Hellenium•Kth✓

By Vivi_Kim

158K 17.2K 3.2K

[ Complete Story ] Story About Kim Taehyung and V Kim. They are the twins brother. Story by, Vivi_Kim Cover... More

Prologue
Ch1. Cold that Warm
Ch2. V!
Ch3. V is My Inhaler!
Ch4: Visit My Mother!
Ch5: There is Love in His Eyes
Ch6: Could I Love Her?
Ch7: Memoria
Ch8: Young Forever
Ch9: This is Not Fair!
Ch10: Singularity
Ch11: Miss The Past
Ch12: Selfishness
Ch14 : Worried About Taehyung.
Ch15 : Date?
Ch16 : Stubborn
Ch17 : Hope of V!
Ch18 : We are Twins!
Ch19 : Bad Feeling!
Ch20 : Maintaining Relationship
Ch21 : Regret?
Ch22 : Faithfulness in the Love!
Ch23: Park Jimin!
Ch24 : Jung Yerin!
Ch25 : Jaehyun-ie!
Ch26 : Sick!
Ch27 : The Twins in Danger!
Ch28 : Kidnapped?
Ch29 : Survive!
Ch30 : Sweet Dream of the Twins!
Ch31: Revenge?
Ch32 : Mission Success!
Ch33 : Dinner.
Ch34 : Winter Bear.
Ch35 : Simple Happiness!
Ch36 : I'm so Tired.
Ch37 : Where is Taehyung?
Ch38 : Welcome back, Tae!
Last Chapter, 39 : Give Up or Regret?

Ch13 : Fake Smile

3.7K 412 91
By Vivi_Kim


Di dalam kamar yang besar dan rapi, seorang gadis uring-uringan sendiri di atas tempat tidurnya. Sesekali mengecek ponsel, sedetik kemudian menenggelamkan wajahnya pada bantal.

"Aargh bagaimana ini? Hiks."

Hatinya semakin galau begitu membuka instagram, isinya tentang konser Seventeen yang akan diadakan besok lusa.

Sebenarnya Yewon sudah tahu konser Seventeen dimajukan dua minggu. Dan Yewon jadi kalang kabut sendiri, pasalnya uang yang selama ini ia kumpulkan tidak cukup. Masih kurang banyak sekali.

Sedangkan notifikasinya terus berbunyi. Yewon gabung di grup khusus carats, mereka membahas soal konser, konser, dan konser. Bahkan mereka berencana untuk nonton bersama.

"AAAA! BAGAIMANA INI?" Yewon kelepasan berteriak kencang, membuat pintu kamarnya tiba-tiba dibuka oleh seseorang.

"Kim Yewon? Kau baik-baik saja?" Dia Kim Taehyung, tanpa izin terlebih dahulu ia langsung masuk ke kamar sang adik tuk mengecek keadaan.

Bukannya menjawab, Yewon justru menyembunyikan wajahnya di bantal dalam posisi telungkup. Kedua bahu gadis itu bergetar kecil.

"Yewon-ie? Kau kenapa? Ada yang menyakitimu?"

Taehyung mengelus surai hitam Yewon. "Hiks, Oppa. Aku... aku sedih sekali."

Begitu Yewon mengangkat wajahnya, Taehyung meringis kala melihat wajah Yewon yang benar-benar sembab. Sudah berapa lama dia menangis?

"Sedih kenapa? Pasti ada lelaki yang mempermainkan perasaanmu, ya? Siapa dia? Katakan padaku sekarang!"

"Hiks. Iya, Oppa. Mereka—" Dengan masih sesenggukan, Yewon menunjuk sebuah poster Seventeen yang tertempel di dinding kamarnya, "—mempermainkan hatiku. Hiks. Kenapa mereka konser saat uang tabunganku kurang?"

Taehyung mengerjapkan matanya beberapa kali, kemudian terbahak-bahak.

"OPPA!" Yewon berteriak, tangannya memukul paha Taehyung.

"Akh! Ssh, sakit tahu."

"Oppa menyebalkan! Kenapa menertawaiku?"

"Kau ini lucu sekali, sih. Menangis hanya karena tidak bisa nonton konser? Astaga."

"Hanya?" Tatapan Yewon mendadak tajam.

Taehyung mengembuskan napas. "Memangnya kapan mereka konser? Dan... di mana?"

"Dua hari lagi, Oppa. Di Stadion Jamsil Auxiliary. Oppa, bagaimana ini? Uang yang aku kumpulkan selama ini terpakai terus dan akhirnya tak cukup untuk membeli tiket."

"Ya ampun." Taehyung geleng-geleng kepala.

Yewon menunduk lemas. Ia mengusap air matanya yang masih membekas di pipi. "Kalau begitu tahun ini aku tidak bisa melihat Seventeen. Tidak apa-apa, deh. Aku bisa menontonnya di lain waktu."

Yewon memaksakan senyum pada kakaknya, membuat Taehyung ikut tersenyum. "Ya sudah jangan dipikirkan. Siapa tahu besok ada keajaiban." Taehyung mengacak rambut adiknya.

Sebenarnya Taehyung pun gemas sendiri dengan tingkah adik keduanya ini. Dia tidak habis pikir, saking sukanya dengan boygroup, adiknya sampai menangis karena tidak bisa menonton konser.

Terlebih tiga rak di kamar Yewon sudah penuh dengan album dan juga lightstick.


Omong-omong, Yewon ini seorang kpopers garis keras. Dia seorang Wannable dan juga Carats. Setiap ada acara fansign yang diadakan di Seoul, dia selalu datang. Untuk tiket ia membelinya dengan uang sendiri. Tapi itu dulu, sewaktu uang jajannya masih diberikan oleh sang ayah.

Bahkan, dia sering menjadi lucky fans. Entah itu bisa foto bersama atau mendapat perlakuan manis dari idolanya.

Ah, membayangkan itu semua membuat Yewon galau lagi.

🖤

Jarum pendek di sebuah jam mengarah di angka tujuh, sedangkan jarum panjang di angka duabelas. Ini sudah waktunya V belajar.

Ia meletakkan ponselnya di atas tempat tidur, lalu berjalan ke meja belajar miliknya yang berdampingan dengan meja milik Taehyung.

V mengambil salah satu buku yang tertata rapi di mejanya, membuka selembar demi selembar halaman tuk dibaca. Berhubung besok di kelasnya ada ulangan harian fisika, jadi ia membaca rangkuman penting di bukunya.

Pintu kamarnya terbuka, V menoleh sebentar kemudian fokus membaca lagi ketika tahu Taehyung yang masuk ke kamarnya.

"Malam, V. Sedang belajar?"

"Bukan. Ngaduk semen."

"Ish!"

Taehyung duduk di kursi belajarnya sambil memperhatikan V. Taehyung mengamati wajah saudaranya dari samping dengan lamat. Entah ini perasaannya saja atau bagaimana, sifat V sedikit demi sedikit berubah semenjak kenal dengan Irene. V lebih banyak bicara, walau nadanya masih terkesan datar.

"V, mau ikut membantu Yewon atau tidak?"

V menutup bukunya, lalu menghadap ke arah saudaranya. "Bantu apa?"

"Kau tahu kan Yewon itu suka sekali dengan Seventeen?"

"Lalu?"

"Uang yang selama ini ia simpan untuk nonton konser tidak cukup karena terpakai untuk jajan di sekolah."

"Memang harga tiketnya berapa?"

"Oh, itu! Aku tidak tahu. Sebentar."

V merotasikan bola matanya jengah. Sembari menunggu kembarannya mencari informasi di internet, ia merapikan buku-bukunya.

"Ada lima jenis tiket, V. Yang paling dekat dengan stage itu tiket pink."

V menghela napas. "Iya, harganya berapa?" tanyanya gemas.

Taehyung ini terlalu bertele-tele.

"Sekitar ₩2.500.000."

V menganggukkan kepala dua kali. "Oke, kalau begitu kita bagi dua."

V berdiri, mengambil ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur, lalu mengutak-atiknya. Sesaat kemudian berdecak kesal karena transfer gagal.

"Tae, aku tidak bisa transfer ke rekeningmu sekarang. Kalau begitu besok saja aku ambil uang dulu."

"Kalau besok pasti tiketnya sudah habis, V. Tiket konser BTS saja sudah ludes terjual dalam kurun waktu tidak sampai satu jam."

"Benarkah? Apa sebegitu banyaknya penggemar mereka?"

Taehyung mengangguk. "Kalau begitu pakai uangku saja dulu, V."

V mengangguk setuju. Sementara Taehyung mengutak-atik ponsel tuk memesan tiket, ia memilih berbaring di tempat tidurnya.

"Ya ampun, kita kehabisan tiket."

"Tiketnya sudah habis? Serius?"

"Iya. Yah, kita gagal membantu Yewon."

V berpikir, kemudian menyahut. "Beli tiket dari orang lain saja?"

"Hah? Maksudnya?"

V berdecak sebal. Ia paling tidak suka jika Taehyung sedang dalam mode lemotnya. "Maksudku, coba saja kau lihat-lihat di instagram. Pasti banyak dari mereka yang menjual tiketnya lagi karena ada halangan untuk menonton."

"Oh iya, ya."

Setelah penjelasan V sudah nyangkut di otak, Taehyung mencari informasi lagi dari ponselnya. Sesaat kemudian ia tersenyum puas.

"V, V, V! Aku dapat! Karena tiketnya sudah ada di tangan dia, dia minta bertemu langsung. Bagaimana menurutmu, V?"

"Ambil saja. Memang minta bertemu di mana?"

"Di..." Taehyung mengecek ponselnya lagi, "oh! Dia minta bertemu di Cafe Bonjour. Ya sudah aku berangkat ke sana dulu."

"Aku ikut!" Remaja berambut abu-abu itu bangkit dari tempat tidur.

"Yakin mau ikut?"

"Iya. Kita bayar cash, kan? Kalau begitu aku juga sekalian mau tarik tunai. Kita pakai mobil saja, di luar sangat dingin."

🖤

Alarm di sebuah jam kecil berbentuk kucing berbunyi nyaring dengan sedikit gerakan yang dihasilkan oleh getaran. Hanya sampai sepuluh detik, sang empunya terbangun dan mematikan alarm tersebut dengan mata terkantuk-kantuk.

Dia; Yewon, menutupi mulutnya lalu menguap lebar, dibarengi juga dengan setitik air mata yang keluar.

"Aku ngantuk sekali," gumamnya.

Kedua matanya mengerjap pelan, lalu terarah pada meja nakas. Samar-samar ia melihat sebuah kertas di atas meja. Otaknya masih belum bisa memproses, begitu penglihatannya sudah jelas, Yewon membulatkan matanya.

"Aku tidak mimpi, kan?" gumamnya.

Ia mengucek matanya, lalu melihat nakas yang masih ada sebuah tiket. "Ini benar-benar nyata! KYAAAAA OPPA!" Yewon berteriak girang.

Di luar sana, si kembar yang masih ada di dalam kamar terkejut. Mereka yang baru bangun pun langsung membuka mata lebar-lebar dan menghampiri kamar sebelah.

"Yewon, ada apa? Kenapa berteriak?" tanya Taehyung kalang kabut.

Dapat dilihat Yewon sedang duduk di tepian kasur sambil mendekap sebuah tiket. V memutar bola matanya malas ketika tahu apa yang terjadi.

"Aish, membuatku hampir jantungan saja," gumamnya.

🖤

"Tae, mau sampai kapan kita pura-pura?"

Yang ditanya mengembuskan napas. Ia membuang muka ke arah jendela, terlalu malas membahas masalah perjodohan konyol ini pagi-pagi.

Sambil mengemudikan mobilnya, V berkata lagi, "Aku tidak ingin berlama-lama lagi, Tae. Appa pasti sudah berpikir kalau kita menyukai putri temannya."

"Entahlah, V. Aku juga pusing."

Fokus V kembali pada jalanan lagi. Hari ini, Taehyung lebih memilih berangkat sekolah bersama V. Ia sedang malas naik motor, sejak tadi pun ia merasa dadanya sedikit sakit dan sesak tapi ia menyembunyikannya dari V.

"Sudah minum obat?" V bertanya.

Taehyung menggeleng. "Aku akan minum setelah makan di kantin."

"Oh iya, kemarin kau habis check up, kan? Apa kata Samchon? Kenapa akhir-akhir ini kau rutin meminum obat tablet?"

Tubuh Taehyung menegang. Taehyung lupa memberitahu keadaannya pada V kemarin.

"Tae? Kau punya mulut, kan? Telingamu tuli?"

"Eum itu..."

Alis V terangkat sebelah. "Katakan yang jelas."

Taehyung menggigit bibir bawahnya dengan ragu, sesekali melirik V yang masih fokus menyetir. Di saat seperti ini Taehyung seperti anak tk yang ketahuan mencuri pensil temannya.

"Samchon bilang, paru-paruku hitam, V. Penuh asap. Aku—"

"Penuh asap? Kau merokok?!"

"Bukan! Dengarkan dulu." Setelah sang adik diam, Taehyung menjelaskan keadaannya secara rinci.

Begitu lampu merah, V menoleh. Ia sedikit tersentak melihat saudaranya mengeluarkan air mata. Tapi bibir itu selalu tersenyum.

He always gives fake smiles to anyone, right?

"Aku senang karena paru-parumu sehat, V."

"Tae—"

"Aku tidak mau kau merokok. Paru-parumu harus sehat. Kalau bisa, setiap bawa motor kau harus pakai masker. Mengerti?"

V diam. Mendengar kenyataan bahwa kakaknya sakit, membuat tubuhnya lemas.

"Jadi kau sudah tidak menggunakan inhaler?"

Taehyung tertawa getir. "Sesak napasku masih suka kambuh jadi aku masih memakainya. Obat yang diberikan Jisung Samchon untuk mengurangi asap di paru-paruku."

🖤

Di tengah lapangan basket yang terletak di dalam sekolah Hanlim, terdapat sekumpulan murid-murid yang sedang bermain.

Debuman bola basket yang memantul di lantai terdengar cukup keras, beberapa siswa yang berada di bawah sana memperebutkan benda bulat itu.

Di jam pelajaran kelima, kelas Taehyung sedang ada pelajaran olahraga. Setelah selesai mengambil nilai basket, para siswa kelas 2-1 dibebaskan bermain basket. Sedangkan siswi bermain bulu tangkis di lapangan sebelah.

Dari 9 murid laki-laki di kelas 2-1, hanya Taehyung yang tidak turun ke lapangan tuk bermain basket. Ia hanya bisa memperhatikan teman-temannya dari kursi penonton.

"Woah! YOONGI HYUNG HEBAT!" Taehyung berteriak ketika Yoongi berhasil memasukkan bola basket ke dalam ring.

Di bawah sana, Yoongi tersenyum. Ia bertolak pinggang dan menunduk sedikit karena lelah bermain, selanjutnya ia berlari ke tempat di mana Taehyung duduk.

"Yoon, kau selesai?" tanya teman sekelasnya.

Yoongi mengangguk. "Lanjutkan saja. Aku lelah."

"Okey!" Temannya mengacungkan jempol kemudian lanjut bermain.

Begitu sampai di tempat Taehyung, Yoongi mengambil posisi tepat di samping sahabatnya. Mengambil air minum dan meneguknya sampai tersisa setengah.

"Hyung," panggil Taehyung setelah Yoongi menyelesaikan minum.

"Kenapa, Tae?"

"Aku mau main basket."

Air wajah Yoongi berubah datar. "Tidak boleh, Tae. Ingat paru-parumu."

Taehyung berdecak. "Aku punya paru-paru jadi aku selalu ingat paru-paruku, Hyung. Boleh, ya? Sebentar saja."

"Tidak!"

"Hyung, sepuluh menit saja."

"Kubilang tidak ya tidak, Tae!"

"Hyung—"

"Terserahmu sajalah!"

Yoongi bangkit sambil menggenggam botol minumnya, kemudian berangsur meninggalkan Taehyung seorang diri.

"Ish! Dia selalu saja menyebalkan. Tak tahukah kalau aku iri? Aku juga ingin main basket lagi," lirihnya.

Kepalanya menunduk, setetes air mata jatuh mengenai celana sekolahnya.

"Kim Taehyung! Kau masih mau di sini?" Salah satu temannya berteriak dari bawah.

Laki-laki itu mengangkat wajahnya. Ia melihat murid-murid yang semula sedang bermain sudah bergegas meninggalkan lapangan.

"Apa pelajaran olahraga sudah selesai?"

"Belum, sih, masih ada 30 menit lagi. Kami hanya ingin ke kantin."

"Oh begitu. Ya sudah kalian duluan saja, aku masih mau di sini."

Setelah tidak ada satupun murid lagi di lapangan, Taehyung mengembuskan napas. Matanya terfokus pada satu titik, yaitu bola basket yang berada di tengah lapangan.

"Kurasa main sebentar saja paru-paruku tidak akan berontak."

Taehyung berdiri dan turun ke lapangan dengan semangat. Sudah dikatakan bukan kalau Taehyung itu keras kepala? Sekarang remaja berambut hitam itu tengah asik men-dribble bola.

Bibirnya menyunggingkan senyum lebar. Ah, ia jadi teringat pada V yang sangat ahli bermain basket. Kadang jika V sedang main basket saja ia dibuat menganga.

Bola dipantulkan sekali, kemudian melakukan lay-up. Bola itu masuk ke dalam ring. Sang pemain bersorak gembira.

"Woah! Bagus sekali permainanmu, Kim!"

Sebuah suara mengalihkan perhatian Taehyung, remaja itu menoleh dan dilihatnya Jimin sedang berdiri di dekat pintu bersama Jungkook.

"Kalian kenapa di sini?" tanya Taehyung.

Ia bingung, pasalnya kelas Jimin kedapatan pelajaran olahraga saat jam ke tujuh nanti. Tapi kenapa mereka berdua di lapangan?

"Memangnya tidak boleh? Lapangan ini bukan milikmu, kan?"

"Hmm, iya juga, sih." Taehyung menyengir. "Kalian mau main? Ayo, silakan. Aku kembali ke kelas dulu."

Taehyung memberikan bola tersebut pada Jimin, lalu berjalan ke arah pintu. Begitu tangannya sudah memutar kenop, ia dibuat bingung. Ia mencoba memutarnya lagi tapi pintu tak bisa terbuka.

Taehyung menoleh ke arah Jimin. Matanya terfokus pada kunci yang menggantung di jari Jungkook.

"Kau mau keluar?" tanya Jungkook.

Taehyung mengangguk. "Aku harus kembali ke kelas."

"Buru-buru sekali, sih. Jam pelajaranmu belum habis, kan? Santai saja, bung!"

"Boleh aku minta kuncinya?"

"Tentu. Kenapa tidak boleh?" Taehyung tersenyum mendengarnya. "Tapi ada syaratnya, Tae."

"Syarat? Apa?"

Jungkook tersenyum sinis.

"Kau harus menjadi lawan Jimin bermain basket."

Senyum Taehyung memudar. "Tapi aku tidak bisa."

"Ingin keluar atau tidak?"

Taehyung tak menjawab, Jimin tersenyum puas melihatnya. Ia berjalan santai ke arah Taehyung, begitu sudah berdiri di sampingnya, Jimin merangkul bahu Taehyung.

"Hey, kawan. Kau itu ketua osis. Diajak bermain basket saja tidak mau? Di mana harga dirimu?"

Ejekan itu ditujukan untuk Taehyung. Pemuda kurus itu merasa, tapi tak terlalu memedulikan. Ia hanya tersenyum; lagi, dan menurunkan tangan Jimin di bahunya dengan lembut.

"Maaf, Jimin. Aku memang benar-benar tak bisa—"

"Kudengar temanku yang bersekolah di Daewoo memiliki dendam terhadap V. Ia bilang nanti pulang sekolah akan menghajar V habis-habisan."

Air muka Taehyung berubah panik. Jimin tersenyum licik karena Taehyung percaya dengan ucapannya.

"Kau tidak mau V celaka, kan?"

Taehyung mengembuskan napas. "Tentu saja. Siapa yang ingin saudara kembarnya celaka di tangan orang lain?"

"Kalau begitu, aku akan bilang kepada temanku untuk tidak menghabisi V. Tapi, kau harus bertanding basket denganku dulu. Tidak ada penolakan atau V akan celaka."

Dan, karena Taehyung lebih peduli pada saudara kembarnya, ia rela bertanding basket dengan Park Jimin. Sedangkan Jungkook membuka kunci dan ikut gabung bermain dengan mereka.

🖤

Berperang melawan sifat Taehyung yang keras kepala membuat otaknya terasa mendidih. Yoongi memutuskan untuk pergi kantin. Ia duduk di salah satu kursi dan menyeruput choco mint favoritnya tuk mendinginkan kepala dan juga hati.

"Yoongi Oppa?"

Kepala remaja itu reflek menoleh, ia mendapati Yewon tengah berdiri sambil membawa bungkusan. Ah, pasti dia disuruh guru membeli makanan.

Yoongi membalasnya dengan senyuman.

"Oppa sendirian saja? Tae Oppa mana?"

"Taehyung sedang di lapangan basket indoor."

"Oppa, dia tidak bermain basket, kan?" Yewon berubah panik.

Yoongi terdiam. Benar juga, harusnya Yoongi tahu sahabatnya itu nekat dan keras kepala. Sekarang ia percaya pada V tentang Taehyung yang bertindak sangat bodoh ketika tidak ditemani.

"Perasaanku tidak enak."

Yoongi langsung berlari diikuti oleh Yewon. Gadis itu melupakan pesanan gurunya yang ditinggal di meja kantin.

Begitu di tengah koridor, mereka berpapasan dengan V yang mungkin baru saja dari toilet. "Kenapa kalian panik begitu?"

"Ikut saja, Oppa!"

Yewon menarik tangan V tuk mengajaknya berlari, begitu sudah sampai di depan pintu lapangan indoor, V jatuh lemas. Tangan kanannya terangkat tuk memegang dadanya yang terasa sedikit sesak.

"Oppa, kenapa?"

"Kau tidak apa-apa, V?"

V mengangguk. Ia dibantu oleh Yoongi dan Yewon untuk berdiri, setelah itu tangan V memutar kenop.

Pemandangan pertama yang mereka lihat adalah siluet tubuh Taehyung sedang meringkuk di tengah lapangan seorang diri. Matanya memejam dan tangannya sibuk mencengkeram dadanya yang naik-turun tak beraturan.

"Ya Tuhan! Kim Taehyung!"

V orang pertama yang berlari kencang begitu melihat saudaranya kesusahan bernapas. Ia langsung memeluk kembarannya. "Tae? Kau masih bisa mendengarku? Taehyung!"

V menepuk-nepuk pipi Taehyung, berharap saudaranya merespon.

"I-Inhaler Tae Oppa di mana?" kata Yewon dengan suara bergetar. Ia memegang tangan Taehyung yang sedang mencengkeram dadanya. Terasa dingin dan berkeringat.

Sementara itu, Yoongi memeriksa semua saku di seragam Taehyung. Dia tidak menemukannya sama sekali. "Aish! Di mana alien ini menaruh inhaler-nya!"

"Ugh! V... s-sakit. Hhh."

Air mata menuruni pipi seorang V Kim. "Kenapa kau bisa begini, sih?"

Taehyung sudah tidak sanggup lagi untuk menjawab. Wajahnya semakin pucat, bibirnya pun kering. Dada yang semula naik-turun tak beraturan kini menjadi diam tak bergerak. Tangan yang semula mencengkeram dada, kini terkulai lemas.

"Tae?" V mengguncang tubuh di rengkuhannya. Tidak ada pergerakan sama sekali.

"Oppa, jangan bercanda! Ini masih di sekolah."

Tetap tidak ada perubahan. Dada Taehyung tak lagi kembang-kempis.

Yoongi mengecek nadi sahabatnya, sesaat kemudian air matanya ikut jatuh. "Tidak. Ini semua salahku. Harusnya aku tidak meninggalkan Taehyung sendirian di sini, hiks. Ini salahku." Ia terus menggelengkan kepala dan tidak menerima fakta kalau denyut nadi sahabatnya hilang.

Dan Yoongi menyesal karena telah meninggalkan Taehyung di lapangan sendirian. Ia merutuki kebodohannya dan juga menyalahkan diri sendiri atas kambuhnya Taehyung.

Yewon menangis keras. Ia mengambil alih tubuh Taehyung, membaringkannya di lantai kemudian memompa jantung sang kakak agar kembali berdetak.

"Hiks, Oppa. Jangan tinggalkan aku dulu—hiks. Aku masih membutuhkanmu," isaknya.

V memandang adik perempuannya dengan mata sembab. Memang selama Yewon tinggal di rumah itu, dia lebih dekat dengan Taehyung ketimbang dirinya. V tahu itu.

"Yewon—" Baru saja tangan V memegang bahunya, Yewon menepisnya kasar.

"Jangan halangi aku, Oppa! Aku pernah ikut kegiatan Palang Merah Remaja sewaktu SMP,  guruku pernah mengajari cara memberikan CPR!" pekiknya.

V terdiam. Ia memperhatikan adiknya yang sedang berusaha mengembalikan detak jantung Taehyung dengan bantuan CPR.

Terakhir, Yewon menjepit hidung Taehyung, membuka mulut kakaknya kemudian memberikan napas buatan. Dada Taehyung mengalami pergerakan. Ia melakukannya berulang kali, tak lama kemudian Taehyung terbatuk kecil.

V dan Yoongi tersenyum lega, begitu juga dengan Yewon. V menegakkan tubuh saudaranya.

"Syukurlah. Terima kasih, Tuhan," gumam V. Ia memeluk tubuh lemas saudaranya lagi. "Tae, kita ke rumah sakit sekarang, ya."

Mendapat anggukan lemas dari Taehyung, mereka tersenyum lega. Setidaknya Taehyung bisa merespon. Berterimakasihlah pada Yewon yang sudah susah payah mengembalikan detak jantung kakaknya lagi.

"Untung aku bawa mobil hari ini. Ya sudah, Yewon dan Yoongi Hyung, tolong izin ke guru piket, ya? Kalau kalian ingin menyusul, datanglah ke rumah sakit yang biasa Taehyung dirawat."

🖤

Bunyi mesin EKG di salah satu kamar bernuansa putih benar-benar nyaring dan pilu di saat bersamaan. Seorang remaja laki-laki di ranjang pesakitan tampak tidur dengan damai dari kemarin siang saat dirinya dibawa ke rumah sakit.

Jisung bilang, keadaan Taehyung benar-benar parah. Saluran pernapasannya menyempit akibat terlalu memaksakan diri dan juga lebam di daerah dada.

Sampai sekarang mereka; V, Jisung, Yewon, dan Yoongi tidak tahu luka lebam itu berasal dari mana.

"V, kurasa ibumu berhak tahu," katanya pada V yang kini masih setia menunggu kesadaran sang kakak.

"Terserahmu saja, Samchon. Kepalaku terasa mau meledak."

Pria berjas putih mengusap punggung V lembut. "Sebaiknya kau pulang dan istirahat. Vertigomu bisa kambuh."

"Bagaimana dengan Tae?"

"Di sini dia tidak sendiri, V. Banyak perawat yang menjaganya. Katamu, Yewon sedang dalam perjalanan, kan? Gantian saja menjaganya. Kau juga harus pikirkan kesehatan."

V menunduk dalam, tangannya terkepal di atas paha dan tak lama kemudian bahunya bergetar kecil.

Melihat itu, sang paman merasa sangat iba. Pasalnya remaja yang ada di hadapannya ini adalah keponakannya. Anak dari Kim Taesung.

"V?" Ia memegang kedua bahu V, mengajaknya berdiri. "Mau Samchon peluk?"

Langsung saja V menubruk laki-laki dewasa di depannya. Walau tidak mengeluarkan suara, Jisung tahu kalau keponakannya ini sedang menangis. Kentara dari bahunya yang bergetar.

"Hei, bukankah menangis seperti itu tidak melegakan hati?"

V terdiam, pelukannya semakin mengerat.

"Menangislah sepuasnya, V. Itu lebih baik, bisa mengurangi rasa sesak di dada. Jangan dipendam."

Dan pada akhirnya, diri V yang sebenarnya keluar saat ini juga. Ia menangis sejadi-jadinya di pelukan sang paman, menumpahkan semua kesedihan yang selama ini ia rasakan.

Paman mana yang tega melihat keponakannya sedih? Kalau boleh jujur, Jisung pun sama seperti Taehyung. Ia merindukan suasana dulu. Ia rindu V yang dulu. Senyum V, ocehan V, dan segala-galanya yang ada dalam diri V.

Karena keegoisan sang ayah, V berubah 180°. Jarang tersenyum. Irit bicara, dan lebih suka dengan kesendirian. V tumbuh menjadi remaja yang introvert.

Tanpa mereka sadari, jemari Taehyung bergerak kecil dan air mata meluncur bebas ke pelipisnya.



Happy Sadnight all 🤧🤧🤧

Btw maap vivi ngaret banget yaa updatenya :'' mohon dimaapkan. Maap kalo ff ini kurang menarik dan buang-buang waktu kalian buat baca ff ini ya :'

Lanjut apa nggak?

Vivi butuh dukungan kalian :')


Mau V kek, Taehyung kek, dua2nya ganteng :''

jatuh cinta sama rambut birunya :''



Btw, vivi juga sekalian mau promosiin ff baru vivi, kali aja ada yang belom tau :v genrenya horor. Cast-nya BTS. Yang penasaran, bisa cek langsung work vivi yaa.

Judulnya "Frightened"

Terima kasih :)

Sabtu, 26 Januari 2019

Continue Reading

You'll Also Like

67K 13K 14
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
61.8K 4.6K 29
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
56.6K 8.7K 55
Rahasia dibalik semuanya
1M 86.6K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...