik. "Baik tidak apa-apa Pak." Wanita itu keluar ruangan, dan tak lama seorang staf E.O wanita yang tadi menyambutnya di lobi, masuk ke ruang rias. Setelah Yoga bicara padanya, dia menyanggupi untuk mendatangkan seorang make up artist laki-laki, dalam 15 menit.
Dana memicingkan mata pada putra semata wayangnya. "Kamu benar-benar aneh, tahu! Ayah ulang : A N E H !!"
Yoga sedang duduk santai di samping kursi Ayahnya sambil melipat kedua tangan. Dia tersenyum nyengir. "Iya aku memang aneh. Aku kan anak Ayah. Hi hi."
***
M.C pria berkaca mata bening itu tampak rapi dengan jas tuksedonya dan dasi kupu-kupu. Dia baru saja membuka acara, sambil menunggu semua undangan hadir. Ruangan ballroom mulai dipadati setengahnya.
"Kami ucapkan selamat malam kepada para undangan yang telah hadir dalam pesta perayaan pasca pelantikan C.E.O baru Danadyaksa Corp. Seperti kita ketahui bersama, pada siang hari ini telah berlangsung peresmian Bapak Yoga Pratama sebagai C.E.O yang baru dari Danadyaksa Corp., menggantikan posisi dari Bapak Danadyaksa. Sesaat lagi Bapak Danadyaksa akan memberikan kata sambutan. Kepada Bapak Dana, untuk waktu dan tempat, kami persilakan."
Dana muncul dari balik tirai panggung. Meski telah memasuki masa paruh bayanya, tubuhnya masih tampak gagah. Dia memakai setelan jas putih dan celana panjang putih. Kemeja dalamannya berwarna hitam pekat, dengan sebuah dasi berwarna marun. Suara tepuk tangan riuh terdengar dari para undangan.
"Selamat malam. Kami haturkan banyak terima kasih atas kehadirannya pada pesta perayaan pasca pelantikan putra saya Yoga Pratama sebagai penerus posisi C.E.O Danadyaksa Corp. Setelah puluhan tahun merintis bisnis ini, telah banyak hal yang kami lalui. Dan saya merasakan betapa sulitnya memperoleh kepercayaan dari rekan bisnis. Banyak diantara rekan-rekan bisnis saya yang hadir pada malam hari ini, telah menjadi saksi dari perjalanan kami merintis bisnis. Kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, karena berkat kerja sama yang baik dengan kalianlah, perusahaan Danadyaksa Corp. bisa berdiri tegak hingga saat ini. Maka kami mohon untuk kedepannya, semoga kerja sama kita bisa terus terjalin dengan baik. Terima kasih atas kepercayaan Ibu Bapak sekalian. Silakan menikmati pesta malam ini. Selamat malam."
Pria paruh baya itu kembali mendapat tepuk tangan meriah dari para tamu. Dana turun ke bawah panggung dan bersalaman dengan para undangan. Mic kembali dikuasai oleh MC.
"Selanjutnya, C.E.O baru Danadyaksa Corp. akan memberikan kata sambutan. Kepada Bapak Yoga Pratama, kami persilakan."
Yoga keluar dari balik tirai panggung, dengan mengenakan setelan serba putih yang sama seperti Ayahnya. Kemeja dalaman hitam dan dasi warna marun, senada dengan warna dekorasi interior pesta. Tampilannya tampak segar dengan gel rambut. Rambutnya ditata ke samping, dengan beberapa helainya menyentuh kening. Dia melempar senyum yang membuat para wanita kesengsem melihatnya. Para tamu wanita berbisik.
"Sayang aku sudah menikah. Kalau belum, kulamar dia."
Komentar itu membuat teman yang berdiri di sampingnya tertawa. "Seharusnya kurekam komentarmu barusan, dan rekamannya kukirim ke suamimu."
"Ngomong-ngomong soal melamar, aku pernah mendengar gosip, kalau salah satu teman kita pernah melamar Yoga, tapi ditolak."
"OH YA?? SIAPA??"
" ... Aurel."
"AUREL?? Benarkah?? Dia punya tampang yang cantik! Kenapa juga dia harus merendahkan dirinya dengan melamar laki-laki?"
Dia mengendikkan pundak. "Entahlah. Mana ku tahu. Tapi itu Aurel yang dulu. Aurel sekarang BERUBAH 180 derajat!"
"Hah? Berubah seperti apa?"
"Kamu akan lihat sendiri nanti. Kalau dia datang."
Yoga berdiri di depan mic. "Selamat malam. Terima kasih pada para tamu sekalian, yang sudah menyempatkan hadir pada acara malam hari ini. Saya merasa terhormat diberi kesempatan untuk memimpin perusahaan sebesar Danadyaksa Corp. Dan saya berharap bisa membawa perusahaan kami menjadi lebih baik lagi. Mohon bantuan dan kerjasamanya. Selamat menikmati hidangan dari kami. Selamat malam." Sambutan yang sangat singkat itu ditepuki para hadirin. Dia melangkah ke tepi panggung dan menuruni anak tangga. MC kembali melanjutkan susunan acara.
"Selamat menikmati hidangan yang telah kami siapkan. Permainan piano klasik yang romantis akan dibawakan oleh seorang pianis muda berbakat, Cleo Sandra. Selamat menikmati."
Dentingan tuts piano segera mengisi suasana pesta. Gadis muda yang usianya belum genap 20 tahun itu, sedang naik daun karena baru saja memenangkan kompetisi bergengsi internasional. Dia memainkan Clair De Lune dengan sangat baik. Dengan segera, permainan pianonya memberi warna romantis yang kental.
Para tamu mengambil makanan di sebuah meja hidangan yang panjang. Di atasnya, berjejer berbagai makanan mewah kelas atas. Lobster, udang, kepiting, steak, tuna dengan kaviar, macaroni cheese, bebek panggang, berbagai salad dan es krim.
Di area depan dekat panggung, Dana merangkul putranya dan mengajaknya berbincang dengan rekan-rekannya. Dengan maksud berusaha mengakrabkan penerus perusahaannya dengan rekan bisnisnya, demi kelanggengan kerjasama mereka.
"Yoga, kenalkan. Ini rekan Ayah, Pak Sony dan istrinya Bu Lily." Mereka tampaknya seumur dengan Ayahnya. Pak Sony hanya memiliki rambut di sisi samping kanan kiri kepalanya. Sementara istrinya tampak lebih muda darinya. Gaun putihnya tampak serasi dengan jepit bunga mawar putih yang tersemat di gelung rambutnya.
Yoga tersenyum pada mereka berdua dan menjabat tangan Pak Sony. "Selamat malam Pak Sony."
Istri beliau mengulurkan tangannya, siap untuk bersalaman. Tapi Yoga memberinya salam jarak jauh, dengan mengatupkan kedua tangannya di depan dada. "Selamat malam Bu Lily. Maaf saya salamannya dari jauh tidak apa-apa ya?"
Dana tampak tak bisa menutupi rasa terkejutnya. Tapi Yoga hanya tersenyum pada Ayahnya yang matanya kini mendelik.
"O-oh baik. Tentu saja, tidak apa-apa," jawab wanita itu dengan kikuk.
Mereka berdiskusi tentang perusahaan masing-masing. Lalu Dana berlanjut memperkenalkan Yoga dengan rekannya yang lain. Kegiatan itu berlangsung berkali-kali hingga membuat Yoga merasa bosan. Tapi karena sudah terlatih bertahun-tahun, dia masih bisa memasang wajah profesionalnya di hadapan mereka. Namun satu hal yang berubah adalah, dia tak lagi bersedia menjabat tangan wanita yang bukan mahramnya.
Setelah satu jam berlalu, mereka akhirnya berdiri berdua saja di balkon yang menghadap ke pemandangan gedung-gedung sekitarnya.
Yoga menyandarkan punggungnya di tepi balkon seraya menghela napas lega.
Dana memberinya tatapan kesal. "Yoga, kenapa kamu tiba-tiba jadi kolot begitu? Memangnya apa salahnya salaman dengan mereka? Kita kan hanya bersalaman secara profesional saja. Bukannya melakukan sesuatu yang tidak pantas. Tidak perlu bersikap berlebihan seperti itu. Kamu bisa menyinggung perasaan mereka."
Putranya itu sempat menatap lurus ke mata Ayahnya. Tapi kemudian dia melempar pandangan ke arah bangunan bertingkat yang tampak berkilau dengan kerlip lampu-lampu. "Ayah, maafkan aku. Aku telah mengalami berbagai hal dalam hidupku. Tidak mudah bagiku mengambil keputusan ini. Sekali pun aku menjelaskan panjang lebar, kurasa tak ada gunanya juga. Sebab saat ini kita berbeda sudut pandang. Jadi, aku hanya bisa bilang, jangan kuatir. Hal kecil macam itu bukanlah penghambat bagi datangnya rezeki. Tak ada hubungannya."
Dana mengernyitkan dahinya heran. Dia kemudian mengurut dahi. "Hh ... Ayah benar-benar sudah tidak memahami kamu. Tak bisakah kamu merubah cara berpikirmu yang ini, agar setidaknya kamu bisa kembali pada norma orang umum kebanyakan? Sebab orang-orang akan menganggapmu aneh!"
Yoga terdiam beberapa saat. Matanya menerawang jauh. "Salah satu guruku pernah bilang, dulu Nabi Muhammad pernah membahas tentang ini. Beliau bilang, ditusuk dengan besi panas, masih lebih disukainya, ketimbang bersentuhan dengan yang bukan mahram."
Kini berganti Dana yang diam. Hening itu hanya diisi dengan suara kendaraan dari jalanan di bawah gedung.
Dia menoleh ke Ayahnya. "Aku mau jawab begitu, tapi tidak berani. Jadi aku akan jawab, aku tidak akan mundur ke belakang, setelah semua jalan menanjak yang kutapaki. Aku berharap, Allah membuatku bisa bertahan di tahapan ini. Biarlah orang-orang menganggap ku aneh. Toh aku memang aneh." Kalimatnya diakhiri dengan cengiran.
Ayahnya menghela napas sambil menggelengkan kepala. "Hahh ... terserah kamulah sana."
Tak lama, mereka kembali memasuki ballroom dan menyambut tamu yang baru datang. Mereka berkumpul bersama 3 orang rekan Ayahnya yang lain. Saat sedang membahas tentang suku bunga bank, seorang pelayan datang menghampiri mereka, membawa sebuah nampan besar yang di atasnya ada banyak gelas-gelas kaca berisi berbagai minuman.
"Minumnya Tuan?"
Masing-masing dari mereka mengambil sebuah gelas. Saat tiba giliran Yoga, dia tampak ragu. "Maaf, ini minuman apa ya?"
"Champange, Tuan."
"Ada jus jeruk saja?"
"Ada Tuan. Sebentar saya bawakan."
"Terima kasih."
Dana memberinya tatapan datar seolah sikap Yoga lagi-lagi menurut dia, berlebihan.
Alunan piano terhenti. MC kembali menguasai mic. "Para hadirin sekalian, mohon maaf mengganggu waktu kalian. Sebentar lagi, Bapak Dana akan memimpin kita bersulang. Silakan Bapak Dana untuk naik ke atas panggung."
Ayahnya berjalan dengan percaya diri ke arah panggung.
"Selamat malam para tamu sekalian. Mari kita bersulang untuk kejayaan bisnis kita di masa depan. Bersulang! Cheers!!" dia mengangkat tinggi-tinggi gelas champange-nya.
Orang-orang dengan suka cita turut mengangkat gelas kaca mereka tinggi. "Cheerss!!"
Yoga tampak tidak menyukai pemandangan yang dilihat matanya saat ini. Tapi tangan Yoga ikut mengangkat gelas berisi jus jeruknya, lalu meneguk minumannya hingga habis.
Silakan nikmati minuman kalian. Teguk hingga titik air penghabisan.
Insyaallah cairan yang kalian minum saat ini, adalah minuman ber-alkohol terakhir yang disuguhkan Danadyaksa Corp. pada para tamunya.
***