AFTER KOMA

Av yudhanafiri

20.2K 1.3K 146

Usai kecelakaan itu, ada sesosok perempuan yang selalu membayanginya. Antara takut dan penasaran, dia berusah... Mer

News Blog
Amnesia
M i m p i
Back to School
Sleeping Beauty
Gelang
Janji
Flash Back
Odelia
Alumni
Wajah Dari Masa Lalu
Selebritis
Nightmare
Keeping Promise
Kehilangan
Memori Yang Hilang 1
Memori Yang Hilang 2
Keabadian 2
Keabadian 3
Memori Suram
Jati Diri 1
Jati Diri 2
Keyakinan 1
Keyakinan 2
Jangan Menyerah
Rajah Bunga Kenanga
Sepertiga Malam Terakhir

Keabadian

585 54 6
Av yudhanafiri

Rumah itu besar dan mewah, memiliki halaman luas dan taman-taman indah yang mengelilinginya. Tidak akan ada yang mengherankan andai tahu bahwa pemilik rumah ini adalah salah satu konglomerat yang dimiliki negeri ini. Pak Dion, dialah sang konglomerat itu.

Mendapati bahwa mereka bisa secepat ini mendapat konfirmasi darinya adalah sesuatu yang melegakan sekaligus juga memberi mereka tanda tanya. Sebagai seorang pengusaha sukses, sangat wajar jika dia sangat sibuk. Dan dia bisa dengan cepat meluangkan waktu untuk menemui mereka?

Alasan masuk akalnya mungkin karena yang memintanya adalah mamanya Yanti. Cerita darinya memang lumayan mengejutkan. Pak Dion ternyata bukan orang asing lagi baginya dan mendiang suaminya, tapi tentu saja minus Yanti yang tidak tahu apa-apa tentangnya. Pak Dion pernah membantu perawatan mendiang suaminya, di rumah sakit internasional di mana Pak Dion adalah pemilik saham terbesarnya. Suaminya dirawat dengan nyaris tanpa biaya. Rumah sakit yang sama di mana Yanti juga pernah dirawat selama masa komanya dulu.

Kenapa Pak Dion begitu baik? Siapa pun yang mengenalnya mungkin akan memiliki pendapat yang sama. Pak Dion memang dikenal sebagai seorang dermawan. Namanya banyak terdaftar di lembaga-lembaga sosial sebagai donatur. Namun sebaik apa pun dia, konglomerat ini terlalu mencurigakan untuk bisa dikatakan tidak tahu menahu tentang masalah Yanti. Terlalu banyak kebetulan yang membuatnya justru layak untuk dicurigai.

Pertama, dimulai di Kantor Kepala Sekolah. Gelang yang ditemukan Yanti di sana mereka yakini sebagai awal mula masalah ini muncul. Gelang yang sama juga dipakai hantu Sophia. Di mana masalah dimulai, di sana penjelasan seharusnya berada.

Kedua, Pak Dion adalah orang yang menawarkan tempat untuk acara pengukuhan OSIS baru dengan tanpa biaya. Vila yang juga menjadi tempat di mana Sophia muncul untuk pertama kalinya. Berlanjut dengan peristiwa-peristiwa tak terjelaskan yang dialami Yanti.

Siapa sebenarnya Pak Dion? Pertanyaan itu memenuhi benak semua yang ikut ke rumahnya. Semuanya ikut, termasuk Miss Voura. Walaupun dengan gerutuan karena dia terpaksa harus meng-cancel beberapa jadwal aktivitasnya.

Kedatangan mereka disambut seorang lelaki setengah baya berpakaian rapi. Dia mengantar mereka ke sebuah ruangan, di sana mereka diminta menunggu. Ruangan itu berukuran lumayan luas, sofa nyaman berada di tengah ruangan, tidak jauh dari sana, sebuah TV berlayar lebar menempel di dinding. Furniture lainnya yang ada di sana adakah rak buku yang menutupi hampir semua dinding ruangan dan sebuah meja bersama kursinya di sudut ruangan.

Di sofa yang berada di tengah ruangan, mereka duduk berkumpul. Kekaguman di wajah mereka sejak memasuki rumah ini tidak bisa ditutupi. "Jadi begini rupanya rumahnya orang kaya." Pikiran itu ada di benak mereka.

Lelaki setengah baya itu kembali datang bersama dua orang pelayan tidak lama setelahnya. Menyuguhkan minuman bersama makanan kecil untuk mereka.

"Pak Dion sedang dalam perjalanan, sebentar lagi sampai," begitu lelaki itu menjawab pertanyaan mereka.

"Apa Pak Dion benar-benar masih muda, Tante?" Adam bertanya usai pelayan itu pergi. Untuk seseorang yang katanya masih muda dan bisa sesukses ini, siapa pun memang akan sulit memercayainya.

"Yang pasti Tante lebih tua darinya. Mungkin sebaya dengan Miss Voura," jawab Mama.

"Tidak perlu heran begitu," Miss Voura mencibir Adam. "Kekayaan ini pasti milik kelurganya. Bukan miliknya sendiri."

"Untuk orang semuda itu dengan kekayaan melimpah seperti ini, pemikiran Miss masuk akal," dukung Indah.

"Tapi, tetap saja. Mengelola kekayaan juga bukan perkara gampang. Pak Dion pasti ...." Adam tidak menuntaskan kalimatnya. Miss Voura tiba-tiba saja berdiri dari duduknya.

"Kamu ...." Miss Voura menatap tak percaya pada seorang lelaki yang sedang berjalan menuju mereka.

"Mah?" Yanti berkata pada mamanya.

Mama mengangguk. Dia ikut berdiri. Lalu semuanya mengikuti. Semua berdiri menatap lelaki yang sama.

"Selamat siang," lelaki itu menyapa ramah.

"Tidak mungkin. Tidak mungkin kamu ...." Miss Voura masih belum percaya dengan penglihatannya sendiri.

"Apa kabar Lastri?"

Sapaan itu menjawab keraguan Miss Voura. Bagaimana bisa?

"Miss sudah kenal?" tanya Adam.

"Dion. Mar-dion-o," jawab Miss Voura.

Helaan napas itu terdengar keras karena mereka melakukannya bersama. Pria yang berdiri di depan mereka ini ternyata adalah Mardiono, teman SMA Miss Voura dan Odelia. Tapi, ada penampilan berbeda dengan Mardiono yang sekarang, kedua matanya tampak normal.

"Di antara teman sekolah, mungkin hanya kamu yang masih mengingat nama saya."

"Jangan salahkan mereka. Kamu tidak pernah bergaul dengan mereka."

"Mungkin kamu benar," Pak Dion tersenyum kecut. Perhatiannya lalu beralih pada Mama. "Apa kabar, Mbak?" sapanya.

Tidak segera ada sahutan dari Mama, tapi dia menatapnya. Masih tidak percaya bahwa pria yang sudah cukup dekat dikenalnya ini ternyata adalah Mardiono, orang yang dekat dengan Odelia selain Miss Voura. Di antara yang lainnya mungkin hanya dirinya sendiri yang tanpa sadar membela lelaki di depannya ini, meyakinkan dirinya sendiri bahwa memang hanya kebetulan saja Pak Dion terlibat dengan masalah anaknya. Namun kenyataan bahwa lelaki ini ternyata juga memiliki hubungan dengan Odelia, membuatnya tidak bisa lagi meyakininya.

"Yang terjadi dengan anak saya, apa Anda?" Bukan balasan salam, Mama mengatakan ini nyaris hampir menangis.

Pak Dion menarik napas. "Akan saya jelaskan, Mbak. Semuanya. Saya janji. Silakan." Pak Dion mempersilakan semua tamunya kembali duduk. "Masalah ini terlalu panjang dan rumit," Pak Dion kembali berkata usai semua tamunya kembali duduk. "Satu hal yang ingin saya pastikan, tidak ada sedikit pun niat di hati saya menempatkan siapa pun dalam bahaya. Masalah ini pasti akan muncul cepat atau lambat tanpa bisa dihindari."

"Jadi, benar Anda yang melakukannya?" Mama berkata. Itu lebih untuk dirinya sendiri, menggugurkan keyakinannya sendiri bahwa lelaki yang dikenalnya sangat baik ini ternyata memang memiliki hubungan dengan masalah anaknya.

"Seperti yang saya katakan tadi, Mbak. Masalah ini tidak bisa dihindari. Tidak bisa lagi."

"Bisa kamu jelaskan lebih gampang lagi?" Miss Voura berkata tidak sabar. "Apa yang tidak bisa dihindari?"

"Odelia. Teman kita."

Sejenak suasana hening setelahnya.

"Kalau Anda benar ingin menjelaskan, saran saya sebaiknya dari awal saja." Indah memecahkan keheningan. "Anda bisa memulainya dari gelang yang Anda berikan pada Yanti."

"Saya berikan?"

"Secara langsung, kelihatannya memang tidak. Tapi, kami punya tiga orang saksi di sini." Indah menunjuk Yanti, Sati dan Rina. "Menurut mereka, relief yang ada di Kantor Kepala Sekolah ada bersamaan dengan proyek pembangunan perpustakaan baru yang kebetulan semuanya Anda yang membiayainya. Sangat wajar kalau saya menduga, Anda tahu dengan gelang yang entah bagaimana bisa menjadi bagian dari relief itu."

Tidak segera ada jawaban selama beberapa saat, sampai Pak Dion tiba-tiba tersenyum. "Gelang itu memang ada di sana, tapi saya tidak memberikannya pada Yanti," Pak Dion berkata.

"Karena itu tadi saya katakan tidak secara langsung, tapi Anda tahu. Dan Anda membiarkan Yanti mengambilnya."

"Proyek pembangunan perpustakaan sudah selesai sekitar setahun yang lalu, begitu juga dengan relief itu. Juga dengan gelangnya. Saya yakin selama setahun ini, Yanti sudah sering datang ke Kantor Kepala Sekolah."

"Anda masih berusaha menghindar?" Adam berkata tak terima.

"Bukan, bukan menghindar. Saya hanya ingin mengatakan, ini yang tadi saya maksud tidak bisa dihindari lagi. Yanti, tidak bisa lagi menghindarinya." Pak Dion menatap sedih pada Yanti. "Yanti tidak menyadari keberadaan gelang itu, sampai hari itu ...." Pak Dion tertunduk.

"Sampai hari itu?" dahi Indah mengernyit.

"Ya, sampai hari itu. Sampai dia akhirnya menginginkannya."

"Dia siapa?"

"Odelia." jawab Pak Dion. "Atau dengan nama Sophia, seperti yang Mbak pernah kenal." Pak Dion mengalihkan tatapannya pada Mama.

"Anda tahu!" seru Mama terkejut.

"Yanti tidak pernah kenal Odelia," Miss Voura berkata. "Jadi, tidak mungkin dia bisa begitu saja mengambil Yanti."

"Kelihatannya kamu sudah belajar?"

"Itu tidak penting," Miss Voura mendengus. "Kalau Odelia saja, Yanti tidak mengenalnya, kamu pasti punya penjelasan kenapa neneknya--Sophia yang sudah mati puluhan tahun yang lalu, juga ikut-ikutan menginginkan Yanti?"

"Menginginkan Yanti?!" Kalimat itu terucap dalam hati Adam dan lainnya. Mengejutkan, karena tidak pernah ada penjelasan dari Miss Voura tentang itu sebelumnya.

"Pengalaman memang guru yang paling baik," ucap Pak Dion bersama senyum samarnya. "Sophia dan Odelia memang memiliki hubungan keluarga. Bukan sebagai nenek dan cucu, tapi kakak dan adik. Mereka saudara kembar."

"Kembar?!" semua terkejut.

"Ya, mereka saudara kembar. Sophia, sang kakak. Sementara Odelia adalah adiknya. Saya sudah menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk mencari tahu siapa mereka sebenarnya. Kapan mereka dilahirkan? Berapa usia mereka sekarang? Sulit mengetahuinya dengan pasti. Yang pasti usianya lebih tua dari kakek dan nenek kita. Atau lebih mudahnya, Odelia dan Sophia lahir di zaman kolonial. Ayah mereka orang Belanda, seorang tuan tanah. Sementara ibu mereka pribumi. Sejak kecil mereka sudah dekat dengan segala hal tentang ilmu hitam. Mengikuti garis keturunan ibunya yang merupakan anak dari seorang dukun terkenal dan sangat ditakuti. Perpaduan antara ayahnya yang disegani di kalangan orang-orang asing dan kakeknya yang sangat ditakuti, Odelia dan Sophia hidup sudah seperti putri kerajaan yang penuh kemewahan dan kebebasan yang nyaris mutlak. Tidak ada yang berani menentang keluarga mereka. Namun, seperti yang biasa dialami orang-orang kaya dan berkuasa, menjadi tua lalu mati adalah sesuatu yang sangat menakutkan mereka. Ketakutan mereka semakin nyata saat ibu mereka meninggal. Odelia dan Sophia meminta kakek mereka mencarikan cara agar mereka bisa berumur panjang. Bahkan bila mungkin, abadi.

"Itu konyol. Keabadian sejak dulu hanya cerita omong kosong," ucap Adam tidak percaya.

"Saya tidak berharap kalian akan percaya begitu saja."

"Itu memang penjelasan yang tidak masuk akal. Sayangnya tidak ada penjelasan lain yang sedikit bisa diterima akal," ucap Indah.

"Jadi, Kakak percaya?"

"Kamu tahu sendiri faktanya. Penampilan Odelia tidak berubah."

"Odelia ... dia masih hidup?" Miss Voura menatap Pak Dion bersama ringisan ngerinya.

"Ya, dia masih hidup."

"Miss juga percaya?" Adam menghela napas kalah.

"Kamu tahu di mana dia sekarang?" Tidak memedulikan Adam, perhatian Miss Voura tidak beralih dari Pak Dion.

"Ya."

Jawaban singkat itu seketika mengubah raut wajah Miss Voura. Wajahnya seketika menegang, giginya mengatup erat seperti orang yang sedang menahan sakit. Adam dan Yanti tanpa sadar saling tatap. Di antara yang lainnya, memang hanya mereka berdua yang tahu persis bagaimana reaksi Miss Voura saat pertama kali mendengar tentang cerita Odelia yang mereka bawa. Ketakutan yang sama nyata tampak di sana, namun kemarahannya kali ini terlihat lebih besar dari ketakutannya.

"Jangan main-main!" Suara gemeretak gigi Miss Voura terdengar.

"Sebenarnya ... dia tidak pernah jauh dari saya."

Hanya itu yang dikatakan Pak Dion. Setelahnya, keheningan menyelimuti suasana selama beberapa lama.

"Di antara kita berdua, kamu pasti berpikir kamulah yang lebih dekat dengannya. Pemikiran yang wajar karena memang begitulah kelihatannya. Tapi, kamu salah. Sangat salah. Baginya, kamu tidak lebih dari sekedar daftar korban berikutnya."

Semua perhatian beralih pada Miss Voura. Tidak nampak sedikit pun keterkejutan di raut wajahnya. Namun, wajahnya yang tadinya penuh dengan kemarahan berangsur berubah dingin.

"Korban? Jadi, itu konsekuensinya?" Indah lebih berkata untuk dirinya sendiri, keningnya berkerut. Apa yang dikatakannya membuat perhatian beralih padanya. "Hidup abadi itu menyalahi kodrat. Sesuatu yang salah akan selalu ada konsekuensinya," jelas Indah.

"Benar," ucap Pak Dion. "Setiap beberapa tahun Odelia dan Sophia harus memberi pengorbanan agar keabadian mereka tetap bertahan."

"Itu maksud Anda, Miss Voura korbannya?" tanya Adam.

Pak Dion mengangguk.

"Kelihatannya kamu tahu banyak," Miss Voura berkata dingin menatap Pak Dion.

"Biasanya calon korban memang tidak menyadari prosesnya. Kamu ingat minuman yang selalu dia buatkan untukmu? Yang kata kamu adalah minuman terlezat di dunia. Kamu tahu dengan apa dia membuatnya? Darah. Setiap hari kamu meminum darahnya. Saat itu dia sedang berbagi kehidupan denganmu."

"Berbagi kehidupan?" Dahi Indah mengernyit.

"Proses menjadikan seseorang sebagai calon korban bukan sesuatu yang mudah. Prosesnya butuh waktu dan harus dia sendiri yang melakukannya. Mudahnya, dia tidak bisa seenaknya saja menunjuk seseorang sebagai korbannya, karena untuk menjadikan seseorang sebagai korbannya, Odelia harus lebih dulu membagi kehidupannya dengan calon korbannya. Darah adalah simbol ikatan bahwa seseorang sedang dalam proses menjadi korbannya."

"Jadi darah tidak memiliki arti lain selain hanya simbol?" Indah kembali bertanya.

"Tentu saja ada. Darah adalah pembuka, pengisi dan penutup proses. Tapi, darah saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang sebagai calon korbannya. Calon korban juga harus ikut menikmati kehidupan yang dinikmati Odelia. Seperti Lastri, atau Miss Voura yang begitu menikmati pertemanannya dengan Odelia." Pak Dion menatap Miss Voura.

"Kamu tahu apa yang bisa dia lakukan! Siapa orangnya yang tidak mau berteman dengannya?!" Raut wajah dingin Miss Voura berubah sengit.

"Itu yang tadi saya maksud. Kamu ikut menikmati kehidupan yang dinikmati Odelia. Dan tentunya Odelia akan dengan senang hati melakukannya untuk menyenangkan calon korbannya."

"Sederhananya, ini seperti peternak kambing yang memelihara dan merawat kambingnya baik-baik sampai pada waktunya dia menjual atau menyembelihnya," kata Adam.

"Kira-kira begitu."

Sungguh, Adam sama sekali tidak punya niat menyamakan Miss Voura dengan kambing. Dia hanya ingin menyederhanakan, mencari penjelasan lain yang lebih mudah dimengerti. Namun, akhirnya Adam tahu niatnya itu ternyata memang membuat Miss Voura tersinggung. Miss Voura yang duduk di depannya memasang wajah garang menatapnya. Pura-pura tidak tahu, Adam memutuskan tetap melanjutkan usai menelan air liurnya sendiri.

"Lalu kapan waktunya Miss ... maksud saya kambing itu di ...." Adam tidak sempat menuntaskan kalimatnya. Hentakan dan tarikan kasar mengejutkannya.

Miss Voura mencengkeram dan menarik kerah baju Adam dengan kasar. "Kamu suka saya mati, ya!" Miss Voura meraung marah.

Selain Yanti dan Pak Dion, semuanya terkejut melihat reaksi Miss Voura.

"Saya hanya sedang berusaha mencari kejelasan, Miss. Saya yakin Miss juga mau tahu," kilah Adam.

"Karakter kamu ternyata tidak berubah. Tetap temperamen seperti dulu," kata Pak Dion. Senyum samar tersungging di sudut bibirnya.

Fortsätt läs

Du kommer också att gilla

16.9K 970 54
Ryan adalah pemilik perusahaan terbesar ke-3. Dia memilikinya waktu berumur 14 tahun. Tetapi, Ryan memiliki Markas Besar untuk kesenangannya. Hingga...
11.6K 696 25
Hitam tak selamanya kelam. Putih tak selamanya bersih. Masa dan waktu yang berlalu, bisa mengubah semua menjadi kelabu. Rewrite dari cerita 'TUMBAL M...
Ranjang Tetangga Av Ry

Deckare / Thriller

457K 35.4K 15
Bukan cantik, lebih ke menarik aja. Bukan ingin menjadikannya sosok istimewa, tapi akan menjadikannya sebagai wanita yang sangat berharga. Kriteriany...
12.3K 1.4K 21
[slow update] bagaimana jika ada senjata legendaris yang bukan termasuk "7 dosa terbesar" namun kekuatan nya setara..? [name] adalah orang terpilih u...