ANXI (SEDANG REVISI)

By wins1983

250K 19.4K 3.8K

Jika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan unt... More

Prakata
Prolog
Bagian 1 (Reuni)
Bagian 2 (Reuni)
Bagian 3 (Catatan Erika)
Bagian 4 (Catatan Erika)
Bagian 5 (Catatan Erika)
Bagian 6 (Catatan Erika)
Bagian 7 (Catatan Erika)
Bagian 8 (Catatan Erika)
Bagian 9 (Catatan Erika)
Bagian 10 (Catatan Erika)
Bagian 11 (Catatan Erika)
Bagian 12 (Catatan Erika)
Bagian 13 (Catatan Erika)
Bagian 14 (Malam Prom)
Bagian 15 (Malam Prom)
Bagian 16 (Malam Prom)
Bagian 17 (Malam Prom)
Bagian 18 (Perpisahan)
Bagian 19 (Catatan Yoga)
Bagian 20 (Catatan Gito)
Bagian 21 (Catatan Gito)
Bagian 22 (Catatan Gito)
Bagian 23 (Catatan Yoga)
Bagian 24 (Catatan Yoga)
Bagian 25 (Amarah)
Bagian 26 (Melarikan Diri)
Bagian 27 (Catatan Yoga)
Bagian 28 (Pelanggaran?)
Bagian 29 (Pelanggaran?)
Bagian 30 (Kesempatan kedua?)
Bagian 31 (Reuni)
Bagian 32 (Reuni)
Bagian 33 (Reuni)
Bagian 34 (Harta Karun Yoga)
Bagian 35 (Kecemasan Erika)
Bagian 36 (Kecemasan Erika)
Bagian 37 (Catatan Farhan)
Bagian 38 (Catatan Farhan)
Bagian 39 (Catatan Erika)
Bagian 40 (Catatan Yoga)
Bagian 41 (Catatan Yoga)
Bagian 42 (Hari yang baru)
Bagian 43 (Hari yang baru)
Bagian 44 (Foto Rahasia)
Bagian 45 (Foto Rahasia)
Bagian 46 (Foto Rahasia)
Bagian 47 (Anak Angkat)
Bagian 48 (Catatan Yunan)
Bagian 49 (Catatan Yunan)
Bagian 50 (Catatan Yunan)
Bagian 51 (Panti Asuhan)
Bagian 52 (Hidup Baru - Yunan)
Bagian 53 (Hidup Baru - Yunan)
Bagian 54 (Life Goes On)
Bagian 55 (Life Goes On)
Bagian 56 (Life Goes On)
Bagian 57 (Menyambung Tali Yang Terputus)
Bagian 59 (Pengakuan)
Bagian 60 (Pengakuan)
Bagian 61 (Pengakuan)
Bagian 62 (Renungan)
Bagian 63 (Renungan)
Bagian 64 (Pesantren)
Bagian 65 (Kejutan)
Bagian 66 (Kejutan)
Bagian 67 (Kejutan)
Bagian 68 (Kejutan)
Bagian 69 (Akhir Masa Penantian)
Bagian 70 (Raesha Akhtar)
Bagian 71 (Suluk)
Bagian 72 (Suluk)
Bagian 73 (Suluk)
Bagian 74 (Suluk)
Bagian 75 (Suluk)
Bagian 76 (Suluk)
Bagian 77 (Suluk)
Bagian 78 (Suluk)
Bagian 79 (Suluk)
Bagian 80 (Suluk)
Bagian 81 (Suluk)
Bagian 82 (Suluk)
Bagian 83 (Suluk)
Bagian 84 (Suluk)
Bagian 85 (Suluk)
Bagian 86 (Suluk)
Bagian 87 (Suluk)
Bagian 88 (Suluk)
Bagian 89 (Suluk)
Bagian 90 (Suluk)
Bagian 91 (Suluk)
Bagian 92 (Suluk)
Bagian 93 (Suluk)
Bagian 94 (Suluk)
Bagian 95 (Suluk)
Bagian 96 (Suluk)
Bagian 97 (Suluk)
Bagian 98 (Suluk)
Bagian 133 (Suluk)
Bagian 134 (Suluk)
Bagian 135 (Suluk)
Bagian 136 (Suluk)
Bagian 137 (Suluk)
Bagian 138 (Suluk)
Bagian 139 (Suluk)
Bagian 140 (Suluk)
Bagian 141 (Suluk)
Bagian 142 (Suluk)
Bagian 143 (Suluk)
Bagian 144 (Suluk)
Bagian 145 (Suluk)
Bagian 146 (Suluk)
Bagian 147 (Suluk)
Bagian 148 (Suluk)
Bagian 149 (Akhir Suluk)
Bagian 150 (Akhir Suluk)
Bagian 151 (Akhir Suluk)
Bagian 152 (Akhir Suluk)
Bagian 153 (Akhir Suluk)
Bagian 154 (Sampai jumpa lagi, Padang. Insyaallah)
Bagian 155 (Ke Jakarta Aku Kan Kembali)
Bagian 156 (Ke Jakarta Aku Kan Kembali)
Bagian 157 (Danadyaksa Corp.)
Bagian 158 (Haflah)
Bagian 159 (Pesta C.E.O Baru)
Bagian 160 (Pesta C.E.O Baru)
Bagian 161 (C.E.O Baru : Sistem Baru)
Bagian 162 (C.E.O Baru : Sistem Baru)
Bagian 163 (Guncangan Keras di Danadyaksa Corp.)
Bagian 164 (Guncangan Keras di Danadyaksa Corp.)
Bagian 165 (Guncangan Keras di Danadyaksa Corp.)
Bagian 166 (Guncangan Keras di Danadyaksa Corp.)
Bagian 167 (Bertahan)
Bagian 168 (Bertahan)
Bagian 169 (Bertahan)
Bagian 170 (Bertahan)
Bagian 171 (Bertahan)
Bagian 172 (Bertahan)
Bagian 173 (Bertahan)
Bagian 174 (Bertahan)
Bagian 175 (Bertahan)
Bagian 176 (Bertahan)
Bagian 177 (Harapan)
Bagian 178 (Reach The Limit)
Bagian 179 (Reach The Limit)
Bagian 180 (Reach The Limit)
Bagian 181 (Rahasia Hati)
Bagian 182 (Rahasia Hati)
Bagian 183 (Rahasia Hati)
Bagian 184 (Foto Model)
Bagian 185 (Foto Model)
Bagian 186 (Anak pertama : Ilyasa)
Bagian 187 (Foto Model)
Bagian 188 (Kegalauan Remaja)
Bagian 189 (Dermawan)
Bagian 190 (Rahasia Antara Dua Lelaki)
Pengumuman untuk Pembaca ANXI
Bagian 191 (Khataman Shahih Bukhari)
Bagian 192 (Hadrah)
Bagian 193 (Mengharapkan Keajaiban)
Bagian 194 (Ziarah)
Bagian 195 (Hari Pasrah Sedunia)
Bagian 196 (Pria Bersetelan Putih)
Bagian 197 (Kun Fa Ya Kun)
Quotes 1
Quotes 2
Quotes 3
Quotes 4
Quote 5
Quote 6
Quotes 7
Quotes 8
Quotes 9
Quotes 10
Quotes 11
Quotes 12
Quotes 13
Quotes 14
Quotes 15
Quotes 16
Quotes 17
Quotes 18
Quotes 19
Quotes 20
Quotes 21
Quotes 22
Quotes 23
Quotes 24
Quotes 25
Quotes 26
Quotes 27
Quotes 28
Quotes 29
Quotes 30
Quotes 31

Bagian 58 (Menyambung Tali Yang Terputus)

1.2K 78 22
By wins1983

.

.

"Kalau kita dekat dengan seseorang, hanya ada dua kemungkinan. Kita yang mempengaruhi mereka, atau mereka yang mempengaruhi kita."

.

.

***

Lampu kamar sudah dimatikan. Penerangan hanya dari cahaya redup lampu malam berwarna kekuningan temaram. Sudah lewat tengah malam, dan Farhan belum bisa tidur. Dia masih memikirkan percakapannya dengan Yunan di mobil, saat mereka pulang dari rumah lama Yunan.

Erika menyadari ada yang tidak biasa dengan suaminya. Dia memutar tubuhnya hingga menghadap Farhan. "Kamu belum tidur, sayang?"

Farhan tersenyum lembut padanya. "Belum. Aku belum bisa tidur. Mungkin sebentar lagi. Kamu tidur aja, sayang," jawabnya seraya mengelus rambut Erika.

"Ada apa?" tanya Erika khawatir, menyadari ada yang tidak beres dengan kemurungan suaminya.

Farhan menghela napas. "Gak ada apa-apa. Aku cuma --" Farhan diam sesaat. Erika nampak semakin cemas. Apa ada hal buruk terjadi?

Melihat istrinya khawatir, Farhan jadi merasa bersalah. Dia mencubit pipi istrinya pelan. "Gak ada apa-apa, kok. Jangan khawatir. Aku cuma lagi mikirin Yunan."

"Yunan? Yunan kenapa?" tanya Erika lagi.

"Belakangan ini, aku lebih dekat dengan dia, karena aku sering mengantarnya ke sekolah dan ke rumah lamanya," kata Farhan memulai penjelasannya.

Erika mengangguk. "Iya aku tahu. Aku memang sengaja biarin kalian sering jalan bareng."

Farhan tersenyum menyelidik. "Kamu sengaja ya, gak pernah mau ikut setiap kali aku dan Yunan ngajakin kamu?"

Erika tertawa pelan. "Iya aku sengaja. Biar kalian lebih akrab. Kalo sesama laki-laki 'kan beda. Dia bisa nanya macem-macem ke kamu."

Mereka terdiam sesaat. Farhan kembali menggali memorinya saat mengobrol dengan Yunan di mobil.

Erika nampak penasaran. "Trus? Emang Yunan kenapa?" 

Farhan nampak lebih serius. "Yunan bukan anak biasa. Kamu tahu itu, 'kan?"

"Iya aku tahu. Aku tahu sejak awal aku ketemu dia di panti," jawab Erika tersenyum mengenang pertemuannya dengan Yunan. "Aku merasa bersyukur. Tuhan sungguh baik mengizinkan kita menjadi orang tua angkatnya. Ya 'kan, sayang?"

Farhan tersenyum dan mengecup kening Erika dengan lembut. "Iya. Aku juga. Aku merasa terharu. Dititipkan anak seperti dia, adalah sebuah kehormatan untuk kita."

Air muka Farhan kembali serius. "Erika, kita harus jaga dia baik-baik. Aku merasa, karena dia bukan anak biasa, mungkin kelak dia akan jadi seseorang yang tidak biasa. Orang besar. Orang yang penting untuk umat muslim."

Mata Erika perlahan melebar. "Orang besar?" gumam Erika mengulang dalam hati, apa yang dikatakan Farhan barusan. Orang yang penting untuk umat muslim? Erika penasaran, apa yang sudah Farhan alami bersama Yunan selama mereka pergi bersama?

Farhan menatap lurus ke mata Erika. "Erika, berjanjilah. Apapun yang terjadi, kita harus mendukung dia dengan segala yang kita punya, supaya dia kelak bisa jadi guru agama."

Erika menelan ludah. Menyadari kalau beban percakapan ini terasa berat. Dia membalas tatapan suaminya dengan kesungguhan. "Iya. Aku janji. Insyaallah, kita akan mengusahakan supaya Yunan suatu saat bisa jadi guru agama."

Farhan tersenyum. Dia memeluk istrinya dan memejam. Allah mendengar percakapan mereka ini, pasti. Farhan berharap Allah rida dan memudahkan niat baik mereka.

***

 Enam bulan sejak Yunan tinggal bersama Erika dan Farhan.

Pagi itu Farhan sedang sarapan sambil membaca surat kabar. Yunan masih mengunyah roti bakarnya, dan Erika sedang mencuci tangan di sink dapur.

"Yunaaaannn!!"

Suara anak laki-laki yang bervolume keras itu membuat Farhan menurunkan surat kabar yang sedang dibacanya. Dia beradu tatap dengan Yunan. "Tuh, temenmu di depan," ucap Farhan pada Yunan.

Yunan entah kenapa nampak segan menyahuti panggilan itu. "Iya, Yah. Aku keluar dulu," katanya sebelum berdiri dari kursinya dan keluar rumah. Tak lama, Yunan sudah kembali ke ruang makan.

Farhan mengamati ekspresi kurang nyaman di wajahnya. "Kok cepat? Siapa yang barusan datang?"

"Oh ... em. Itu tadi Revan," jawab Yunan gugup.

Revan adalah salah satu anak komplek yang rumahnya tak jauh dari rumah mereka. Hanya selisih satu blok saja.

Farhan masih merasa penasaran. "Dia ngajakin kamu main?"

"Iya, Yah. Dia tahu aku hari ini sekolah cuma sebentar. Jadi dia ngajakin main nanti setelah siang."

Penjelasan Yunan terasa seperti belum tuntas. Jadi Farhan bertanya lagi. "Trus? Kamu bilang iya?"

Yunan terdiam sejenak, sebelum menjawab dengan ragu. "Aku bilang, nanti aku gak bisa ke rumahnya. Ada tugas yang harus kukerjakan."

"Ooh," gumam Farhan meneguk sisa kopinya yang sudah tidak panas lagi. Dia menyadari ada yang disembunyikan Yunan, tapi Farhan tidak bertanya lagi.

***

Siang itu saat jam istirahat, Farhan seperti biasa menjemput Yunan ke sekolahnya. Karena tempat kerjanya tidak terlalu formal, dia bisa melakukan ini. Hal yang biasanya dilakukan ibu-ibu. Menjemput anak pulang sekolah. Sementara kantor Erika begitu kaku dan memiliki peraturan ketat. Untuk izin sekalipun, terkadang agak sulit. Maka jadilah Farhan berperan ganda. Ayah sekaligus Ibu.

Mobil sudah berhenti sempurna di tempat parkir di luar gedung sekolah. Anak-anak berseragam baju koko putih, berhamburan keluar dari gerbang sekolah. Setelah menunggu beberapa menit, Yunan muncul diantara anak-anak itu. Dia sedang berjalan sambil mengobrol dengan teman akrabnya yang dikenalinya bernama Sonny. Farhan tersenyum melihat anak angkatnya itu. Hanya perasaannya sajakah, atau dia memang nampak berbeda diantara teman-temannya? Kulit wajah Yunan aslinya agak kecoklatan. Tapi entah bagaimana, wajah Yunan kelihatan lebih cerah, bahkan dibandingkan dengan anak-anak lain yang berkulit putih.

Saat melihat Farhan sudah menunggunya, dia segera berpamitan dengan Sonny dan mempercepat langkahnya menghampiri mobil Farhan.

Saat sampai di samping pintu kemudi, Yunan berbicara dengan napas tersengal. "Apa aku terlalu lama? Maaf ya, Yah," ucap Yunan dengan ekspresi merasa bersalah.

Farhan tersenyum geli. "Enggak, kok. Ayah baru nyampe. Ayo naik."

Yunan duduk di samping Farhan dan menutup pintu mobil. Seperti biasa, tanpa disuruh, Yunan memasang seat belt-nya.

Farhan memperhatikan gerak-gerik Yunan.

"Ada apa Yah?" tanya Yunan.

"Lain kali, kalo kamu lihat ayah udah dateng, gak perlu buru-buru kayak tadi. Jalan santai aja. Ayah 'kan bisa nunggu."

"Hah? Oh. Aku cuma khawatir. Soalnya setelah nganter aku ke rumah, ayah 'kan harus ke kantor lagi. Aku gak apa-apa kok, Yah. Gak kecapean," kata Yunan. Namun pernyataan bahwa dia tidak kecapean itu disampaikannya dengan napas tersengal ala Senin-Kamis.

Farhan menahan senyumnya sambil menggelengkan kepala. Seperti biasa. Yunan selalu lebih memikirkan orang lain. "Hh. Yunan Yunan."

Mesin mobil dinyalakan dan mobil itu melaju meninggalkan area sekolah. Setelah sekitar sepuluh menit, mereka sudah berada di jalan utama.

Seperti biasa, Yunan lebih memilih diam jika tidak diajak bicara. Farhan melirik ke arahnya sedetik.

"Yunan," panggil Farhan.

Yunan segera menoleh. "Ya, Yah?"

"Apa ayah boleh tanya?"

Yunan mengangguk.

"Apa kamu punya banyak teman di kompleks kita?"

"Teman? Iya aku berteman dengan mereka."

"Berarti, kamu gak kesulitan berteman dengan mereka?"

Kali ini Yunan nampak ragu menjawab. "Emm ... yah. Ada beberapa yang -- hmm -- maksudku, aku dekat dengan sebagian dari mereka."

Farhan terdiam. Pikirannya sibuk memilah kata. Yunan adalah anak yang sangat hati-hati dalam berperilaku dan berucap. Itu karena adab dan akhlaknya yang baik. Dia pastilah tidak akan mau membicarakan keburukan orang lain. Yunan akan berusaha menghindari hal semacam itu.

"Ayah perhatikan, ada beberapa anak yang memang sengaja kamu hindari. Apa tebakan ayah benar?"

Pertanyaan itu membuat Yunan salah tingkah. "Ehm. Aku --" Yunan teringat kembali pengalaman buruknya saat pertama kali diajak bermain ke rumah anak yang bernama Revan. Awalnya dia sama sekali tidak punya pikiran buruk, tapi Yunan sungguh terkejut saat teman barunya itu memperkenalkannya pada hal-hal baru yang belum pernah dilihatnya. Hal-hal yang dia tahu, terlarang. Terutama untuk anak seusia mereka. Mereka bahkan belum menginjak usia 12 tahun, bagaimana bisa majalah dewasa itu ada di bawah tempat tidur temannya? Dan video porno di layar tab itu? Sungguh menjijikkan. Yunan nyaris muntah melihatnya. Di kampungnya dulu, tak pernah ada temannya yang seperti itu.

Yunan menggelengkan kepala. "Enggak, Yah. Aku bukannya menghindari mereka. Aku cuma berusaha memilih, dengan siapa sebaiknya aku berteman."

Farhan berpikir. Kedua hal itu sebenarnya serupa. Tapi memang tidak sama. 'Menghindar' lebih terkesan negatif.

"Karena, almarhumah ibuku dulu pernah bilang, dalam sebuah hadits, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam berkata, 'agama seseorang itu, tergantung agama temannya'. Jadi kalau aku tidak hati-hati, aku bisa terkena pengaruh dari teman yang akhlaknya buruk."

Farhan tersenyum. "Ayah percaya penilaianmu. Ayah gak maksa kamu kok, Yunan. Kamu boleh berteman dengan siapapun yang kamu suka."

Yunan merasa lega. Tadinya dia pikir Farhan sedang menasehatinya karena dia beberapa kali menolak setiap diajak main ke rumah Revan dan beberapa temannya. "Makasih ayah," ucap Yunan tersenyum.

Mereka berdua diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Mendadak Yunan kembali bicara. "Kalau kita dekat dengan seseorang, hanya ada dua kemungkinan. Kita yang mempengaruhi mereka, atau mereka yang mempengaruhi kita. Itu makanya, aku sangat hati-hati memilih."

Farhan tertegun mendengarnya. Mendadak sebuah kilas balik, muncul di ingatannya. Suatu saat di masa lalunya, saat dia masih remaja dulu, hingga dia di bangku SMA, Farhan adalah seorang remaja yang rajin 'menghidupkan' masjid, dan rutin ke majelis ilmu. Saat kuliah, lingkungan yang berbeda membuat dia tak serajin sebelumnya. Namun, saat itu, dia sesekali masih menghadiri kajian rohani Islam.

Dan sekarang? Jangankan menghadiri kajian. Selain salat Jum'at, dia nyaris tidak pernah salat berjamaah di masjid.

Bagaimana dirinya bisa ada di titik ini sekarang?

***

Keesokan harinya.

Pagi itu, hawa dingin terasa menusuk. Tapi Farhan sepagi ini sudah mandi. Tubuhnya merasa segar. Setengah jam yang lalu, untuk pertama kalinya setelah lama dia kesulitan terbangun di sepertiga malam, akhirnya Farhan berhasil bangun lebih awal dan salat dua rakaat. Dia menatap Erika yang tubuhnya masih berselimut bagai cangkang kura-kura. Farhan sudah berusaha membangunkan istrinya itu, tapi tidak juga berhasil. Dia menghela napas, keluar dari kamar tidur dan menutup pintu.

Kakinya melangkah ke ruang makan. Tangannya menarik mundur sebuah kursi dan duduk di atas kursi kayu itu. Jemarinya saling bertaut, dan matanya menatap ke atas meja.

Teringat kembali kalimat Yunan kemarin.

"Kalau kita dekat dengan seseorang, hanya ada dua kemungkinan. Kita yang mempengaruhi mereka, atau mereka yang mempengaruhi kita."

Farhan mengerti sekarang. Selama ini, alih-alih mengarahkan istrinya untuk lebih taat beribadah, yang terjadi malah sebaliknya. Farhanlah yang justru menurun semangat ibadahnya. Menurun semangatnya menimba ilmu agama.

Mendadak ingatan Farhan terlempar ke masa setahun lalu dimana dulu dia pernah menemui Gito. Saat itu dia pernah mencurigai Erika berselingkuh dengan seorang pria bernama Yoga. Gito akhirnya berhasil meyakinkannya bahwa perselingkuhan itu tidak terjadi dan hanya ada di pikirannya saja. Di antara percakapan mereka, Farhan ingat pernah bertanya pada Gito.

"Apa Yoga seorang muslim?"

"Ya. Dia sedang berusaha menjadi seorang muslim. Malah, kadang saya merasa, dia berusaha lebih keras dari saya."

"Benarkah? Kalau begitu, saya juga akan berusaha lebih keras lagi."

Dulu Farhan berkata begitu. Tapi, nyatanya, sejak peristiwa itu hingga kini, tak ada usaha apapun yang dilakukannya. Dia masih menjadi muslim yang malas seperti biasanya. Belum juga meningkatkan ketaatannya.

Farhan mengeratkan tautan jemarinya.

Kira-kira, apa yang terjadi pada laki-laki itu? Yoga Pratama.

Sudahkah dia akhirnya berhasil melupakan Erika?

Pikiran itu segera dienyahkannya. Tidak semestinya dia memikirkan orang itu. Seharusnya dia fokus dengan dirinya dan keluarganya. Namun entah bagaimana, sejak melihat foto pria itu tersimpan di ponsel Erika, dia merasa ada persaingan diantara mereka berdua. Di antara Farhan dan Yoga.

Raut wajah Farhan terlihat lebih tegas. Dia bertekad. Dia tidak akan kalah dari pria itu. Yoga Pratama. Saat ini, dia memenangkan Erika. Erika ada di sampingnya. Dan juga, untuk urusan akhirat, dia tidak mau kalah darinya.

Saat ini, Farhan menyadari dia kembali dipengaruhi oleh orang yang dekat dengannya. Yang mempengaruhi dia sekarang adalah ...

"Ayah?"

Farhan menoleh ke belakang. Yunan tengah menatapnya tak berkedip. Dia terheran-heran. Apa gerangan yang membuat Farhan terbangun sepagi ini? Farhan nampak segar dengan rambut pendeknya yang masih setengah basah. Dia juga mengenakan baju koko dan celana panjang putih.

Melihat anak kesayangannya datang, Farhan tersenyum dan berdiri dari kursi. "Kamu sudah siap? Ayah menunggumu dari tadi. Ayo kita salat Subuh berjamaah."

Wajah Farhan nampak tenang dan cerah. Ini adalah ajakan sholat berjamaah pertama yang didengarnya dari ayah angkatnya. Setelah enam bulan Yunan tinggal bersamanya, di awal-awal minggu, dia berusaha mengajak Farhan salat berjamaah di masjid, dan Farhan selalu lebih memilih salat di rumah. Dia pikir akan selamanya seperti itu. Tapi ternyata ...

Mendadak Yunan teringat masa lalunya saat ayah kandungnya masih hidup. Dulu setiap akhir pekan saat ayahnya tidak ke pasar, Yunan selalu berangkat sholat berjamaah bersama ayahnya. Dan melihat Farhan di hadapannya mengajaknya ke masjid, dia merasa semakin sayang padanya. Hatinya semakin bisa menerima Farhan seperti ayah kandungnya sendiri. Matanya berkaca-kaca, tapi air mata itu segera ditahannya.

"Iya, Yah," jawab Yunan.

Farhan merangkul pundak Yunan, yang telah dianggapnya seperti anak kandungnya sendiri. Mereka berjalan ke pintu depan dan tangan Farhan membuka gagang pintu.

Dalam hati Farhan berdo'a.

Bismillahirrahmanirrahim. Ya Allah, izinkanlah aku menyambung kembali tali yang putus. Semoga Engkau jadikan aku hamba-Mu yang taat kepadamu. Dan kali ini, semoga Engkau jadikan aku istiqamah dalam ketaatanku.

.

.

***

Continue Reading

You'll Also Like

86.6K 9.2K 40
Spin-off Takdirku Kamu 1 & 2 | Romance - Islami Shabira Deiren Umzey, dia berhasil memenangkan pria yang dicintainya meski dengan intrik perjodohan...
23.4K 2K 19
ini cerita pertama maaf kalo jelek atau ngga nyambung SELAMAT MEMBACA SAYANG(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)
349K 15.2K 70
Azizan dingin dan Alzena cuek. Azizan pintar dan Alzena lemot. Azizan ganteng dan Alzena cantik. Azizan lahir dari keluarga berada dan Alzena dari ke...
481K 30.2K 31
SELESAI [PART MASIH LENGKAP] [𝗪𝗪𝗖𝟮𝟬𝟮𝟬 𝗪𝗜𝗡𝗡𝗘𝗥] [𝗦𝗽𝗶𝗿𝗶𝘁𝘂𝗮𝗹-𝗥𝗼𝗺𝗮𝗻𝗰𝗲] 𝗔𝗪𝗔𝗦 𝗘𝗠𝗢𝗦𝗜 ⚠️ 𝗙𝗼𝗹𝗹𝗼𝘄 𝗮𝗸𝘂𝗻 𝘄𝗮𝘁𝘁�...