Erstwhile - Hujan

By yyoonina

52.9K 5.6K 587

Jungkook mengerti dunianya bukan sembarang kendali. Genggaman memorinya yang terus menyayat hati lepas dan lu... More

P r o l o g
Chapter 01 - Rain
Chapter 02 - Rain
Chapter 03 - Rain
Chapter 04 - Rain
Chapter 05 - Rain
Chapter 06 - Rain
Chapter 07 - Rain
Chapter 08 - Rain
Chapter 09 - Rain
Chapter 10 - Rain
Chapter 11 - Rain
Chapter 12 - Rain
Chapter 13 - Rain
Chapter 15 - Rain
Chapter 16 - Rain
Chapter 17 - Rain
Chapter 18 - Rain
Chapter 19 - Rain
Chapter 20 - Rain
Hidden Story
E p i l o g
...
... (2)
Trailer
Notsourgentbut- better read first

Chapter 14 - Rain

1K 158 26
By yyoonina

Aku membutuhkannya. Tapi aku hanya dapat memintanya datang melalui harapan. Untuk dia yang selalu datang dan tanpa sengaja kembali lolos dari sela jariku.

Hujan.

-Jungkook-

***

Roti lapis dan susu cokelat. Tak jauh berbeda dari sarapannya di Amerika Serikat. Masih sangat hangat, maka Taehyung akan membiarkan piringnya sejenak.

Taehyung menatap punggung kakaknya yang tengah menyelesaikan makanan miliknya, menyiapkannya pada piring lalu di taruh ke atas meja. Dengan apron yang sudah setengah terlepas, Jin memaksakannya duduk dan bersiap untuk sarapan tanpa mencopotnya terlebih dahulu.

Ini aneh.

Batinnya terkadang terlalu perasa, hingga matanya beralih menatap kursi kosong di sebelah kiri meja.

"Hyung, Jungkook?"

"Dia sudah pergi pagi-pagi sekali."

Kakaknya berbeda. Nadanya tidak seberagam biasanya dan pria itu terlihat lebih dewasa.

Akan tetapi— dingin.

Taehyung menelan ludahnya sendiri sebelum tangam kanannya meraih gelas susu, "Aku melihatnya tidak tidur semalaman dan dia sudah pergi pagi-pagi?"

Seokjin berdeham. Ia telah memakan separuh roti miliknya. Begitu garpu dan pisaunya kembali menempel pada meja, tangan pria itu terulur mengambil selembar tissue, "Paman Jeon akan datang nanti sore. Ia ingin melihat anaknya."

Taehyung sedikit terkejut akan kabar tersebut. Seokjin hanya menatap adiknya dengan pandangan yang luluh, menghiraukan sesuatu yang berada di dalam tubuhnya bergetar meminta sesuatu.

"Sepertinya beliau telah mendengar sesuatu tentang pekerjaan anaknya."

Taehyung tak lagi mau membalas pandangan kakaknya. Dengan otak yang setengah berpikir, tumpukan pencarian solusinya mendadak runtuh begitu mendengar kata lirih dari Seokjin,

"Apa yang harus aku lakukan?"

Benar.

Tuan Jeon yang sedikit angkuh itu tidak akan suka melihat anaknya dalam keadaan seperti ini.

Ia hampir lupa bahwa, beliau... jelas tidak ingin semuanya terulang kembali.

***

Aku masih terbangun seakan ingin menyaksikan diriku yang memudar.

Hujan telah menciptakan genangan,

Memantulkan bayanganku yang terlihat sangat menyedihkan hari ini.

"Ngomong-ngomong..."

Yoongi menggumam rendah mendengar Jimin mulai kembali memecah keheningan di antara mereka berdua.

"Kau serius?"

Ketukan pada meja mengawali Yoongi yang mulai menyerah dengan catatan liriknya, suara dari bolpoin yang telah tergeletak setelah dilempar oleh Yoongi dengan sangat bijaksana. Matanya kemudian beralih pada milik Jimin yang tengah menatapnya penasaran, meminta jawaban.

"Apa kau serius, hyung?"

"Apa yang kau lakukan kali ini, Park?"

"Aku mendengarnya. Semua membicarakannya. Ditambah dengan jawabanmu sebelumnya."

"..."

"Adikmu."

Tidak ada yang lebih mengejutkan dari hal itu.

Yoongi sempat terdiam sebelum menghela dalam.

Ia boleh menyesal, mungkin jawaban sebelumnya telah menimbulkan pemikiran yang diluar dugaan.

"Satu-satunya gadis yang menjadi perhatianmu." lanjut Jimin. Pandangannya masih menyelidik.

Seharusnya ia tidak boleh menghiraukan Jimin. Seharusnya ia tidak boleh meremehkan Jimin. Dan adik tak sedarah yang hampir memiliki pemikiran yang sama itu mulai menaruh dugaan lain akibat jawaban yang mungkin tak seharusnya ia dengar lalu simpulkan.

Salah satu rahasia dari beribu bahasa bisu yang tak mungkin ia ucapkan.

"Kau sedang berusaha untuk..."

"Jangan tanya lagi." Yoongi menghentikan kalimat Jimin dengan sangat angkuh. Bahasa tubuhnya tidak kalah dengan orang kesal yang sudah memasukan catatan, bolpoin, atau peralatan lain ke dalam tas secara bar-bar namun perlahan.

"Hyung, kau tidak marah bukan?"

Jimin sempat berusaha menghalangi Yoongi untuk pergi. Akan tetapi usahanya gagal karena ia tidak pernah berani.

Sungguh, ia tidak mengerti mengapa Yoongi mendadak sensitif dengan pertanyaan seperti ini. Ia tidak pernah menunjukannya, semua tahu, Yoongi tanpa ekspresi. Tapi kali ini? Apa yang terjadi?

"Hyung... kau—"

"Ya— tentu saja." Yoongi bersuara, dan itu berhasil membuat Jimin membeku pada tempatnya. "Aku mencintainya dan akan aku simpan adikku untuk diriku sendiri."

***

Tidak ada yang lebih membekas pada ingatannya selain kejadian pada hari itu. Kilas balik dari perputaran film yang membuat segalanya berbeda hingga saat ini.

Sampai langkahnya telah mengukir banyak jarak dari tempatnya semula, Taehyung masih terlihat gusar tanpa tenaga. Bahkan ketika wajahnya menengadah dan memerhatikan awan gelap bergerak sangat cepat membawa beban di dalamnya.

Hujan.

Saat itu pula baru ia sadari bahwa ia telah berjalan tanpa tujuan.

Karena semuanya terasa sama. Dejavu. Semua hal ini bahkan hingga awan tak lagi mampu dan menjatuhkan hujan.

Tubuh pria itu dibawanya berlari mengarah pada etalase toko yang setidaknya cukup menghindarkannya dari hujan, mengusap pelan mantel lebar yang ia kenakan karena telah terdapat banyak buliran basah di atasnya.

Sedetik kemudian, dirinya terasa seperti benar-benar kembali pada masa lalu.

Di— di mana?

Taehyung terdiam mendapati pikirannya kembali mengulang visual beberapa tahun yang lalu. Berputar dan terus berputar hingga berhenti pada waktu yang membuat matanya melebar.

Hujan, langit gelap, dan langkah cepat itu.

Bahkan raut wajah Jungkook tak kalah kacau dari malam yang sama sebelumnya. Menerawang jauh dengan pandangan tak kalah lebat dari hujan.

Apa pria itu... menangis?

Taehyung tidak berpikir lebih panjang untuk segera berlari menghampiri pria itu. Menantang hujan. Di balik tetesan itu ia melihat Jungkook mengalihkan pandangannya.

Lalu, gadis itu...

Aku mengingatnya.

"Jeon Jungkook!"

Taehyung memekik.

Lantas pemilik nama mengalihkan pandangannya.

Sungguh, saat ini Taehyung tidak lebih dari seorang pengecut karena akibat panggilannya, ia tahu bahwa ia telah menghalangi Jungkook untuk bertemu dengan Jungkook yang dulu sekaligus menghentikan secara paksa visual cerita masa lalunya.

***

Yoonji tak segan berlari kencang dengan tongkat yang ia genggam. Perlahan, penuh insting, terus mengarungi jalan yang sudah sangat ia hapal.

Naluriah. Perasaannya yang memintanya untuk meninggalkan rumah. Dengan cokelat yang masih ia genggam erat, Yoonji mengerti bahwa tindakannya kelewat gila, tanpa alasan, dan sangat tidak masuk akal. Tetapi ia tetap ingin melakukannya.

Udara sejuk membuat tubuh tanpa jaket itu sedikit meremang. Ia tidak memerhitungkan apapun dan spontan berlari, menghiraukan fakta bahwa mungkin saja sebentar lagi akan hujan.

"Jungkook..."

"Jungkook..."

Gumam Yoonji, pelan dan lirih.

Suaranya gemetar. Entah apa yang ia takutkan, hingga ia meraih dinding kaca supermarket yang menjadi tempat pertemuannya, menatap langit seolah memanjatkan harapan, berharap ada yang mendengar dan keajaiban membawanya datang.

Perasaan ini, apakah termasuk perasaannya yang terlambat?

Ketika situasi benar-benar terjadi, dia justru tidak merasakan apapun. Sedangkan hari ini, hanya karena sebatang cokelat Yoonji hampir menangis tanpa sebab.

"Jungkook..."

Gumam gadis itu sekali lagi.

Namun bukan pria itu yang datang, melainkan hujan yang tiba-tiba saja tetesannya membasahi kakinya, membuat Yoonji mundur beberapa langkah dengan harapan cemas akan sesuatu yang tidak ia mengerti.

Hujan.

Sejak kapan hidupnya runyam seperti hujan?

Berbondong-bondong terjatuh dalam sekali waktu dan hancur lebur. Segala hal menjadi tak berbentuk. Kisahnya, alurnya, masa lalunya. Bahkan perasaannya yang hampir tanpa rasa harus kembali luluh dengan masa.

Tubuh kecil gadis itu bergetar pelan. Hujan lain mulai turun dari pelupuk matanya. Perlahan, mengalir ringan mengikuti kurva wajah dan berakhir di ujung bibirnya yang seolah tanpa ekspresi.

Sejak kapan hujan semenyakitkan ini?

Ia yakin ia sudah lama terjebak dalam perputaran alur tanpa jalan keluar. Mendekapnya erat seolah masa kelam itu tak membiarkannya pergi dan meminta ingin terus ditemani, sekalipun dekapan itu juga menghalanginya dari tersandung atau terjatuh.

Yoonji memejamkan matanya. Kebiasaannya ketika dirasa tubuhnya mulai tak kuasa menahan pikiran berat yang dapat membuatnya ambruk kapan saja.

Masih pada gelap yang sama, namun dengan begitu ia bisa merasakan lebih luas selain suara hujan dan percikannya.

Entah gesekan daun, langkah kaki, aliran air, atau panggilan hujan yang seolah mengarah padanya.

"Hujan..."

Begitu nyata seolah Yoonji dapat menyentuh dan merasakan kelembutan nadanya.

Ujung pipinya sempat terangkat, bayangannya makin menjadi dan terpaksa harus buyar ketika ia mendengar hal lain.

"Jeon Jungkook!"

Tidak.

"Jeon Jungkook?" beo Yoonji terhadap suara yang sempat mengagetkannya.

Apa dirinya gila? Ada apa tadi? Pendengarannya?

"Jeon Jungkook."

Kaki Yoonji mendadak melangkah dengan gelisah. Gusar, tanpa arah. Tanpa sadar hingga ia merasakan tubuhnya tertimpa air hujan.

"Jeon Jungkook!" gadis itu berteriak.

Aku tidak salah dengar, kumohon.

Semakin menjadi, Yoonji memberanikan diri untuk melangkah lebih jauh. Tangannya terulur untuk menggapai apapun yang mungkin saja dapat menggenggam tangannya.

Apapun!

Namun hingga dirinya makin menangis histeris, dengan tubuh yang mulai memberat karena air hujan, Yoonji masih tidak menemukan apapun.

Apapun.

Jeon Jungkook...

Yoonji ingin kembali berteriak, sebelum seseorang telah mendorong tubuhnya untuk kembali ke posisinya semula, bahkan menghimpitnya pada sisi tembok kaca.

Mengukungnya dalam balutan hangat, bertarung dengan dinginnya hujan.

Yoonji merasakan tubuhnya didekap erat dengan jaket dan lengan yang melingkar dari bahu kanannya.

Tangisnya sudah berhenti.

Deruan napas orang di hadapannya yang membuat dirinya malu untuk kembali menangis.

"Yoonji."

Yoonji terdiam. Lebih ke terpaku akan suara rendah lelaki yang mengukungnya. Membawa ketakutannya terlihat jelas dari raut yang gadis itu tunjukkan.

"Mengapa kau selalu di sini, hah?"

"..."

"O-oppa..."

.
.
.
.
.
.
.

"..."

"Taehyung."

Samar, Jungkook merasakan kehadiran seseorang.

Samar.

Karena meskipun matanya mengerjap beberapa kali, pandangannya tetap memburam dan berakhir dengan tubuhnya yang limbung ke depan.

"Jeon—!"

Aku, meluputkannya.

***
(

To be continue)


Nekat

Continue Reading

You'll Also Like

578K 6.1K 26
Hanya cerita hayalan🙏
867K 24.4K 63
WARNING⚠⚠ AREA FUTA DAN SHANI DOM YANG NGGAK SUKA SKIP 21+ HANYA FIKSI JANGAN DI BAWA KE REAL LIFE MOHON KERJASAMANYA. INI ONESHOOT ATAU TWOSHOOT YA...
506K 12.6K 63
( jangan lupa vote+follow akun Author ya!!) "Aku hamil anak kamu." ucap nya dengan sedikit terisak. "Terus?" ucap mahen dingin. "......." "Gugur...
502K 1.8K 4
Warning! 21+ Fantasi belaka Bocil minggir! Ga suka? Skip!