Lentera Humaira ✔

By pengagum_pena

8.6M 621K 18.7K

(Romance-Spiritual) Tahap Revisi. "Disaat kau merasakan cinta yang benar-benar tulus karena Allah. Maka, bag... More

Prolog.
1) Semu Merah.
2) Memilih Bertahan.
3) Chandra vs Arman.
4) Sekedar Pengasuh!
5) Masa lalu Fanya.
6) Akankah dia Cinta?!
7) Lentera Jingga
8) Cahaya Temaram
9) Istana Kasih.
10) Mau Sampai Kapan?
11] Mulai Khawatir
12] Mencari Sang Pengasuh.
13] Sisi Lain Seorang Arman.
14] Cemburu.
15] Terperangkap Pesona Si Pengasuh
16] Kenyataan Pahit
17] Kekecewaan.
18] Calon Istri?
19) Orang Ketiga
20] Menetap Atau Pergi?
21) Rapuh
22) Bidadari Yang Disia-siakan.
23) Menyerah
24. Benar-benar Pergi.
25) penyesalan.
26) Frustasi.
27) Pertanda Buruk.
28) Pertemuan.
29) Debar.
30) Perasaan Yang Terpendam.
31) Cinta Tapi Gengsi
32) Terlambat.
33) Khitbah Kedua.
34) Berjuang Sekali Lagi.
35) Lamaran.
36) Harapan kecil
38) Peri Kecil Rapuh.
39) Mengikhlaskan.
40) Saling Diam, Dalam detak.
41) Aku Cemburu, Maira!
42) Menjelang Akad.
43) Penculikan.
44) Misi Penyelamatan.
45) Surat Untuk Humaira
45) Surat Untuk Maira 2
46) Siapa Suamiku?
47) Takdir Yang Tak Terduga.
48) Masih Dengan Trauma Yang Sama.
49. Egois.
50 Menetap Di masalalu
51. Beranjak Dari Masalalu.
52. Terulang lagi.
53. Malaikat kecil.
54) Akhir.
Epilog
Extra Part 1
Sequel Lentera Humaira

37) Senyum Yang Patah.

119K 8.7K 149
By pengagum_pena

~Happy Reading~

Ketika hati tak mampu menangkal pasang surut derita yang tak berkesudahan. Maka Rasa syukur adalah penawar untuk mencairkan kebekuan.

Lentera Humaira

Saat ini kenyataan membawanya berada di tempat ini, di pinggir jembatan sungai yang membentang menghubung dua sisi jalan yang terputus aliran sungai. Di mana airnya tengah bergemuruh deras sebab hujan baru saja reda.

Tatapannya menerawang kosong pada deras arus sungai yang mengalir tanpa jeda, persis seperti hidupnya. Derita yang tiada henti mendera, juga pasang derita yang enggan surut. Haruskah ia menyerah? Jika air itu saja mampu menerobos segala sesuatu yang menghadangnya, kenapa dia tidak?

Arman Menendang beton pagar jembatan lalu membalik tubuhnya tidak lagi menghadap ke sisi sungai. Enam hari sudah ia meninggalkan putrinya bersama Maira.

Kenapa? Kenapa harus jatuh cinta lagi? Kenapa di saat semua telah berakhir?

Tiba-tiba otaknya menengingat sesuatu. Ya, seminggu ini Dava menyuruhnya mendatangi seseorang. Arman merogoh kunci mobilnya, melesat masuk kemudian melajukan mobilnya ke tempat itu.

Sepuluh menit kemudian ia telah sampai di sana. Sebuah masjid yang tidak terlalu besar, namun begitu bersih dan asri. Pada kenyataannya Arman tidak memiliki pertemuan apapun ke luar kota. Itu hanya alibinya agar Zhira bisa dekat dengan Maira, dan lagi kenyataan tentang pernikahan perempuan itu membuat Arman tidak konsen terhadap pekerjannya hingga menimpakan semua urusan kantor pada Dava.

"Assalamu'alaikum, permisi Ustadz." Arman menyapa seseorang yang tengah sibuk memotong rumput di halaman masjid.

"Wa'alaikumussalam, eh, Nak Arman kok balik lagi?" lelaki yang sering di panggil Ustadz Khotib itu menghentikan aktifitasnya kemudian berjalan ke teras masjid di ikuti oleh Arman.

"Sebenarnya saya belum sampai ke rumah, Ustadz."

"Tidak pulang? Kenapa atuh?"

Keduanya kini tengah duduk di teras. "Saya merasa gelisah Ustadz, rumah saya terasa seperti menyimpan banyak kenangan yang membuat hati tidak tenang." tatapan Arman berselancar kosong pada jalan raya.

Lelaki berpeci putih itu menyunggingkan seulas senyum. "Itu karena kamu berharap pada selain-Nya."

Arman menoleh sekilas. "Saya sedang berusaha mengikhlaskannya Ustadz."

"Saya tahu apa yang Nak Arman rasakan. Tapi cobalah berharap sepenuhnya pada Allah. Segencar apapun kamu mengejarnya, jika memang bukan takdirmu maka tidak lain hanya kepahitan yang akan Nak Arman dapat. Setiap tulang rusuk tidak pernah tertukar dari pemiliknya. Bisa saja di awal kita bersama orang lain, menikah, punya anak, namun pada akhirnya berpisah. Itulah hidup, Allah ingin kesakitan di masa lalu menjadikannya pembelajaran untuk lebih baik di masa depan.

"Ketika hati tak mampu menangkal pasang surut derita yang tak berkesudahan. Maka rasa syukur adalah penawar untuk mencairkan kebekuan." Ustadz Khotib kembali tersenyum, auranya begitu menenangkan. Seolah ia tidak mengenal yang namanya amarah.

Mungkin inilah bedanya orang yang senantiasa bersyukur dengan yang kufur, bahkan egopun takkan mampu mempengaruhinya. Arman jadi berpikir, sudah sejauh ini ia lupa dengan Sang Pencipta. 

Ustadz Khotib menepuk pelan pundak Arman lalu berkata, "Allah selalu membersamai orang-orang yang senantiasa bertafakur pada-Nya. Kembalilah, Nak. Biarkan Allah menunjukkan jalannya untukmu."

Hati Arman berdesir hebat, dia malu, malu pada Allah karena telah merasa berkuasa padahal tidak ada artinya apa-apa dibanding dengan kebesaran-Nya. Allah maha Agung, Allah pemilik semesta. Tidak ada sedikitpun di diri manusia untuk disombongkan.

🍃🍃🍃

Enam hari berlalu dengan sangat cepat dan sejauh itu pula Maira mampu membuat Zhira selalu tertawa riang. Bahkan tak jarang anak itu mengabadikan kebersamaannya dengan Maira dalam bentuk foto atau video. Karena selain menelpon dan bermain game, memotret dan merekam adalah kesukaan Zhira dengan benda canggih itu. Tapi satu hal yang tidak Zhira suka, ketika lelaki bernama Ilham datang, kedua Eyangnya selalu memisahkan mereka.

"Bunda."

"Iya, Sayang?"

"Bunda sayang Chira, tidak?" tanyanya sembari memperhatikan Maira yang sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi.

"Tentu. Kenapa bertanya seperti itu? Bunda sayaaang … banget sama Zhira." Maira mengecup sayang kening anak kecil yang duduk di meja makan itu.

"Kalau sama Papa?"

Aktivitas Maira seketika terhenti, mata lebar tertutup kain itu membulat sempurna. Apakah pertanyaan seperti ini masih punya jawaban? Di saat memilihpun sudah tidak bisa. Gus Ilham, dia terlalu baik untuk dikecewakan.

"Zhira mau sarapan apa? Bunda sudah buatkan banyak, ada omellete, egg sandwich, pancake, dan nasi goreng." Maira mengalihkan perbincangan yang tak mampu ia jawab.

Zhira yang masih terlalu polos akhirnya tidak memperpanjang pertanyaannya dan lebih memilih makanan yang tersaji lezat di meja makan. "Eemm …."

"Assalamu'alaikum," salam seseorang yang entah kapan datangnya, tiba-tiba sudah ada saja di ruang makan. "Hai Zhira," sapanya dengan senyum semringah.

"Ning Kia?" Maira sedikit heran. "Ning kok bisa di sini?"

Pertanyaan itu membuat kening Adzkia mengkerut.

"Maksud saya Ning Kia sama siapa?" Maira memperbaiki pertanyaannya.

Adzkia nyengir kuda menampilkan deret gigi kelincinya. "Sama A' Ilham, tuh dia." Adzkia menunjuk Ilham yang baru saja tiba.

Detik itu juga Maira menundukkan pandangan ketika tidak sengaja bertemu tatap dengan calon suaminya.

"Hai Zhira," sapa Ilham sambil duduk di kursi sebelahnya.

"Kok Om kesini lagi?" tanyanya dingin, raut mukanya terlihat tidak suka dengan kehadiran Ilham.

Maira sedikit terperangah dengan jawaban ketus dari putrinya. Apa sifat sang ayah juga menurun padanya?

"Iya, Dek. Hari ini A' Ilham sama Mbak Mai mau fitting Baju pengantin, kamu mau ikut tidak?"

Mendengar ajakan dari Adzkia, Zhira mengangguk antusias, padahal dia sendiri tidak mengerti apa arti dari pengantin. Suatu perbuatan sakral yang akan membuatnya benar-benar kehilangan sang Bunda.

"Oh iya, Ayah sama Bunda kemana?" tanya Ilham.

Entah kenapa Maira merasa sedikit asing dengan panggilan Gus Ilham terhadap orang tuanya, meski begitu dia tetap diam. Bagaimanapun pernikahan mereka sudah tinggal beberapa minggu lagi.

"Ayah sama Kakak sudah berangkat kerja. Sedangkan Bunda masih di pasar," jawabnya sembari mengaduk susu Vanila milik Zhira. "Ehm … apa tidak terlalu cepat kalau fitting busana sekarang?" tanya Maira terlihat ragu.

"Entahlah, Umi yang paling ribet karena belum juga memesan busana pengantin," kata Ilham sambil terus menilik makanan di atas meja, "boleh tidak calon suami ikut sarapan di sini?" goda Ilham.

"Tidak Boleh!" jawab Zhira cepat.

Benar! Ini Arman versi kecil, Maira menangkap kekesalan di mata Zhira, sifat Arman memang sedikit mempengaruhi kepolosan anak ini. Maira menghampiri putrinya, memegang pipi kirinya dan berkata, "Sayang kita itu tidak boleh pelit, ya. Kita harus selalu berbagi sama siapapun. Paham kan?" Maira meletakkan susu vanila di depan putrinya.

Zhira mengangguk patuh pada Maira. Akhirnya mereka berempat sarapan bersama, tak lama setelah itu Bunda Maira datang. Setelah mendapat izin keluar dari Lira barulah Mereka pergi bersama untuk mencoba baju pengantin di butik yang sudah dipilih Umi Zulfa.

🍃🍃🍃🍃

Maira, Zhira dan Adzkia berada di jok belakang, sedang Gus Ilham seorang diri di jok depan. Karakter Adzkia yang supel mampu mencairkan kebekuan Zhira yang dingin terhadap orang baru. Tak perlu waktu lama untuk membuat mereka akrab hingga bercanda tawa dengan ceria.

Perjalanan tiga puluh lima menit ke butik jadi tidak terasa mendengar celotehan keduanya. Sesampainya di sana mereka langsung di sambut oleh dua karyawan butik. Setelah mempersilahkan masuk dua wanita itu membawa Maira ke ruang ganti.

Adzkia Zhira dan Ilham menunggu di sofa cream yang memang di sediakan butik untuk menunggu.

Beberapa menit kemudian karyawan tadi membuka tirai yang menghadap langsung ke sofa. Di sana Maira sudah selesai memakai gaunnya dengan sempurna. Gaun brokat berwarna putih dengan paduan bordir warna merah muda membuatnya terlihat sangat manis. Apalagi Mahkota yang terpasang indah di puncak kepalanya, meski tertutup hijab putih dengan cadar warna senada membuat kecantikan bidadari dunia itu tidak memudar sedikitpun.

Adzkia dan Zhira terkagum-kagum, sedang Gus Ilham terpaku. "Astaghfirullah," ucap Ilham beristighfar lalu menunduk. Ilham sadar, dia belum halal. Batinnya.

"Kak Kia bantu fotoin Chira ya," pinta Zhira menyerahkan ponselnya pada Adzkia lalu berlari menghampiri Sang Bunda. Adzkia menerima ponsel itu dan mulai memfoto Zhira dan Maira.

Lelah berfoto-foto Zhira kembali duduk di sebelah Kia. "Kak milih bajunya masih lama?" tanya Zhira yang sudah mulai kelelahan.

"Nggak tahu," jawab Kia sambil mengedikkan bahunya.

"Om Ilham masih lama ya?"

"Kurang tahu, Zhira bosen?" tebak Ilham.

Zhira tidak menjawab, dia hanya memanyunkan bibirnya. "Bujunya buat apa Om? Apa Bunda akan ulang tahun?" tanyanya yang memang tidak paham. 

Ilham membisu bukan kehabisan kata, tapi karena tidak ingin melihat anak yang masih tidak tahu apa-apa ini terluka hatinya.

"Halo adek-adek. Ada yang suka biskuit?" tanya seorang wanita bergamis biru muda membawa nampan berisi kue dan biskuit kemudian meletakkannya di meja. Ilham yakin dialah pemilik butik.

"Mau …." Adzkia meraih nampan itu dan mulai memilih biskuit yang terlihat enak. Begitupun dengan Zhira.

"Kakak, yang ada kacangnya yang mana?" tanya Zhira pelan.

"Tidak tahu." jawab Adzkia yang sudah asik menikmati biskuit itu.

Meski terlihat ragu Zhira pun memakan kue itu. Awalnya tidak terjadi apa-apa, namun di kue ketiga anak itu merasa sesak, dadanya terasa sakit, wajahnya seketika pucat.

Uhuk uhuk

Zhira menekan dadanya yang mulai nyeri, tubuhnya mulai bergetar. Adzkia yang pertama menyadarinya mulai panik. Awalnya dia kira hanya tersedak. "Adek, kamu kenapa?" tanya Adzkia panik.

"Zhira!" Ilham terkejut melihat tubuh Zhira yang tiba-tiba tumbang pada sandaran sofa.

Uhuk uhuk uhuk

Zhira masih terbatuk-batuk hingga akhirnya tubuh anak kecil itu kejang-kejang.

"Subhaanallah, Zhira."

Maira sudah selesai berganti baju seperti semula. Ketika keluar, dia langsung terkejut dengan kondisi Zhira yang sudah sangat mengakhawatirkan.

"Ya Allah, Zhira kenapa?" Maira meraih kepala putrinya, mendekapnya erat. Tangisnya langsung pecah, Maira menangis tersedu-sedu. "Zhira bangun sayang kamu kenapa?"

"Sepertinya anak ini alergi, sebaiknya cepat bawa dia ke rumah sakit." kata pemilik butik.

Ilham langsung menggendong Zhira, membawanya ke mobil. Maira masuk terlebih dahulu untuk memangku Zhira di ikuti Adzkia. Secepat kilat Ilham melajukan mobil itu keluar dari butik membelah jalanan yang terlihat masih basah karena pagi tadi memang hujan.

Bersambung...

Assalamu'alaikum  

Syukron yang udah setia menunggu. #EmangAdaYangNunggu😂
Jangan lupa bintang dan komennya ya temen-temen.
Biar aku makin semangat lanjutnya. Wkwk..

Jazakumullahu khairan katsir..
Wassalamu'alaikum wr wb.

Continue Reading

You'll Also Like

1.5K 381 44
(Jangan lupa follow sebelum baca, dan jangan jiplak ya, ingat. Ini bukan fotocopyan yg kalo motocopy 5 lembar seribu, oke 😇) Aku menyebut namamu dis...
8.6M 614K 67
[WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang Haafiz Al...
1.3M 130K 28
Lentera Hati - Series keempat Lentera Universe Romansa - Spiritual - Militer "Dejavu paling berat adalah bertemu seseorang yang mirip dengan dia tapi...
148K 11.1K 26
•Spiritual-Romance• □Follow dulu sebelum baca□ 🚫Jangan bangga menjadi plagiat! ingatlah, ada Allah yang selalu mengawasimu🛇 Blurb : Rayha...