ANXI (SEDANG REVISI)

By wins1983

250K 19.4K 3.8K

Jika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan unt... More

Prakata
Prolog
Bagian 1 (Reuni)
Bagian 2 (Reuni)
Bagian 3 (Catatan Erika)
Bagian 4 (Catatan Erika)
Bagian 5 (Catatan Erika)
Bagian 6 (Catatan Erika)
Bagian 7 (Catatan Erika)
Bagian 8 (Catatan Erika)
Bagian 9 (Catatan Erika)
Bagian 10 (Catatan Erika)
Bagian 11 (Catatan Erika)
Bagian 12 (Catatan Erika)
Bagian 13 (Catatan Erika)
Bagian 14 (Malam Prom)
Bagian 15 (Malam Prom)
Bagian 16 (Malam Prom)
Bagian 17 (Malam Prom)
Bagian 18 (Perpisahan)
Bagian 19 (Catatan Yoga)
Bagian 20 (Catatan Gito)
Bagian 21 (Catatan Gito)
Bagian 22 (Catatan Gito)
Bagian 23 (Catatan Yoga)
Bagian 24 (Catatan Yoga)
Bagian 25 (Amarah)
Bagian 26 (Melarikan Diri)
Bagian 27 (Catatan Yoga)
Bagian 28 (Pelanggaran?)
Bagian 29 (Pelanggaran?)
Bagian 30 (Kesempatan kedua?)
Bagian 31 (Reuni)
Bagian 32 (Reuni)
Bagian 33 (Reuni)
Bagian 34 (Harta Karun Yoga)
Bagian 35 (Kecemasan Erika)
Bagian 36 (Kecemasan Erika)
Bagian 37 (Catatan Farhan)
Bagian 38 (Catatan Farhan)
Bagian 39 (Catatan Erika)
Bagian 40 (Catatan Yoga)
Bagian 41 (Catatan Yoga)
Bagian 42 (Hari yang baru)
Bagian 43 (Hari yang baru)
Bagian 44 (Foto Rahasia)
Bagian 45 (Foto Rahasia)
Bagian 46 (Foto Rahasia)
Bagian 47 (Anak Angkat)
Bagian 48 (Catatan Yunan)
Bagian 49 (Catatan Yunan)
Bagian 50 (Catatan Yunan)
Bagian 51 (Panti Asuhan)
Bagian 52 (Hidup Baru - Yunan)
Bagian 53 (Hidup Baru - Yunan)
Bagian 54 (Life Goes On)
Bagian 55 (Life Goes On)
Bagian 56 (Life Goes On)
Bagian 58 (Menyambung Tali Yang Terputus)
Bagian 59 (Pengakuan)
Bagian 60 (Pengakuan)
Bagian 61 (Pengakuan)
Bagian 62 (Renungan)
Bagian 63 (Renungan)
Bagian 64 (Pesantren)
Bagian 65 (Kejutan)
Bagian 66 (Kejutan)
Bagian 67 (Kejutan)
Bagian 68 (Kejutan)
Bagian 69 (Akhir Masa Penantian)
Bagian 70 (Raesha Akhtar)
Bagian 71 (Suluk)
Bagian 72 (Suluk)
Bagian 73 (Suluk)
Bagian 74 (Suluk)
Bagian 75 (Suluk)
Bagian 76 (Suluk)
Bagian 77 (Suluk)
Bagian 78 (Suluk)
Bagian 79 (Suluk)
Bagian 80 (Suluk)
Bagian 81 (Suluk)
Bagian 82 (Suluk)
Bagian 83 (Suluk)
Bagian 84 (Suluk)
Bagian 85 (Suluk)
Bagian 86 (Suluk)
Bagian 87 (Suluk)
Bagian 88 (Suluk)
Bagian 89 (Suluk)
Bagian 90 (Suluk)
Bagian 91 (Suluk)
Bagian 92 (Suluk)
Bagian 93 (Suluk)
Bagian 94 (Suluk)
Bagian 95 (Suluk)
Bagian 96 (Suluk)
Bagian 97 (Suluk)
Bagian 98 (Suluk)
Bagian 133 (Suluk)
Bagian 134 (Suluk)
Bagian 135 (Suluk)
Bagian 136 (Suluk)
Bagian 137 (Suluk)
Bagian 138 (Suluk)
Bagian 139 (Suluk)
Bagian 140 (Suluk)
Bagian 141 (Suluk)
Bagian 142 (Suluk)
Bagian 143 (Suluk)
Bagian 144 (Suluk)
Bagian 145 (Suluk)
Bagian 146 (Suluk)
Bagian 147 (Suluk)
Bagian 148 (Suluk)
Bagian 149 (Akhir Suluk)
Bagian 150 (Akhir Suluk)
Bagian 151 (Akhir Suluk)
Bagian 152 (Akhir Suluk)
Bagian 153 (Akhir Suluk)
Bagian 154 (Sampai jumpa lagi, Padang. Insyaallah)
Bagian 155 (Ke Jakarta Aku Kan Kembali)
Bagian 156 (Ke Jakarta Aku Kan Kembali)
Bagian 157 (Danadyaksa Corp.)
Bagian 158 (Haflah)
Bagian 159 (Pesta C.E.O Baru)
Bagian 160 (Pesta C.E.O Baru)
Bagian 161 (C.E.O Baru : Sistem Baru)
Bagian 162 (C.E.O Baru : Sistem Baru)
Bagian 163 (Guncangan Keras di Danadyaksa Corp.)
Bagian 164 (Guncangan Keras di Danadyaksa Corp.)
Bagian 165 (Guncangan Keras di Danadyaksa Corp.)
Bagian 166 (Guncangan Keras di Danadyaksa Corp.)
Bagian 167 (Bertahan)
Bagian 168 (Bertahan)
Bagian 169 (Bertahan)
Bagian 170 (Bertahan)
Bagian 171 (Bertahan)
Bagian 172 (Bertahan)
Bagian 173 (Bertahan)
Bagian 174 (Bertahan)
Bagian 175 (Bertahan)
Bagian 176 (Bertahan)
Bagian 177 (Harapan)
Bagian 178 (Reach The Limit)
Bagian 179 (Reach The Limit)
Bagian 180 (Reach The Limit)
Bagian 181 (Rahasia Hati)
Bagian 182 (Rahasia Hati)
Bagian 183 (Rahasia Hati)
Bagian 184 (Foto Model)
Bagian 185 (Foto Model)
Bagian 186 (Anak pertama : Ilyasa)
Bagian 187 (Foto Model)
Bagian 188 (Kegalauan Remaja)
Bagian 189 (Dermawan)
Bagian 190 (Rahasia Antara Dua Lelaki)
Pengumuman untuk Pembaca ANXI
Bagian 191 (Khataman Shahih Bukhari)
Bagian 192 (Hadrah)
Bagian 193 (Mengharapkan Keajaiban)
Bagian 194 (Ziarah)
Bagian 195 (Hari Pasrah Sedunia)
Bagian 196 (Pria Bersetelan Putih)
Bagian 197 (Kun Fa Ya Kun)
Quotes 1
Quotes 2
Quotes 3
Quotes 4
Quote 5
Quote 6
Quotes 7
Quotes 8
Quotes 9
Quotes 10
Quotes 11
Quotes 12
Quotes 13
Quotes 14
Quotes 15
Quotes 16
Quotes 17
Quotes 18
Quotes 19
Quotes 20
Quotes 21
Quotes 22
Quotes 23
Quotes 24
Quotes 25
Quotes 26
Quotes 27
Quotes 28
Quotes 29
Quotes 30
Quotes 31

Bagian 57 (Menyambung Tali Yang Terputus)

1.1K 64 18
By wins1983

.

.

Orang-orang saleh itu, punya tingkat kesadaran yang sangat tinggi tentang kematian.

Hingga di setiap tarikan napas mereka, mereka selalu dalam keraguan, apakah mereka akan sanggup menarik satu napas lagi setelahnya?

.

.

***

Sejak tadi Yunan diam saja di dalam mobil. Fahan melirik sekejap ke arahnya. "Yunan, kamu mau denger radio atau musik apa gitu?" tanya Farhan. Mereka baru saja pulang dari kunjungan ke rumah lama Yunan. Persis sebelum berpamitan, Farhan mengamati  Yunan yang nampak berat hati meninggalkan Arisa.

Yunan yang tadinya sedang melihat ke jalanan, menolehkan wajahnya. "Oh? Musik? Maksudnya, kayak qasidah atau selawat?" 

Farhan agak kaget mendengar tebakan itu. Dia segera menyadari pertanyaan yang diajukannya adalah pertanyaan bodoh. Bagaimana dia bisa lupa kalau Yunan sejak kecil tidak pernah mendengar radio dan menonton televisi ? Bahkan di rumah barunya pun, Yunan lebih memilih mengunci diri di kamar ketimbang nonton televisi.

"Eh ... hmm. Enggak juga, sih. Agak ... beda. Eh beda banget, ding. Hihi," jawab Farhan gagal menahan rasa geli setelah mendengar respon Yunan. Betapa anak angkatnya ini SANGAT polos. Jika diibaratkan dengan kertas, Yunan adalah sebuah kertas putih kosong yang masih tersegel dan belum pernah ditorehkan coretan apapun.

"Dulu di masjid, suka nyanyi qasidah sih, bareng temen-temenku. Diajarin pak ustaz," jelas Yunan.

Farhan tersenyum. "Ntar deh ayah cari lagu qasidah sama selawat, ya. Sekarang, dari pada sepi banget, kita ngobrol aja yuk."

"Boleh, Yah. Mau ngobrol apa? Terserah ayah aja."

"Kalo gitu, ayah boleh nanya gak?"

Yunan mengangguk tanda setuju.

"Temenmu yang namanya Arisa itu, dia keliatannya spesial buat kamu ya?"

Mata Yunan melotot dan segera salah tingkah karena pertanyaan itu. "Emm ... spesial itu maksudnya gimana Yah?"

"Yaa maksudnya spesial itu, beda dari yang lain."

"Ehm ... ya dia memang beda sih, Yah. Soalnya, dia satu-satunya temenku yang perempuan. Lainnya laki-laki semua."

"Ooh," sahut Farhan. Sunyi sesaat, sebelum Farhan melanjutkan pertanyaannya. "Cuma itu aja? Yakin nggak ada alasan lainnya?"

Wajah Yunan merah padam karena malu. "Ayah, apaan sih? Aku gak ngerti maksud Ayah apa."

Farhan tergelak. "HA HA!! Gak ngerti, tapi kok mukamu malu-malu gitu??"

Yunan membuang muka ke arah jalanan. Penasaran, memangnya seperti apa ekspresinya sekarang? Tapi dia terlalu malu untuk bercermin di kaca spion.

Tawa Farhan reda. "Yunan Yunan. Kamu masih kecil. Hidupmu masih panjang, Yunan."

Kalimat itu membuat Yunan terdiam menundukkan wajahnya. "Dulu almarhumah Ibuku selalu mengingatkanku akan kematian," kata Yunan tiba-tiba.

Farhan melirik sesaat ke sampingnya, dan dilihatnya anak angkatnya itu memasang raut wajah serius. "Kematian?" sahut Farhan.

Yunan mengangguk. "Iya. Ada sebuah kitab yang pernah dikisahkan Ibuku. Kitab itu berisi kisah-kisah para sholihin. Orang-orang saleh di masa lalu. Apa yang dikisahkan Ibu dari kitab itu, sangat berkesan buatku.

Ibu bilang, orang-orang saleh itu, punya tingkat kesadaran yang sangat tinggi tentang kematian. Hingga di setiap tarikan napas mereka, mereka selalu dalam keraguan, apakah mereka akan sanggup menarik satu napas lagi setelahnya?"

Farhan menatap Yunan lebih lama. Anak itu kini tersenyum padanya.

"Ibu bilang, itu sebabnya mereka tidak pernah lepas dari zikir. Di setiap tarikan napas mereka. Mereka begitu takut, kalau-kalau saat nyawa mereka dicabut, mereka sedang dalam keadaan lalai dari mengingat Allah."

Farhan merasa, hening terasa berbeda kali ini. Hening yang disertai perenungan.

"Ada salah satu kisah di dalam kitab itu. Rabi' bin Khaitsam. Dia menggali liang kubur di dalam rumahnya. Setiap hari, beberapa kali dia masuk ke dalamnya. Katanya, 'Andaikan ingat akan kematian' terlepas dari hatiku sesaat saja, tentu rusaklah hati ini'."

Farhan mengamati, tatapan mata Yunan nampak tenang saat menceritakannya. Tentunya ini bukan cerita pengantar tidur yang biasanya didongengkan Ibu pada anaknya.

Itu kah yang diajarkan orang tuanya sejak dia kecil? Subhanallah, batin Farhan.

"Ibu bilang, dunia penuh dengan ketidakpastian. Kecuali kematian. Kematian pasti mendatangi semua makhluk. Tidak peduli bayi, anak-anak, remaja, dewasa. Kita tidak pernah tahu kapan kematian akan datang. Jadi, kita tidak tahu apa hidupku masih panjang atau tidak."

Yunan tersenyum lembut pada Farhan. Dia kembali menatap ke kaca depan mobil. Matanya terpaku pada sebuah gerbang di depan mereka, berjarak kira-kira seratus meter. Di tengah gerbang, terdapat plank petunjuk arah jalan dengan latar berwarna hijau tua. Jari telunjuk Yunan tiba-tiba menunjuk ke arah marka jalan itu. Farhan refleks mengikuti arah jarinya.

"Seandainya orang-orang saleh itu hidup di zaman sekarang, dan mereka duduk di kursi kita. Mereka mungkin tidak yakin, apakah mereka masih tetap hidup saat sampai di bawah gerbang itu," kata Yunan.

Farhan mengamati gerbang petunjuk jalan di depan mereka, yang semakin lama semakin dekat jaraknya. Dengan kecepatan mobilnya sekarang, kemungkinan dalam lima detik mereka akan sampai di gerbang itu. Mereka berdua sama-sama diam. Hingga yang terdengar hanya suara mesin dan putaran roda.

Di bawah sadar, Farhan menghitung mundur. Lima ... empat ... tiga ... dua ...

Gerbang itu sudah persis di depan mereka. Satu ...

WUZZHH!!

Mobil mereka baru saja melewati gerbang. Farhan mengembuskan napas yang ternyata tanpa sadar sedari tadi ditahannya.

Sementara Yunan tersenyum santai. "Alhamdulillah. Kita masi hidup ya, Yah. Kalo kata ustazku, itu artinya kita masih dikasih kesempatan untuk membersihkan hati."

Farhan berusaha tersenyum walau masih agak sulit. "O-oh iya benar. Alhamdulillah," ucap Farhan gugup. Dalam tegangnya otot wajahnya, dia menelan ludah.

YA ALLAH! APA ANAK ANGKATKU ADALAH SEORANG SUFI??

.

.

Makan malam baru saja usai. Seperti biasanya, Yunan segera membereskan piring kotor, bahkan tanpa diminta.

"Assalamualaikuum! Yuuuunaaann!!" Suara anak perempuan itu terdengar nyaring dari luar pagar. Mereka bertiga menoleh ke arah pintu. Yunan, Farhan dan Erika.

Erika segera mengambil alih piring yang sedang ditumpuk Yunan. "Tuh, ada temenmu di luar. Biar Ibu aja yang cuci piring. Kamu keluar aja. Kasian temenmu nungguin."

Yunan merasa tidak enak pada Erika. "Aku keluar dulu ya, Bu. Nanti biar aku yang cuci piring, Bu."

Erika tersenyum penuh arti. Dia mencengkeram bahu Yunan dan memutar tubuhnya hingga membelakanginya. Tangannya mendorong punggung Yunan pelan. "Udaahh sana keluar temuin temenmu. Gak usah pikirin cucian."

"I-iya, Bu. Aku keluar dulu." Yunan keluar melalui pintu depan dan menutup kembali pintu itu. 

Erika memindahkan piring kotor ke sink dapur, dan mulai mencuci. Setelah mencuci sebagian, Erika mematikan keran air dan melirik suaminya yang sedang duduk termenung di kursi. Matanya menerawang ke atas meja makan.

"Farhan?" panggil Erika.

Yang dipanggil masih diam. Erika agak mengeraskan suaranya. "FARHAN!!"

Mata Farhan melebar, seolah baru terbangun dari mimpi. "Eh?"

Erika sedang menatapnya heran. "Ngapain? Kok bengong?? Ntar kesambet, lho! Hii ... amit-amit!"

Farhan tersenyum geli. "Enggak. Gak bengong. Cuma lagi mikir aja."

"Mikir apa, sih? Ekspresi mukamu itu lho. Udah kayak presiden lagi pusing mikirin demo rakyat aja."

Komentar itu disambut tawa oleh Farhan. Ini salah satu yang disukainya dari istrinya. Erika memang punya selera humor yang lebih baik darinya. Sementara dia sendiri, memang cenderung lebih serius.

Percakapan mereka terpotong oleh suara pintu depan yang terbuka. Yunan memasuki ruang depan dengan menggenggam sebuah buku di tangannya.

Farhan menyandarkan punggungnya ke kursi dan tersenyum ke arah Yunan. "Siapa temenmu yang datang malam-malam begini?"

Rasa bersalah segera nampak di wajah Yunan. "Iya maaf ya, Yah. Lain kali aku akan bilang sama temenku untuk jangan bertamu malam-malam."

Farhan segera menegakkan posisi duduknya. "Bukan! Bukan gitu maksud Ayah, Yunan. Boleh kok temenmu datang malam-malam. Toh kita belum tidur."

Erika memberinya kode peringatan ke suaminya dengan meninggikan sebelah alisnya. Rasa bersalah itu kini menular ke Farhan. Dia lupa kalau Yunan anak yang sangat santun.

Farhan berdiri menghampiri Yunan dan merangkul pundaknya. "Temenmu minjemin kamu buku? Buku apa?"

Yunan menghadapkan sampul buku itu hingga Farhan bisa membaca judul buku yang hurufnya berwarna putih, dengan latar warna buku berwarna ungu tua. "Buku Belajar Bahasa Arab tingkat Dasar, Yah. Ini punyaku. Linda yang pinjem. Barusan dia balikin ke aku, Yah."

Farhan nampak heran. Anak perempuan meminjam buku anak laki-laki, dan dikembalikan di malam hari?

"Ooh. Tadi lama juga kamu di luar, ya? Kalian ngobrol dulu?" tanya Farhan.

Yunan menjawab dengan wajah polosnya. "Iya, Yah. Dia ngajak aku ngobrol. Nanya kegiatanku di sekolah, trus ngajakin aku ke majelis bareng minggu depan. Tapi aku bilang aku sudah terlanjur janjian berangkat bareng Sony."

Farhan mengenali Sony sebagai salah satu teman di sekolah yang dekat dengan Yunan. Awalnya Yunan yang mengajaknya ke majelis tak jauh dari masjid di rumah mereka. Lalu lama-kelamaan, Sony jadi sering ikut pengajian bareng Yunan.

"Hmm," gumam Farhan berpikir. Dari cerita Yunan, Farhan merasa yakin 85% anak tetangga yang namanya Linda itu naksir Yunan. Trik meminjam buku itu modus lama. Rupanya masih berlaku di zaman sekarang. Farhan mengulum senyum. Membuat Yunan terheran-heran.

"Ada apa Yah?" tanya Yunan.

Dia mengelus kepala anaknya. "Gak apa-apa, Yunan. Kamu polos banget. Hi hi."

Alis Yunan berkerut, dari ekspresinya, seolah ada tanda tanya besar tertulis di wajahnya.

.

.

***

Continue Reading

You'll Also Like

6.1M 429K 57
Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang Haafiz Alif Faezan. Mahasiswa lulusan sa...
161K 8.7K 35
"Jangan menikah dengan Perempuan itu! Menikahlah dengan perempuan pilihan Umi, Gus!" Syakila Alquds, sosok gadis yang kehilangan kesucian dan berasa...
478K 30.2K 31
SELESAI [PART MASIH LENGKAP] [𝗪𝗪𝗖𝟮𝟬𝟮𝟬 𝗪𝗜𝗡𝗡𝗘𝗥] [𝗦𝗽𝗶𝗿𝗶𝘁𝘂𝗮𝗹-𝗥𝗼𝗺𝗮𝗻𝗰𝗲] 𝗔𝗪𝗔𝗦 𝗘𝗠𝗢𝗦𝗜 ⚠️ 𝗙𝗼𝗹𝗹𝗼𝘄 𝗮𝗸𝘂𝗻 𝘄𝗮𝘁𝘁�...
35.1K 4.6K 75
Adeeva Humaira Laskar Khaizuran. Seorang wanita yang jauh dari kata agama dan tidak mengenal apa itu agama, selain tidak ada niat untuk berubah dia j...