[ code: X ]

By deelaNErth

318K 8.1K 570

Dia anak dari Don Maztfferta, Keluarga tersohor yang menguasai Italia bahkan memiliki andil besar di kestabil... More

~disclaimer~
.note.
code: X - 00
code: X - 01
code: X - 02
code: X - 03
code: X - 04
code: X - 05
code: X - 06
code: X - 07
code: X - 08
code: X - 09
code: X - 10
code: X - 12
code: X - 13
code: X - 14
code: X - 15
code: X - 15.5 (omake~)
code: X - 16
code: X - 17 part 1
code: X - 17 part 2
code: X - 18
code: X - 19
code: X - 20

code: X - 11

4.9K 291 11
By deelaNErth

Pst, silakan mampir di EINFORLUTED.

Ada Maztffertanya jugaaa lho. Tapi mereka nggak segila di sini sih.

.

.

"Lene?"

Lene yang masih dalam posisi memalukannya--terduduk lemas di tengah jalan--gegara duo Carten yang menakutinya, terkejut seketika ketika suara lembut memanggilnya. Dia tolehkan kepalanya guna menatap siapa gerangan yang menyapanya.

Dan ketika dia melihat Exeon berdiri tak jauh darinya....

Tanpa alasan air matanya tumpah. Dengan segera dia menghambur, memeluk Exeon.

Gerakan tiba-tiba Lene yang cukup kuat membuat Carten code : X sedikit terhuyung ke belakang, namun tak terlalu kuat hingga mampu membuat anak terkecil Maztfferta itu terjatuh. Exeon bertanya-tanya, bisa dikatakan dia heran dengan apa yang dilakukan Lene. Keheranannya bertambah ketika dia mendengar Lene terisak.

"He-hei. Whats wrong?" tanya Exeon penuh tanda tanya di otaknya. Melihat gadis ini begitu rapuh, Exeon ingin menyentuh Lene atau mendekap sosok mungil yang tengah memeluknya ini. Dia ingin memberikan kehangatan. Saking kuatnya keinginannya, tanpa sadar tangannya bergerak. Namun sebelum ujung jemarinya menyentuh rambut mulus Lene, sense-nya kembali bekerja. Segera dia hentikan gerakan tangannya.

Exeon tahu dia tak bisa menyentuh gadis ini sekarang. Tidak setelah tangannya berlumuran darah.

"Hei. Lene?" Exeon berusaha membuat Lene menatapnya dengan perubahan nada dalam suaranya --mengingat dia tak ingin menyentuh gadis itu. Hanya saja, Lene tak memperdulikannya.

Hah... Exeon hanya dapat menghembuskan napasnya saat merasa dia tak bisa berbuat apa pun kecuali membiarkan gadis yang pernah ditolongnya di hutan ini memeluknya.

Namun tiba-tiba...

Sebuah pisau melaju cepat memotong deruan angin dan mendarat dengan rilex di samping mereka. Hawa mengerikan nan mencekam menggeliat mengepung dari segala arah.

Lene terkejut! Dia segera menjauhkan diri dari pelukan Exeon dan memasang kuda-kuda siap bertempur. Matanya menjelajah ke sekeliling mereka. Tubuhnya yang tadi bergetar karena tangis berganti dengan cepat dengan ketegangan.

"Apa itu tadi?"

Lene bertanya tanpa melihat Exeon. Dia melewatkan betapa Exeon menatapnya penuh arti ketika dia meningkatkan kewaspadaannya dan memasang kuda-kuda. Tatapan sedih bercampur kagum.

Beberapa pisau menerjang, lagi!

Nyaris saja pisau yang entah darimana itu menggores pipi Lene kalau saja tangan Exeon tak menghentikan laju pisau-pisau itu dengan tangkas.

Lene menoleh ke arah Exeon. Betapa kekaguman tersirat di wajahnya kala dia melihat lima buah pisau dalam gengaman tangan kanan pemuda itu. Hanya dengan satu tangan dan tanpa mengeluarkan usaha berlebih, dia dapat menangkap laju lima pisau yang nyaris melukai Lene dan mengincarnya juga.

Kekaguman Lene tak bertahan lama.

Lebih banyak pisau berterbangan dari segala penjuru mengarah ke arah mereka!

Lene menggigit bibirnya. Dia yakin belati yang bertengger di kedua pahanya tak cukup untuk menghalau pisau sebanyak ini. Dia pun bukan petarung yang tangkas. Dia mengakui dirinya cukup lambat.

Pasrah, Lene memejamkan matanya. Hidup di sarang mafia memang mengerikan!

Dor dor dor dor!

Suara tembakan membuat Lene membuka matanya pelan-pelan, satu-satu.

Asap mengepul. Peluru 9x19mm menubruk seluruh laju pisau dan membuatnya berdentangan di tanah!

Lene memalingkan kepalanya untuk melihat Exeon lagi! Ditangan Exeon bertengger sebuah pistol 'heckler&koch'.

Hanya saja kini tak ada waktu untuk terpana. Karena berikutnya beberapa orang menyerang tiba-tiba sambil menembakkan peluru dan melemparkan pisau.

Exeon bergerak cepat. Di dorongnya Lene ke sisi lain dan dia membuatnya keluar jalur pertempurannya. Exeon menembakkan heckler&koch-nya sedemikian rupa sehingga peluru saling beradu dan sekalian dapat membelokkan laju pisau lempar yang mengincarnya. Kemudian, secepat yang Exeon bisa, dia mencari titik lengah lawan, menyusup dari selah-selah kosongnya dan membuat lawan melepaskan senjatanya atau melumpuhkan mereka menggunakan tendangan, pukulan, tak lupa pula tinju. Exeon sedikit menghindari menembakkan pistolnya. Sejujurnya dia bukan penggemar permainan pistol.

Gerakan cepat Exeon membuat lawannya kewalahan. DIa sudah sukses menaklukkan tiga per empat penyerangnya saat sebuah tendangan kuat mengenai tulang iganya, membuatnya terlontar ke belakang.

Dia mengumpat akan kelengahannya dalam bertahan kala memutar titik berat tubuhnya dan menahan laju malayangnya menggunakan gesekan sepatu. Dengan begini, Exeon berhasil membuat dirinya tidak jatuh terkapar. Dia hanya sedikit membungkuk untuk menghentikan semuanya. Namun tetap saja...

Melihat gerakan indah dan pertarungan yang begitu dekat, Lene hanya bisa ternganga. Dia sungguh dibuai kekaguman. Gerakan Exeon tampak begitu alami dan ringan. Walau akhirnya dia terkena tendangan, tapi gerakan yang begitu cepat itu mampu membuai mata Lene.

"Lalu? Jelaskan padaku" Exeon meluruskan punggungnya seraya melemparkan pandangan kesal ke satu titik sambil melipat kedua tangannya--termasuk tangan yang menggenggam bungkusan tak dikenal--di depan dada.

"Maaf-maaf... Aku hanya ingin mengecek." sosok pemuda berambut biru tua dengan wajah bak boneka keluar dari arah puri sambil bertepuk tangan. Wajahnya berseri-seri.

Lene mengernyit melihat pemuda cantik nan ramping ini. Dalam hati--sembari mendekati Exeon--Lene bersumpah, dia sangat yakin jika saja sosok ini memiliki rambut sepantat atau lebih panjang dari rambutnya yang sekarang, dia jelas-jelas akan dikira sebagai seorang wanita.

Exeon tertawa kecil melihat ekspresi Lene. "Memangnya apa yang perlu dicek, Nove?" tanyanya sambil berusaha menahan tawa yang sepertinya sia-sia.

"Ah, kami hanya ingin tahu apakah manusia tampan di hadapanku ini benar-benar Tuan muda kami apa bukan." Nove menghentikan langkahnya beberapa langkah di depan Exeon dan Lene.

Eh? Lene terkejut, segera di lontarkan tatapan tanya pada Exeon. Tuan muda?

Exeon tersenyum simpul mendapatkan tatapan seperti itu dari Lene. Dia sudah menduga saat-saat seperti ini akan terjadi.

"Sebenarnya... Tuan muda yang kami tahu m-a-t-i, mati, tertembak pistol dalam misinya" kata Nove tegas tanpa menunggu Exeon menimpalinya. Dia tampak menahan emosi yang berkecamuk di dadanya.

"Err... Bukan aku kok, itu..."

"KAMI..." Nove menaikkan suaranya, matanya memandang Exeon penuh emosi, memotong apa pun yang mau dikatakan boss-nya untuk membela diri. "Kami, ya kami, tak tahu siapa itu yang tertembak! Yang kami tahu Maztfferta famiglia berteriak histeris penuh kebencian, kefrustasian, berkat matinya sesosok orang yang sangat mereka cintai..." Exeon mengerang pelan mendengar kalimat Nove. Dia tahu Nove sedang tahap marah. Bahkan Sangat-Marah.

"Sudah kubilang kan, itu—"

"Kapan Anda bilang Tuan muda?! Kapan?! Sekarang?! Kemarin?! Atau kapan?!" Nove tak lagi bisa menahan emosi. Dia menyudutkan Exeon dengan pelototannya.

"Beberapa detik yang lalu. Oh Nove. Sabar..." Exeon bingung sendiri melihat perubahan warna di wajah Nove. Dia lumayan takut kalau wajah bagai boneka ini bermetamorfosis menjadi devil.

"Aku selalu sabar Tuan muda. Selalu! Selalu! Aku selalu mengikuti apa yang Anda mau. Anda meninggalkan kerjaan Anda dan pergi beli es nggak penting di negara seberang pun aku nggak apa!"

Es itu penting tahu. Buat aku yang penggila manis. Gerutu Exeon dalam hati memprotes diksi Nove.

"Tapi tahu kah Anda perasaan kami di sini Tuan muda?! Kami NGGAK ADA di sana! Dan sesosok V-Cart dengan sukses mengalihkan strategi tanpa konfirmasi sedikit pun pada kami! Kami hanya bisa memantau dari gambar-gambar yang tertangkap kamera atau menyusup jaringan komputer. Dan yang kami saksikan... Yang kami lihat, sosok Exeon Maztfferta tak bernyawa! Setelah itu semua buram!"

Oh, pasti saat aku menyusup sistem internal Zero. Nggak sengaja aku mematikan koneksi hacking mereka.

"Anda tahu Tuan muda?! Saat melihat Anda mati, kami merasa cahaya, kehidupan kami hilang! Emosi melalap kami, namun kami bisa apa? Yang lain bisa mengamuk membuas di sana. Kami bisa apa?! Pada siapa kami harus menghunuskan pedang? Pada siapa peluru harus kami sarangkan?"

"Pikirkan juga perasaan kami Tuan muda. Kami yang selalu Anda tinggal di belakang! Kami yang bekerja di balik layar! Setidaknya beritahulah kami saat Anda bertukar tempat dengan Edorado Vion."

Wut?? Astaga, emang sempat? Memakaikan topeng kulit super ketat itu dan membuat dia mengenakan pakaianku aja repotnya minta ampun! Belum menyamarnya. Gimana caranya memberitahumu?

Nove mencengkeram jubah Exeon, mengabaikan Lene yang hanya bisa ternganga dan menatap mereka tak percaya.

Terhenyaklah Exeon ketika dia melihat setetes air di ujung mata kawannya yang lebih pendek darinya itu.

"Tolong... Kami... Bukan, aku... Aku secara pribadi memohon padamu Tuan muda. Jangan seperti itu lagi. Jangan ulangi lagi kejadian kali ini. Tolong..." Nove menunduk. Tubuhnya bergetar hebat.

Tangan Exeon terulur. Dia menepuk kepala Nove beberapa kali sebelum dia menghela nafas.

"Aku nggak akan mati, Nove. Demi Ibu dan Anin" jawab Exeon yang kemudian berlalu. Dia berjalan ke arah puri dengan menggenggam lebih erat buntalan di tangannya, tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun pada Lene.

Demi Ibu dan Anin? Tanya Lene dalam hati.

"Anin tak menginginkan Anda bermandikan darah, Tuan muda." pelan, Nove berbisik sebelum melangkah pergi ke arah yang berbeda, namun Lene dapat mendengar bisikan itu.

Perlahan Lene memandang Exeon menyeluruh. Dari atas ke bawah. Dari kanan ke kiri. Air mata kembali menggenang di pelupuk matanya. Dari percakapan Exeon dengan orang yang Lene tak tahu siapa dan dengan informasi yang di dapatkannya dari kedua Carten sebelum ini, Lene dapat mengambil kesimpulan kasar di otaknya.

Kesimpulan itu semakin bulat dan jelas saat mata Lene melihat sebuah mata dari lubang di buntalan yang dijinjing Exeon. Lene terperanjat! Ngeri! Dia membayangkan ada beberapa kepala orang yang dia tahu dalam bungkusan itu.

Tetapi Lene memilih diam. Dia telan seluruh air liurnya untuk menenangkan diri. Dia berusaha memahami, berusaha mengerti. Hanya saja, sakit di hatinya, gejolak aneh di perutnya tetap tak bisa membohongi betapa emosinya tak stabil.

Dia... Seorang Xiralene Bhaldove... Putri dari salah satu kaisar tertinggi, penguasa Zero.

Dan dia.... Dia terhadap Exeon telah...

...

Lene mendengus berat. Dia pejamkan matanya.

Lagi, dari balik pelupuk matanya, air mengalir membasahi pipinya. Hatinya yang sakit tak bisa diajak berdusta.

Ingatan Lene berputar cepat. Exeon memenuhi pikirannya. Semuanya tentang Exeon. Film lambat yang berputar di otaknya terasa sangat menyesakkan di dadanya. Kehangatan Exeon, sikapnya, suaranya... Semuanya telah membuat Lene...

Ex...

Exeon...

Exeon Maztfferta...

Putra Bungsu Maztfferta.

Carten code: X.

Kapel seleksi Maztfferta famiglia.

Musuh utama Zero.

Oh...

Kenapa Kau membuat aku yang tak berdaya ini berhutang nyawa padanya, Tuhan?

Dia terlalu baik padaku...

Kenapa pula dia harus Maztfferta?

Astaga...

Mampukah aku untuk menyampaikan pengadilannya?

Sanggupkah aku membawakan kehancuran untuknya?]]

Continue Reading

You'll Also Like

9.4K 756 23
TENTANG SEORANG MATA MATA YANG TERCIDUK DENGAN TARGETNYA SENDIRI APAKAH SANG MAFIA AKAN MENEMBAK SANG MATA MATA ATAU ADA OPSI LAINNYA??? WARNINGS🚨 ...
926K 27.8K 24
Ini adalah versi revisi!! Hidupku hancur setelah hari itu tiba, kehidupan yang awalnya selalu di landasi dengan keceriaan kini telah hilang ditelan o...
82.3K 6.3K 49
Cerita pertama author jadi maaf kalo aneh
12.7K 2.7K 16
Memiliki kelebihan untuk melihat warna kematian orang lain, membuat Renjun memiliki keinginan untuk melindungi orang-orang disekitarnya. Hingga akhir...