Our Apartment

By TaniaMs

414K 23.8K 787

NICOLE selalu menganggap JUSTIN adalah sahabatnya, karena mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Namun, Ju... More

Our Apartment
Our Apartment [1]
Our Apartment [2]
Our Apartment [3]
Our Apartment [4]
Our Apartment [5]
Our Apartment [6]
Our Apartment [7]
Our Apartment [9]
Our Apartment [10]
Our Apartment [11]
Our Apartment [12]
Our Apartment [13]
Our Apartment [14]
Our Apartment [15]
Our Apartment [16]
Our Apartment [17]
Our Apartment [18]
Our Apartment [19]
Our Apartment [20]
Our Apartment [21]
Our Apartment [22]
Our Apartment [23]
Our Apartment [24]
Our Apartment [25]
Our Apartment [26]
Our Apartment [27]
Our Apartment [28]
Our Apartment [29]
Our Apartment [30]
Our Apartment [31]
OUR APARTMENT AFTER STORY

Our Apartment [8]

12.4K 744 4
By TaniaMs

Selamat siang!

Saya kembali bersama Our Apartment part 8...

HAPPY READING!

oOoOoOoOo

"Hei, kau masih belum bangun?!"

"Sudah!" balas Nicole setengah merengut.

Nicole, dengan rambut yang kusut masai, piyama bermotif bunga matahari, keluar dari kamar. Kamar Justin tepatnya. Sambil menguap lebar, dia berjalan ke ruang duduk, dan menghempaskan dirinya di sofa panjang yang mengarah pada televisi berlayar datar yang menempel pada dinding.

Sementara Justin sendiri sibuk di dapurnya yang bersebrangan dengan ruang duduk, dengan seperangkat meja makan yang memisahkan keduanya. Laki-laki itu hanya bisa menggelengkan kepala ketika melihat Nicole kembali menyambung tidurnya di sofa. Dia memindahkan sosis yang telah matang ke dalam piring, yang sudah di lapisi oleh tisu penyerap minyak.

Mematikan kompor, Justin membawa dua piring nasi goreng hasil masakannya yang di lengkapi oleh sosis dan telur ke meja makan. Dia menatanya dengan baik, lalu kembali ke dapur. Beberapa detik kemudian, dia muncul dengan segelas susu cokelat di tangan kanan, dan segelas jus jeruk di tangan kirinya.

"Justin!"

Justin menoleh dengan gusar, dan mendapati Nicole sudah berdiri dengan wajah yang sepenuhnya sadar, tanpa ada kantuk yang tersisa sama sekali. "Apa?" tanyanya malas. Dia ingin segera sarapan sebelum terlambat ke kantor.

"Kau harus melihat ini!" ujar Nicole semangat. "Kemarilah!"

Dengan malas, Justin menghampiri Nicole yang sudah duduk tegak di sofa. Justin memutuskan untuk berdiri di sisi sofa, tidak berniat bergabung dengan Nicole sama sekali.

"Lihat itu," ujar Nicole sambil menunjuk televisi.

"Pada pemutaran pertama film Last Hope tadi malam, Jean McMillan terlihat hadir bersama model terkenal, Maria Alexander. Mereka berdua tampak serasi karena mengenakan pakaian dengan warna yang sama. Keduanya selalu mengumbar senyum bahkan ketika wartawan menanyakan perihal hubungan mereka. Manajemen Jean mengatakan kalau keduanya memang sedang dekat sejak beberapa waktu lalu. Sepertinya hal ini membuktikan bahwa hubungan Jean dan Nicole putri pemilik tiga statsiun televisi ternama memang sudah berakhir."

 

"Kau dengar? Kau dengar katanya?" Nicole mengguncang tangan Justin sambil tersenyum lebar. "Astaga! Aku tidak pernah sebahagia ini ketika melihat mantan kekasihku punya kekasih baru."

Justin mengernyit saat mendengar tawa puas Nicole. "Kau sehat?" tanya Justin sangsi. Terakhir kali yang dia ingat, Nicole mengamuk besar karena mantan kekasihnya, berpacaran dengan gadis lain sebulan setelah hubungan mereka berakhir. Alasan gadis itu mengamuk karena kekasih baru mantannya itu adalah orang yang berbeda dengan selingkuhannya. Tapi, bukankah Jean juga begitu?

"Memangnya aku terlihat sakit?" balas Nicole cemberut. Setengah berlari, Nicole menuju meja makan. Masih dengan senyuman lebar, Nicole menyantap sarapannya. Dia menatap Justin yang tengah memerhatikannya dengan kening berkerut. "Kenapa?"

"Aku yakin otakmu bermasalah karena kau baik-baik saja melihat Jean bersama wanita lain."

Nicole menyesap susu cokelatnya, lalu berkata, "Dengar, aku pastikan otakku tidak berpindah dari tempatnya sama sekali. Yah, mungkin tidak masuk akal, tapi aku memang senang karena Jean sudah punya kekasih baru. Selain karena para wartawan tidak akan mengerjarku lagi, itu artinya memang sudah tidak ada kesempatan bagi kami untuk kembali."

Justin semakin mengerutkan kening.

Nicole meletakkan sendok dan garpunya, lalu menatap Justin serius. "Aku memang berpacaran cukup lama dengan Jean. Enam bulan? Atau tujuh? Aku rasa enam. Itu rekor terlama mengingat hubunganku dengan mantan kekasihku yang sebelumnya tidak pernah mencapai bulan kelima. Begitu putus dengannya, aku menangis. Seperti biasa." Nicole mengangkat bahu santai. Menangis setelah hubungannya dengan kekasih berakhir memang sudah hal biasa. "Aku memang sempat kesal, marah, bahkan ingin memukulinya ketika aku melihat dia tidur dengan asistennya. Tapi begitu aku bertemu dengannya, memutuskan hubungan kami, aku rasa saat itu semuanya juga berakhir. Termasuk perasaanku. Lalu aku kembali pada kehidupan normalku. Dan pada akhirnya aku sampai pada satu titik, bahwa ternyata aku tidak benar-benar mencintainya. Aku tidak benar-benar menyukainya hingga aku tidak merindukannya sama sekali, padahal enam bulan kehidupanku aku jalani bersamanya."

Justin benar-benar melongo mendengar penjelasan Nicole. Tidak menyangka sama sekali kalau gadis itu akan berucap demikian. Apa yang dikatakan Nicole memang tidak masuk akal sama sekali. Kalau dia memang tidak punya perasaan sama sekali pada Jean, kenapa dia bisa betah menjalani hubungan bahkan sampai enam bulan? Memecahkan rekor dengan kekasih-kekasihnya sebelumnya? Tapi mengingat yang berbicara adalah Nicole, dia percaya-percaya saja. Karena gadis itu memang sulit di tebak.

Nicole kembali memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya. "Sepertinya yang aku katakan padamu ketika malam aku memergokinya tidur dengan asistennya, aku rasa alasan kenapa kami bisa bertahan cukup lama adalah karena kami cocok. Jangan pasang tampang menyeramkan itu," sungut Nicole ketika Justin menatapnya tajam. "Kami memang cocok dalam banyak hal. Makanan kesukaan, hobi, film, dan berbagai hal lainnya. Setelah aku pikir-pikir, itu tidak bisa dijadikan alasan untuk memulai sebuah hubungan. Tampaknya kami lebih pantas berteman. Bukankah begitu?"

"Terkadang, teman juga pantas kau jadikan kekasih," balas Justin datar.

Nicole menatap Justin malas. "Yah, kau memang tidak pernah setuju pada ucapanku."

Justin menyeka bibirnya dengan tisu, lalu bangkit dari duduknya. "Aku pergi dulu."

"Pergilah," usir Nicole sambil menandaskan susu cokelatnya. "Aku ingin menikmati masa liburku sebelum besok kembali bekerja." Kemarin siang Nicole mendapatkan email dari pihak sekolah yang menyatakan kalau dia di terima menjadi pengajar di tempat sekolahnya dulu tersebut.

Mata Justin menyipit. "Aku akan mengejarmu sampai ke neraka kalau apartemenku berantakan begitu aku pulang bekerja."

Nicole mengedipkan sebelah matanya. "Tenang saja Mr. Bieber. Aku akan menjaga apartemen kita dengan baik."

oOoOoOoOo

Nicole memasukkan password apartemen dengan buru-buru. Begitu tiba di dalam, dia segera mengganti sepatu kets-nya dengan sandal putih berkepala babi di depannya. Dia meletakkan bir yang di belinya di supermarket di lantai satu apartemen di atas meja makan.

Dia bisa tiba di apartemen lima menit lebih awal jika sang penjaga kasir tidak membuat masalah. Dia sudah terbiasa membeli bir disana, namun kali ini sang penjaga kasir adalah pegawai baru sehingga tidak mengenalnya. Sehingga pegawai wanita itu memaksanya menunjukkan kartu tanda pengenalnya yang tidak dia bawa sama sekali. Dia hanya membawa uang yang di berikan Justin, dan meninggalkan dompetnya.

"Pegawai itu benar-benar tidak percaya kalau aku sudah akan 24 tahun musim gugur nanti," gerutu Nicole sambil menuangkan bir dengan alkohol rendah itu kedalam gelas. Dia meneguknya dalam sekali tegukan. "Apa wajahku seperti remaja 17 tahun? Hah?!"

Justin terkekeh. Dia melirik wajah Nicole yang bersih dari sapuan make-up. Bahkan tanpa memakai pewarna bibir, bibir gadis itu sudah berwarna merah muda. Dia mendorong pelan kepala Nicole. "Seharusnya kau bersyukur wajahmu awet muda. Banyak orang yang ingin sepertimu. Kau tahu?"

Nicole menyeringai. "Benar juga. Bagaimana kalau aku mulai mencari kekasih yang di bawah umur? Mungkin siswa Senior High School? Tampaknya menyenangkan."

Justin kembali mendorong kepala Nicole. "Aku tarik kata-kataku lagi," ujarnya ketus. Lalu, tiba-tiba Justin mengendus sesuatu. Justin mendekatkan wajahnya ke mantel musim dingin Nicole. "Kau ganti parfum?"

Nicole berdecak. "Makin lama kau semakin mirip anjing pelacak," ujarnya sambil terkekeh. "Dan tidak. Aku tidak ganti parfum."

"Ini parfum laki-laki," desis Justin.

Nicole duduk di salah satu kursi, lalu menatap Justin. "Memang. Kau pasti tidak akan percaya dengan siapa aku bertemu ketika di supermarket tadi."

Justin ikut duduk. "Siapa?"

"Zayn!" Nicole nyaris berseru.

"Zayn?" Justin membeo.

Zayn adalah teman satu angkatannya dan Justin ketika masih di SHS. Namun mereka beda kelas. Mereka juga tidak bergitu akrab, hanya saling tersenyum ketika berpapasan saat di koridor. Bahkan mereka tidak pernah makan di meja yang sama saat di kantin sekolah. Makanya Nicole heran—sangat heran saat Zayn tiba-tiba memeluknya ketika mereka tidak sengaja bertemu saat di supermarket tadi. Mungkin saat berpelukan itulah parfum Zayn melekat pada mantelnya.

"Iya. Zayn. Kau ingat?" Nicole menatap Justin penuh harap. "Dia ketua Tim Baseball saat SHS. Kau ingat? Kau ingat?"

Justin mendengus. "Aku akan ingat kalau kau mengenyahkan wajah penuh harapmu itu! Memangnya kenapa aku harus mengingatnya?"

"Kau ini pikun? Bukankah dia sangat terkenal? Semua orang mengenalnya dulu."

Justin mendengus semakin keras. "Dia tidak lebih terkenal dariku. Semua orang juga mengenalku," balas Justin.

Nicole merengut. Namun tidak membantah.

Meskipun Justin tidak masuk klub manapun, tetap saja semua orang seangkatan mereka mengenal Justin. Bahkan beberapa junior mereka juga mengenal laki-laki itu. Mungkin karena Justin pernah menyanyi pada saat acara perpisahan senior ketika mereka masih menduduki tahun kedua. Mungkin juga karena laki-laki itu tipikal orang yang mudah berteman. Dia berteman dengan si A, lalu si A mengenalkannya pada Si B, lalu Si B mengenalkannya pada Si C, begitu seterusnya.

"Jadi, dia yang membayar bir ini?" tanya Justin. Dia kembali teringat pada topik awal pembicaraannya dengan Nicole. Sang penjaga kasir tetap tidak mau membiarkan Nicole membeli bir tersebut sebelum gadis itu menunjukkan kartu tanda pengenalnya.

"Ya," jawab Nicole sambil kembali meneguk bir-nya. "Dia muncul di belakangku. Menunjukkan kartu tanda pengenal dan membayarnya."

Justin menjauhkan tangannya dari botol bir itu, dan bangkit dari duduknya. Dia berjalan menuju lemari es, dan mengeluarkan jus apel kemasan.

"Bukankah tadi kau sangat ingin minum alkohol?" tanya Nicole ketika melihat Justin meminum jus tersebut tanpa henti. "Kau bahkan sampai mengancam akan membuang semua pakaianku kalau aku tidak membelikan bir ini untukmu. Lalu kenapa sekarang tidak kau minum?"

"Dasar cerewet," ujar Justin ketus sambil membuat kotak jus tersebut ke tempat sampah.

"Hei Sialan! Aku bertanya padamu," protes Nicole saat Justin dengan santainya duduk di sofa di depan televisi tanpa menjawab pertanyaannya.

"Aku sudah tidak berminat pada bir itu," balasnya datar. "Dan kau, berhentilah bicara kasar seperti itu."

Nicole mendengus dan ikut duduk disamping Justin. Lalu, dia merebahkan kepalanya pada lengan sofa, dan meletakkan kakinya di atas pangkuan Justin dengan santai. "Ini mulutku. Aku bisa bicara sesuka hatiku."

Justin mencibir. "Kalau saja semua mantan kekasihmu itu tahu bagaimana kau sebenarnya, mereka pasti akan lari secepat kilat." Justin sedikit heran karena Nicole selalu menjaga ucapannya dengan baik di hadapan kekasih-kekasihnya. Gadis itu benar-benar bersikap seperti putri raja, yang seolah ketika dia mengatakan kata kasar atau mengumpat dia akan di gantung dan mayatnya akan di serahkan pada sekumpulan buaya yang sudah lama tidak makan.

"Aku harus menunjukkan sikap yang baik di depan kekasihku, bukan?" ucap Nicole manis. "Tapi, begitu nanti aku bertemu dengan laki-laki yang terhubung denganku lewat benang merah tak kasat mata yang mengaitkan jari kelingking kami, aku akan menunjukkan diriku yang sebenarnya. Hanya padanya karena nanti aku akan menghabiskan seluruh hidupku dengannya," ujar Nicole dramatis. Bahkan mata gadis itu terlihat menerawang, membuktikan bahwa pikirannya sudah terbang kemana-mana.

Justin mengeluarkan suara seperti orang sedang muntah. "Kau menjijikkan."

Nicole menatap Justin tajam. "Hei! Itu namanya jodoh," sungut Nicole. Gadis itu mengangkat jari kelingking tangan kanannya. "Jariku ini sudah terikat dengan jari seseorang. Dan begitu saatnya tiba, aku akan bertemu dengannya. Karena itulah aku sedang mencarinya."

"Dengan berpacaran dengan setiap laki-laki yang menyatakan cinta padamu?" tanya Justin dengan nada mengejek.

"Ini hanya masalah waktu, Boy." Nicole mendelik. "Memangnya kau tidak percaya pada konsep jodoh?"

"Aku percaya." Justin mengangguk. "Dan aku yakin, aku sudah menemukannya. Yah, seperti katamu, aku sudah menemukan wanita yang jarinya terhubung dengan jariku oleh seutas benang merah tak kasat mata."

Nicole merubah posisinya menjadi duduk. Meskipun nada bicara Justin tentang jari yang terhubung oleh benang merah tak kasat mata terdengar sangat menyebalkan, dia sangat penasaran dengan wanita yang di maksud laki-laki itu. "Siapa? Bagaimana bisa kau seyakin itu?"

Justin menyeringai. "Saat aku bertemu dengan orang itu, aku bisa merasakannya. Seperti semua orang di dunia ini mengatakan padaku dalam waktu yang bersamaan : dialah orangnya."

Nicole menatap Justin dengan mulut ternganga. Detik selanjutnya dia sudah tertawa. Keras-keras. Dia tahu itu tidak sopan, tapi kata-kata Justin memang sangat menggelikan. "Astaga! Kau mengatakan ucapanku menjijikkan tapi kau lebih menggelikan. Itu adalah kata-kata acara TV murahan dan kau mengatakannya padaku. Oh Tuhan!" Nicole kembali tertawa.

Justin mendelik, namun tidak mengatakan apa-apa. Perasaannya sudah lebih baik dari tadi. Moodnya tiba-tiba memburuk karena masalah bir tadi, dan sekarang sudah lebih baik karena tawa Nicole.

"Jadi siapa dia?"

Justin menggedikkan dagunya ke arah Nicole sambil menyeringai. "Kau."

"Aku?" ucapnya Nicole sambil menunjuk dirinya sendiri. Dia mengusap air matanya yang menetes karena tawanya tadi dengan cepat. Karena Justin tidak menunjukkan ekspresi apapun selain seringainya, dia berdecak. Laki-laki ini memang pintar sekali mengerjainya. "Oh, Yesus! Kau benar-benar tidak lucu," protes Nicole. "Dan kalau kau mau tahu, aku tidak berminat menjadi jodohomu!"

Saat itu juga Justin ingin sekali mencekik Nicole hingga gadis itu kehabisan napas.

oOoOoOoOO

25-08-2014

13:30

Tinggalkan Vote dan Comment yaaaa

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 65.4K 24
FOLLOW DULU BIAR BISA BACA UTUH. GIMANA? ADA PART YANG DI PRIVATE SOALNYA. Ketika rentang usia justru membuat semua menjadi membara. "Aku bahkan sang...
286K 23.7K 37
SUDAH KELUAR DALAM VERSI E-BOOK DAN CETAK https://play.google.com/store/books/details?id=_CWKDwAAQBAJ THE ANGELS SERIES book #1 (Beberapa part sudah...
498K 37.1K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
64.8K 5.9K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...