Me And My Brokenheart

By rxsjournal

3.8K 208 28

Maudy Putri Catalia. Baik, cantik, pinter, dan pendiem. Karena kamu, aku jadi tahu apa itu jatuh cinta? -Mau... More

Prolog [Revisi]
One: Masuk Sekolah
Two: Hari Kedua
Three: Satu Kelas?
Four: Kenapa?
Five: Rahasia
Six: Bingung?
Seven: Perhatian
Eight: Siapa Dia?
Nine: Curcol (Ray)
Ten: Curcol (Maudy)
Eleven: Curiga
Twelve: Cemburu Again (versi Maudy)
Thirteen: The Reality
Fourteen: Dimas is Fanboy
Fifteen: Toko Buku
Sixteen: Dia Kembali
Eighteen: Marah
Nineteen: Ambigu
Twenty: Bangunan Tua
TwentyOne: Lie
Attention!

Seventeen: Dinner

95 6 0
By rxsjournal

"Ray, lo kenapa sih daritadi?" Tanya Nevhan yang sedari tadi memperhatikan Ray yang tidak memakan makanannya.

Ray sedari tadi hanya memainkan sumpit mie ayam-nya tanpa ada niatan untuk memakannya. Raganya berada disini, namun tidak dengan pikirannya yang melayang kemana-mana.

Ray pun mengabaikan panggilan dari temannya tersebut. Ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

Dia kembali dan dia yang di tubuh gue pun ikut kembali.

"Ray, woi!!!" Teriak Nevhan di depan telinga Ray agar ia tersadar dari lamunannya. 

Ray pun meringis sambil mengusap telinga sebelah kanannya yang tadi di teriakkan oleh Nevhan.

"Lo apa-apaan, sih, Vhan?" Tanya Ray dengan nada yang agak tinggi. Efek sedang kesal rupanya.

"Lo tuh, ya!" Nevhan sudah mengangkat tangannya ke udara, ingin memukul Ray namun ia urungkan niatnya tersebut. "Tuh, ada Maudy!"

Ray pun langsung menolehkan kepalanya kearah kiri, tempat Maudy berdiri. Ray mengangkat sebelah alisnya, tanda bahwa ia bertanya.

"Gue mau nanya sama lo. Tapi gak disini." Maudy pun melangkahkan kakinya menuju halaman belakang sekolah.

Ray pun mengikutinya dari belakang.

Saat sudah sampai di halaman belakang, mereka berdua pun duduk di bangku yang berada di halaman tersebut.

"Mau ngomong apa?" Suara Ray mengawali pembicaraan mereka.

Maudy pun menoleh kearahnya dan menghela nafas. "Lo di undang makan malam sama kakak gue."

Ray pun langsung terkejut.

Ngapain Kak Anta ngundang gue?, tanya Ray dalam hati.

"Dia juga ngajakin pacarnya." Lanjut Maudy yang membuat Ray semakin terkejut.

Berarti dia datang juga.

"Dalam rangka apa, Dy?" Ray bertanya kepada Maudy yang hanya dibalas dengan mengendikkan kedua bahunya.

"Gue sama kakak lo kan baru kenal, masa udah diajakin dinner, sih?." Tanya Ray bingung. Ia bertanya seperti itu karena ingin menghindar dari acara dinner tersebut. You know-lah dia kenapa?

"Gue juga gak tau, Ray." Jawab Maudy kesal.

Ray mengangguk-anggukkan kepalanya. "Gue usahain."

"Oke." Maudy pun berdiri dan meninggalkan Ray sendirian di halaman belakang.

Ray termenung sebentar memikirkan hal apa yang harus ia lakukan nanti malam.

"Gue ngelak pake cara apalagi, coba?!!" Pekik Ray keras namun tak ada seorang pun yang mendengarnya. Kenapa? Karena jarang siswa/siswi yang melewati halaman belakang sekolah ini.

Tak lama kemudian, bel masuk pun berbunyi dan membuat Ray bergegas menuju kelasnya agar ia tidak terlambat masuk.

****

"Dy, gue gak dateng, ya?" Ucap Ray dengan nada memelas membuat Maudy langsung menoleh kearahnya.

"Kenapa?" Tanya Maudy bingung.

"Gue gak enak badan kayaknya."

Maudy mengernyit heran kearahnya. "Perasaan tadi lo baik-baik aja, deh, Ray."

"Gak tau, nih. Pas gue masuk kelas, badan gue gak enak gitu." Ray memperjelas alasannya agar Maudy mengizinkannya untuk tidak datang.

Maudy pun menempelkan punggung tangannya ke depan dahi Ray.

"Gak panas, kok." Maudy pun menurunkan kembali tangannya. "Lo bohong, ya?" Tebak Maudy.

"Pokonya gue lagi gak enak badan. Titik. Gak pake koma." Ujar Ray tuntas.

Tepat saat ia mengatakan hal itu, bel pulang pun berbunyi dengan nyaringnya membuat semua murid berhamburan keluar kelas.

Ray pun dengan cepat memasukkan buku-bukunya ke dalam tas agar ia tidak di interogasi lebih dalam oleh Maudy.

Saat Ray hendak keluar, dengan cepat Maudy mencekal pergelangan tangan Ray.

"Mau kemana lo? Cepet-cepet amat!" Ujar Maudy aneh saat melihat Ray terburu-buru seperti itu.

Ray pun menghela napasnya kasar. "Gue kan udah bilang tadi. Gue gak enak badan." 

Maudy mengangguk-anggukkan kepalanya tanpa mau melepaskan cekalannya.

Ray yang mengetahui hal itu hanya diam memperhatikan tangannya yang masih di cekal oleh Maudy.

"Betah kayak gitu terus, Dy?" Tanya Vani saat ia melewati meja Ray dan Maudy.

Seketika, Maudy langsung melepaskan cekalannya. Ray hanya tersenyum dalam hati.

"Apaan, dah?" Maudy memutar bola matanya malas. Ia pun berjalan keluar kelas lebih dulu meninggalkan Ray dan si Kembar bertiga.

"Dia kenapa, sih?" Ray menoleh kearah Vani dengan raut wajah bertanya.

"Dia PMS kali." Celetuk Vadi yang berada di samping Vani. Ray hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Gue duluan, ya!" Ray pun menggendong tasnya di bahu sebelah kanannya. Biar terlihat lebih keren, gitu.

"Yo, Van! Balik." Ajak Vadi kepada saudara kembarnya. Ia pergi duluan keluar dari kelasnya, meninggalkan Vani sendiri di belakang.

"Tunggu woi!" Vani pun berlari mengejar Vadi yang sudah berada jauh di depannya. "Dasar kembaran gak tau diri!" Pekik Vani keras agar Vadi mendengarnya.

Namun, Vadi tetap melangkah santai seperti tidak ada sesuatu yang mengganggunya.

Vani hanya menggelengkan kepalanya saja. Ia pun berlari dengan cepat menyusul Vadi sebelum ia meninggalkannya.

****

"Kamu masih kebayang-bayang dia?" Seorang cowok berumur 20-an bertanya kepada pacarnya yang sedari tadi hanya melamun saja. Cewek itu mengangguk, membenarkannya.

Cowok itu menghela nafasnya lelah. "Sampai kapan kamu mau kejebak sama masa lalu, Ya?"

"Aku enggak tau, Ta. Yang jelas, pas aku lihat dia kembali, aku kebayang pas dia mutilasi kakaknya sendiri tanpa ada rasa kasihan." Matthia pun terisak kecil saat mengingat peristiwa dulu.

Anta pun menarik Matthia ke dalam dekapannya. "Udah-udah, jangan nangis terus! Kita bakal cari tahu apa penyebabnya dia bunuh kakaknya sendiri." Anta mengelus punggung Matthia dengan lembut.

Matthia menarik dirinya dari dekapan Anta. "Kamu gak marah kalo aku masih ke bayang-bayang sama dia?" Tanya Matthia hati-hati, berharap agar Anta tidak marah kepadanya.

Anta tersenyum kecil, kemudian ia menggeleng pelan. "Mana mungkin aku marah sama pacar aku sendiri." 

Matthia pun tersenyum sangat manis sampai lesung pipi-nya terlihat. Ia pun langsung menghambur kedalam pelukan pacarnya.

"I love you, Ta." Ujar Matthia sambil memejamkan matanya rapat.

"I love you, too." Anta mencium kening Matthia dengan lembut.

Gue gak akan biarin siapapun nyakitin orang yang gue sayang.

****

"Dy, temen lo bakal dateng gak?" Tanya Anta kepada Maudy yang masih sibuk dengan HP-nya.

Yap, mereka sedang berada di ruang makan keluarga Maudy. Seperti yang sudah diberi tau tadi, mereka mengadakan acara dinner kecil-kecilan. Mereka hanya bertiga, kurang satu orang lagi.

Maudy mengedikkan bahunya acuh. "Bentar lagi, mungkin." Jawab Maudy tetap fokus pada kegiatannya tadi.

"Kok mungkin, sih?" Anta mengernyitkan dahinya, bingung.

Maudy pun mendengus kesal karena acara stalking-nya jadi terganggu. "Tadi, dia bilang gak mau dateng. Tapi, udah gue paksa."

Anta memutar bola matanya kesal. "Lo tuh, ya..." Ucapan Anta terpotong saat bel rumahnya berbunyi.

"Ray mungkin. Gue bukain dulu." Maudy pun bangkit dari kursinya menuju pintu rumahnya.

Saat Maudy sudah tiba di depan pintu, kemudian ia membukanya dan ternyata...

Itu benar Ray.

"Lama banget, sih!" Sungut Maudy kesal.

"Marah mulu daritadi. PMS, ya?" Tebak Ray dengan senyuman tengil yang jarang ia perlihatkan ke orang lain.

"Bukan urusan lo!" 

"Iya deh, gue ngalah sama orang yang lagi PMS." Maudy menghiraukan ucapan Ray dan langsung masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Ray sendiri.

"Tuh anak beneran PMS, yak?" Tanya Ray bingung dengan nada yang sangat pelan.

"Gue denger." Ujar Maudy dari dalam rumah. Ray pun bergidik ngeri dan langsung melangkah masuk mengikuti Maudy.

****

"Sejak kapan kamu kenal sama Maudy?" Tanya Anta dengan nada mengintimidasi membuat Ray menelan ludahnya dengan susah payah.

"Pas MPLS, kak." Jawab Ray terdengar gugup. 

Padahal sebelumnya, ia tidak pernah gugup walaupun ditanya macam-macam oleh orang lain. Namun, sekarang berbeda. Ia terlihat sangat gugup saat berhadapan dengan Anta, kakak Maudy. Atau...

Dengan Matthia?

Semua jawaban ada didalam diri Ray.

Anta mengangguk-anggukkan kepalanya. "Gak usah gugup gitu, dong. Gak enak dilihatnya." Ray hanya tersenyum kikuk.

"Terus, emang kamu seruangan sama Maudy?" Tanya Anta kembali.

"Enggak, kak. Pas MPLS gak seruangan tapi, pas dibagiin kelas, kita bareng." Jawab Ray dengan nada yang agak lebih santai.

"Kamu kok bisa deket sama Maudy?" Tanya Anta yang seketika membuat Ray bingung harus menjawab apa. "Kamu naksir Maudy, Ray?"

Byuurrrr......

Uhuukk... uhuukk...

Maudy yang sedang meminum air putih, terkejut karena pertanyaan Anta tadi dan membuat ia menyemburkan airnya ke depan. Sementara Ray, ia sedang mengunyah makanannya dan ingin menelannya sebelum pertanyaan Anta keluar dan membuatnya tersedak.

"HAH?!" Pekik Ray dan Maudy bersamaan membuat Matthia menyunggingkan senyum tipisnya.

Tanpa ia sadari, sedari tadi Ray memperhatikannya tanpa sepengatahuan dirinya.

Dari dulu sampai sekarang, senyum lo gak pernah berubah.

Ray pun langsung kembali ke dunia nyata.

Ia melihat kakak-beradik tersebut sedang adu mulut. Ray pun melirik kearah Matthia yang juga sedang menatapnya.

Ray menatap dengan tatapan sendu namun sebaliknya, Matthia menatap dengan tatapan... 

Benci?

Yap, benci. He's know it. Tapi, semua sudah terjadi dan tak bisa diulang kembali.

Ray pun menghela napasnya pelan. Setelah itu, ada seseorang yang menepuk bahunya dan membuatnya menoleh.

"Ngapain ngelamun?" Tanya Maudy lembut berbeda dengan sebelumnya.

Ray mengernyitkan dahinya.

Kalo lagi PMS, emosi seorang cewek bisa berubah, yak? Tanya Ray dalam hati. Kemudian, ia terkekeh pelan.

"Kenapa ketawa?" Maudy bertanya dengan nada sedik agak tinggi.

Tuhkan...

"Lucu." Jawab Ray ambigu. Maudy pun memutar bola matanya malas.

Anta dan Matthia yang melihat kejadian tersebut hanya tersenyum kecil.

"Ray, ngomong-ngomong kamu punya kakak, ya??" Tanya Anta dengan diselingi senyuman kecil. Ray hanya menganggukkan kepalanya.

Maudy yang mendengar kakaknya bertanya seperti itu hanya mengerutkan keningnya.

Ngapain Kak Anta nanya kaya gitu?  batin Maudy bingung.

"Katanya, kakak kamu udah meninggal, ya?" Pertanyaan Anta selanjutnya membuat Ray menghentikan aktivitasnya seketika. Ia menatap lurus kearah makanannya tanpa mau menjawab.

"Meninggal karena apa?"

Damn! Pertanyaan Anta barusan membangkitkan sosok lain yang berada di tubuh Ray.

"Katanya sih, lo yang bunuh dia? Apa bener?" Tanya Anta masih dengan nada tenangnya.

Pertanyaan itu yang membuat Ray membanting sendok makanannya dan membuat ia berdiri lalu segera beranjak pergi dari rumah ini sebelum kesabarannya benar-benar hilang.

Maudy yang melihat kejadian itu langsung menatap kearah kakaknya dengan sorot meminta penjelasan.

"Lo apa-apaan, sih?!" Tanya Maudy dengan nada yang tinggi.

Anta menggebrak meja makan yang membuat Maudy dan Matthia terlonjak kaget. "Lo yang apa-apaan. Ngapain lo deket sama Psikopat kayak dia?"

"Lo tuh pantes dapet yang lebih baik." Lanjutnya dengan nada yang tinggi juga.

"Psikopat? Tau darimana lo?"

"Lo itu gak tau masa lalu dia. Dia itu punya masa lalu yang kelam."

"Lo," Maudy menunjuk ke depan wajah kakaknya dengan jari telunjuknya. "Gak berhak ikut campur urusan orang lain."

Setelah mengatakan itu, Maudy pun melangkah pergi menyusul Ray.

Anta mengusap wajahnya kasar. Ia pun mengehela napasnya berat.

Matthia pun langsung menenangkan pacarnya tersebut dengan cara mengelus belakang punggung Anta.

"Bener kata Maudy. Kamu gak usah ikut campur urusan orang lain." Ujar Matthia menenangkan.

"Jadi kamu belain Ray?"

Matthia menggelengkan kepalanya. "Aku gak belain siapa-siapa."

"Tapi kamu kesannya kayak ngebelain Ray." Anta menjeda perkataannya sebentar. "Apa karena dia adiknya Roy, makanya tadi kamu bela dia."

"Aku gak suka, ya, kamu ngomong kayak gitu."

Anta menghela nafasnya lelah. 

"Aku cuma takut kehilangan orang yang aku sayang untuk kedua kalinya." Ujar Matthia dengan suara serak.

Anta pun segera menarik Matthia kedalam pelukannya. "Aku gak akan pergi."

Matthia membalas pelukan Anta dengan erat sambil terisak pelan.

****

Tbc.

Gatau knp,, kisahnya jd rumit begini.. intinya,, riss mnta maap klo riss telat apdet atoo barangkali sering ad typoo.. maap bangett:")

Gw tau ini drama bgttt dan kisah-kisah ky gini mgkn bnyk di crita" lain.. tp riss berani sumpah klo crita ini murni pemikiran riss sendiri:)

Dan jg,, crita ini cm FIKSI gk nyata.. Pokonya sekali lagi,,, riss mnta maap ma kalian klo crita ini gk sesuai sm ekspetasi kalian semuaa...

*kebanyakan mnta maap lu riss:v

Oh iyaa,, riss jg mau blg mksh sm readers yg udh bc crita MAMB dr awal chapt ampe chapt skrg.. Mksh kaliaannn,, i love you:* :* :*

Jgn lupa vomment yaa..

Riss~

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

3.8M 224K 28
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2M 119K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
774K 36.7K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
6.1M 10.4K 1
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...