Glass Bead

By Khadevrisaba

917 96 8

Azeral Gilang Fahmi Prastyo memiliki satu rahasia kecil dalam hidupnya. Rahasia itu bukanlah suatu aib bagi c... More

1. Tabrakan
2. Gadis Berseragam Aneh
3. Susu Kotak Rasa Coklat
4. Menemani Pulang
5. Rantai Putus
6. Devil
7. Syarat
8. Khawatir
9. Ditolak? What The Hell???
10. Mulai Menerima
11. Hah! Yang Benar Saja!
12. Perkelahian
13. Bertemu Kak Arini
14. Melawan Rasa Takut
Bukan Update!!!
16. Definisi Suka
17. Party Time
18. Bertemu Kak Bagas
Hasil Ngepoin Si Vanya
19. Pertemuan Pertama
20. Surat dari Neraka
21. Berubah Pikiran
22. Muka Lo Merah
23. Stuck In The Moment
24. Masuk Kandang Singa
25. Awal dari Mimpi Buruk Nomor Dua
26. Rahasia Gilang
27. Sakit
28. Remaja 18 Tahun
29. Kejutan
30. Universitas Cambridge
31. Penyelesaian
32. Penyelesaian II
33. Penyelesaian III

15. Tumbuh Secara Perlahan

20 2 0
By Khadevrisaba

BAB LIMA BELAS

Rumput tumbuh hanya butuh sinar matahari, setetes air dan segenggam tanah. Cinta tumbuh hanya butuh sikap peduli, perhatian yang mengalir, dan hati yang terbuka.


Gilang datang lima menit setelah Vanya. Dari jarak tujuh meter, ia bisa melihat Vanya tengah duduk di bangku panjang sambil memperhatikan ponselnya dengan ekspresi serius. Sekilas, Vanya terlihat seperti siswa pada umumnya. Tapi siapa yang tau kalau gadis itu sebenarnya memiliki masalah yang membuatnya trauma.

Gilang berjalan santai ke arah gadis tersebut lalu menyodorkan minuman isotonik tepat di depan wajah Vanya. Vanya mendongak sambil memperhatikan minuman botol itu tanpa berniat mengambilnya. Gadis tersebut baru menerima minuman itu saat Gilang menggoyang-goyangkan botol, memberi isyarat supaya segera diterima. Gilang lantas duduk di samping Vanya. Memberi jarak satu meter dengan posisi Vanya.

"Lo mau ngomong apa sama gue?"

Vanya hanya diam sambil memperhatikan Gilang yang meminum minuman isotonik. Yaaaaa, setelah dipikir-pikir dan dilihat lebih teliti, cowok yang duduk di sampingnya ini memang benar-benar tampan. Dan Vanya baru menyadarinya sekarang.

"Lo mau ngomong atau cuma mau ngeliatin gue?"

Vanya mengerjap lalu berdehem pelan. Tatapannya lantas beralih pada botol minuman yang ada di tangannya. Vanya mencoba membuka tutup botol itu. Tapi gerakannya terhenti karena Gilang mengambil botolnya lalu membukanya.

Vanya hanya diam memperhatikan kemudian refleks menerima botol dengan tutup terbuka yang diulurkan Gilang padanya. Ah, dia juga baru sadar bahwa selama ini Gilang selalu memberikan perhatian tak kasat mata kepadanya. Dari hal-hal kecil yang kelihatan sepele.

Ingatannya kembali mengingat pada masa beberapa bulan ia mengenal Gilang. Dan perhatian apa saja yang telah ia terima dari cowok nomor satu di sekolah ini. Gilang yang mengambilkan buku di perpustakaan, Gilang yang selalu berjalan di sisi luar jalan saat mereka naik sepeda, membiarkan Vanya yang berjalan di sisi jalan bagian dalam. Gilang yang memberikan susu coklat setiap hari tanpa absen barang sekali, Gilang yang mengambilkan sepatu olahraganya di loker saat Vanya lupa memakai ketika pelajaran olahraga, Gilang yang tidak pernah bertanya apa yang dibutuhkan Vanya karena ia selalu memiliki inisiatif sendiri. Dan sekali lagi, Vanya baru menyadarinya sekarang. Sepertinya ia mulai ketergantungan pada cowok itu.

"Thanks."

Gilang mengernyit ketika mendengar ucapan terimakasih dari Vanya. Ia menatap Vanya bingung, sedangkan Vanya segera membuang pandangan karena merasa gugup ditatap intens seperti itu. Dari ekor matanya, ia bisa melihat Gilang tersenyum lebar.

"Sama-sama."

"Gue nggak pernah minta lo buat ngelakuin ini semua."

Seperti mengerti maksud ucapan Vanya, Gilang hanya mengangguk sekali.

"Gue nggak tau alasan apa yang mendasari lo bersikap kayak gini ke gue. Dan gue nggak tau kapan lo bakal ngerasa bosen sama gue. Lo mungkin bersikap seperti ini karena penasaran sama gue. Tapi meski begitu, gue tetep berterima kasih buat semuanya." Vanya diam, tatapannya beralih ke arah pelipis Gilang yang terlihat keunguan kemudian turun ke arah sudut bibirnya yang sobek karena kejadian kemarin.

"Boleh gue tanya sesuatu sama lo?" Vanya kembali bersuara saat menyadari Gilan hanya diam saja.

Gilang mengangguk, "Apapun."

"Kapan lo berhenti buat bersikap perhatian ke gue?"

"Gue belum berencana buat berhenti untuk saat ini."

"Kalo gitu, saat lo udah mulai berencana, lo harus bilang dulu ke gue."

Gilang hanya diam, masih menatap intens pada dua bola mata Vanya.

"Karena sepertinya gue mulai bergantung sama lo." Vanya melanjutkan. Gadis itu meneguk minumannya sekali teguk, "Gue bisa siap-siap kalo seumpama lo bakal pergi kemudian membuat seolah-olah kita nggak pernah saling kenal."

"Gue nggak akan ngelakuin itu."

Vanya tersenyum disertai dengusan kasar, "Lo pasti akan ngelakuin itu kalo tau siapa gue sebenernya."

"Dan.... Siapa lo sebenernya?"

"Gue yakin lo akan menjauh setelah tau siapa gue." Vanya melihat tidak ada respon dari Gilang. Benar, cepat atau lambat Gilang harus tau mengenai kondisinya. Ia tidak bisa terus-terusan berbohong dan menyembunyikan rahasia yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Vanya tidak ingin membuat cowok yang tengah menatapnya itu kecewa dengan kebohongannya. Ia bisa menerima jika setelah ini, Gilang mungkin akan langsung pergi menjauh.

Dan akhirnya gadis itu melanjutkan, "Dulu gue-"

"Kak Gilang!"

Vanya dan Gilang sontak menoleh ke sumber suara. Shilla.

Gadis itu berlari kecil menghampiri Gilang dan Vanya. "Tadi aku cariin kak Gilang di kantin nggak ada." Suaranya putus-putus. Bola mata Shilla melebar saat baru menyadari kondisi wajah Giang, "Wajah kak Gilang kenapa? Habis berantem?"

Gilang hanya tersenyum sambil menggeleng, "Ada perlu apa, Shil?"

Shilla menyodorkan selembar undangan kepada Gilang, "Sabtu depan aku ngadain pesta ulang tahun yang ke-16. Kak Gilang harus datang ya." Suaranya ceria.

Gilang lagi-lagi tersenyum lalu mengangguk kecil. "Tapi boleh ngajak temen kan?"

Shilla mengangguk antusias. "Eh tapi kak Andre juga udah aku kasih undangan kok."

Kali ini Gilang tertawa kecil. Tawa yang berhasil membuat Shilla dan Vanya terpana. "Cewek di sebelah gue juga diundang atau nggak?"

"Eh?" Shilla tersentak. Ekspresinya tampak merasa bersalah. "Aku Cuma bawa satu undangan. Aku nggak tau kalo ada kak Vanya juga. Emmm kak Vanya juga boleh kok datang ke pesta aku."

Vanya mengerjap, sedikit kaget kalau gadis yang lebih kecil darinya ini tau namanya.

"Untuk undangannya, engggg... sekalian jadi satu sama punyanya kak Gilang ya, kak." Shilla nyengir.

"Bagus! Berarti besok gue bisa berangkat barengan sama Vanya."

Vanya yang mendengar kalimat Gilang hanya mendengus. Sedangkan Shilla, senyuman gadis itu luntur seketika.

"Kalian berdua pacaran?"

"Enggak/enggak." Jawab Gilang dan Vanya bersamaan.

Senyum lebar Shilla kembali terbit, "Yaudah kalo gitu kalian boleh berangkat berdua. Udah dulu ya kak, aku mau ke kantin dulu. Udah ditunggui temen aku soalnya." Shilla langsung berbalik dan berlari kecil meninggalkan Vanya dan Gilang menuruni anak tangga menuju kantin.

Setelah Shilla benar-benar menghilang dari pandangan, Gilang bergegas berdiri.

"Ayo!"

Vanya mengernyit, "Kemana?"

"Balik ke kelas."

Vanya menggeleng, "Gue masih pengen disini."

"Oh, oke." Gilang kembali duduk.

"Kenapa duduk lagi?"

"Mau nemenin lo."

Tanpa sadar, sudut-sudut bibir Vanya tertarik ke atas.

"Jangan senyum-senyum. Lo nakutin kalo senyum kayak gitu." Gilang mendorong bahu Vanya dengan ujung jarinya.

"Siapa juga yang senyum? Ini apaan sih dorong-dorong?"

"Geser."

Vanya menggeser duduknya sampai di bangku paling ujung. Sedangkan Gilang mulai berebahkan tubuhnya tiduran di bangku panjang itu. Cowok itu menutup matanya dengan lengan. Membuat Vanya mendengus.

"Harusnya tempat ini cuma punya gue. Biasanya kalo istirahat atau jam kosong, gue selalu tidur di bangku ini. Tapi karena ada cewek ceroboh, cengeng, galak, jutek dan gak tau terimakasih, gue harus tiduran dengan kaki ketekuk kayak gini." Gumam Gilang pelan namun masih bisa didengar oleh Vanya.

"Lo ngomongin gue?"

"Kalo ngerasa, jawabannya iya."

"Tapi gue udah bilang makasih tadi."

"Jangan berisik, gue mau tidur."

Vanya kembali mendengus. Tapi menurut juga dengan ucapan Gilang. Gadis itu diam sambil menikmati pohon trembesi raksasa yang menaungi mereka berdua dari sinar matahari. Setau Vanya, menurut cerita dari murid-murid di SMA Pancasila, bahwa pohon trembesi ini angker dan berusia hampir tiga puluh tahun. Untuk usia pohon itu, Vanya percaya karena dilihat dari fisik pohon trembesi tersebut yang menancap kokoh dan menjulang tinggi setinggi enam meter lebih dengan dahan besar dan cabang yang mencuat ke segala arah. Daun pada pohon itu juga selalu rimbun hingga berhasil menutupi separuh atap kelas satu lantai yang ia duduki ini.

Tetapi untuk cerita horror dari para murid SMA Pancasila tentang pohon trembesi tersebut, Vanya sama sekali tidak percaya. Menurutnya pohon yang menaungi dirinya dan Gilang sekarang ini malah terlihat gagah dan cantik sekaligus. Terlebih saat pohon itu tumbuh bunga dengan warna kuning terang. Namun dengan adanya rumor tentang pohon trembesi angker ini malah sebenarnya menguntungkan bagi Vanya. Para murid jadi tidak ada yang berani naik ke atap untuk sekedar duduk dan beristirahat -kecuali Gilang- sambil melihat pemandangan lapangan untuk kegiatan upacara di hari Senin.

"Sempit banget sih."

Vanya menunduk mendengar gumaman Gilang. Gadis itu tersenyum kecil lalu menggeser duduknya hingga nyaris membiarkan seperempat pantatnya tidak menempel di atas kursi. "Geser lagi sini."

Gilang menggeser tubuhnya kemudian mengambil posisi senyaman mungkin.

"Jangan diliatin lama-lama, ntar lo bisa suka sama gue."

Vanya memutar mola mata. Sempat terkejut karena Gilang mengetahui bahwa sedari tadi ia menatapnya padahal cowok itu menutup matanya dengan lengan.

"Kalo gue suka sama lo, lo mau ninggalin gue?"

"Tergantung."

"Hmm?"

"Ya tergantung, lo suka aja atau suka banget sama gue."

"Kalo cuma suka aja?"

"Gue bakal bikin lo jadi suka banget sama gue."

Vanya tertawa kecil, "Kalo gue suka banget sama lo?"

"Gue bakal pastiin kalo lo nggak akan bisa suka cama sowok lain setelahnya."

Vanya kembali tertawa. Ternyata ia pun baru menyadari kalo Gilang punya selera humor juga.

"Lo ketawa."

"Hmm?"

"Barusan lo ketawa."

"Emang kenapa kalo gue ketawa?"

"Lo cantik kalo ketawa kayak gitu. Gue suka liatnya."

Vanya segera memalingkan wajah. Pipinya terasa memanas. "Receh banget sih. Lo kan nggak liat." Ucap Vanya berusaha mengelak karena memang sedari tadi ia melihat Gilang menutup matanya dengan lengan.

Gilang hanya tersenyum tanpa menurunkan lengannya dari mata. Mereka terdiam beberapa saat.

"Van."

"Hmm."

"Lo nggak pengen nanya kemarin gimana ekspresi orang tua gue waktu tau kalo wajah gue bonyok pas pulang ke rumah?"

Vanya terdiam, ada rasa bersalah menyusup di dalam hatinya. "Gimana ekspresinya?"

"Gue dihukum disuruh bersihin kamar mandi selama satu bulan penuh. Itu yang nyuruh bunda. Kalo kak Bagas, gue dihukum lari keliling lapangan komplek, push up dan sit up tiga kali lebih banyak dari biasanya yang gue lakuin. By the way, kak Bagas itu kakak tertua gue. Kemarin kak Arini ngadu sama dia."

"Sorry." Ucap Vanya pelan, penuh penyesalan.

"Gue nggak masalah sama hukuman itu. Karena ada masalah yang lebih buruk lagi dari ini."

"Apa?"

"Lo disuruh kak Bagas buat menghadap dia hari Minggu besok. Kalo lo nggak dateng ke rumah, dia yang bakalan dateng ke sekolah buat ketemu sama lo."

"Hah? Lo serius?"
****
.
.
.
.
.
Syalalalah syalah la la lah. Authornya pengen nyanyi lagunya Blackpink yang Du ddu du ddu. Tapi nggak hapal. Hukakaka....
.
Bingung nyari visual buat tokoh si Vanya. Kalo visualnya Gilang aku udah nemu sih. Hmm hmm hmm...
Kayaknya musti bertapa dulu diriku.

Salam,
Khadevrisaba penulis kemaren sore yang lagi malas mandi

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 270K 63
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
3.1M 155K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
6.8M 287K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
1.4M 123K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...