Erstwhile - Hujan

بواسطة yyoonina

52.9K 5.6K 587

Jungkook mengerti dunianya bukan sembarang kendali. Genggaman memorinya yang terus menyayat hati lepas dan lu... المزيد

P r o l o g
Chapter 01 - Rain
Chapter 02 - Rain
Chapter 03 - Rain
Chapter 04 - Rain
Chapter 05 - Rain
Chapter 06 - Rain
Chapter 07 - Rain
Chapter 08 - Rain
Chapter 09 - Rain
Chapter 10 - Rain
Chapter 11 - Rain
Chapter 12 - Rain
Chapter 14 - Rain
Chapter 15 - Rain
Chapter 16 - Rain
Chapter 17 - Rain
Chapter 18 - Rain
Chapter 19 - Rain
Chapter 20 - Rain
Hidden Story
E p i l o g
...
... (2)
Trailer
Notsourgentbut- better read first

Chapter 13 - Rain

1.2K 173 11
بواسطة yyoonina

Masa lalu hanyalah karangan waktu. Perasaan yang sama hanyalah manipulasi semata.
Layaknya hujan yang memaksa dikenang dengan terus datang sekalipun dengan cara yang berbeda, tetapi dengan rasa yang sama.

-Yoonji-

***

Semua yang dimulai harus tetap menjumpai akhir. Semua yang bertemu harus rela menjumpai perpisahan. Itu bukan suatu kutukan dari proses kehidupan, itu adalah hal yang perlu ditanggung ketika menjumpai suatu pertemuan.

Ia tak pernah tahu bagaimana kehidupannya berjalan akhir-akhir ini. Perasaan macam apa yang melingkupinya, yang mampu membuatnya bertahan atau mendorongnya untuk meminta dihilangkan. Entahlah.

Sebelumnya ia sudahlah sadar, ia hanya melangkah ke gelap yang lebih dalam.

Membuka paksa sesuatu pun tak membuat yang tersembunyi bisa selesai lebih cepat. Ia hanya akan terus terjebak di dalamnya tanpa bisa membedakan, apakah itu jalan keluar atau ia justru hanya berputar-putar.

Yoonji meraih meja cokelat yang terletak di ujung kamarnya dengan hati-hati karena tersandung tidak membuatnya menjadi lucu. Begitu teraih, sebelah tangannya menarik kursi hingga muat untuk ia duduki.

Mejanya sangat rapi. Sederhananya, tak ada barang apapun di sana.

Tanpa ragu tangannya terulur untuk meraba benda apa yang tersisa pada mejanya. Sebagian buku mungkin telah Yoongi pindahkan pada rak dan menyimpannya dengan rapi di sisi kamar Yoonji yang lain. Sisi yang tak tersentuh. Semua itu dilakukan semata-mata hanya untuk melindungi benda tersebut jatuh dan membuat Yoonji terluka.

Ia tak menemukan benda berharga selain syal dan topinya kemarin. Bahkan sisir dan ikat rambut telah menghilang dari sana. Apakah Yoongi membereskannya?

Tak habis akal, Yoonji coba meraba bagian depan meja, menganalisis dan merasakan pegangan yang dapat membuat lacinya terbuka.

Laci?

Ah... Yoonji baru ingat bahwa satu-satunya tempat yang tak pernah Yoongi sentuh adalah lacinya. Akan ada banyak barang rahasia di dalamnya, dan untungnya Yoongi selalu menghargai itu.

Kuncinya tak pernah ia sembunyikan. Benda itu menggantung pada tembok tepat di dekat mejanya berada. Sesaat benda itu telah berpindah pada tangannya, laci itu pun berusaha untuk ia buka.

Yoongi sudah pamit pergi sejak pagi tadi. Pria itu bukan pria malas, melainkan rajin ketika dia ingin. Dan Yoonji yang mengiyakan hanya bisa menunggu tak jelas dalam ruang kamarnya sendiri. Sehingga ia tahu, ia butuh sesuatu.

Begitu lacinya dapat dibuka, senyumnya melebar bahagia. Tangannya kembali meraba dengan senang hati ketika ia dapat merasakan banyak hal di sana.

Buku, pita, pensil, dan banyak pula sobekan kertas yang ikut disimpannya. Semua benda tak luput dari belaian tangan gadis itu, termasuk benda asing yang kini membuat gadis itu terdiam.

Ia tidak melupakan apapun atau berusaha lupa terhadap apapun, tetapi ia tidak pernah suka ketika ia diingatkan saat ia tak ingin.

Dan benda itu berhasil membuatnya bangkit saat itu juga. Menutup kelopak matanya lalu membiarkan angin membantunya menenangkan diri.

Cokelat.

***

Bunyi ketukan mejanya dengan cangkir yang baru saja datang membuat atensinya teralihkan pada seseorang dengan setelan pelayan di cafe itu. Berusaha menghargai dengan senyumnya yang terasa dingin namun cukup untuk menyampaikan rasa terima kasihnya.

Jari panjangnya meraih cangkir itu, menariknya hingga tepat berada di hadapannya. Setelah orang yang mengantar pergi, giliran keramik putih itu yang menjadi perhatiannya. Memerhatikan tanpa tahu apa yang ia perhatikan. Tetapi tiba-tiba pria itu tertawa kecil. Sedetik lamanya karena sesuatu yang mengusik pikirannya.

Mengapa uap kopi selalu berwarna putih, bukan cokelat seperti warna kopi?

Pertanyaan bodoh itu mendadak muncul di kepalanya tanpa permisi, mendorong sebelah bibirnya terangkat barang sedetik lantas turun kembali. Dingin sekali.

Lalu gemerisik dari luar kaca lebarnya membuat pria itu beralih dari cangkir kopi. Sekedar basa-basi memandang langit yang menghitam dan kini dilengkapi hujan yang membuat suara dentuman kecil namun ramai itu.

Ia memejamkan mata begitu petrichor menggoda penciumannya dengan aroma yang memabukan sekaligus menenangkan dalam sekali hirup, berpadu dengan latte hangat yang asapnya masih mengepul membentuk zona yang hangat.

Netra gelapnya bergetar,

Mengapa hujan selalu rela terjatuh, padahal itu menyakitkan?

Di tempat yang sama, seolah hapal betul ke mana dia harus kembali sekalipun setelahnya menghilang tanpa pemberitahuan.

Mungkin ini waktu yang tepat untuk menambah sedikit lirik sendu dalam lagunya. Perasaan lelaki itu sangat sulit ditebak dan berubah-ubah tanpa jejak. Empunya sendiri tidak mengerti mengapa ia bisa seperti ini.

Seolah sebuah sistem ketika tangannya dengan otomatis merogoh tas dan mendapatkan bukunya di sana. Membuka bolpoin dengan mulutnya dan menulis lirik yang muncul sekelebat di dalam otaknya.

Seakan keberadaannya ingin diakui, hujan ini mengotori sepatuku.

Apakah keberadaanku terukir padamu seperti hujan ini?

Atau aku hanya sosok yang datang lalu pergi begitu saja seperti hujan?

"Apa lebih menarik menulis lagu daripada menulis kisah dengan seorang gadis, hyung?"

Ia sadar dan Yoongi hanya melempar tatapan seadanya pada seseorang yang mencoba menginterupsi waktunya. Tanpa dosa, pria itu justru terkekeh. Mungkin tatapan Yoongi kurang mematikan untuknya.

"Kau bekerja terlalu keras. Dimanapun kau jadikan tempat kerja."

"Tidak malu dengan keringat yang masih menumpuk di dahimu itu?" Yoongi menaruh bolpoinnya pada sisi meja, menemani cangkir yang hanya diperhatikan namun belum tersentuh sama sekali. "Baru selesai membuat koreografi?"

Ugh, Yoongi bukan tipe orang yang peduli. Sayangnya pria yang lebih muda membuatnya spontan menanyakan hal tersebut karena penampilannya yang jauh dari kata rapi. Masih menggunakan baju penuh keringat yang dipaksakan dengan mantel tebal yang pasti sudah lama tergantung di ujung ruang latihan.

"Hm, aku tidak mau kalah denganmu."

Yoongi tak berniat membalas atau mengganti ekspresi. Lengannya menggantung dengan setengah tubuhnya bersandar pada kursi. Selalu begitu. Menatap hujan yang tanpa salah harus rela dijatuhkan. Menyerah pada takdir bahwa ia diciptakan untuk tersakiti? Pikir Yoongi.

"Apa kau tidak bosan?"

Bukan Jimin jika ia tidak berhenti mengajak Yoongi bicara.

Seorang pelayan kembali datang membawa pesanan minuman yang sebelumnya sudah Jimin pesan. Berekspresi ramah lalu secepatnya pergi. Dengan kurang kerjaannya, Yoongi memerhatikan itu semua.

"Aku ke mari memang untuk diam. Apanya yang bosan."

Jimin menyeruput cappucinonya dengan nikmat, tidak peduli balasan sudah dilayangkan dari orang tua di depannya. Lima detik baru pria itu menjauhkan cangkir dari bibir.

"Ah, bukan itu." Ucapnya seraya meletakan kembali cangkirnya pada tatakan. "Maksudku, tak ada gadis yang menjadi perhatianmu setahuku. Apa kau tidak bosan?"

Yoongi mengedikkan bahunya pelan yang kemudian membawa kata ringan keluar dari belah bibirnya, "Ada."

Jimin hampir tersedak akan sisa minuman di mulutnya atas jawaban singkat itu. "Siapa?"

Yoongi menegakkan tubuhnya. Membiarkan wajah dengan segala keingintahuannya itu bertahan menantinya memberi jawaban. Tangan penuh urat itu hanya mengangkat cangkir lalu meminum isinya.

"Hyung..."

Sepuluh detik, hingga cangkir itu sampai pada tempatnya semula, namun dengan isi yang sudah berkurang. Yoongi mencecap hangat, manis, dan sedikit pahit yang membuat matanya memejam sekali lagi.

"Ah, hyung!"

"Adikku."

***

Berkali-kali jalannya harus ditegapkan dengan paksa saat kaki yang tadinya kokoh menjadi lemah seketika. Terhuyung dengan langkah goyah, Jungkook seperti kehilangan dirinya dibalik tumpukan bunga dengan aroma beracun yang mendesaknya keluar dari tubuhnya.

Di saat seperti ini kekosongannya justru menekannya lebih dalam lagi.

Siapa dia?

Ada apa dengannya?

Kisahnya?

Bayangan buram tak memberi petunjuk apapun kecuali luka. Ia tak tahu, tak mengerti. Apa maksudnya? Apa ia telah kehilangan sesuatu?

Jungkook mendesah kala pikirannya tak dapat mencerna apapun. Sungguh, ia marah. Tetapi ia tidak mengerti kepada siapa ia ingin memaki.

"Tentang komentar itu..."

"Ada apa, hyung?"

Ketika ia menanyakan lebih itu sama seperti Jungkook membiarkan jantungnya terkejut kala itu. Semuanya datang terlalu tiba-tiba sekalipun ia jelas tahu apa yang sedang dibahasnya. Seperti sebuah potongan kecil namun berharga.

"Aku tidak tahu, akunnya tidak terdeteksi."

Namjoon mendesah kecewa akan perbuatannya sendiri. Tak dipungkiri, ia pun melihat guratan kecewa dari wajah di seberangnya.

"Tapi, Jungkook. Ia berbicara seolah tahu banyak tentangmu."  Namjoon melanjutkan, membuat beberapa kalimat yang mungkin dapat menghibur atau mengejutkan.

"Rain."

Jungkook menaikan kedua alisnya walaupun perasaannya kini tak bisa tenang karena sesuatu berusaha untuk terungkit kembali, "Maaf, hyung?"

"Rain. Entahlah. Akun itu meninggalkan satu komentar itu pada terakhir balasannya."

Sesaat itu juga, ia merasakan wajahnya basah karna percikan air. Begitu memandang langit, semuanya jatuh seolah menyudutkannya dalam kisah rumit yang ia pun tidak mengerti benang merahnya. Jungkook berlari, instingnya berusaha mencari tempat teduh yang bisa ia simbangi.

Mantelnya hampir basah, beberapa sisi rambutnya telah menempel pada kulit kepala. Masih dengan tatapan rendah, Jungkook berusaha terdiam di bawah atap dan mengamati genangan yang mulai terbentuk di depan kakinya.

Sejak kapan, ya, ia jadi suka hujan?

Walaupun lelaki itu masih enggan terang-terangan bermain dengan rintik indah itu. Mendengar musik suara air yang berjatuhan itu sudah dapat ia nikmati.

Sejuk yang ia rasakan seolah selimut yang membawanya jauh kepada mimpi. Membuat bayangannya sendiri, lalu meninggalkan kenyataannya barang sedetik. Bimbangnya hilang ditelan suara hujan.

Tangan Jungkook terangkat, menyapa langsung air yang kemudian membasahi telapaknya dengan cepat. Membuat percikan kecil yang beberapa diantaranya mengenai wajah tanpa ekspresinya.

Setelahnya ia tidak begitu mengerti, apakah itu air hujan tadi atau air matanya yang sedang meluncur di pipi.

Jungkook tak mengerti.

Mengapa kekosongan ini makin menjadi-jadi.

Jungkook tak mengerti.

Kala pandangannya bergerilya perlahan menuju sisi kanan, terkejut sekaligus membiarkan matanya memanas jauh lebih tak terkendali.

Ia menangis, karena gadis itu.

"Hujan..."

"Jeon Jungkook."

***

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

1.5M 32.2K 23
Yusuf Kuswanto, 35 tahun. seorang duda yg ditinggal pergi oleh istrinya saat melahirkan sang buah hati Ery Putri Kuswanto. anaknya sensitif dengan su...
Family chriszee بواسطة Nm

القصة القصيرة

55.4K 8.8K 34
Gatau baca aja!
133K 12K 50
No Deskripsi. Langsung baca aja Taekook Vkook Bxb 🔞🔞 *** Start : 15 Januari 2024 End : -