IRREPLACEABLE (Completed āˆš)

By Nana_JN

26.8K 2.2K 634

Tragedi terjadi. Ia keturunan yang tersisa. Dan bersamanya lah ia mampu melewatinya. Namun apa yang terjadi... More

PROLOG
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB -1
BAB 6
Irreplace-info-able
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB -2
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16 (End)
EPILOG
EXTRA 1

BAB -3

866 72 32
By Nana_JN

Masalalu hanyalah kenangan yang tidak dapat dirubah lagi. Tetapi masalalu dapat menjadi pembelajaran bagi seseorang untuk di masa yang akan datang atau masa yang sedang dialaminya.

👑👑👑

Suasana tegang tengah terjadi di istana besar yang menjadi pusat dari seluruh istana yang ada di wilayah kerajaan Lanzwirs. Seluruh pelayan diminta untuk meninggalkan ruang tengah yang begitu luas. Ruangan yang biasanya menjadi tempat canda tawa itu mendadak menjadi tempat penuh kegelapan dengan hati yang dipenuhi amarah.

Raja Cadwallon, pemimpin tertinggi di masanya yang terlihat kelihatan sangat marah. Tubuh tinggi tegapnya bahkan tidak mampu menutupi kemarahan dalam jiwanya yang terlihatkan ke permukaan. Raja Cadwallon menatap tajam satu persatu orang yang ada di ruangan itu. Ia memandang marah serta benci mendalam, hingga tangannya mengepal dengan sangat kuatnya sampai terlihatkan tulang-tulang di sela jari-jarinya yang memerah.

"KENAPA ADA HAL MENJIJIKAN YANG TERJADI DI ISTANA SUCI INI?!" Raja bukan hanya berteriak, ia sudah membentak dengan sangat kasar.

Setelah air mata yang telah tumpah karena perselisihan yang terjadi, semuanya mendadak membisu di tempat tidak tahu harus berbuat apa ketika yang tertinggi telah mengetahui ada hal keburukan yang sudah terjadi di balik tubuh besarnya.

Pangeran dengan kulit putih memerah itu tertunduk, bersujud di kaki ayah tercintanya, meminta belas kasihan dan ampunan atas dosa yang telah di lakukannya. "Ayah, maafkan kami.." lirihnya sembari berupaya memegangi kaki raja Cadwallon.

Raja itu langsung menyingkirkan tubuh putra satu-satunya itu dengan kaki besarnya, mendorong tubuhnya tanpa rasa kasihan sedikitpun. Padahal, sangat terlihat dari air matanya memancarkan kesedihan yang mendalam atas kegagalannya menjadi seorang pemimpin keluarga ketika ia berhasil memimpin kerajaannya sendiri.

Sebuah tangan mungil mengusap lembut punggung tangan besar raja Cadwallon, matanya pun terarah pada putri kesayangannya yang berhasil meluluhkan batu es terbesar di hatinya. "Ayah, sudah cukup." pintanya dengan lembut. Matanya memancarkan rasa kesedihan melihat kakak yang disayanginya bersujud meminta maaf pada ayahnya.

"Semua ini bukan salahku saja! Niara juga ikut terlibat!!"

"DIAM!!!" Raja Cadwallon benar-benar terpicu untuk membentak lebih kasar lagi. Ia bahkan berani menampar wajah putranya sendiri. "Semua ini salahmu! Salahmu yang tidak bisa menyingkirkan rasa cinta pada adik kandungmu sendiri!! bahkan kamu sudah memiliki keluarga, betapa hancurnya hatiku melihat kamu yang tidak bisa membuang perasaanmu itu pada adikmu sendiri!"

Wanita paruh baya di sampingnya tak tahan untuk melihat itu semua, ia bahkan menutup mulutnya dan menahan air matanya untuk jatuh lagi. Bisa-bisanya kakaknya itu memancing kemarahan ayahnya lagi.

"Niara, katakan pada ayah, bayi yang dikandung Lady Chiary berjenis kelamin apa?" tanya raja Cadwallon melembut.

Denial tidak suka itu. Dia benar-benar benci dengan semua sikap palsu ayahnya. Semua sikap buruk yang tidak selayaknya ia lakukan padanya. Memperlakukan hal yang berbeda antara ia dan adiknya, Niara.

Niara melihat langit-langit ruangan, ia benar-benar tidak bisa berbohong pada ayahnya dan dia tidak ingin menambah luka yang ayahnya alami. "Perempuan." sahutnya pelan,

Dan didetik itu juga, raja Cadwallon langsung memanggil seluruh anggota keluarga. Untuk melakukan tindakan yang benar-benar sudah dirancangnya dengan pasti.

👑👑👑

Di sisi lain, suatu ruangan penuh canda tawa dengan hangatnya cinta tengah menyelimuti ruangan tersebut. Tidak ada ketegangan yang terjadi seperti ruangan lain yang dipenuhi oleh kegelapan hati.

"Bayinya perempuan, pasti sangat cantik seperti bundanya." puji seorang wanita sambil mengusap perut wanita di sampingnya.

Wanita itu tersenyum membalas, pun juga mengaminkan ucapan dari sahabat sekaligus iparnya selama berada di istana ini. Sebagai sama-sama menantu, mereka saling berbagi rasa, mencurahkan apa yang mereka alami, dan saling membantu sama lain.

Sesaat ada tawa bayi yang sepertinya mengerti dengan suasana yang tengah dirasakannya. Bayi lelaki tampan dengan rambut hitam pekat itu menyunggingkan senyum manisnya. Ia yang tengah belajar berdiri dan berjalan itu sesekali terjatuh dengan dipegangi pengasuhnya. Semua itu tak luput dari pantauan putri Tiara, sang ibunda yang sangat menyayangi putranya meski trauma masalalu sering kali teringat ketika melihat wujud putranya.

Putri Tiara kembali menatap ke arah Lady Chiary, sahabatnya itu juga ikut tersenyum melihat putranya yang sudah mahir berdiri. "Pangeran Clinton akan menjaga putrimu sebagaimana kamu menjagaku." janjinya sembari mengamit tangan Lady Chiary.

Perempuan tersebut mengusap balik tangan putri Tiara. "jangan merasa ada balas budi, sudah ada garis takdirnya."

Ucapan Lady Chiary membuat putri Tiara tersentak, ia memang memiliki firasat bahwa semua yang telah terjadi memang akan ada sesuatu yang telah digariskan. Yang jelas, pada masalalu ia bahkan ingin menggugurkan bayinya sendiri karena merasa tidak sanggup untuk melaluinya.

Sekelibat kenangan buruk itu terus saja melintas di kepalanya. Semuanya tergambar begitu jelas. Ketika ia tengah melakukan perjalanan dengan keluarga kerajaan, ketika hanya ia dan Lady Chiary yang tertinggal di mansion karena semua orang pergi menuju tempat yang direncanakan, ketika ia bertemu kembali dengan sahabat tersayangnya, dan ketika malam itu terjadi. Malam paling buruk yang pernah ia lalui seumur hidupnya. Ia bahkan merasa jijik dan malu, bahkan takut kepada suaminya sendiri. Dan dari tindakan itu pula, ia membenci sahabatnya. Persahabatan mereka hancur begitu saja karena sebuah kesalahan yang telah dilalui.

Semua itu berhasil dilalui dengan adanya kekuatan yang diberikan Lady Chiary padanya. Hingga tanda kehamilan itu terjadi. Suaminya selama tiga bulan lebih pergi untuk tugas negara dan mereka tidak pernah melakukan hubungan suami istri selama itu. Sudah jelas, itu bukan janin dari suaminya, melainkan dari sahabatnya. Lady Chiary bahkan berusaha keras untuk menguatkannya kembali, memberikan dukungan moril padanya bahkan ketika sahabat-sahabatnya pergi meninggalkannya. Dengan semua masalah yang dihadapinya, ia bersyukur memiliki ipar seperti Lady Chiary, hatinya benar-benar tulus.

"Lihat putri Tiara!" Pengasuhnya berseru riang, membuyarkan lamunan masalalu kelamnya.

Matanya langsung mengarah pada putranya yang tengah berjalan tertatih-tatih menuju ke arahnya. Ia pun langsung membentangkan tangannya hingga putranya itu berhasil menelusup ke pelukannya. "Putra Ibu, hebat!" Pujinya sembari mengecup pipi gembul putranya, lalu menatap pada pengasuh putranya. "Terimakasih, Brenda." ucapnya tulus kemudian.

Brenda, wanita yang baru berusia 25 tahun itu menyukai pekerjaannya. Mengabdi pada kerajaan sebagai pengasuh dari pangeran Clinton, cucu pertama dari pangeran Denial itu benar-benar dianggapnya seperti putranya sendiri. Ia menyayangi setulus hatinya dengan semua tingkah laku balita menggemaskan itu.

"Brenda, setelah putriku lahir, tolong asuh dia juga." pinta Lady Chiary,

Perempuan itu langsung mengangguk pelan. "hidupku untuk kerajaan Lanzwirs, termasuk untuk mengasuh para penerus."
Penuturan Brenda membuat hati Lady Chiary lega, setidaknya ia tidak perlu mencari pengasuh baru. Cukup Brenda, cukup perempuan muda itu yang merawat putrinya karena ia mempercayakan sepenuhnya pada Brenda.

Hingga pintu ruangan terketuk tiga kali membuat penjaga pintu ruangan itu langsung membukanya dan menanyakan ada perihal apa. Kemudian ia berbalik dengan raut wajah tegangnya.

"Lady Chiary, dan Putri Tiara diminta menuju ruang tengah."

Sempat bertatap muka, mereka berdua pun memilih untuk mengubur rasa penasaran mereka dan melanjutkan langkah kaki mereka ke ruangan tengah. Ruangan yang awalnya diminta untuk dihindari pada malam ini dikarenakan ada hal penting yang disampaikan raja Cadwallon, kakek mertua mereka.

👑👑👑

"Ayah aku mohon, jangan katakan itu pada putraku, maupun menantuku. Jangan buat diriku rendah di mata mereka." pangeran Denial benar-benar bersujud di kaki ayahnya dnegan bersimbah air mata.

Putri Niara bahkan tidak sanggup melihatnya, melihat penderitaan yang dipikul kakaknya itu.

"Cepat berdiri!" perintah raja Cadwallon dengan angkuhnya. Tidak juga ia membantu putranya untuk berdiri.

Pintu pun terbuka, menghadirkan putra pangeran Denial beserta istrinya dan putra dari putri Niara dan istrinya yang tengah mengandung. Setelah semuanya lengkap, pintu itu kembali tertutup dengan sangat rapat. Hingga tidak ada satupun yang mampu mencuri dengar tentang perihal yang disampaikannya.

Dengan perintah tangannya, raja Cadwallon meminta semuanya untuk tetap berdiri dan ia yang duduk ke singgasananya. Denial selalu benci itu, benci dengan mahkota besar yang dirasanya tidak pernah pantas berada di atas kepala ayahnya. Sangat tidak pantas hingga ia benar-benar muak melihatnya.

"Hal buruk terjadi di istana, pengkhianatan ada di belakangku selama bertahun-tahun. Dosa besar telah menodai istana suci ini. Dan malam ini juga ku perintahkan Denial beserta keturunannya meninggalkan istana utama, berpindah tempat menuju istana di selatan."

Sebuah pengumuman singkat yang menggetarkan hati pendengarnya. Apalagi putri Tiara yang sudah mengalami hal traumatis dihidupnya, ia bahkan dipegangi Lady Chiary agar tidak terjatuh. Beserta sang Lady yang menahan tangisannya mendengar perpisahan akan segera terjadi antara ia dan putri Tiara. Emosi yang tidak stabil dikarenakan tengah mengandung pun tercurahkan dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya.

Pangeran Denial benar-benar berupaya untuk tidak berontak, sesuai perjanjiannya pada ayahnya yang berjanji tidak akan mengungkap masa lalunya dengan putri Niara, adik kandungnya tersebut. Suatu luka dalam yang membuatnya makin membenci ayahnya karena lebih memihak pada putri Niara, selalu membela adiknya itu bahkan di situasi saat ini.

"Kakek! Ada apa-apaan ini!!" Pangeran Cleo, putra satu-satunya pangeran Denial itu protes pada sikap yang diambil kakeknya. Ia bahkan dengan lantang memprotes hal tersebut.

Pangeran Denial lantas menarik mundur putranya, menyuruhnya untuk segera menjauh dari posisi raja Cadwallon yang tengah menahan amarahnya. "Baiklah, kami terima." ucap pangeran Denial pada akhirnya.

Pangeran Denial juga tidak ingin menatap ke arah adiknya, ia tahu bahwa adiknya juga merasa sedih karena perpisahan yang terjadi di antara mereka. Begitu pula pangeran Zeon yang akan berpisah dengan sepupunya, pangeran Cleo yang sudah dianggapnya seperti adiknya itu. Semua luka itu terjadi pada malam tersebut. Kemarahan akan sikap dan tindakan dari raja Cadwallon tidak bisa terbantahkan. Yang jelas, mengapa raja melakukannya pasti sudah ia pikirkan dengan matang hingga tidak boleh ada yang mampu membantah perintahnya.

👑👑👑

Musim salju tidak pernah berubah, tetap dengan dinginnya suhu, tetap dengan bekunya air, tetap dengan kurangnya pencahayaan dari sinar matahari, dan tetap membuat tubuh menggigil.

Angin berhembus kencang, menerpa wajah cantik putri kesayangan dari kerajaan Lanzwirs tersebut. Ia sedang diajak ibunya untuk mengunjungi suatu tempat, dan keberadaan mereka tengah ada di wilayah selatan Lanzwirs. Wilayah yang disebutkan sebagai tempat terkutuk. Entah lah kenapa ia diajak ibunya ke tempat yang sangat dingin ini. Belum lagi keadaan ibunya yang tengah mengandung adiknya.

Keberangkatan mereka tentu dengan pengawalan yang ketat dari pihak keamanan Lanzwirs. Termasuk keamanan dari sahabat tersayangnya, Deven. Putra dari jenderal keamanan Lanzwirs yang selalu menemaninya kemana pun ia pergi.

"Bunda, kita mau ketemu siapa?" suara mungil putri itu membuat ibunya merendahkan badannya, memposisikan dengan putri kecilnya.

Ia mengusap lembut pipi putrinya yang nampak memerah karena suhu dingin yang dirasakannya, "Menemui sahabat bunda." jelasnya.

Deven kecil yang berada di belakang hanya ikut melangkahkan kakinya ketika rombongan kerajaan itu melanjutkan perjalanan mereka. Ia sempat melihat ke arah putri Chaqira, sahabat tersayangnya itu menengok ke belakang yang langsung tertuju padanya. Jelas sudah ia membalas dengan senyuman hangatnya.

Mereka tiba pada suatu tempat besar yang menurut putri Chaqira sendiri bahkan seperti istana utama, tempat kediamannya. Istana tersebut kelihatan sangat tinggi dikarenakan tinggi badannya yang masih kecil itu kelihatan sangat mungil dibanding istana tersebut. Mereka juga melalui hutanan yang telah mati daun-daunnya, yang menyisakan batang pohon saja yang masih kokoh.

Salju tebal tak luput menemani setiap perjalanan mereka, kaki mungil putri Chaqira bahkan beberapa kali hampir tenggelam, terperosok masuk ke dalam tumpukan salju. Lady Chiary, sang ibunda beberapa kali menawarkan untuk menggendongnya saja. Tetapi putri kecilnya itu keukeh untuk berjalan, ia tidak sanggup melihat bundanya yang tengah mengandung itu menggendongnya. Dan tentu saja ia tidak akan pernah mau digendong para ajudan yang ada di belakang dan depan mereka. Tentu tidak,

Kedatangan mereka di sambut oleh empat penjaga tempat itu. Badan mereka sangat besar, tinggi tegap, dengan kulit berwarna kecoklatan. Putri Chaqira meyakini bahwa orang-orang itu bukan dari wilayah Lanzwirs. Karena perawakan mereka tidak seperti itu.

Ia melihat ke arah bundanya yang nampak berbicara serius pada para penjaga tersebut. Hingga kepala mereka mengangguk setuju. Dan selanjutnya, gerbang yang terbuat dari kayu itu terbuka lebar. Memperlihatkan apa yang ada di dalamnya.

"Sahabat bunda, di mana orangnya?" Putri Chaqira tetap dengan rasa penasarannya.

Bundanya tersenyum lagi, hingga sebuah pelukan datang dari arah lain. Dan Chaqira kecil tahu, itu lah sahabat bundanya. Tunggu, ada seorang anak laki-laki yang kiranya seumuran Deven berdiri tepat di belakang wanita itu, sahabat bundanya.

Lady Chiary lantas menundukkan kepalanya, mengusap secara langsung pipi gembul putri kecilnya. "Ucha, ini putri Tiara, sahabat bunda. Dan ini, pangeran Clinton, putranya." terang bundanya memperkenalkan dua orang asing tersebut.

Selama hidupnya, Putri Chaqira kecil tidak pernah menemui dua orang tersebut. Apalagi anak kecil laki-laki itu. Tangan mungil putri Chaqira terjulur ke hadapan dua orang tersebut, "Namaku Chaqira, kalian bisa panggil aku Ucha."

Ucha adalah nama kecil untuk panggilan kesayangannya. Tidak semua orang bisa memanggilnya dengan nama kecilnya itu. Begitu kata neneknya, tetapi ia tetap tidak peduli dan selalu meminta orang-orang yang baru ia temui untuk memanggilnya dengan panggilan nama itu.

Lady Chiary tersenyum lembut, ia mengusap pelan rambut putrinya. Lalu menatap ke arah putri Tiara yang begitu antusias melihat putri kecilnya. "Dia benar-benar lucu, dan sangat cantik. Sudah kubilang, dia akan serupa sepertimu."

Ucapan putri Tiara langsung mengingatkan Lady Chiary pada kejadian buruk beberapa tahun yang lalu, yang menyebabkan mereka harus terpisah. Lady Chiary kembali merendahkan posisi berdirinya untuk sejajar dengan putri Chaqira. "Sayang, kamu main dengan pangeran Clinton dan Deven dulu ya. Bunda ingin berbicara dengan sahabat bunda." pintanya,

Putri kecilnya itu langsung mengangguk antusias. Ia suka bersosialisasi dengan orang-orang baru. Termasuk anak laki-laki yang sekarang sudah menjadi temannya meski ia kelihatan tidak suka banyak berbicara.

Sembari bundanya melangkahkan kaki berbelok dari arah yang ditujunya, putri Chaqira menatap ke arah pangeran Clinton. "Kamu kok banyak diamnya? Lagi sakit ya? Ini kita mau kemana? Oh iya umur kamu berapa? Seumuran sama Deven, ya?" cerocosnya tanpa henti.

Deven bahkan mengernyitkan dahinya, sikap terlalu ramah sahabatnya itu pada orang lain bahkan membuatnya memiliki percikan api kecil ketidaksukaannya. Ia tidak suka sahabatnya berteman dengan orang lain. Apalagi ini ada seorang pangeran yang sudah jelas sejajar dengan putri Chaqira, tidak sepertinya yang tidak memiliki darah bangsawan.

"Ke tempat ini." ucap pangeran Clinton sangat singkat.

Wajah pangeran itu bahkan tidak memperlihatkan raut senyuman, tidak sama sekali. Ia hanya menyahut satu pertanyaan dari banyaknya pertanyaan yang ditujukan padanya. Ia kurang suka berteman. Lagipula, teman-teman di istana besar ini hanya para ajudan yang berjaga. Tidak ada anak yang sepantaran dengannya.

Putri Chaqira melihat ke dalam tempat yang terhalang oleh pintu berwarna putih gading tersebut. Ia melongok ke dalam, lalu raut wajah kegembiraannya terlihat jelas ketika ia melihat ruangan yang begitu menakjubkan baginya. Ruang seperti taman di halaman luar istana utama, tetapi ini berada di dalam istana. Bahkan udaranya pun diatur menjadi udara hangat seperti musim semi yang menenangkan.

Deven tidak suka itu, ia sangat tidak suka melihat tatapan berbinar putri Chaqira terhadap pangeran Clinton. Dan apalagi pangeran itu membalas senyuman yang disunggingkan sahabatnya. Ia tidak suka.

Sejenak putri Chaqira berkeliling dan menuju air mancur yang berada tepat di tengah taman itu, berjalan riang dengan celoteh kecilnya tanpa ada beban sedikitpun. Deven pun mengambil kesempatan ini untuk mendekat ke arah pangeran Clinton.

Tanpa pikir panjang dan tidak ada aba-aba sama sekali, Deven kecil langsung mendorong tubuh pangeran Clinton hingga tubuh itu terjatuh. "Jangan deket-deket sama putri Chaqira!!" Deven kecil benar-benar protektif dan cemburuan. Ia menyuarakan itu dengan nada titahnya.

Pangeran Clinton pun berdiri kembali, ia juga mengisyaratkan pelayan yang ada di sana untuk tetap diam di tempat mereka dan tidak mengizinkan untuk ikut terlibat pada hal konyol yang terjadi. Deven, nama yang ia tahu dari celotehan putri Chaqira membuatnya mundur perlahan. Ia tahu, anak kecil laki-laki itu hanya merasa cemburu karena sahabatnya menemui orang baru. Dan firasatnya mengatakan, mereka tidak akan pernah menjadi musuh. Akan sebaliknya,

"Baiklah," Pangeran Clinton mengalah, dan memilih melipir ke pojok taman itu, membiarkan putri Chaqira dan Deven bermain bersama.

Umurnya benar-benar sangat muda, tetapi pemikirannya sudah seperti pemikiran ayahnya yang menurut pandangannya hebat. Dan Pangeran Clinton hanya sesekali menggelengkan kepalanya ketika putri Chaqira memintanya untuk mendekat. Ia hanya melihat dari jauh, melihat keakraban yang terjadi di antara putri Chaqira dan Deven. Dan ia hanya orang yang tak dikenal hadir di antara mereka.

👑👑👑

Waktu terus berputar, hingga jarum itu menunjukkan perputaran waktu dengan sangat cepat dan berhenti tepat di jarum jam makan siang. Pada waktu yang berbeda dengan tempat yang sangat jauh berbeda pula.

Pelayan wanita yang berbadan gemuk itu menyerahkan minuman untuk tamu nyonyanya. Sembari tersenyum ramah lalu pamit undur diri setelah minuman itu diberikan. "Silahkan," ucapnya,

Sang nyonya mebalas senyumnya, dan juga dua temannya yang berada di sisi kiri dan kanannya. "Terimakasih," ucapan singkat dari nyonya pun dimengerti sebagai tanda untuk memintanya pergi meninggalkan ruangan tersebut.

"Mari minum," Ratu Debza meminta tamunya untuk minum dengan ramah.

Sahabatnya, yang merupakan putri Tiara itu mengangkat cangkir di hadapannya, lalu meletakannya tepat di ujung meja dekatnya. Seolah menandakan bahwa cangkir tersebut hanya untuknya.

"Aku ingin meminta maaf," Putri Tiara menundukkan kepalanya,

Ratu Debza beserta putri Vernita, sahabatnya itu mengernyitkan dahi mereka, menatap bingung pada tindakan putri Tiara secara tiba-tiba. Tentu saja di rasa aneh karena mereka baru saja selesai menangis dan mencurahkan semua keluh kesah mereka selama beberapa tahun. Lalu tiba-tiba putri itu meminta maaf. Maaf untuk apa?

Putri Tiara menatap mereka satu persatu, lalu tiba-tiba menitikan air matanya. "Aku sudah tidak sanggup lagi untuk hidup. Aku tidak ingin bertengkar lagi dengan kalian, aku ingin kematianku di saat kita berdamai seperti ini." putri Tiara mengambil cangkir di hadapannya, dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya, bibirnya bergetar, "Di dalam minuman ini, sudah ku taruh racun untukku. Racun terakhir yang kumiliki karena sebelumnya sudah diminum mendiang suamiku. Aku ingin kalian yang menyaksi-"

Cangkir itu berhasil direbut oleh tangan ratu Debza, tanpa memikirkan ulang, sang ratu langsung meneguk habis minuman yang telah berisi racun tersebut. Putri Tiara langsung menarik cangkir itu dari tangan ratu Debza, dan habis tak bersisa.

Ratu itu tampak terlihat emosional, ia juga turut menangis. "APA YANG KAMU PIKIRKAN?! PUTRAMU SEORANG DIRI JIKA KAMU INGIN MATI!! LAGIPULA MASIH ADA KITA!!" Dengan bercucuran air mata ratu Debza menerangkannya, nafasnya naik turun tidak teratur.

Putri Vernita pun sudah menutup wajahnya yang basah oleh air mata, ia menatapi sahabat-sahabatnya itu. "Ada apa dengan kalian?" lirihnya sedih.

"Meminum racun ini ataupun tidak, tidak akan merubah garis hidupku yang akan segera pergi karena kanker yang kuidap."

Sebuah fakta baru terungkap. Selama ini mereka tidak pernah tahu sahabat mereka itu mengidap penyakit kanker. Fakta yang barusan disebutkan ratu Debza langsung membuat sahabat-sahabatnya menangis menjadi-jadi. Mereka bahkan saling mendekat lalu berpelukan selayaknya yang mereka lakukan untuk saling menguatkan.

"Maafkan aku," lirih putri Tiara dengan air mata yang berembes tak terhingga.

Ratu Debza menggeleng kuat, "Lagipula, dengan meminum racun itu membuat proses kematianku lebih cepat. Aku yang ingin meminta maaf,"

Putri Vernita tidak suka itu. Ia benci dengan semua tangisan yang mereka lalui. Ia tidak akan pernah suka ada tangis di antara mereka. Baginya menangis ialah suatu tindakan yang menyakitkan. Memilukan hatinya, dan ia tidak akan pernah suka itu.

"Apapun yang terjadi, jangan ada lagi perpisahan dengan selipan amarah di antara kita." pesan ratu Debza sembari membawa kedua sahabatnya itu ke dalam pelukannya disertai air mata yang kembali jatuh bersamaan dengan jatuhnya kepiluan hatinya mengingat ia memiliki seorang putri kecil kesayangannya.

"Titip putri Anneth," bisiknya pada putri Vernita.

Sebuah titipan kecil yang begitu besar tanggungan diemban putri Vernita. Ratu Debza telah mengucapkan permintaannya untuk menjaga putri kecil kesayanganya itu padanya. Ia tahu, tidak akan lama lagi ratu cantik itu bertahan. Dari penuturan putri Tiara, racun itu akan menyebar keseluruh tubuh, beberapa minggu setelahnya baru bereaksi dan menghancurkan organ-organ dalam bagian tubuh, hingga semua jaringan syaraf yang ada ditubuh mati, dan terakhir, kerja jantung pun ikut terhenti.

Tindakan ratu Debza yang mengambil minuman yang telah dicampurkannya dengan racun itu membuat putri Tiara semakin menekan rasa sakitnya ke paling terbawah dari jiwanya. Semua hal buruk yang terjadi padanya membuat ia kelimpungan dengan semua hal itu. Ia bahkan setiap malam menangis dengan tersedu-sedu, lalu melamun dan mengurung dirinya hingga keesokan harinya ia kembali terlihat ceria di hadapan putranya.

👑👑👑

Seorang dokter kejiwaan tengah beroperasi dengan proses penanganannya. Ia terlihat serius hingga tidak menyadari ada tubuh kecil yang mengintip dari balik pintu. Begitu antusias hingga kakinya mendekat lebih dekat ke arah dokter itu.

"aku memberikan obat bius serta obat untuk menghilangkan memori beberapa jam yang telah dilaluinya. Jangan hancurkan sifat cerianya dengan trauma yang dialaminya." Terang doker itu pada seorang wanita paruh baya yang tanpa bertanya sudah dijelaskannya.

Wanita itu lantas mengusap puncak kepala Deven, sang sahabat dari pasien tersebut.

"Lalu apa efeknya?" tanya wanitu itu pada dokter kejiwaan,

Dokter tersebut tersenyum lirih, ia lantas mengusap puncak kepala Deven. "Hanya Deven yang akan diingatnya. Tidak ada yang lain, termasuk kamu, Brenda. Dia akan lupa siapa dirinya hingga umurnya berusia 16 tahun. Semua memori itu akan kembali dengan sendirinya. Di umur 15 tahunnya, kepingan memori itu akan hadir melalui mimpinya. Dan sentuhanmu padanya, atau sentuhan orang yang pernah dikenalnya akan memicu memori itu timbul dengan memaksa jaringan memori di otaknya. Dan itu sangat menyakitkan untuknya. Ia bisa kembali berontak marah dan stresnya kembali muncul."

Brenda tidak kuasa menahan isakan tangisnya, ia menatap sedih pada putri kecil kesayangannya itu. Sudah hampir sebulan setelah kejadian mengerikan yang terjadi di istana utama tempatnya mengabdi. Istana itu kini dipenuhi oleh darah yang bahkan mau bagaimana pun dibersihkan tetap ada noda darah yang tertinggal. Seakan menjadi tempat yang terkutuk.

Pintu ruangan terbuka dan memperlihatkan tubuh seorang pangeran muda nan tampan, dengan nafasnya yang memburu ia mendekat terlebih mendekat ke arah putri kecil itu. "Bagaimana hasil akhirnya?" tanyanya langsung,

Dokter kejiwaan itu mendekat ke arah pangeran Clinton, pangeran kecil dengan ribuan luka yang sedang berusaha disembuhkannya. Ia lantas mengusap pelan rambut anak itu.

"Putri Chaqira akan terbangun dengan kepribadian yang tetap sama. Tapi tidak dengan memorinya. Kalian harus mengatur semua itu dan pastikan terhindar dari jangkauan orang lain. Post-traumatic Stress Disorder, itu yang dialami putri Chaqira. Kejiwaannya terganggu dikarenakan kejadian tragis yang meski tidak disaksikannya tetapi ia mendengarnya, kejadian yang hanya didengarnya itu lah yang membekas dijiwanya. Pembunuhan tragis yang terjadi pada keluarganya membuat mentalnya benar-benar terguncang. Tanpa kuberi obat itu pun, PTSD sudah membuat penderitanya menekan memorinya menuju alam bawah sadarnya sehingga ia melupakannya dengan sendiri.

Tetapi itu tidak selamanya, ia akan mengingatnya kembali meski dengan memori yang tidak utuh. Aku khawatir ia akan mengalami stres lagi. Dan bahkan mengubah kepribadian hangatnya menjadi sangat dingin. Putri Chaqira tidak bisa seperti itu. Ia akan merasa sangat tertekan dengan kepribadian yang tumbuh seiring trauma yang ada di dirinya. Untuk itulah, jaga dia dari jangkauan terjauh kalian dan biarkan Deven untuk mengambil alih agar kalian tetap terhubung dengan perkembangannya. Dan tentu saja, aku akan terus memantau dari jauh."

Sudah cukup jelas semuanya, pangeran Clinton pun mengangguk paling awal dan mengucapkan terimakasih pada dokter Zety. Dokter itu pun meninggalkan ruangan tersebut dengan sebelumnya memberikan semangat pada anak-anak muda di dekatnya dan memberikan penguatan pada Brenda yang nampak paling tertekan mengingat putri Chaqira akan melupakannya.

"Lalu bagaimana ini? Ayah dan ibuku merupakan orang yang dikenal Ucha. Begitu pula Brenda." keluh Deven sambil berjalan kesana kemari dengan gelisah.

Pangeran Clinton langsung mengingat permintaan terakhir ibunya sebelum mereka akhirnya terpisah dan tidak pernah bertemu lagi. "Kamu harus menyelamatkannya, dan setelah itu tolong bawa dia pada Luis. Luis tidak punya anak hingga sekarang, aku tahu meski Luis mengkhianati sahabatku, dia akan menyayangi putri Chaqira seperti menyayangi anak kandungnya sendiri."

Ia langsung teringat pada paman Luis. Seseorang dulu pernah mengunjungi istana yang kini ditempati Brenda sebagai tempat persembunyiannya yang paling aman. Semua penjelasan dokter Zety telah membuatnya meyakini akan tiba masanya mereka kembali berkumpul dengan semua memori putri Chaqira yang sudah utuh.

Pangeran Clinton juga baru menyadari bahwa ia dan Deven pernah bertemu, bahkan dengan putri Chaqira. Tetapi kala itu ia masih sangat kecil dan mengingat kenangan masa kecil begitu sulit untuknya.

"Aku tahu tempatnya," Pangeran Clinton langsung mengeluarkan handphonenya, menelpon seseorang dengan ucapan pembuka,

"Hallo paman Luis,.."

👑👑👑

Semua alur yang sudah diatur itu begitu mantap hingga pangeran Clinton dapat melihatnya sendiri, ia tersenyum hangat melihat putri Chaqira yang kini berganti nama menjadi Charisa itu tengah memeluk hangat kedua orang tuanya, orang tua baru yang di-setting menjadi orang tua kandungnya.

Semua peran itu terjadi dengan arahan utama darinya. Ia benar-benar mengatur kehidupan putri Chaqira dari jauh, dan tidak pernah lupa ia selalu memantau serta mengetahui perkembangan putri kecil yang kini menjelma menjadi gadis cantik. Sangat cantik hingga ia sadar bahwa tidak akan ada maaf untuk kesalahan kakeknya.

Nama Charisa adalah nama permintaan Luis. Ia begitu senang mendapat kabar dari pangeran Clinton, pun juga ia memang menginginkan seorang putri. Begitu pula istrinya yang lebih merasa bahagia lagi. Dengan uang, semua berkas riwayat hidup putri Chaqira berhasil dirubah. Semuanya benar-benar berjalan mulus seperti rencana mereka. Putri Chaqira yang menjadi seorang gadis biasa bernama Charisa hingga tiba saatnya ia mengetahui bahwa garis keturunannya adalah pemimpin tertinggi kerajaaan Lanzwirs.

Pundaknya tiba-tiba ditepuk pelan. "Tenang saja, dia baik-baik aja kok." Gurau temannya,

"Iya aku tahu, selama ada kamu, dia akan baik-baik saja." sahut pangeran Clinton balas menepuk pundak Deven, anak laki-laki yang dulu memintanya untuk menjauhi putri Chaqira itu kini menjadi sahabat dekatnya.

Deven juga ikut mengintip dari dalam mobil kerajaan Lanzwirs, ia menatap ke taman kota yang penuh dengan banyaknya keluarga bahagia yang berkunjung. Termasuk putri Chaqira yang nampak terus berceloteh riang pada ayah dan bundanya. Senyumnya tidak pernah terputus, ia tumbuh menjadi gadis yang memiliki kenangan membahagiakan bersama orang tuanya.

Deven juga mengingat alasan ayahnya saat ia menuntut penjelasan mengenai apa yang dilakukan raja Denial. Ternyata semua itu merupakan balas budi di masalalu, hampir sama kejadiannya dengan tindakannya pada pangeran Clinton yang berhasil menyelamatkan nyawanya. Ayahnya pun yang dulu pernah dikabari menghilang selama sebulan ternyata ditolong oleh raja Denial. Sebuah balas budi yang berimbas pada kematian keluarga putri Chaqira.

Meski ayahnya tidak ikut pada malam tragedi itu, tetap saja ayahnya berperan penting pada jalan mulusnya rencana raja Denial. Ia bahkan begitu sulit untuk memaafkan ayahnya hinggi kini.

"Oh iya, abu yang dulu kamu kasihkan pada raja Denial itu... abu apa?" tanya Deven tiba-tiba,

Pangeran Clinton tersenyum mengingat tindakan konyolnya dalam berpikir cepat kala itu. "Abu hewan kukang yang mati di dekat istana selatan. Aku langsung membakarnya hingga tersisa abu. Kamu tahu kan kenapa aku meminta kalung putri Chaqira? Sebagai bukti bahwa itu memang abu putri Chaqira karena hanya perhiasan kalung itu yang melekat ditubuhnya."

Deven mengangguk paham sekarang kenapa pangeran Clinton memintanya untuk mengambil kalung putri Chaqira pada malam itu. "Terus kalungnya sekarang di mana?" tanyanya lagi,

"kusimpan, hingga tiba saatnya kalung itu kembali pada pemiliknya dan mahkota itu juga berada di puncak kepalanya. Dan kuharap, aku menyaksikan penobatannya nanti."

Ucapan pangeran Clinton membuat Deven tersenyum hangat, ia pun memeluk tubuh pangeran itu, mengucapkan banyak terimakasih atas semua tindakan baiknya. Dan juga, menyelamatkan sahabat tersayangnya.

Masalalu itu menjadi kenangan mendalam bagi siapa saja, tetapi tidak semua orang mampu menjadikannya pelajaran. Hanya orang-orang yang berhati lapang yang dapat menerima masalalu kelamnya dan menjadikannya pelajaran bagi kehidupannya di masa mendatang.

👑👑👑

To be continued... See you on last chapter 🙂

Dan terimakasih untuk para pembaca setia yang tidak lupa Vote dan Komen hehe,

Selasa, 19 Maret 2019

Continue Reading

You'll Also Like

9.8M 1.2M 60
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...
16.4K 2K 12
Minhyun bingung dengan semua kejadian yang tiba-tiba datang dalam kehidupannya heavenable | 2018
870K 52.8K 56
Setelah menerima banyak luka dikehidupan sebelum nya, Fairy yang meninggal karena kecelakaan, kembali mengulang waktu menjadi Fairy gadis kecil berus...
845K 82.7K 29
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...