Takdir Cinta [Sudah Terbit]

Par Eria90

397K 36.9K 4.6K

- Zona dewasa - Masih lengkap - Ekstra part cuma ada dalam versi ebook - Sudah tersedia dalam bentuk ebook di... Plus

🍃Prolog🍃
🍃Satu🍃
🍃Dua🍃
🍃Tiga🍃
🍃Lima🍃
🍃Enam🍃
🍃Tujuh🍃
🍃Delapan🍃
🍃Sembilan🍃
🍃Sepuluh🍃
🍃Sebelas🍃
🍃Duabelas🍃
🍃Tigabelas🍃
🍃Empatbelas🍃
🍃Limabelas🍃
🍃Enambelas🍃
🍃Tujuhbelas🍃
🍃Delapanbelas🍃
🍃Sembilanbelas🍃
🍃Duapuluh🍃
🍃Duapuluhsatu🍃
🍃Duapuluhdua🍃
🍃Duapuluhtiga🍃
🍃Duapuluhempat🍃
🍃Duapuluhlima🍃
🍃Duapuluhenam🍃
🍃Duapuluhtujuh[TAMAT]🍃
🍃Epilog🍃
Promosi Ebook

🍃Empat🍃

14K 1.3K 102
Par Eria90

Karena target vote dan komennya sudah terpenuhi, saya update cerita kakek Yusuf lagi.

Nggak tau kenapa, dari semua cerita yang saya tulis, ceritanya kakek Yusuf yang paling cepat direspon sama pembaca. Bahkan nggak sampai sehari target di bab sebelumnya dengan cepat terpenuhi.

Buat target di bab ini, saya mau naikin sedikit targetnya (sedikit aja, nggak akan tinggi2). Votenya 300 dan komennya 50. Kalau ada yang nanya, kok naik lagi sih targetnya? Saya bakalan jawab supaya punya sedikit jeda waktu buat nulis cerita yang lain.

Udah sih, nggak usah panjang2 ngomongnya. Selamat membaca, dan semoga ceritanya kakek Yusuf bisa menemani para pembaca yang belum bisa mejamin mata kayak saya di waktu melewati tengah malam ini.

🍏🍏🍏

                                               

Mobil yang Yusuf kendarai sendiri tersebut berhenti di parkiran sebuah bangunan berlantai satu. Di dalam mobil, Salwa celingukan menatap keluar mobil, mencoba menerka dimana mereka sekarang ini.

Namun kemudian matanya membeliak kaget saat membaca plang yang terpasang di depan rumah yang bangunannya tampak luas itu. Dengan rasa tak percaya Salwa menoleh ke samping, menatap penuh tanya kepada pria yang sedang menjulurkan tangannya ke belakang, mengambil bungkusan kecil yang diletakan di kursi penumpang belakang sana.

"Pak... " panggil Salwa dengan banyak pertanyaan yang menggayuti benaknya.

"Hmm." Yusuf menjawab singkat, kepalanya menunduk seraya mengeluarkan ponsel keluaran terbaru dari dalam kotak yang diambilnya tadi. "Ada apa?" Yusuf bertanya setelah mendongakan kepala.

"Bapak bawa saya ke sini, buat apa?"

"Kamu bilang mau kursus menjahit, jadi di sinilah kita sekarang." jawab Yusuf yang berpenampilan santai pagi ini, ia hanya mengenakan kemeja tanpa dasi dengan lengan digulung sesiku, lalu celana bahan. "Memangnya kamu nggak mau mewujudkan cita-citamu itu?"

Salwa menggeleng. "Tentu saja mau. Tapi biayanya, gimana?" cicitnya di akhir kalimat.

Sejenak Yusuf menghela napas, lalu bertanya dengan nada kesal, "Saya ini siapanya kamu, Sal?"

"Suami." ringis Salwa menundukan kepala, tak berani menatap mata pria yang duduk di balik kemudi itu.

"Lalu kamu pikir, sebagai seorang suami, saat tahu kalau istrinya menginginkan sesuatu, apakah saya hanya akan diam saja?"

"Nggak."

"Sekarang saya tanya, kamu masih mau terus menunduk atau masuk ke dalam sana, supaya nanti kamu bisa bikin baju buat anak-anak kita?" suara Yusuf sudah kembali melembut, tak tega rasanya melihat kepala dengan rambut yang diikat ekor kuda itu semakin menunduk saja.

"Mau masuk ke sana." respon Salwa begitu cepat seraya kembali mengangkat kepala, sampai kemudian matanya membola saat berhasil mencerna setiap kata yang keluar dari bibir suaminya. "Bapak... " ucapnya pelan dengan pipi merona.

                                                        
Untuk pertama kalinya usai hakim mengetuk palu untuk mengesahkan perceraiannya, Yusuf tertawa lepas. Hatinya merasa senang bisa melihat wajah mulus tanpa satupun noda jerawat itu merona. Diusapnya sayang puncak kepala yang semakin merona saja wajahnya itu.

"Kenapa kaget begitu? Biar tua begini, saya masih sanggup membuat kamu hamil." tutur Yusuf sambil membawa jemari kecil itu dalam genggaman dan meletakan ponsel di telapak tangan yang terlihat kasar karena banyaknya pekerjaan yang istrinya itu lakukan sebelum bertemu dengannya.

Melihat betapa kerasnya hidup yang harus Salwa jalani melalui banyaknya goresan di telapak tangan wanita muda itu, Yusuf tiba-tiba saja merasa sedih melanda hatinya.

Adelia, putrinya yang manja dan berusia lebih tua hampir 2 tahun dari istrinya ini, tidak pernah sekalipun merasakan kesulitan dalam hidupnya. Bahkan untuk segelas susu saja tidak pernah Adelia buat sendiri. Apa-apa serba dilayani, sampai menimbulkan rasa takut di hati Yusuf, kelak putrinya itu akan tumbuh seperti mantan istrinya.

"Bapak ngelamunin apa?"

"Nggak ngelamunin apa-apa." jawab Yusuf cepat, tak mau Salwa tahu kegundahan hatinya. "Di dalam ponsel ini cuma ada dua nomor. Pertama punya saya, lalu yang kedua punyanya Andi, asisten saya di kantor. Kalau ada apa-apa, dan kamu nggak bisa menghubungi saya, kamu bisa menelfon asisten saya itu. Tapi, kamu tau 'kan bagaimana cara menggunakan ponsel?" Yusuf merasa ragu jika Salwa pernah mempunyai ponsel sebelumnya.

Dan jawaban tersebut Yusuf lihat tak lama dengan Salwa yang menggeleng serta jawaban polos yang wanita itu ucapkan. "Saya nggak tau, pak. Saat masih tinggal di rumah ibu dulu, saya bahkan dilarang buat ngangkat telfon rumah kalau lagi berdering."

                                                     
Ya ampun, Yusuf mengeluh dalam hati, tidak menduga bahwa anak dari mendiang Amar Zamzani, tidak pernah mempunyai ponsel dalam hidupnya.

Perlahan, Yusuf pun mulai mengajarkan kepada istri belianya itu bagaimana cara menggunakan benda yang digilai banyak anak muda itu.

Meski cuma cara menelfon dan mengirim pesan saja demi mempersingkat waktu, Yusuf sudah merasa puas karena Salwa termasuk orang yang mudah untuk diajari. "Yang lainnya nanti saja di rumah." ucapnya kemudian.

Salwa mengangguk, memasukan ponsel mahal tersebut ke dalam tas yang tadi dibelikan suaminya di butik, sebelum mereka sampai ke tempat ini. Wanita itu sudah akan membuka pintu namun tertahan saat merasakan genggaman di pergelangan tangannnya. Kening Salwa mengernyit begitu benda berbentuk lingkaran dengan ukiran cantik tersebut tersemat di jari manisnya.

"Maaf, sewaktu menikah, saya tidak memberikan cincin sebagai mas kawin buat kamu." ujar Yusuf seraya menatap tepat ke mata Salwa yang bening. "Cincin ini juga sebagai pengingat bahwa kamu sudah ada yang memiliki. Jangan dilepas supaya saya tenang dan tidak lagi takut istri saya akan direbut lelaki lain. Bisa 'kan, Sal, kamu nurutin maunya saya? Saya takut terkhianati lagi soalnya." pinta Yusuf yang merasa malu saat menyadari jika ia baru saja bersikap posessif atas istrinya itu.

Namun tanggapan Salwa justru adalah anggukan patuh. "Iya, pak, cincinnya nggak akan saya lepas."

Yusuf menghembuskan napas lega. Tidak tahu mengapa, jawaban Salwa menangkan debaran jantungnya yang menggila.

"Ya sudah, ayo masuk ke dalam sana." ajak Yusuf setelah hatinya merasa lega.

"Bapak juga ikut masuk?"

"Tentu saja, sekalian ada yang mau saya omongkan sama pengajarnya." jawab Yusuf penuh misteri.

Dan yang terjadi kemudian adalah, beberapa pengajar di tempat kursus menjahit tersebut cuma bisa melongok saat Yusuf tidak memperkenalkan Salwa sebagai anak melainkan istrinya.

                                                        
🍏🍏🍏

                                                        

Mina melangkah tergesa-gesa saat mendengar suara bel yang ditekan berulang kali. Wanita paruh baya bertubuh bongsor itu seakan kehabisan napas setelah melihat siapa tamu yang sudah mengganggu kesenangannya menonton drama di televisi.

"Nyonya." Mina menundukan sedikit kepala demi kesopanan.

Wanita cantik berwajah angkuh yang berdiri di muka pintu adalah satu-satunya orang yang tidak disukai Mina di dunia ini. Karena dulu, saat tuan belum bercerai, Mina bekerja pada mereka. Segala apa yang terjadi di rumah besar tersebut, Mina mengetahuinya. Setelah perselingkuhan sang nyonya besar terungkap, tanpa perlu berpikir lagi, begitu mereka berpisah, Mina lebih memilih ikut dengan tuannya.

"Mas Yusufnya ada, Min?" tanya Imeka tanpa basa basi.

Inginnya Mina mencibir, lalu mengatakan 'memangnya situ siapa, pakai nanyain tuan segala?', tetapi apalah daya rakyat jelata sepertinya yang lebih memilih mencari aman dari pada disembur kata-kata pedas wanita ular satu ini.

Makanya, sedapat mungkin Mina menyembunyikan rasa tak sukanya saat menjawab, "Tuannya lagi keluar, nya."

"Kemana? Nggak mungkin ke kantor, karena aku baru dari sana, dan securitynya bilang kalau mas Yusuf belum datang."

"Saya juga tidak tau, tuan pergi kemana. Kan saya bukan istrinya tuan, jadi tuan tidak harus laporan dulu sama saya sebelum pergi." Mina sengaja memberikan alasan yang sedikit nyeleneh, supaya wanita yang selalu mendongakan dagu itu kesal, lalu segera angkat kaki dari sini.

Imeka memilih diam sambil mempelajari raut wajah bekas pembantunya itu. Imeka tahu, sedari awal Mina memang tidak menyukainya. Dan rasa tidak suka itu semakin bertambah setelah ia dan Yusuf bercerai.

"Ya udah, kalau begitu antarkan aku ke kamar mas Yusuf."

"Mau ngapain, nya." sambar Mina cepat dengan sorot mata tak setuju.

"Aku mau numpang istirahat, sekalian nungguin mas Yusuf pulang."

"Maaf nyonya, saya tidak bisa mengizinkan nyonya masuk ke area pribadi tuan, tanpa seizin beliau." Mina berdiri teguh di tengah-tengah pintu, tak membiarkan tamu tidak diundang itu masuk. Bisa gawat kalau sampai wanita satu itu tahu bahwa di kamar tuannya ada beberapa helai pakaian Salwa yang baru saja diantarkan kurir dari salah satu butik ternama.

"Lancang kau, Min, berani-beraninya melarang aku masuk! Dasar pembantu nggak tau sopan santun. Orang rendahan yang berlagak sep..."

                                                        
"Cukup, ma. Jangan bikin malu dengan membuat keributan di sini." ucap Fari yang entah sejak kapan telah berdiri di belakang ibunya.

"Fari... " tergagap Imeka menatap si putra sulung yang tidak mau menginjakan kaki di rumahnya lagi.

Fari menarik napas panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan. Jika bukan karena wanita ini adalah orang yang sudah melahirkannya, hingga mau tak mau ia harus menaruh rasa hormat, ingin rasanya Fari menyeret wanita paruh baya yang suka mencari keributan ini keluar dari sini.

Namun mengingat statusnya sebagai seorang anak, untuk itu Fari harus menyabarkan dirinya. "Mama ada urusan apa, sampai nyariin papa ke sini?" tanyanya berusaha selembut mungkin.

"Mama 'kan cuma mau menjalin silaturahmi sama papa kamu, tapi pembantu kurang ajar ini malah ngehalangin mama masuk ke dalam sana." tutur Imeka mengalihkan tatapannya ke arah lain agar niat hatinya tak dapat dibaca oleh anaknya.

Tak membutuhkan otak cerdas untuk mengetahui jika ada yang disembunyikan oleh wanita yang sudah mengkhianati kodratnya sebagai seorang istri itu. Dan Fari mengetahui semuanya meski tanpa mengkonfrontasinya secara langsung. Ia masih mencoba lembut saat menjelaskan, "Yang dibilang bik Mina, benar ma. Kalian bukan lagi suami istri, jadi mama nggak bisa asal nyelonong masuk ke kamar papa dengan alasan mau numpang istirahat. Hargai perasaan papa, ma, setidaknya sebagai sesama manusia karena nggak ada lagi pernikahan yang mengikat kalian berdua."

Ekpresi tak percaya menghiasi wajah Imeka. Mata wanita paruh baya yang selalu ingin tampil cantik dan terlihat sempurna di hadapan orang lain itu membola, terkejut karena anaknya yang penurut tidak lagi ada. "Kamu kok bisa ngomong kayak gitu, Far? Memangnya kamu nggak mau mama dan juga papa kamu bersatu lagi? Nggak kasian sama adikmu yang terus merengek agar kami rujuk kembali?"

"Nggak." tegas Fari memberikan jawaban.

"Apa?" mulut Imeka ternganga lebar, berharap ada yang salah dengan pendengarannya.

                                                       
"Buat Adelia, aku tentu merasa kasian. Tapi buat niat mama yang entah benar-benar tulus atau cuma mau menggunakan nama Biantara lagi, aku nggak akan pernah setuju kalau papa harus hidup dalam pernikahan semu lagi. Dimana nggak ada sedikit pun rasa kasian dari mama saat memilih mengkhianatinya."

Napas Imeka terhembus cepat. Terlihat jelas jika wanita sedang marah dan tak dapat mempertahankan sikap tenangnya. "Jangan jadi anak durhaka, Far." desis Imeka, memincingkan matanya tajam saat membalas tatapan putranya. "Mama ini adalah orang yang melahirkan kamu, sudah sewajarnya kamu patuh dan menuruti semua kata-kata mama." imbuhnya geram karena Fari malah memasang ekpresi lelah saat membalas kata-katanya.

"Bukannya sebelum mama dan papa bercerai, aku selalu jadi anak yang patuh, ma? Aku bahkan langsung menuruti maunya mama untuk meninggalkan Kinanti, ibu dari anakku sekaligus orang yang aku cintai. Lalu, aku juga masih patuh saat diperintah untuk menikah dengan perempuan pilihan mama. Tapi apa yang aku dapat setelahnya, cuma kesedihan dan penyesalan yang terus menghantuiku."

"Jadi... kamu mau menyalahkan mama sekarang?"

"Nggak." jawab Fari cepat. "Aku nggak akan pernah nyalahin mama dan menganggap bahwa semuanya adalah ujian dari Tuhan supaya aku jadi orang yang lebih baik lagi. Tapi buat papa, aku benar-benar minta tolong sama mama, jangan ganggu lelaki malang itu lagi dengan aksi dramanya mama."

Mata Imeka semakin melotot, lalu rasa kesalnya semakin bertambah saat dari sudut matanya ia melihat pembantu kurang ajar sedang menahan tawa. "Kamu benar-benar sudah nggak ada hormatnya sama mama, Far? Kamu tega ngatain mama kamu sendiri di depan pembantu kayak Mina ini?"

"Sudahlah, ma." desah Fari, sangat lelah menghadapi sang ibu yang selalu bisa membesar-besarkan suatu masalah. "Mama sebaiknya pulang aja. Jadilah ibu yang baik buat Adel, supaya dewasa nanti, dia nggak akan jadi seperti mama."

"Kamu... " saking marahnya, Imeka tak mampu lagi berkata-kata. Wanita itu memutuskan segera angkat kaki dari teras rumah mantan suaminya setelah menunjuk wajah sang anak durhaka dalam kemarahan yang menggelegak.

Sedangkan Fari sendiri, usai punggung ibunya tak lagi terlihat, ia langsung menghembuskan napas lega, seolah-olah beban berat baru saja terangkat dari pundaknya.

"Bik Mina, bisa tolong ambilkan saya segelas air dingin. Gerah sekali cuaca hari ini." ucap Fari tulus seraya memberikan seulas senyum pada seseorang yang sangat setia mengabdi kepada ayahnya.

                                                       
🍏🍏🍏

                                                         

                                                         

🌸🍏🍏🌸
Salam, eria90 🐇
Pontianak,-22-01-2019

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

17M 755K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
90.7K 9.4K 33
Ganas? Dingin? Sadis? Tak kenal ampun? Ya Hinafuka. Sebut saja keluarga ini Mafia, karena kekayaan mereka yang tak ternilai sudah cukup untuk membukt...
30.4K 3.5K 11
Setelah berhasil menjadi peternak yang sukses, Yibo merasa siap menikah. Karena tak punya banyak waktu luang, la memasang iklan kontak jodoh untuk me...
452K 27K 20
Sudah tujuh tahun Armand menikah dengan Carla, dan sampai saat ini ia belum juga mendapatkan keturunan dari istrinya. Armand selalu mencintai Carla d...