Siluet (Completed)

By Lasmicika1911

19K 1.8K 953

18+ Dewasa muda Sebelum membaca novel pemilik akun IKKO1771, hidup Anggi sudah sempurna. Cantik, mandiri, cer... More

Prolog (revisi)
Siluet #1: Berubah (revisi)
Siluet #2: IKO1771(revisi)
Siluet #3: Malabar (revisi)
Siluet #4: Adipati Berjambang (revisi)
Siluet #5: Terjebak (revisi)
Siluet #6: Juna (revisi)
Siluet #7: Shock (revisi)
Siluet #8: My Mind (revisi)
Siluet #9: Laweyan (revisi)
Siluet #10: Kelas Inspirasi (revisi)
Siluet #11: Jakarta (revisi)
Siluet #12: Pemotretan (revisi)
Siluet #13: Candid (revisi)
Siluet #14: Vegan (revisi)
Siluet #15: Bertemu Jerrico (revisi)
Siluet #16: Anggoro Kasih (revisi)
Siluet #17: Sahabat (revisi)
Siluet #18: Malam Itu ... (revisi)
Siluet #19: Pengkhianat 1 (revisi)
Siluet #20 : First Kiss (revisi)
Siluet #21: Pengkhianat 2 (revisi)
Siluet #22: Tangis Akhir Tahun (revisi)
Siluet #23 : Hubungan Tanpa Status (revisi)
Siluet #24: SILUET (revisi)
Siluet #25: Maaf Untuk Dika (revisi)
Siluet #26: Mahardika (revisi)
Siluet #27: Kemarahan Iko (revisi)
Siluet #28: Pagi Berdarah (revisi)
Siluet #29: Kembali (revisi)
Siluet #30: KOMA (revisi)
Siluet #31: Berakhir (revisi)
Siluet #32: Harapan (revisi)
EPILOG

Siluet #33: MEKAR (revisi)

747 59 55
By Lasmicika1911

"Buku aku, aku tulis buat kamu lho."

***

"Kamu kenapa tiba-tiba datang ke kosan waktu itu? Bukannya pagi itu harusnya masih di rumah Bisma ya?" Berusaha menghilangkan jeda yang canggung, kuajukan pertanyaan yang sudah lama tersimpan.

"Sebut saja, semacam firasat. Jadi kuputuskan balik malam itu juga, mungkin waktunya bareng sama kamu."

Mau tak mau, kukulum senyum. Ya, aku ge-er lah, dia sampai segitunya mengkhawatirkan keadaanku.

"Tentang video yang beredar itu, aku lagi cari tahu siapa pelakunya. Maaf ...."

"Ngga perlu, J. Pengacara sudah punya semua bukti. Jika suatu saat terjadi sesuatu yang lebih buruk lagi dari ini, aku sendiri yang akan memberi pelajaran, siapapun yang coba ganggu ketenangan hidupku dan Mami."

Kembali ada jeda yang panjang. Hanya terdengar hiruk pikuk pengunjung kafe yang datang dan pergi.

J cukup cerdas memilih tempat duduk kami yang terhindar dari lalu lalang orang. Tujuanku keluar dari rumah sakit memang untuk mencari ketenangan sejenak, kan.

"Eng ..., aku serius lho, waktu tadi bilang, aku tulus jagain kamu. Aku suka sama kamu."

"Hah? Apa?"

"Mm ... bukan apa-apa. Lupakan."

Aneh, sikapnya jadi serba salah. Ya Tuhan, memangnya apa yang aku harapkan?

"Aku dengar kok."

J makin salah tingkah. Ia menggaruk-garuk tengkuknya yang, pasti, tak gatal. Jika biasanya aku yang kehabisan kata-kata, sekarang J nampak kesulitan mencari jawaban yang tepat. Terlihat dari matanya yang berkedip beberapa kali sementara kakinya mengetuk-ngetuk lantai dengan gelisah. Sungguh pemandangan yang sangat menghibur.

"Kenapa ngga bilang dari dulu?"

"Eh?"

"Kenapa aku malah dikenalin sama Iko?"

"Ya ... itu ... itu kan bagian dari tugasku buat masarin buku dia. Kupikir kamu cuma nge-fans biasa, pengin ketemu idola, minta tanda tangan, foto bareng. Sebenarnya aku mau ngomong pas kita ketemu di Jakarta waktu itu. Buku aku, aku tulis buat kamu lho. Tapi, kamu malah jadian sama Iko."

Ada nada sesal yang kudengar dari kalimat terakhirnya. Ditulis buat aku? Aku menatapnya tak percaya.

J meraih ransel, mengambil sebuah buku, memperlihatkan sampulnya, lalu membuka lembar halaman kedua. Di sana tertulis: UNTUK: Dua orang ANGGORO KASIH-Ku.

Seketika mulutku terbuka yang langsung kututup dengan tangan.

"Aku sudah putus sama Iko."

Entah keberanian dari mana, kukecup pipi J cepat-cepat, sebelum ia sempat menyadari. Tanpa terduga, matanya terbelalak kaget.

Busyet, lebay begitu reaksinya. Apa dia belum pernah dicium pacarnya? Duh, malu aku jadinya.

Apa aku baru saja berharap dia juga sudah putus dengan pacarnya? Itu benar-benar jahat kan?

Tiba-tiba tangan J meraih tanganku dan menggenggam erat.

"Ijinin aku buat jagain kamu terus."

Sekarang aku yang terbelalak.

"Tapi, pacar kamu gimana?"

"Mana? Aku ngga punya pacar."

"Terus, foto di wallpaper kamu itu siapa?"

"Itu Anggi adikku, yang aku ceritain sama kamu."

"Ohh ...," ada jeda yang tak bisa kumaknai dengan jelas. Tapi, melihat J yang berbicara santai, kurasa ia sudah sampai pada tahap, katakanlah, menerima kenyataan atas kepergian adiknya. Tatapannya pun tetap hangat.

" Jadi kamu ..."

"... sengaja jomblo...," J menatapku intens, "...sampai kamu siap dihalalin."

Aaaaa ...!

Mau tak mau aku tersipu. Pipiku pasti sudah memerah sejak tadi. Aku tahu dia hanya menyontek entah dari mana kata-kata barusan. Aku pernah membaca yang seperti itu. Tapi toh tetap saja senyum-senyum kege-eran.

"Tapi aku masih suka ingusan."

"Aku punya banyak kaos buat ganti baju kamu. Kena ingus juga ngga papa, sih. Kan sayang."

Aku hanya tersenyum tak bisa menyembunyikan rasa bahagia. J meraih satu tanganku lagi dan menggengam keduanya. Terpancar kesungguhan dari sorot mata itu, bukan J yang jahil dan suka menggoda.

"Lagian kamu kan cuma ingusan kalau lagi nangis. Kamu bakalan sering nangis bahagia kalau sama aku," J menarik nafas sejenak, "Aku ngga ingin hanya jadi siluet, tapi juga menjadi keindahan yang nyata buat hidup kamu."

Kutinju lengannya pelan. Senyum tak juga hilang dari wajahku yang merekah bahagia.

Ah, J ..., aku terlambat menyadari ternyata semua gombalanmu serius selama ini. Ada kesungguhan yang tergambar jelas di matanya. Menambah desir aneh di dada.

"Apa aku pernah bilang, kalau mukamu merah begitu, kamu makin cantik?"

"J! Please ya, itu gombal banget, tau ngga?"

"Tapi kamu suka kan?"

"Udah berapa orang yang kamu gombalin hari ini?"

"Cuma dua orang, termasuk kamu."

"Hah?"

"Iya, tadi siang sebelum nemuin kamu di parkiran, aku bilang sama Pak Minto: Pak, makin gagah aja. Cocok nih, buat palang pintu kawinan aku sama Anggi, gitu."

"Haha...!! Gila kamu ya! Orang Jawa ngga pake palang pintu, kali!"

"Ada aja. Akulturasi budaya lah. Ngga ada larangan kan?"

Astaga! Apa kami baru saja merancang sebuah konsep pernikahan? Aku benar-benar tak bisa berhenti tersenyum. J pun begitu. Tatapan mata kami bertemu, menyiratkan arti. Lebih banyak dari sekedar kata-kata.

"Aku pengin nikahin kamu secepatnya."

"Kenapa?'

"Pengin lihat kamu pakai rok mini lagi. Yang pendek segini, kaya blekping itu. Tapi di kamar aja sama aku. Di hotel juga boleh."

Senyumku makin melebar. Digoda J itu sudah biasa, tapi tetap saja baper dan salah tingkah.

"Terus?"

"Terus kita, ... ng ... hehek-hehek ...! Wadaauuwwh!" kucubit pinggangnya sekuat tenaga sampai dia mengaduh dan memohon ampun.

Oh, kuncup bunga-bunga itu kini bermekaran sempurna di hatiku.

***

Tamu-tamu sudah berdatangan. Gedung serba guna sudah di sulap dengan dekorasi modern-klasik yang kental dengan nuansa Jawa nan elegan. Permainan lampu yang temaram menambah kesan eksotis di pelaminan yang masih kosong. Gending Jawa mengalun syahdu membuat bergetar hati siapapun yang mendengar.

Aku sudah siap dengan balutan kebaya modern warna krem pucat dan jarik batik burung merak warna coklat. Sanggul sederhana dan crown kecil bertengger di atas kepala. Tanganku terasa dingin.

Suara langkah kaki mendekat. J datang dengan setelan beskap Jogja warna krem yang senada dengan kebayaku. Jarik, keris, dan blankon tak ketinggalan menjadi ornamen wajib bagi penampilannya.

Wibawa memancar sempurna dari wajahnya yang setenang senja. Jauh lebih pekat daripada pesona saat ia memakai tuksedo untuk sampul album lagu barunya.

"Boleh banget kok kalau dilihatin lama-lama. Kan udah naksir," kata J agak lirih.

Aku tak bisa menahan diri untuk tidak mencubit pinggangnya. J menggenggam tangan kiriku lalu berdiri membelakangi. Dari balik punggung, aku mengintip dari kejauhan para tamu yang baru saja datang.

Kursi yang tertata untuk pelaksanaan ijab kabul sudah siap di tengah ruangan. Kurasa J juga berdebar seperti aku.

"Iya deh, yang ngga sabar pengin cepet nyusul ...."

Seseorang mengagetkan kami. Jacob, perancang Mami, tergopoh-gopoh mendekat.

"Pantas bridesmaid kurang satu, ternyata lagi pacaran di sini. Sana kamu dampingin pengantin!" instruksi dari Jacob tak bisa kubantah.

Aku melepaskan tangan dari genggaman J.

"Dan kamu, J, kamu juga stand by. Sabar, secepatnya kalian nyusul jadi ratu dan raja sehari."

Aku dan J mengikuti langkah Jacob saling melempar senyum. Semua sudah siap di kamar ganti. Dika dan Pak Duren, eh, Pak Hendra tampak memplesona dengan busana pengantin adat Jogja. Baju pengantin dan semua kebaya yang dikenakan keluarga dan bridesmaid dirancang oleh Jacob.

Jacob itu ternyata anak sepupu dari sepupunya Nyak, mamanya Dika. Dunia memang sempit kan? Cinta, anak Pak Hendra juga memakai kebaya cantik yang dibuatkan khusus untuk gadis kecil itu.

Gending Jawa mengiringi pengantin memasuki ruangan menuju kursi yang telah disediakan. Di sana, sudah menanti Bapak Penghulu sebagai petugas pencatat nikah dari KUA. Di depannya Paman Joko, adik dari ayah Dika juga sudah siap menjadi wali nikah-lagi.

Mami membaur berada di antara keluarga besar kedua mempelai setelah selesai dengan tugasnya memoles sang pengantin. Di sampingnya Mr. Singh juga terdiam khidmat mendengarkan Panotocoro membacakan susunan acara pernikahan pada hari ini. Sesekali tangan Mr. Singh mengelus perut Mami yang membuncit.

J menggenggam tanganku semakin erat ketika Pak Hendra mengucapkan ikrar abdu nikah dengan sekali tarikan nafas. Tangan J terasa dingin. Kenapa jadi dia yang tegang begini?

"Kamu kenapa J?" bisikku lirih.

"Aku lagi ngapalin ikrarnya, tau."

Kami berpandangan, menikmati getaran halus. Dalam hati tersisip harapan. Harapan agar cinta dan kebahagiaan ini tetap terjaga sebagaimana adanya. Selamanya.

THE END

######################################

Alhamdulillah...

Akhirnya novel perdana saya tamat juga. Tentunya dengan banyak kekurangan di sana sini. Semoga tidak mengecewakan ya.

Saya secara pribadi memohon maaf apabila ada hal-hal yang tidak berkenan di hati kalian semua.

Sebenarnya, alasan saya mengakhiri cerita ini karena saya lagi pengin ganti POV 1 dengan POV 3. Hahah, alasan macam apa itu?

Dalam cerita ini AKU tidak bisa mengetahui hal-hal yang tokoh lain alami, misalnya apa isi kepala Iko, apa isi hati J yang sebenarnya, dsb. Jadi, cerita ini tak sepenuhnya tamat.

Saya terkejut sendiri ketika menulis bagianke-31, yaitu pas Anggi dan Iko putus. Ketika sampai pada pernyataan bahwa "setiap orang menjadi protagonist dalam hidupnya masing-masing", saya lantas mikir, Iko pasti punya sudut pandang sendiri, juga pasti alasan ketika ia melakukan sesuatu yang Anggi anggap buruk.

Isi kepala tokoh lain, tidak bisa saya jabarkan jika masih menggunakan POV 1. Maka, dalam DUREN KAMPUS nanti, yang bisa dibilang spin off dari cerita SILUET ini, saya gunakan POV 3. Hanya dengan cara ini saya bisa berada di atas langit dan mengetahui segala sesuatu yang sedang mereka kerjakan, termasuk mengetahui isi kepala para tokoh itu.

Sampai hari ini, saya belum ingin membuat cerita dengan beberapa POV walaupun itu sah-sah saja dilakukan.

Cerita ini saya tamatkan,agar dua cerita ini bisa dibaca terpisah tanpa kehilangan informasi.

Terima kasih untuk kalian yang setia membaca tulisan receh ini sampai akhir. Terima kasih yang sudi menekan bintang dan memberi komentar juga. Terima kasih silent readers yang memilih cerita ini masuk dalam reading list kalian. Terima kasih banyak teman-teman tak kasat mata dan teman dunia nyata yang memberi banyak masukan dan inspirasi buat saya. Saran dan kritik yang membangun tetap saya nantikan sebagai penulis pemula.

Cinta untuk kita semua, dari Anggi, Juna, Iko, Dika, Mami, Jacob n semua kru Mami, Papi, Mr. Singh, Pak Duren, Marcell, Bisma, Dewi, dan tak lupa salam hormat dari Pak Minto.

Sampai jumpa di cerita saya yang lain!

Big Hugh,

Lasmicika

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 254K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...
LDR By Cinta Syafei

Teen Fiction

561K 30K 16
SERI 2 Jarak adalah ujian kepercayaan Waktu adalah ujian rindu Kimi dan Gava tak lagi dalam satu zona yang sama Mereka menentukan masa depan Di sana...
719 89 17
Perjalanan hidup dua Anak SMA bernama Ihsan dan Tasya yang harus terlahir sebagai "Sepasang Anak Buangan" dan menjadi bahan perundungan Anggga beser...
13.5K 541 18
STORY COMPLETED "apa lo gak punya sedikitpun rasa suka sama gua? lo gak sayang sama gua cakka?" lanjut shilla "gua suka sama lo. Gua sayang sama lo...