Takdir Cinta [Sudah Terbit]

By Eria90

397K 36.9K 4.6K

- Zona dewasa - Masih lengkap - Ekstra part cuma ada dalam versi ebook - Sudah tersedia dalam bentuk ebook di... More

🍃Prolog🍃
🍃Satu🍃
🍃Dua🍃
🍃Tiga🍃
🍃Empat🍃
🍃Lima🍃
🍃Enam🍃
🍃Delapan🍃
🍃Sembilan🍃
🍃Sepuluh🍃
🍃Sebelas🍃
🍃Duabelas🍃
🍃Tigabelas🍃
🍃Empatbelas🍃
🍃Limabelas🍃
🍃Enambelas🍃
🍃Tujuhbelas🍃
🍃Delapanbelas🍃
🍃Sembilanbelas🍃
🍃Duapuluh🍃
🍃Duapuluhsatu🍃
🍃Duapuluhdua🍃
🍃Duapuluhtiga🍃
🍃Duapuluhempat🍃
🍃Duapuluhlima🍃
🍃Duapuluhenam🍃
🍃Duapuluhtujuh[TAMAT]🍃
🍃Epilog🍃
Promosi Ebook

🍃Tujuh🍃

14.3K 1.3K 120
By Eria90

Wah... kalian memang hebat👏, nggak tau apa istimewa cerita kakek Yusuf ini sampai teman2 semua mau ninggalin jejaknya.

Jujur, awalnya saya agak sangsi kalau cerita 'Takdir Cinta' ini bakal ada yang mau ngebacanya. Perbedaan umur yang jauh antara Yusuf dan Salwa tentu jadi salah satu hal yang saya pikirkan. Awalnya saya berpikir buat kasih bentang usia yang nggak terlalu jauh, tapi ide yang ada di kepala serta hati saya nggak ngizinin saya ngubah alur cerita. Tapi siapa sangka kalau cerita ini justru banyak peminatnya.

Saya juga nggak bakal bosan ngucapin makasih buat teman2 yang udah mau ninggalin jejaknya di sini (kalau bisa di cerita saya yang lain juga), buat yang dari awal ngedukung dan yang baru aja nemuin lapak saya.

Buat bab ini, saya nggak pasang target, biar saya bisa istirahat sebentar soalnya udah 2 malam ini saya nggak tidur. Tapi, kalau vote dan komennya banyak, saya usahakan update secepatnya. Pokoknya, kalau satu bab udah selesai saya tulis, pasti akan segera saya update.

Udah ya, segitu aja cuap-cuapnya. Selamat membaca, semoga kakek Yusuf memiliki tempat di hati kalian semua.

🍏🍏🍏

                                                

Yusuf tidak pernah merasa sebahagia ini. Di saat membuka mata di pagi hari, pemandangan Salwa yang tertidur dalam pelukan adalah hal terindah yanh pernah ia lihat seumur hidupnya.

Memang akan terasa sangat aneh bagi pria tua seperti dirinya merasa adanya kuncup bunga yang mulai bermekaran dalam hati, namun apa mau dikata, itulah yang Yusuf rasakan  sejak ia memutuskan menerima takdir yang telah ditentukan olehnya.

Damai adalah apa yang Yusuf rasakan begitu tangan Salwa melingkari pinggangnya untuk semakin merapat padanya. Mungkin dikarenakan cuaca pagi ini yang dingin, tanpa sadar wanita itu bergerak mendekatinya untuk mencari kehangatan. Apa yang dilakukan Salwa tanpa sadar tersebut membuat Yusuf tersenyum sedih, kembali terkenang akan pernikahannya terdahulu, begitu dingin dan tidak ada adegan pelukan manis seperti ini.

Mungkin Tuhan teramat kasihan padanya karena dulu tidak pernah sekalipun bisa bersikap santai, menikmati waktu kebersamaan bersama orang terkasih demi memajukan usaha agar dia yang dinafkahi tidak merasa kekurangan, sehingga setelah menyandang gelar sebagai kakek barulah ia diberi kesempatan merasakan keintiman antar pasangan suami istri.

Menghembuskan napas penuh kelegaan karena Yusuf tidak terus bertindak bodoh dengan menghindari istrinya, Yusuf semakin memeluk erat tubuh mungil namun terasa begitu pas dalam kungkungan kedua lengannya.

"Hah... benar-benar cobaan." gumam Yusuf pelan saat sepasang payudara yang tak mengenakan bra di balik piyama kebesaran tersebut tertekan di dadanya.

Bisa Yusuf rasakan puting Salwa yang menegang dan tentunya langsung mengirimkan sinyal bahaya supaya Yusuf segera menyudahi aksi nekatnya yang ingin menguji sampai dimana ia bisa menahan diri. Namun Yusuf yang tak ingin sensasi mendebarkan tersebut terjeda, malah semakin merapatkan tubuh mereka, sampai kemudian suara serak tertahan menginterupsi lamunan kotor yang mulai berkelebat di benaknya.

                                                        
"Sesak... " pelan Salwa berucap dengan kelopak mata yang belum terbuka sepenuhnya.

"Bangun, Sal." iseng Yusuf meniup telinga istri kecilnya, agar wanita muda yang malas membuka mata itu segera bangun.

"Memangnya udah jam berapa, pak?" Salwa bertanya dalam gumaman.

"Jam 10." jawab Yusuf berbohong, dan rupanya cara itu berhasil membuat Salwa membuka mata dalam sekejap.

"Yang benar, pak?" mata Salwa membesar, diputarnya pandangan untuk menatap ke arah jendela, dan setelahnya bibir wanita itu mengerucut sebal karena telah dibohongi. "Bapak... " rengek Salwa, tanpa sadar mengeluarkan sisi kekanakannya.

Akan tetapi setelah tersadar sisi kekanakan tersebut tak boleh ada dalam dirinya yang hanya hidup sebatang kara, Salwa segera menundukan pandangan dan berucap lirih, "Maaf."

"Untuk apa permintaan maafmu itu, Sal?" tanya Yusuf dengan kening berkerut, sedangkan rengkuhan kedua lengannya masih memerangkap tubuh Salwa dalam pelukan.

"Itu... saya udah ngerengek sama bapak tadi. Soalnya kata ibu, orang yang hidupnya sendiri kayak saya, nggak boleh cengeng apa lagi kekanakan. Pokoknya harus mandiri katanya, jangan sampai nyusahin orang lain dan ngebuat mereka nggak nyaman karena saya."

Yusuf menghembuskan napas kesal. Anak seorang Amar Zamzani, yang saat kelahirannya bisa membuat pria bertubuh tinggi besar itu menangis, harus dewasa sebelum waktunya. Entah kehidupan sekeras apa yang harus Salwa jalani sebelum bertemu dengannya? Namun yang pasti, istrinya itu tidak pernah merasakan hidup selayaknya tuan putri.

Mengetahui Salwa yang begitu keras menjalani hidup bahkan tidak pernah memegang ponsel seperti kebanyakan anak muda lainnya, Yusuf rasanya ingin memaki siapapun orangnya yang sudah membuat Salwa tidak bisa menikmati masa mudanya.

Tidak ingin Salwa mengetahui perubahan suasana hatinya, Yusuf menghela napas panjang, lalu berkata, "Tapi saya suka kalau kamu mengeluarkan sifat manjamu itu, karena saya jadi merasa berguna sebagai seorang suami. Biar sudah tua dan jelek begini, saya masih sanggup menuhin apapun maunya kamu."

                                             
"Bapak nggak tua kok." bantah Salwa cepat seraya mendongakan kepala. Kemudian rona merah mulai menghiasi pipinya saat menambahkan, "Mukanya bapak juga nggak jelek, malah kalau dibandingkan semua laki-laki yang pernah ke rumah ibu, bapak jauh lebih tampan."

Yusuf tertawa lepas mendengar jawaban polos Salwa yang diucapkan dengan pipinya yang memerah. Karena saking gemasnya, Yusuf mengecup pipi merah Salwa berulang kali, hingga membuat si pemilik pipi menggeliat geli karenanya.

Baru saja bibir Yusuf mendarat di bibir Salwa dengan niat mengulum bibir tipis tersebut dalam lumatan gairah, satu pemikiran yang melintas di benaknya membuat Yusuf langsung menghentikan gerakan bibir.

                                        
Diberinya sedikit jarak diantara mereka saat memberikan satu pertanyaan yaitu, "Saat semua laki-laki itu datang ke rumah ibu kamu, kamu ada di mana, Sal?"

"Saya ngumpet di rumah tetangga. Soalnya kalau mereka datang, suka ada suara-suara menyeramakan dari kamar ibu dan mbak Alya."

"Biad*b!" maki Yusuf dalam hati, mengutuki orang-orang yang sudah menunjukan betapa semakin rusaknya moral yang dimiliki. "Kamu nggak pernah dijahatin sama laki-laki yang ada di rumah ibu kamu, 'kan?" tanya kemudian.

Dengan polosnya Salwa mengangguk, dan membuat pria yang masih memeluk dirinya itu melotot, lalu berseru, "Kamu diapain sama mereka?"

"Waktu itu ada dua laki-laki yang mau meluk saya pas saya lagi nyuci baju, tapi karena lantainya licin, mereka jatuh dan langsung marah-marah... "

"Lalu?" potong Yusuf tak sabaran, jantungnya bahkan sudah bertalu kencang karena takut membayangkan istrinya dipegang pria lain.

"Ya nggak ada lalu-lalu, pak. Om tentara sebelah rumah, tempat ngungsi teraman buat saya kalau lagi hujan ataupun tamunya ibu pada datang, masuk lewat belakang sambil bawa senapan, katanya mau ngejar dua pencuri, tapi tamunya ibu yang jatuh itu malah lari sambil teriak nggak mau lagi nginjakin kaki di rumah ibu. Ya segitu aja ceritanya, sebelum pulang, om tentaranya ngelusin kepala saya sambil bilang 'tante kamu masak enak hari ini, dia mau kamu ke rumah buat ngabisinnya'."

Yusuf menghembuskan napas lega. Ternyata Tuhan tidak pernah tidur dan mengirimkan salah seorang malaikatNya untuk menolong Salwa.

Kapan-kapan, saat ada waktu luang, Yusuf akan menemui tentara baik hati itu, mengucapkan terima kasih karena sudah menolong istrinya.

"Mulai sekarang kamu memiliki saya sebagai keluarga kamu. Kamu boleh merengek, boleh bermanja, bahkan kamu boleh menangis sepuas-puasnya di dalam pelukan saya. Saya janji, mulai sekarang tidak akan membiarkan orang lain menyakiti kamu lagi." ucap Yusuf sepenuh hati seraya membawa putri semata wayang Amar Zamzani untuk meletakan kepala di dadanya, berharap beban berat yang ditanggung istrinya itu sedari kecil berpindah padanya.

                                                          🍏🍏🍏

                                                         
"Papa semalam ke mana? Aku tungguin seharian, tapi papa nggak nongol-nongol juga. Senggaknya, kalau papa nggak ngantor, papa kasih taulah sama aku, lewat telfon ataupun cuma sebaris pesan."

Yusuf yang baru saja duduk di kursi kebesarannya harus mendengar perkataan sang putra kebanggaan yang tampak sangat kesal padanya itu.

Tahu apa yang membuat sang anak kesal, Yusuf akhirnya cuma bisa meringis malu sambil mengatakan, "Maafkan, papa, Fari. Semalam papa ada urusan mendesak, jadi nggak bisa ke kantor buat ngikutin rapat yang kamu adain untuk membahas pembangunan sekolah baru itu."

"Semendesak apa urusan papa itu, sampai ngirim sebaris pesan aja nggak bisa?"

Kembali yang Yusuf lakukan ialah meringis malu sambil mengusap tengkuknya untuk mengurangi rasa tak enak yang melanda.

Kemarin itu, absennya kehadiran Yusuf di kantor awalnya tidak ia rencanakan. Semuanya mengalir begitu saja, lalu tiba-tiba Yusuf merasa malas untuk beranjak dari atas ranjang dan lebih memilih menghabiskan waktu sambil memeluk Salwa yang tak menyadari bahwa Yusuf sangat ingin memukul seseorang saat itu juga.

Namun Salwa yang kembali terlelap tentu tak disia-siakan oleh Yusuf. Bak pencuri ulung, pria yang merasa jiwanya kembali muda itu berulang kali mengecup pipi istrinya, lalu melumat banyak-banyak bibir ranum Salwa yang terbuka, sampai bibir tipis itu membengkak dan terlihat merah.

Mengingat Salwa yang menjerit karena melihat kondisi bibirnya yang tak biasa di cermin dan menunduh penyengat sebagai 'tersangka', Yusuf tanpa sadar terkekeh geli, sehingga membuat Fari yang berdiri di seberang meja menjadi dongkol melihatnya.

Tidak salah lagi, perilaku ayahnya yang tidak biasa tersebut merupakan salah satu ciri orang yang sedang jatuh cinta. Melamun dan tertawa sendiri adalah apa yang akhir-akhir ini ayahnya lakukan.

                                                    
"Ya Tuhan... kalau benar papa sedang jatuh cinta, semoga perempuan yang dicintainya itu adalah orang yang memang ditakdirkan untuknya." doa Fari dalam hati seraya memilih duduk daripada ia sendiri lelah melihat sang ayah yang masih saja terus tersenyum.

Sementara Yusuf sendiri masih asyik dalam lamunannya, abaik dengan keadaan sekitar, dan hanya ada dirinya sendiri di sana.

Tetapi Yusuf harus berpuas diri saat lamunannya harus terhenti karena suara deheman berulang kali itu terdengar sangat mengganggu di telinganya.

"Kamu itu kenapa sih, Far, dehem-dehem aja terus? Tenggorokan kamu sakit, makanya kamu begitu?" tanya Yusuf yang menatap kesal anaknya.

Fari mencibir untuk mengungkapkam seberapa kesalnya ia saat ini. Sadar jika sebagai seorang anak seharusnya ia tidak berlaku kurang ajar begitu, khusus hari ini Fari ingin mengabaikan.

Biarlah ayahnya mengetahui kalau saat ini ia benar-benar kesal. Sudah omongannya tidak didengarkan, ayahnya itu justru tanpa merasa bersalah malah tersenyum entah membayangkan apa di benaknya itu. Tapi satu hal yang Fari yakini, bahwa kini ada seorang wanita yang sudah menempati hati ayahnya.

"Fari, papa ngomong kok kamunya malah diam saja?"

"Nah 'kan baru papa ngerasain, gimana nggak enaknya kalau keberadaan kita dianggap nggak ada dan orang yang diajak ngomong malah sibuk melamun." sindir Fari telak, seketika membuat sang ayah menatap penuh permohonan maaf padanya.

"Ya ampun, Far, papa bukannya nganggap kamu nggak ada, tapi banyak sekali yang mesti papa pikirkan belakangan ini, sampai nggak memperhatikan orang sekitar."

Fari menghempaskan kedua tangannya di lengan kursi, frustasi menebak apa yang terjadi kepada ayahnya, sehingga membuat seorang Yusuf Biantara yang tak pernah absen datang ke kantor bahkan saat ada masalah dengan ibunya, kini seakan tanpa beban melupakan janji mereka di hari sebelumnya.

Bukannya Fari ingin merengek seperti anak kecil yang meminta perhatian, hanya saja yang menjadi masalah ialah ayahnya yang tak mau terbuka.

Tidak masalah jika sudah ada wanita lain yang mengisi hati ayahnya, yang penting wanita itu baik dan bisa menerima sang ayah apa adanya, bukan karena apa yang dimiliki oleh pria paruh baya yang banyak duitnya itu. Siapapun wanita itu, tua atau bahkan lebih muda darinya, Fari pasti merestui jika wanita itu benar-benar tulus mencintai ayahnya.

                                                         "Ayolah ,Far, kalau kamu mau, kita bisa adain rapatnya saat ini juga. Bahkan berapapun biaya yang dibutuhkan, papa nggak akan mempermasalahkannya." kembali Yusuf berupaya membujuk. Yusuf tak menyangka, bersama Salwa bisa membuat ia melupakan segalanya.

"Kenapa sih papa nggak jujur aja?"

"Jujur soal apa?" kening Yusuf berkerut karena topik yang berbeda.

"Sebenarnya apa sih yang papa sembunyikan, sampai-sampai papa keliatan beda gitu? Jadi suka ngelamun, ketawa sendiri, bahkan lupa sama janji yang papa buat sendiri." tandas Fari, mengabaikan sedikit rasa tak nyaman dalam hati karena sudah berbicara keras kepada ayahnya.

"Maksud kamu apa sih, Far? Papa nggak ngerti kamu ngomongnya ke arah mana?" Yusuf semakin bingung, belum mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh anaknya.

"Kalau aku nanya, baju-baju perempuan yang berasal dari butik kelas atas di kamar papa itu punya siapa, jawaban seperti apa yang papa kasih?" Fari tak mau lagi bersikap longgar karena untuk mendapatkan bukti pasalnya ia harus bermain kucing-kucingan dulu dengan bik Mina yang matanya selalu awas mengawasi gerak geriknya. Meski terdengar sedikit kurang ajar karena membuat sang ayah melotot setelah pertanyaan barusan, Fari kembali berkata, "Trus, pas papa nggak masuk kerja tanpa pemberitahuan kemarin, aku ke rumah papa. Niatnya pengen ngeliat kondisi papa, takut terjadi apa-apa. Tapi papa tau nggak apa yang aku liat?"

Dalam dada jantung Yusuf sudah berdetak begitu kencang. Namun ia masih berusaha berpikiran positif bahwa yang Fari lihat bukanlah suatu hal yang perlu ditakutkan. Maka dari itu ia menggeleng pelan, tak berani bersuara, takut getaran di suaranya malah membuat Fari semakin curiga.

"Aku ngedengar suara cekikikan perempuan dari kamar papa. Aku penasaran, makanya aku buka pintu kamar papa dan yang aku liat, papa ada di tempat tidur sambil meluk perempuan yang nggak keliatan jelas mukanya. Sudah sejelas itu bukti yang aku temukan, memangnya papa mau memberikan sangkalan apa lagi?" Fari mengakhiri cerita singkatnya dengan satu pertanyaan.

Mata Yusuf membola, mulutnya ternganga untuk beberapa detik lamanya karena terkejut dan tidak tahu harus bicara apa.

Numun, bukankah tidak ada rahasia yang bisa disembunyikan selamanya. Dari itu, Yusuf tidak memiliki pilihan lain selain jujur, walau dengan tergagap, "Fari... perempuan itu, dia adal... "

"Siapa perempuan itu, pa? Jangan bilang dia adalah perempuan panggilan yang papa bayar un... "

"Jaga bicaramu, Far!" saking marah karena perkiraan Fari yang salah, Yusuf berdiri dari kursi kebesaran dan menghunus tatapan tajam penuh peringatan kepada anaknya itu. "Kalau kamu nggak tau apa-apa, jangan pernah asal menilai dia!" desis Yusuf dalam amarah yang coba ditahan.

"Pa... " Fari ternganga, seumur hidupnya, baru kali ini sang ayah menghardik dirinya.

"Baik... kalau kamu memang mau tau siapa perempuan itu, nanti sore sepulang dari kantor, kamu ikut pulang ke rumah papa." Yusuf sudah memutuskan bahwa mungkin ini adalah saat yang tepat untuk mengenal Fari kepada Salwa, istri belia yang saat ini ia rindukan, walau belum ada hitungan jam mereka tidak bertemu.

Jika tahu merindukan itu bisa semenyengkan ini, Yusuf tidak akan pernah mengabaikan keberadaan istrinya itu. Ia akan selalu membuat Salwa berada dekat dengannya, agar ia tak lagi merindu.

                                                          🍏🍏🍏

                                                         

                                                         

🌸🍏🍏🌸
Salam, eria90 🐇
Pontianak,-23-01-2018

Continue Reading

You'll Also Like

90.6K 9.4K 33
Ganas? Dingin? Sadis? Tak kenal ampun? Ya Hinafuka. Sebut saja keluarga ini Mafia, karena kekayaan mereka yang tak ternilai sudah cukup untuk membukt...
470K 37.9K 56
The Fort, sebuah benteng tua termegah yang pernah ditemukan ini terbuat dari besi tebal mengelilingi, menjadi satu-satunya tempat teraman di kota. Te...
78K 6.2K 6
🌼 Story 19 🌼 Tidak seperti namanya, Binar, gadis tuna rungu yang kesulitan untuk bicara normal itu harus rela kehilangan segalanya karena kehadiran...
2K 130 8
Taehyung adalah seorang ketua mafia yang sangat dingin dan kejam tidak akan segan segan membunuh orang yang mengganggu hidup nya Jungkook sorang namj...