Lentera Humaira ✔

By pengagum_pena

8.6M 621K 18.7K

(Romance-Spiritual) Tahap Revisi. "Disaat kau merasakan cinta yang benar-benar tulus karena Allah. Maka, bag... More

Prolog.
1) Semu Merah.
2) Memilih Bertahan.
3) Chandra vs Arman.
4) Sekedar Pengasuh!
5) Masa lalu Fanya.
6) Akankah dia Cinta?!
7) Lentera Jingga
9) Istana Kasih.
10) Mau Sampai Kapan?
11] Mulai Khawatir
12] Mencari Sang Pengasuh.
13] Sisi Lain Seorang Arman.
14] Cemburu.
15] Terperangkap Pesona Si Pengasuh
16] Kenyataan Pahit
17] Kekecewaan.
18] Calon Istri?
19) Orang Ketiga
20] Menetap Atau Pergi?
21) Rapuh
22) Bidadari Yang Disia-siakan.
23) Menyerah
24. Benar-benar Pergi.
25) penyesalan.
26) Frustasi.
27) Pertanda Buruk.
28) Pertemuan.
29) Debar.
30) Perasaan Yang Terpendam.
31) Cinta Tapi Gengsi
32) Terlambat.
33) Khitbah Kedua.
34) Berjuang Sekali Lagi.
35) Lamaran.
36) Harapan kecil
37) Senyum Yang Patah.
38) Peri Kecil Rapuh.
39) Mengikhlaskan.
40) Saling Diam, Dalam detak.
41) Aku Cemburu, Maira!
42) Menjelang Akad.
43) Penculikan.
44) Misi Penyelamatan.
45) Surat Untuk Humaira
45) Surat Untuk Maira 2
46) Siapa Suamiku?
47) Takdir Yang Tak Terduga.
48) Masih Dengan Trauma Yang Sama.
49. Egois.
50 Menetap Di masalalu
51. Beranjak Dari Masalalu.
52. Terulang lagi.
53. Malaikat kecil.
54) Akhir.
Epilog
Extra Part 1
Sequel Lentera Humaira

8) Cahaya Temaram

145K 12K 232
By pengagum_pena

Aku bertahan. Karena pada dasarnya bertahan adalah suatu keharusan dalam berjuang. Meskipun pada kenyataannya, hanya akulah yang mempertahankan.

_Humaira_

Saat kata tak mampu menerjemah rasa, dengan apa harus tersalur perasaan yang menguasai relung jiwa? Saat lisan tak mampu menyampaikan, apakah perlakuan dapat menafsirkan? Karena terkadang, ada beberapa hati yang tak peka akan rasa.

Dalam keterdiaman yang tak seharusnya, hati Maira menerka, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak berbicara pada Arman. Meski ia tahu bahwasanya sudah terlalu banyak penolakan Arman yang tak langsung di utarakan dengan lisan. Namun apa benar, jika keadaan tak kan bisa membalikkan hatinya? Harus berapa lama lagi ia harus berlomba dengan waktu demi mencipta rasa yang tak bertahta.

Akan tetapi inilah Maira. Gadis bodoh yang menyia-nyiakan pria yang begitu mencintainya demi anak sekecil Zhira yang bahkan tak mengerti jika ia bukan ibunya.


Apa harus? Demi sahabat rela mengorbankan kebahagian sendiri? Mungkin orang akan berpikir seperti itu, tapi bagi Maira semua itu rahasia takdir-Nya.

Ya Allah, semoga hamba mampu bertahan tanpa harapan, gumam hati Maira.

Hari ini perempuan itu benar-benar ingin tahu jika ia diam, seorang Arman akan tetap cuek atau akan merasa tidak nyaman? Untuk itu, hari ini Mai akan mencoba untuk diam meski keinginannya berceloteh begitu kuatnya. Saat inipun meja makan terasa sunyi. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang saling beradu menguasai kesunyian. Keduanya sama-sama diam.

"Siang nanti, tidak usah membawa makanan ke kantor. Aku ada rapat direksi. Jadi, tidak usah membawa makan siang. Mungkin, aku akan makan siang bersama mereka." Arman membuka suara. Ya! Armanlah yang memulai percakan memecah kesunyian itu.

Sebenarnya Maira sedikit terperangah, namun ia kembali menunduk, lalu mengangguk perlahan. Jika di lain hari mungkin ia akan menolak mati-matian agar Arman tetap makan makanannya. Tapi, kali ini ia ingin menjadi maira yang manis dan penurut, tidak banyak bicara. Mungkin dengan begini, Arman bisa menyukainya. Menurut Maira.

Arman mengangkat wajah, ekor matanya melirik kearah Maira yang diam tidak seperti biasa. Memang benar dia tidak suka gadis cerewet. Hanya saja, kali ini ia merasa Pengasuh anaknya ini terlalu aneh, atau apakah dia sudah mulai terbiasa dengan tingkah agresifnya? Cerewetnya? Sampai-sampai diamnya Maira begitu aneh.

"Nya, Non Zhira sudah bangun. Sekarang lagi sama Bibik," ucap Yesi memberita tahu Maira.

"Iya, Mbak. Sebentar lagi Mai ke sana, tolong buatin susunya ya Mbak," pinta Maira sembari tersenyum.

"Baik, Nya."

"Kalau begitu saya berangkat." Arman yang ketus dan angkuh seperti biasa akan bangkit lalu berangkat begitu saja.

"Tunggu, Mas," panggil Maira.

Arman menghentikan langkahnya, senyum miring tiba-tiba tersungging di bibirnya. Dia begitu yakin Maira si cerewet ini tidak akan lama berdiam diri tanpa bicara. "Ada apa?" sarkasnya.

Maira meraih tangan Arman lalu menciumnya. "Mas, hari ini May mau minta izin buat ngadirin acara istighosah di panti asuhan. Biasanya sih sebulan sekali, cuma semenjak nikah, Mai tidak datang sama sekali. Aku bol--"

"Terserah padamu, saya tidak peduli. Asal tidak sampai menelantarkan Zhira. Dan tetap mengurus Nazhira."

"Alhamdulillah, terimakasih Mas. InsyaAllah aku tidak akan pernah lalai sama tugasku. Tapi, masalahnya aku mau ngajak Zhira. Dan acaranya sampai nanti malam." Maira memohon tanpa melepas tangan Arman.

Arman tidak menjawab. Ia masih berfikir sejenak. "Baiklah. Tapi, bawa Bik Yesi sama Ujang."

Seketika senyum Maira langsung merekah. "Sekali lagi, terimakasih Mas," balasnya.

"Sudah?!" Tanya Arman agak sarkas.

Maira mengerutkan keningnya, namun mengangguk walau kurang yakin.

"Saya tanya sudah?"

Maira semakin bingung maksud dari suaminya. "Maksud Mas? Kan tadi Mai sudah ngangguk. Ya, artinya sudah."

"Terus?" Arman menunjuk tangannya dengan dagu. Membuat Maira sontak terkejut. Dengan cepat menghempas tangan Arman.

"Maaf, Mas." Maira menunduk malu, pipinya merona merah. Padahal dia benar-benar tidak sadar jika masih memegang tangan suaminya.
Arman menggeleng, lalu melangkah pergi.

"Assalamu'alaikum, Mas." Salam Maira masih terdengar oleh Arman dari luar yang seketika ia jawab dalam hati.

Setelah memastikan urusan rumah selesai. Maira mulai bersiap-siap untuk berangakat ke Panti.

"Chira cantik, hari ini ikut Bunda ke panti ya..." ucapnya menoel pipi tembem Zhira. "Mang semuanya sudah siap?" tanya Maira pada ujang yang sedang sibuk memasukkan barang kedalam mobil.

"Sudah, Nya."

"Mbak Yesi, perlengkapan Zhira sudah?" Maira beralih tanya pada Yesi.

"Siap, Nya!" Jawab Yesi antiusias.

"Ya sudah, ayo berangkat. Bik inah kalo Mas Arman pulang, tolong buatin teh seperti biasa ya?! Saya titip mas Arman ya Bik, Assalamualaikum..." ucap Maira seakan ia lupa bahwa sebelum hadirnya pun bik Inah sudah terbiasa menyiapkan keperluan Tuannya.

Tanpa sadar Inah tersenyum dengan perhatian Maira pada Arman. "Baik, Nya," jawab inah kemudian.

****

Suasana kantor masih ramai lancar seperti biasa. Seusai rapat, Arman langsung kembali keruangannya. Di sana sudah ada Dava yang sejak tadi mondar mandir gak jelas di depan meja kerja Arman.

"Dav! Lho ngapain mondar mandir gak jelas begitu?" Arman mengerutkan dahinya bingung.

Dava tidak menjawab. Ia malah tergesa menghampiri Arman lalu menunjukkan jam tangannya. "Arman, ini aneh! Coba liat jamnya," kata Dava panik.

Arman semakin bingung dengan tingkah sahabatnya.

"Ini sudah hampir setengah jam makan siang. Tapi, masih belum terdeteksi tanda-tanda rantang kualitas super akan datang." Ucapan Dava yang terlihat sangat khawatir, membuat Arman ingin tergelak namun ia tahan.

"Terus?"

"Jangan-jangan terjadi sesuatu pada Maira!" lanjutnya semakin khawatir. Arman masih berusaha menahan agar tidak tertawa. "Arman ayo cepat kita harus pergi." Dava menarik tangan Arman.

"Dav apa-apaan lo? Mau kemana?!" Arman menghempas tangan Dava.

"Ya, memastikan keadaan Maira lah."

Mendengar ucapan Dava seketika tawanya pecah. Arman terbahak, sedangkan Dava menatap dengan seringaian sinisnya. "Kenapa lo ketawa?"

Tangan Arman meraih map diatas meja lalu melayang ke kepala Dava.

Plak!

"Gue tahu lo cuma khawatir gak bisa makan kan? Dasar lo, sudah sana pergi," usir Arman.

"Ish!" Dava mengusap kepalanya. "Jadi lo tahu kalo Maira gak bakal dateng? Kenapa gak ngasi tahu dari awal, Buluk!" Cerocos Dava.

Seketika map itu kembali melayang ke kepala Dava. "Sekali lagi lo manggil 'buluk' gue tendang lo ke comberan."

Dava langsung ngakak dengan ancaman Arman, "Lo pikir gue takut? Buluk!!" Dava semakin memancing kemarahan Arman lalu berlari meninggalkan ruangan sahabatnya ketika melihat Arman ingin mengejarnya.

Belum satu menit ia kembali lagi, Arman sudah ingin melemparinya dengan barang apapun di atas meja. "Eeiittz.. tunggu Bro. Gue mau nanya sesuatu," ucap Dava menutupi wajah dengan kedua tangan.

Arman menghentikan aksinya. "Apalagi?"

"Gue lupa nanya sesuatu. Emang Maira kemana?"

"Bukan urusan Lo!" Sarkasnya.

"Elah, sewot amat! Gue cuma mau ngingetin, sebaiknya lo hati-hati sama Dokter muda itu. Siapa ya namanya?" Dava terlihat berpikir keras. "Aahh.. Siapalah itu namanya! Gue lihat dari tatapannya ke istri lo, ada aura lope-lopenya gitulah."

Arman terpaku, tidak dapat di dipungkiri ucapan Dava mempengaruhi pikiran Arman, detik berikutnya ia langsung menetralkan ekspresi wajahnya lalu berkata, "bukan urusan gue!"

"Oh, ya sudah. By the way, gue mau makan siang di luar. Lo mau ikut? Atau mau pesen sesuatu?" Tanya Dava. "Soalnya Risa juga lagi di luar kota kan?" Lanjutnya menyebut nama perempuan yang seringkali mengganggu Arman.

"Gak usah." Jawab Arman cepat.

Dava sudah hampir dua puluh menit menghilang entah kemana. Namun ucapan Dava terasa sulit untuk enyah dari pikirannya.

Arman meraih benda pipih dari dalam saku jas yang dikenakannya. Lalu menghubungi salah satu nomer yang tersimpan dikontaknya.
"Mang Ujang sekarang di mana?" Tanya Arman setelah orang diseberang mengangkat telepon.

"Lagi di panti, Tuan. Tuan bilang, saya boleh pulang setelah acaranya selesai."

"Maira tadi sama siapa?"

"Maksud Tuan? Tadi, Nyonya sama saya, Non Zhira, sama Yesi juga. Dan sekarang sepertinya lagi di dapur bantuin pengurus panti masak buat acara nanti malam. Memangnya kenapa, Tuan?"

"Terus Nazhira sama siapa?"

"Tadinya, sama saya sama Yesi, Tuan. Tapi, Non Zhira nangis terus gak mau sama kita, untung saja ada temannya Nyonya yang bisa nenangin. Jadi, sekarang sama dia." Jujur Mang Ujang.

"Temannya Nyonya? Siapa? Laki-laki apa perempuan?" Tanya Arman semakin penasaran. Entah apa yang sudah terjadi padanya. Kenapa dia sampai sekepo ini pada wanita yang jelas-jelas hanya ia anggap seorang pengasuh.

"Laki-laki sama perempuan. Katanya, mereka itu dokter yang biasa nanganin Non Zhira, Tuan. Makanya Non Zhira mau sama mereka."

Arman tidak lagi menjawab. Perlahan ia menurunkan benda canggih yg sejak tadi menempel ditelinganya. Pikiran Arman makin kacau memikirkan bahwa saat ini anak beserta pengasuhnya sedang tertawa bahagia bersama dokter muda itu.

Sepulang dari kantor Arman langsung masuk dan mengerutkan alisnya ketika yang menyambutnya bukan Maira tapi, Bik inah. "Kenapa Bibik yg bawa tas saya? Maira mana?" Tanya Arman seakan lupa.

"Nyonya kan sedang di panti, Tuan."

Jawaban Inah seketika membuatnya sadar. Di kamar Arman mengacak rambut kasar, pikiran dan hatinya benar-benar tidak singkron. "Apa yang terjadi padaku?" Arman berbicara sendiri, frustasi akhirnya Arman tertidur.

Malam harinya, Arman bergegas ke arah dapur lalu kelantai dua setelah itu ke ruang tamu.

"Tuan butuh sesuatu?" Tanya Bik inah.

"Tidak," jawabnya, Arman meraih gelas berisi teh diatas meja. Baru satu teguk Arman langsung menyemburkannya. "Lastri kemari. Kenapa rasa tehnya beda?! panggil Maira." Perintah Arman.

"Baik, Tuan." Jawab Lastri membuat Bik inah mengernyitkan dahinya. Sedang Lastripun tahu kalo Maira belum datang. Lima menit kemudian dia kembali.

"Las apa yang kamu lakukan?" Tanya bik Inah sangat pelan, bahkan terkesan seperti isyarat.

"Ini, Tuan." Lastri meletakkan ķunci mobil di meja.

Arman menatap heran pada Lastri yang tetap memasang wajah santai seakan tidak takut padanya. "Saya bilang Maira bukan kun--" Arman mulai sadar jika istrinya sedang tidak dirumah. Karena malu bergegas lelaki dingin itu meraih kunci mobil lalu berjalan ke luar. Dari jauh Arman masih mendengar suara cekikikan kedua pembantunya.

"Lastri! Bulan ini gaji kamu saya potong!" Teriak Arman dari arah pintu.

Seketika tawa Lastri terhenti. Lalu bergegas menyusul Arman keluar. "Tapi, Tuan."

Terlambat. Mobil Arman sudah melaju cepat menuju Jalan Raya.

♡♡♡

Senja mulai menyingsingkan cahaya berwarna jingga di ufuk barat. Perlahan tenggelam tertelan gulitanya malam. Suara jangkrik mulai berderik membisikkan nyanyian malam yang telah sunyi.

Berbeda dengan suasana di dalam panti, terdengar riuh suara anak-anak yang saling berebut tempat duduk maupun yang sedang asik saling bercengkrama. Sedangkan Maira duduk di barisan belakang bersama Zhira dan juga Dokter Ira. Siang tadi Chandra memang sengaja mengajak dokter Ira.

"Mai, emang suamimu ngizinin kamu pulang malam?"

"Iya mbak, aku sudah izin sama mas Arman. Alhamdulillah dia ngizinin asal perginya sama mbak Yesi dan Mang Ujang," balas Maira dengan senyum manisnya.

"Syukurlah. Aku permisi ke toilet dulu ya." Pamit Ira lalu meninggalkan Maira yang tersenyum sebagai balasan.

"Assalamualaikum, Cantik." Chandra menghampiri Maira yang sdang asyik dengan Zhira.

"Wa'alaikumussalam, Om Ganteng," jawab Maira seolah mewakili Zhira.

"Kok Om sih? Harusnya Mas dong, aku salam cantik buat kamu kok." Chandra mengedipkan sebelah matanya.

Maira bergidik. "Dih! Mulai deh gombalan receh ala Dokter Onta," ucap Maira.

Chandra terkekeh, lalu mengambil alih Nazhira dari tangan Maira. "Sini, biar Zhira sama Om dulu. Bunda harus bantu Ibu panti nyiapin hidangan, pergi gih," usir Chandra.

Maira berbalik, bangkit dari duduknya. Namun bukannya bergegas Maira justru terpaku.

"Mas Arman."

Jika boleh mengeluh, Maira ingin merutuki waktu yang selalu sengaja menempatkannya pada situasi seperti saat ini. Ketika ia tengah bersama sahabat kecilnya.

To be Continued ...

Maaf jika bab ini terlalu garing.😂
Mohon kritik dan saran jika terdapat typo. Komen apapun yg menjadi uneg-uneg di hati kalian.😅

Continue Reading

You'll Also Like

148K 11.1K 26
•Spiritual-Romance• □Follow dulu sebelum baca□ 🚫Jangan bangga menjadi plagiat! ingatlah, ada Allah yang selalu mengawasimu🛇 Blurb : Rayha...
1.3M 130K 28
Lentera Hati - Series keempat Lentera Universe Romansa - Spiritual - Militer "Dejavu paling berat adalah bertemu seseorang yang mirip dengan dia tapi...
1.7M 264K 57
⚠Squel KEDUA dari CERITA Eh Gus Adnan! FIKSI! TIDAK NYATA. MAU SUKSES? JANGAN PLAGIAT⚔ Kisah Alya Soraya. Gadis Cantik, tidak sempurna fisik, namun...
1.6M 144K 46
[ROMANCE] Kayla Nisrina Humaira si gadis optimis yang menemukan makna cinta sesungguhnya saat takdir mempertemukannya dengan CEO muda ternama bernam...