True Angel ✔️

By scarlettkid

151K 20K 3.6K

[ COMPLETED ] Min Yoongi jatuh cinta pada pandangan pertama dengan anak dari kelas sebelah, Son Seungwan. Sej... More

01 - Pindah Kelas
02 - Bioskop
03 - Keputusan
04 - Dua Pihak
05 - Hari Libur
06 - Valentine
07 - Ulang Tahun
08 - Hilang
09 - Bandara
10 - Kembali
11 - Sakit
12 - Cemburu
13 - Turnamen
14 - Ketahuan
15 - Emosi
16 - Say Yes
17 - Perubahan
18 - Bersama
19 - Hukuman
20 - Daegu
21 - Mark
22 - Semester Baru
23 - Perjuangan
24 - Adrenalin
25 - Dukungan
26 - Pilihan
27 - Toronto
28 - Kerja Keras
29 - Argumen
31 - Bagian yang Hilang
32 - Reuni
33 - Deklarasi
34 - Terakhir
35 - From Scarlettkid

30 - Selesai

3.6K 470 188
By scarlettkid

Apa kabar dunia?

Dua hari lalu, seorang dokter bedah bernama Min Yoongi sadar dari koma. Berita sadarnya Yoongi menyebar luas di kalangan dokter, suster, dan karyawan Haesung Hospital. Semua orang heboh karena Yoongi yang mengalami kecelakaan pesawat sebelum dibawa ke Rumah Sakit ini ternyata berhasil bertahan hidup.

Ya, kecelakaan pesawat. Sekitar 7 bulan yang lalu, Yoongi sebagai dokter bedah berkompeten di Haesung Hospital dikirim oleh direktur Rumah Sakit untuk mengikuti pelatihan dokter di India. Sialnya, pesawat yang ditumpangi Yoongi malam itu mengalami masalah tepat setelah lepas landas. Pesawat mendarat di air dan menurut warga di sekitar pantai, Yoongi berenang sekuat tenaga untuk tiba di tepian.

Saat tiba di tepi pantai, Yoongi sudah tidak sadarkan diri. Tubuh Yoongi menggigil kedinginan karena air laut pada malam hari yang sangat dingin. Apalagi sepertinya kepala Yoongi terbentur bagian dari pesawat dalam perjalanan ia berenang ke tepi pantai. Warga sekitar pantai segera membawa Yoongi ke Rumah Sakit terdekat hingga Haesung Hospital —tempat Yoongi bekerja—memutuskan untuk mengambil alih tanggung jawab dengan memindahkan Yoongi ke rumah sakit tempatnya bekerja.

Jeon Jungkook sang dokter saraf sekaligus teman dekat Yoongi sejak masa sekolah diberi tanggung jawab untuk menjadi dokter Yoongi. Setiap hari, dengan telaten, Jungkook mengamati perubahan kondisi Yoongi. Jungkook juga dengan sigap menghubungi keluarga dan teman-teman Yoongi tentang keadaan Yoongi.

Setelah 193 hari berada dalam status koma, Yoongi sang gila kerja akhirnya tersadar. Terhitung sudah dua hari berlalu setelah ia sadar dan saat ini Yoongi serta Jungkook berada di ruangan direktur Rumah Sakit. Yoongi berdiri sangat tegap untuk menunjukkan dirinya sudah sangat sehat. Sedangkan Jungkook sangat gugup karena direktur Rumah Sakit memandangnya dengan tatapan dingin.

"Saya Min Yoongi sudah siap bekerja kembali," kata Yoongi tegas. "Mohon beri izin anda untuk saya agar saya dapat menangani pasien Haesung Hospital mulai hari ini."

Sang direktur Rumah Sakit menghela napas. "Jungkook."

Badan Jungkook berubah kaku mendengar namanya dipanggil. "Iya, pak?"

"Kamu dokternya Yoongi, kan? Bagaimana? Menurut kamu, dia sudah bisa kerja seperti biasa?" tanya sang direktur kemudian ia menunggu jawaban Jungkook.

Jungkook mengangguk cepat. Sebelum datang kemari ia sudah diancam oleh Yoongi agar bagaimana pun caranya ia harus membantu Yoongi untuk bisa bekerja kembali. Seorang Min Yoongi tidak tahan hanya diam di atas ranjang rumah sakit.

"Sudah, pak. Saya yakin Dokter Yoongi sudah sangat siap. Karena itu saya mohon pada anda untuk memberikan Dokter Yoongi izin praktek dan operasi," jawab Jungkook hati-hati.

Kini tatapan sang direktur Rumah Sakit beralih pada Yoongi. "Bagaimana dengan keluargamu. Yoongi? Apa mereka sudah menemuimu?"

"Sudah, pak," jawab Yoongi. "Kemarin kedua orang tua saya dan teman-teman saya datang melihat kondisi saya. Mereka juga tidak menentang saya untuk bekerja secepatnya."

Sang direktur rumah sakit tersenyum sambil mengangguk. "Ya sudah, saya izinkan kamu untuk bekerja lagi. Tapi saya masih melarang kamu untuk ambil night shift. Mulailah dari praktek yang ringan baru kamu kembali ke ruang operasi."

Yoongi merasa puas. Semua rencananya berjalan sempurna. "Tenang saja, pak. Saya akan bekerja dengan hati-hati. Dan saya akan selalu lapor pada dokter saya, Jungkook, jika saya merasa sakit lagi."

Jungkook terkekeh. Ia juga sudah malas mengurus Yoongi yang tidak meresponnya selama enam bulan lebih. Jujur saja, Jungkook adalah salah satu orang yang paling terkejut saat mendengar berita kecelakaan pesawat yang ditumpangi Yoongi. Jungkook sangat sedih karena ia sudah menganggap Yoongi sebagai kakaknya sendiri.

"Kalian boleh meninggalkan ruangan saya," kata sang direktur rumah sakit mempersilakan Yoongi dan Jungkook pergi.

Yoongi dan Jungkook membalikkan badan dalam waktu bersamaan dan berjalan dengan senang ke luar ruangan. Yoongi merangkul Jungkook yang kenyataannya lebih tinggi darinya.

"Ruangan kerja gua masih di lantai empat, kan?" tanya Yoongi cepat. "Lu yang bawa kuncinya?"

"Iya, hyung, iya," kata Jungkook lalu mengeluarkan kunci ruangan Yoongi dari dalam saku celananya. "Nih."

"Makasih," Yoongi menerima kunci ruangannya dari Jungkook. "Lu emang dokter terbaik!"

Jungkook menggeleng tidak percaya. "Bisa-bisanya lu hyung, minta kerja ke direktur padahal baru aja sadar. Kalau gua jadi lu ya hyung, gua pasti lebih milih malas-malasan di ranjang."

Yoongi melepas rangkulannya pada Jungkook. "Heh, gua udah tiduran di itu ranjang selama dua hari dan gua udah bosan setengah mati. Apalagi lihat orang tua gua kayaknya kasian banget sama nasib gua."

"Jangan gitu hyung," sahut Jungkook sambil menahan tawanya. "Selama koma, orang tua hyung khawatir banget. Pak Direktur aja sampe minta maaf berkali-kali ke orang tua hyung."

Yoongi mengerucutkan bibirnya. Alasan ia ingin cepat bekerja dan kembali ke rutinitas sehari-hari adalah karena saat berada di atas ranjang, ia merasa seperti orang lemah. Ayolah, Yoongi adalah orang yang berhasil selamat dari kecelakaan pesawat. Masih banyak orang yang tidak seberuntung dirinya. Dan sebagai rasa syukur, Yoongi merasa ia tidak boleh bermalas-malasan terlalu lama.

Yoongi dan Jungkook bersama-sama pergi menuju ruangan Yoongi yang ada di lantai 4 Haesung Hospital. Ruangan yang tidak berpenghuni selama enam bulan lebih. Dengan kunci di tangannya, Yoongi membuka ruangan prakteknya. Udara ruangan yang penuh debu itu langsung saja menusuk hidung Yoongi dan Jungkook.

"Kapan terakhir lu bersihin ruangan gua?" tanya Yoongi pada Jungkook dengan nada datar.

Jungkook berpikir sejenak. "Sebulan lalu? Eh, atau dua bulan lalu? Gua lupa, hyung."

Yoongi memutar bola matanya. Ia langsung mengangkat tangannya, melambai pada salah satu suster yang sedang berjalan ke arah mereka. Yoongi berdeham, ia lupa bagaimana rasanya memerintah orang lain setelah 'tertidur' selama enam bulan.

"Tolong panggilkan cleaning service atau siapa aja buat bersihin ruangan saya," kata Yoongi pada suster tersebut. Yoongi menyerahkan kunci ruangannya pada sang suster. "Ini kuncinya. Tolong jangan dihilangkan."

Setelah memberi perintah pada suster dan menyerahkan kunci, Yoongi langsung berjalan menjauhi ruangannya. Dari belakangnya, Jungkook berlari menyusul Yoongi. "Hyung! Mau ke mana?"

Yoongi menghentikan langkahya lalu berbalik untuk menghadap Yoongi. "Lu punya bola basket kaga? Ayo main."

"Hah!?" seru Jungkook dengan suara keras. "Main basket? Siang-siang gini?"

Yoongi mengernyit. "Kenapa? Lu takut gosong?"

"Ya kaga lah, hyung!" balas Jungkook menyangkal. "Hyung, lu tuh denger kan kata direktur? Lu disuruh praktek atau operasi. Bukannya bolos dan main basket!"

Yoongi melipat kedua tangannya di dada. "Lu liat sendiri ruangan gua gimana. Berdebu gitu. Sambil nunggu, gua mau main basket. Lu juga ikut gua gih. Ntar alasan aja lu nemenin pasien jalan-jalan."

Merasa tidak bisa menang dari Yoongi, Jungkook akhirnya hanya bisa pasrah. Yoongi dan Jungkook berjalan keluar dari Rumah Sakit setelah melepas jas dokter mereka. Di dekat Haesung Hospital, ada sebuah lapangan basket tempat anak muda bermain.

Melihat ada anak-anak yang sedang bermain basket, Yoongi dengan perlahan mendekati salah satu dari mereka untuk meminjam bola basket. Setelah mendapat bola basket di tangannya, Yoongi menantang Jungkook untuk bermain basket.

"Jadi kangen ya, hyung," kata Jungkook di tengah-tengah permainan. Matanya tetap fokus pada bola basket yang ada di tangan Yoongi. "Dulu kita satu tim basket dan sering main kayak gini."

Yoongi terkekeh lalu melempar bola ke arah ring. Tidak masuk. Rupanya tubuh Yoongi masih sangat kaku. Jungkook tertawa karena berhasil mengambil alih bola dan mulai melancarkan serangan pada ring yang dijaga Yoongi.

Permainan singkat mereka berakhir dengan hasil seimbang. Yoongi segera mengembalikan bola basket pada pemiliknya lalu berjalan meninggalkan lapangan basket. Pakaiannya basah karena keringat, tenggorokannya haus karena kering.

"Laper, hyung? Gua traktir deh," ujar Jungkook sambil mengeluarkan kartu dari sakunya.

Yoongi tersenyum kemudian mengangguk. Mereka memutuskan untuk makan siang di salah satu restoran cepat saji yang terletak di dekat Rumah Sakit. Yoongi ingat saat masa sekolah dulu, Jungkook sering membelikannya makan. Jungkook memang adik kelas yang sangat tahu bagaimana cara menjalin hubungan dengan kakak kelas seperti dirinya.

"Yang udah jenguk hyung kemarin siapa aja?" tanya Jungkook sambil melahap cheeseburger miliknya.

Yoongi menghitung dengan jari tangannya. "Kemarin yang dateng itu orang tua gua, terus Jackson, Namjoon, Joohyuk, Seokjin hyung, Jaebum, Hanbin, Taehyung, rata-rata anak basket sama temen kuliah gua."

Jungkook mengangguk. "Tapi mereka cuma mampir sebentar ya, hyung?"

"Iyalah, mereka sibuk dah pada kerja juga," sahut Yoongi, tangannya meraih satu keras tisu untuk membersihkan bibirnya. "Apalagi itu si Taehyung udah jadi milyuner aja selama gua koma."

Jungkook tertawa. "Iya, padahal dulu Taehyung hyung yang paling bingung waktu nyari kerja. Sekarang dia malah kerja sesuai hobi terus dapet uang banyak."

Yoongi melanjutkan makannya. "Kita juga sama. Udah jadi dokter kayak gini."

"Gua masih belom sehebat lu, hyung," balas Jungkook. "Lu jauh lebih hebat dari gua. Gua seneng lu akhirnya sadar, hyung. Jangan koma lagi lah, pokoknya. Jangan bikin banyak orang khawatir."

"Maafin gua," ujar Yoongi dan tiba-tiba bulu kuduknya berdiri.

Yoongi teringat akan mimpinya selama koma. Yoongi bermimpi tentang kejadian dua belas tahun lalu, saat ia masih menjalin hubungan dengan seorang perempuan bernama Son Seungwan. Bisakah Yoongi menganggap itu sebagai mimpi indah? Karena meski ada beberapa kenangan buruk, Yoongi belajar banyak dari masa lalunya saat masih bersama Seungwan.

Yoongi sadar saat muda dulu, ia sangat tidak dewasa dan masih egois. Hanya karena seorang bidadari bernama Son Seungwan, Yoongi bisa menjadi gila. Tapi di sisi lain Yoongi sadar jika masa lalunya tidak seperti itu, mungkin ia bukan seorang dokter sekarang.

"Hyung!" seru Jungkook membuat Yoongi tersentak. "Ngelamunin apa?"

"Ngga," jawab Yoongi cepat. "Gua keinget mimpi gua."

Jungkook menyandarkan tubuhnya pada kursi. "Mimpi tentang Son Seungwan nuna, kan? Gila ya hyung, pantas lu kaga bangun-bangun. Lu sih mimpiin cewek cantik."

Yoongi tertawa. "Apa kabar ya, dia sekarang."

Jungkook mengangkat bahunya. "Ya telpon aja suruh ke sini!"

Yoongi membelalakkan matanya. Apa yang barusan Jungkook katakana padanya? Menyuruh Seungwan datang kemari? Menyuruh seorang bidadari datang menemui dirinya? Ya Tuhan, Yoongi belum siap. Apalagi mengingat mimpinya berakhir tepat setelah ia dan Seungwan putus.

"Ogah, kaga usah. Ngapain juga dia ketemu gua," ujar Yoongi acuh.

"Halah, bilang aja pengin ketemu, hyung. Kaga apa. Atau gua yang telponin?" tanya Jungkook kemudian ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. Ini adalah benda ketiga yang sudah dikeluarkan Jungkook dari sakunya hari ini. "Gua kan juga punya nomor telepon Seungwan nuna."

Tanpa sadar tangan Yoongi bergerak sangat cepat untuk merebut ponsel Jungkook. Yoongi sangat gugup, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Sedangkan Jungkook tertawa keras karena Yoongi tampak sangat ketakutan.

"Lu pengin ketemu Seungwan nuna, kan? Kaga apa, hyung. Sini gua yang telpon. Gua loudspeaker biar lu juga denger," usul Jungkook, tangannya menengadah, meminta ponselnya kembali.

Yoongi mengembalikan ponsel Jungkook dengan malas. "Ya udah, sana telpon. Tapi jangan bilang kalau gua juga ada di sini!"

Jungkook tertawa. "Takut banget, ya, hyung? Kalau gua jadi hyung sih, kaga takut."

Jungkook menelusuri daftar kontak di ponselnya kemudian berhenti pada nomor ponsel Seungwan. Yoongi mengangkat alisnya saat tahu Jungkook menamai nomor Seungwan sebagai 'Arsitek Cantik Nona Son' di kontaknya.

Tangan Jungkook menekan pilihan panggilan dan segera meletakkan ponselnya di tengah-tengah, di antara dirinya dan Yoongi. Nada sambung terdengar. Sekali. Dua kali. Dan saat ketiga kalinya, sang operator memberitahunya bahwa nomor Seungwan tidak aktif.

"Lu nyimpen nomor lama, ye? Nomor dua belas tahun lalu?" tanya Yoongi dengan nada menyindir.

"Kaga lah, hyung. Tapi aneh. Menurut gua nomornya dah bener," jawab Jungkook dan sekali lagi ia coba menghubungi Seungwan.

Terdengar nada sambung lagi. Sekali, dua kali, tiga kali. Saat nada sambung sudah terdengar sepuluh kali, Yoongi mulai kehilangan harapan. Sepertinya tidak ada kesempatan baginya untuk melihat wajah Seungwan lagi.

Bagi Yoongi, Seungwan adalah badai masa lalunya. Sosok yang membuat seorang Yoongi berubah. Sosok yang membuat seorang Yoongi berjuang setengah mati. Juga sosok yang membuat seorang Yoongi menderita.

Masih membekas di ingatan Yoongi bagaimana ia dan Seungwan mengakhiri hubungan mereka dua belas tahun lalu. Yoongi dan Seungwan sudah berjanji bahwa jika salah satu dari mereka selingkuh atau berbuat kasar, maka mau tidak mau mereka harus putus.

Hari itu adalah sehari setelah prom night dan di hari itulah Yoongi berbuat kasar pada Seungwan. Dengan kedua tangannya, Yoongi mendorong Seungwan hingga kepalanya terbentur pintu. Tidak sampai di situ, Yoongi juga membanting pintu kamarnya hingga tangan Seungwan terjepit dan berdarah.

Yoongi yang sadar sudah menyakiti Seungwan memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Seungwan. Saat itu Yoongi merasa sudah tidak bisa membahagiakan Seungwan. Saat itu Yoongi merasa sudah tidak membutuhkan Seungwan.

Tapi sekarang, seorang Min Yoongi sedang menunggu Seungwan yang entah ada di mana, untuk mengangkat panggilan telepon Jungkook. Sama seperti di mimpinya, Yoongi ingin minta maaf pada Seungwan. Dan berharap hubungan mereka dapat diperbaiki.

"Halo?"

Suara Seungwan yang lembut terdengar dari ponsel Jungkook yang berada pada mode loudspeaker. Yoongi dengan cepat menutup kedua mulutnya agar tidak bersuara. Sedangkan Jungkook mendekatkan mulutnya pada ponselnya untuk mulai berbicara pada Seungwan.

"Seungwan nuna? Ini Jungkook dari Haesung,"

"Aaaaaah, Jungkook! Apa kabar?"

"Baik, nuna. Tadi nuna di mana? Kok nomornya ngga aktif?" tanya Jungkook penasaran.

"Ah, maaf. Aku tadi matiin hapeku. Aku barusan turun dari pesawat,"

"Urusan pekerjaan, nun?"

"Iya, aku ketemu klien di Hongkong. Tapi sekarang udah ngga sibuk, kok. Ini aku lagi jalan ke tempat parkir. Ada apa?"

Jungkook menatap Yoongi seakan meminta persetujuan. Yoongi yang sedariadi mendengarkan percakapan Jungkook dan Seungwan hanya bisa duduk kaku. Ya Tuhan, suara Seungwan benar-benar merdu. Yoongi ingin sekali bertemu dengan Seungwan. Tanpa berpikir panjang, Yoongi mengangguk pada Jungkook.

"Begini, nun. Tolong jangan kaget, ya,"

"Iya, Jungkook. Memangnya kenapa, sih? Kamu kejepit utang?"

"Enak aja, nun! Jadi gini. Yoongi hyung udah sadar dari koma dua hari lalu. Apa nuna mau datang ke Haesung sekarang sekalian ketemu Yoongi hyung?"

"Hah?"

Mampus, batin Yoongi. Mendengar reaksi Seungwan, hati Yoongi seakan ditusuk oleh sebuah panah. Apa Seungwan tidak ingin menemuinya? Apa Seungwan masih sakit hati karena kejadian dua belas tahun lalu? Tapi ayolah. Itu hanya cinta masa sekolah, cinta masa remaja.

"Beneran? Yoongi beneran udah bangun?"

Sepertinya perkiraan Yoongi salah. Apa baru saja Seungwan menyebut kata 'Yoongi'? Apa Yoongi tidak salah dengar? Samar-samar terdengar isakan Seungwan seakan perempuan itu sedang menangis. Yoongi tidak percaya ini tapi sepertinya Seungwan juga selama ini mengkhawatirkan keadaannya.

"Iya, nun. Jadi, apa nuna mau datang ke Haesung?" tanya Jungkook memastikan.

"Iya, aku mau. Aku langsung ke sana aja, ya. Yoongi ada di ruangannya?"

"Iya, nun. Langsung ke ruangan Yoongi hyung, ya. Ditunggu!"

Jungkook mematikan panggilannya lalu tersenyum puas ke arah Yoongi. Jungkook seperti bawahan Yoongi yang baru saja berhasil menyelesaikan satu misi mustahil. Sama dengan Jungkook, Yoongi juga merasa sangat puas. Ia diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bertemu dengan Seungwan.

"Yuk, hyung! Langsung aja balik ke Haesung!" ajak Jungkook lalu bangkit berdiri.

"Tunggu! Tunggu!" kata Yoongi kemudian mengikuti Jungkook keluar dari restoran. "Gua harus gimana? Apa gua kaga perlu beliin apa-apa?"

Jungkook terkekeh. "Mau beliin apa, hyung? Mau beliin makan? Paling Seungwan nuna udah makan di pesawat. Mau beliin parfum? Baju? Lu mau ajak gua bolos ke mall?"

Yoongi menjitak kepala Jungkook. Berani sekali Jungkook berkata dengan nada merendah pada dirinya. Apa Jungkook tidak pernah merasa gugup selama hidupnya? Sial, tenangkan dirimu, Min Yoongi. Seungwan akan datang menemuinya dan ia harus menyambut kedatangan Seungwan dengan baik.

"Baju gua bau keringat gini. Ada toko baju kaga deket sini?" tanya Yoongi pada Jungkook.

"Ada, hyung. Mau belanja?" tanya Jungkook kemudian Yoongi mengangguk. "Ya udah, tapi sekali ini aja. Besok kaga boleh bolos, hyung."

Yoongi bersama Jungkook mulai menelusuri pertokoan di dekat Rumah Sakit. Banyak anak muda berlalu lalang membuat Yoongi teringat akan mimpinya. Bagaimana ia dan Seungwan berkencan di akhir pekan, belanja bersama selama berada di Toronto, pergi dari satu tempat ke tempat lain menggunakan mobil swift Yoongi.

"Oh ya, Jungkook," kata Yoongi saat tiba di dalam toko. "Hape, dompet, kunci mobil, kunci rumah, pokoknya semua barang penting gua ada di mana?"

Jungkook menepuk tangannya. Matanya menatap lantai toko sambil berpikir. "Di mana, ya? Gua lupa. Kayaknya ada di ruang inap hyung. Eh, atau dibawa orang, ya? Kok gua jadi pelupa gini. Coba gua minta suster di Haesung cariin."

Jungkook meninggalkan Yoongi sendirian di dalam toko untuk menghubungi pihak Rumah Sakit. Yoongi mendengus kesal, bisa-bisanya Jungkook melupakan barang penting miliknya. Yoongi bertekad untuk membeli pakaian paling mahal agar Jungkook merasa jera karena sudah menghilangkan barang-barang penting miliknya.

Yoongi menelusuri setiap bagian toko dengan saksama. Pakaian seperti apa yang harus ia beli? Yang berwibawa seperti bos mafia? Yang tidak bermodal seperti anak muda zaman sekarang? Yang resmi seperti pegawai kantor? Atau yang meriah seperti anggota boyband?

Petualangan Yoongi mencari pakaian memakan waktu setengah jam. Akhirnya Yoongi memilih kemeja hawaii biru yang berhiaskan pohon kelapa. Jungkook sempat tertawa saat melihat pilihan Yoongi tapi setelah melihat Yoongi memakai kemeja itu bersama celana hitamnya, Jungkook tidak bisa tertawa lagi.

"Keren, hyung! Ayah muda banget," komentar Jungkook yang entah kenapa masih terdengar menyebalkan di telinga Yoongi.

Setelah membayar kemejanya, Yoongi dan Jungkook bersama-sama berjalan kaki untuk kembali ke Rumah Sakit. Suasana Rumah Sakit selalu ramai saat siang hari. Masyarakat dari segala usia datang ke Rumah Sakit untuk mencari pengobatan terbaik.

Saat memasuki lobi, mata Yoongi tidak sengaja menangkap sosok yang sangat ia kenal. Apakah itu Mino? Dan di sebelahnya ada Wheein, tetangga Seungwan dulu? Lalu siapa bayi yang sedang berada di gendongan Wheein? Apa itu anak Mino dan Wheein? Tunggu. Seingat Yoongi, Mino dan Wheein memang berpacaran. Tapi Yoongi tidak ingat bahwa mereka sudah menikah atau memiliki anak.

"Yoongi!" sapa Mino begitu Yoongi berjalan mendekat ke arahnya. "Selamat datang kembali."

"Makasih," balas Yoongi sambil menatap Mino dan Wheein. "Ngapain ke Haesung?"

Jungkook menepuk tangannya lagi, kali ini ia seakan tahu jawaban yang akan terucap dari bibir Mino dan Wheein. "Gua tau! Kalau Mino hyung dan Wheein nuna udah di sini, berarti Seungwan nuna juga udah di Haesung! Iya, kan?"

"Sumpah?" tanya Yoongi kemudian Wheein mengangguk.

"Seungwan unnie tadi langsung ke ruangan Yoongi oppa," jawab Wheein.

Tanpa berkata apapun, Yoongi segera berlari menuju lift. Ia bahkan tidak memedulikan sorakan Jungkook dan Mino yang sudah jauh di belakangnya. Pikiran Yoongi saat ini hanya dipenuhi satu hal yaitu bertemu dengan Seungwan.

Lift berhenti di lantai empat dan dengan cepat Yoongi melangkah menuju ruangannya. Sepertinya petugas kebersihan sudah selesai membersihkan ruangannya karena saat tangan Yoongi meraih gagang pintu, tangan Yoongi merasa licin.

Baiklah, Yoongi. Di balik pintu ini ada Seungwan. Apa peraturan pertama? Tetap tenang. Apa peraturan kedua? Tidak boleh terburu-buru. Apa peraturan ketiga? Tidak boleh dikendalikan emosi. Benar, Yoongi. Kau adalah laki-laki berumur tiga puluh satu tahun. Bukan bocah ingusan berumur delapan belas tahun yang seenaknya mendorong perempuan.

Pintu terbuka perlahan dan mata Yoongi sudah menangkap rambut kecokelatan Seungwan. Perempuan itu duduk di kursi di depan meja kerja Yoongi. Jantung Yoongi berdegub sangat cepat saat kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan.

Seungwan yang sadar akan kehadiran Yoongi langsung menoleh ke tempat Yoongi berdiri. "Yoongi?"

Sebuah senyuman kaku terbentuk di wajah Yoongi. "Hai."

Yoongi menutup pintu ruangan rapat-rapat kemudian berjalan ke kursi kerjanya. Yoongi duduk dengan lemas karena saat ini ia duduk berhadapan dengan Seungwan. Dalam hati Yoongi hanya bisa membatin mengapa Seungwan terlihat sangat cantik. Berapa usia Seungwan sekarang? Tiga puluh tahun? Mengapa Seungwan masih tampak sangat muda?

"Udah lama datangnya?" tanya Yoongi gugup.

"Belom, kok. Barusan aja. Tadi kamu liat Wheein sama Mino di lobi? Mereka yang nganter aku," jelas Seungwan santai.

Oh, rupanya Seungwan sama sekali tidak berubah. Perempuan yang menjadi mantan kekasih Yoongi itu masih banyak bicara dan masih santai seperti di mimpi Yoongi. Tanpa sadar, Yoongi tersenyum.

"Iya," ujar Yoongi. "Udah makan?"

Seungwan mengangguk. "Udah tadi di pesawat. Enak banget, Gi. Makanya dari dulu kalau terbang ke Hongkong aku seneng banget! Soalnya makanan di pesawat pasti enak!"

"Oh, gitu," hanya itu yang terucap dari bibir Yoongi. "Masih laper?"

Kali ini Seungwan menggeleng. "Ngga, kok. Kenapa, Gi? Mau makan? Kamu laper, ya?"

Bukannya menjawab pertanyaan Seungwan, Yoongi justru mengamati sosok Seungwan yang tampak sangat menawan di matanya. Seungwan membiarkan rambutnya tergerai, tubuhnya ditutupi blouse hitam dan celana panjang hitam. Alhasil kulit Seungwan yang pucat tampak kontras dengan pakaian yang dikenakannya.

"Gi? Kamu ngeliatin apaan?" tanya Seungwan berhasil membuyarkan lamunan Yoongi. "Kamu ngga apa-apa, Gi? Atau jangan-jangan kamu masih ngga enak badan, ya? Apa perlu aku panggilin Jungkook?"

"Ngga, Wen. Ngga usah," sahut Yoongi cepat. Betapa malu dirinya karena tertangkap basah memandangi tubuh Seungwan.

Tiba-tiba pintu ruangan Yoongi terketuk, membuat Yoongi dengan cepat mengembalikan fokusnya. Yoongi mempersilakan orang yang ada di balik pintu untuk masuk. Dan ternyata yang datang adalah Wheein dengan bayi di gendongannya yang sedang menangis.

"Astaga," ujar Seungwan terkejut kemudian bangkit dari duduknya. "Kenapa dia nangis?"

Wheein tersenyum. "Kayaknya dia kangen sama unnie. Maaf ya unnie, padahal unnie lagi ngobrol berdua sama Yoongi oppa."

Seungwan menggeleng cepat kemudian menggendong bayi yang diserahkan Wheein padanya. "Ngga apa-apa. Makasih ya, Wheein. Kan aku ibunya jadi udah jadi tugasku buat bikin dia ngga nangis."

Yoongi terkejut bukan main. Jadi bayi yang ada di hadapannya sekarang adalah anak Seungwan. Dan saat Yoongi mengamati lebih saksama, ia melihat cincin di jari tangan Seungwan. Tubuh Yoongi bersandar pada kursi seakan menyerah pada kenyataan. Seungwan sudah menikah. Dan ada satu laki-laki beruntung yang berhasil memberikan Seungwan kebahagiaan yang selama ini diperjuangkan Yoongi.

"Maaf ya, Gi. Dia ngga biasa tidur siang kalau ngga sama aku," cerita Seungwan saat kembali ke tempat duduk dan berusaha menidurkan bayinya. "Kalau aku kerja, dia selalu dijaga sama Wheein. Tapi khusus kalau dia mau tidur atau mau minum susu, harus aku yang jagain."

Yoongi tersenyum pahit. "Selamat ya, Wen."

Seungwan balas tersenyum pada Yoongi. "Selamat juga untuk kamu, Gi."

Dugaan Yoongi emang tidak pernah salah. Seungwan memang bidadari yang tidak sengaja terlahir di Bumi untuk mengacaukan hatinya. Bahkan di saat Seungwan sudah menikah, memiliki suami, dan dikaruniai satu anak, Seungwan masih sempat mengunjungi Yoongi dan memberi Yoongi ucapan selamat karena sudah sadar dari komanya.

"Wen, gua mau cerita," kata Yoongi setelah Seungwan selesai menidurkan bayinya. "Selama gua koma, gua mimpi soal kita, dua belas tahun lalu."

Seungwan bangkit berdiri kemudian meletakkan bayinya di ranjang pasien yang ada di ruang kerja Yoongi. "Kamu mimpi soal masa sekolah kita?"

Yoongi mengangguk ringan. "Gua mimpi banyak, Wen. Mulai dari gua pindah ke kelas lu, nonton film sama lu, ngajak lu ke rumah gua, pokoknya banyak banget"

Seungwan kembali ke tempat duduknya seakan sudah siap mendengar banyak cerita dari Yoongi. "Masa lalu kita, ya? Berarti termasuk ulang tahun ke-17ku, kamu nungguin aku di bandara, ulang tahun ke-18mu—"

"Ciuman pertama kita,"

"Ciuman pertama kita," ulang Seungwan sambil tersenyum. "Lalu kita mulai pacaran. Kamu minta aku jadi lebih manja ke kamu, aku minta kamu nyanyi buat aku. Jadi kangen, ya, Gi?"

Yoongi mengangguk. "Gua kangen banget sama lu, Wen."

"Aku juga," sahut Seungwan. "Aku aja masih ngga percaya kamu sekarang ada di hadapanku, udah bangun dari koma kamu. Enam bulan, Gi. Enam bulan itu ngga sebentar."

"Gua tau, Wen. Maafin gua," akhirnya Yoongi mengatakannya. Akhirnya Yoongi mengucapkan kalimat yang tidak sempat ia ucapkan dua belas tahun lalu.

Seungwan menatap Yoongi dengan tatapan bingung. "Aku udah maafin kamu sejak lama, Gi."

Yoongi terkekeh. Memang, terdengar aneh saat kita minta maaf untuk masalah yang terjadi dua belas tahun lalu. Namun di sisi lain, ada satu hal yang Yoongi tidak mengerti. Mengapa Seungwan memanggilnya dengan sebutan 'Yoongi'? Apa karena ia sekarang dikenal sebagai 'Dokter Yoongi'?

"Maksud gua minta maaf itu karena udah nyakitin lu dua belas tahun lalu," lanjut Yoongi. "Maaf, Wen. Gua bodoh banget waktu itu kaga denger penjelasan lu dulu. Gua malah seenaknya mutusin lu."

Seungwan menggeleng pelan. "Kamu ngga perlu minta maaf, Gi. Aku juga salah waktu itu."

Canggung. Yoongi merasa canggung dengan Seungwan. Ia sudah selesai minta maaf dan sekarang tidak ada lagi sesuatu yang bisa ia bahas bersama Seungwan. Tapi di dalam hati, Yoongi merasa lega. Dosa Yoongi mungkin tidak dapat dihapus tapi untuk saat ini, Yoongi merasa hubungannya dengan Seungwan sudah baik-baik saja. Sekarang, ia hanya perlu melanjutkan hidup, bukan?

"Nanti pulang sama siapa?" tanya Yoongi berusaha memulai percakapan. "Sama Mino dan Wheein lagi? Atau dijemput suami?"

Seungwan mengangkat alisnya. "Suami?"

Yoongi tersenyum kecil. "Jangan kira gua kaga tau. Itu di jari lu ada cincin. Lu udah nikah, kan?"

Seungwan tidak bergerak sama sekali dari posisinya. Ia menatap Yoongi dengan penuh kebingungan. Sedangkan Yoongi masih menunggu jawaban yang terucap dari bibir Seungwan.

"Gi, kamu sehat, kan?" tanya Seungwan pelan.

"Gua sehat, Wen. Kenapa sih? Oh ya, kenapa lu manggil gua 'Yoongi'? Manggil Suga aja kan posisinya gua lagi kaga meriksa lu," sambung Yoongi sewajar mungkin.

Seungwan menggeleng tidak mengerti. "Gi, kayaknya Jungkook perlu periksa kamu lagi, deh. Maksud kamu nanyain aku udah nikah atau belum itu apa, Gi? Maksud kamu nanyain aku dijemput suami itu apa, Gi?"

"Oh, salah, ya?" tanya Yoongi, kali ini dirinya lah yang bingung. "Gua kira lu udah nikah soalnya ada cincin di jari lu."

Seungwan tertawa kecil kemudian menggelengkan kepala. "Iya, Gi. Aku udah nikah. Terus kenapa? Jangan bilang kamu lupa siapa suamiku."

Yoongi mengangkat bahunya. "Siapa, Wen? Kok gua lupa, ya? Lu ngundang gua kan waktu lu nikah?"

Demi apapun, Yoongi sama sekali tidak ingat apa ia datang ke pernikahan Seungwan atau tidak. Otak Yoongi mulai bekerja dua kali lipat untuk mengambil memori dari masa lalu Yoongi. Pernikahan? Kapan? Dua tahun yang lalu, kah?

Tiba-tiba Seungwan bangkit berdiri, berjalan menuju tempat Yoongi duduk. Dan dengan kesal, Seungwan memukul bahu Yoongi. Sontak saja Yoongi yang terkejut langsung bangkit berdiri untuk menghindari pukulan Seungwan. Tapi Seungwan sama sekali tidak berhenti.

"Wen! Sakit!" tangan Yoongi bergerak cepat untuk mengunci tangan Seungwan. "Kok lu mukul gua, sih?"

Yang membuat Yoongi terkejut lagi adalah saat Seungwan tiba-tiba saja menangis. Yoongi melepas genggamannya pada tangan Seungwan lalu membawa Seungwan ke dalam pelukannya. Ada apa ini? Apa yang telah ia lakukan? Apa ada kamera CCTV di ruangan Yoongi? Kalau ada, gawat. Bisa-bisa ia dianggap merebut istri orang.

"Wen, udah. Jangan nangis. Maafin gua, tapi gua kaga tau salah gua apaan," ujar Yoongi pasrah.

"Gi, kamu bodoh, ya?" tanya Seungwan kemudian mundur beberapa langkah. Matanya sudah bengkak karena air mata. "Kan kita udah nikah, Gi."

"Hah?"

Apa ia tidak salah dengar? Apa Seungwan baru saja memberitahunya bahwa mereka telah menikah? Apa itu artinya suami Seungwan adalah dirinya sendiri? Tunggu. Mengapa Yoongi bisa lupa? Apa ia masih koma? Apa ia masih bermimpi?

"Kenapa sih kamu panggil aku 'Wendy'? Kan biasanya kamu panggil aku 'Seungwan', Gi. Aduh, kayaknya kamu perlu diperiksa ulang, deh!" ujar Seungwan dengan nada menyindir. "Aku ngga percaya kamu ingat kejadian dua belas tahun lalu tapi ngga ingat kalau aku istri kamu!"

Yoongi menggeleng serius. "Tapi Wen, eh, Seungwan. Lu liat sendiri kan di jari gua kaga ada cincin? Sedangkan di jari lu ada cincin. Lu kali yang bercanda."

Seungwan berjalan menuju tas yang ia bawa kemudian mengeluarkan isinya. Benda pertama yang dikeluarkan Seungwan adalah ponsel dan dompet Yoongi. Kemudian kunci mobil Yoongi dan sebuah kunci rumah. Ketiga, foto pernikahan mereka. Keempat dan yang paling penting adalah cincin pernikahan.

"Aku emang sengaja bawa barang-barang kamu selama aku ngga bisa jagain kamu di Rumah Sakit," cerita Seungwan. "Soalnya kalau aku bawa ini, aku bakal merasa kamu ada di dekat aku. Tapi ternyata kamu sendiri ngga ingat kalau kita udah nikah. Duh! Jungkook gimana, sih!"

Seakan tidak percaya, Yoongi langsung mengambil dompetnya dan melihat isinya. Ada fotonya bersama Seungwan dan anak mereka di dalam dompet. Statusnya di kartu penduduk juga tertulis 'menikah'. Dan terakhir, Yoongi mencoba cincin pernikahan di jarinya. Ukurannya sangat pas di jari Yoongi.

"Jadi... Yang tidur di ranjang itu... Anak kita?"

Seungwan mengangguk pelan.

Bagaimana Yoongi menjelaskan perasaannya sekarang? Karena kemarin tidak ada seorang pun yang membahas hubungannya bersama Seungwan. Orang tuanya, teman-temannya, bahkan Jungkook yang merupakan dokternya sama sekali tidak memberitahunya bahwa ia telah menikah. Bahagia. Ia merasa sangat bahagia sekarang.

"Anak kita namanya siapa, Seungwan?" tanya Yoongi sambil tertawa, masih tidak percaya.

Seungwan memutar bola matanya. "Min Seuyoon. Perempuan. Umurnya baru tujuh bulan. Anak kita. Dan kamu yang kasi nama. Duh, kenapa kamu bisa lupa, Gi?"

Yoongi berjalan mendekati Seungwan kemudian mengusap rambut Seungwan dengan perlahan. "Coba buktiin kalo aku lagi ngga mimpi, sayang."

Seungwan mencibir kesal. Tepat saat Yoongi sudah siap jika Seungwan akan mencubit pipinya, perempuan beraroma parfum green tea itu jusru mencium Yoongi di bibir. Perlahan, ingatan Yoongi kembali. Yoongi ingat reuni dua tahun lalu, Yoongi ingat bagaimana ia melamar Seungwan setelah menemui orang tua Seungwan, Yoongi ingat pernikahannya dengan Seungwan, Yoongi mengingat semua hal tentang Seungwan.

Dengan cepat, Yoongi mengangkat tubuh Seungwan dan menggendong istrinya dengan gaya bridal style. Seungwan yang terkejut langsung menjauhkan bibirnya dari bibir Yoongi, kemudian meletakkan kedua tangan di bahu Yoongi agar tidak kehilangan keseimbangan.

"Yoongi! Kamu mau ngapain!?"

Tanpa menghiraukan pertanyaan Seungwan, Yoongi membuka pintu ruangannya. Ternyata di depan pintu, ada Jungkook yang sepertinya telah tertangkap basah mendengar pembicaraannya dengan Seungwan.

"Jungkook, gua mau kasi lu dua perintah penting. Lu kaga boleh nolak atau gua lapor ke direktur kalau lu tadi bolos," kata Yoongi masih sambil menggendong Seungwan.

Jungkook langsung berdiri tegap dan menatap Yoongi gugup. "Siap! Apapun akan saya laksanakan!"

Yoongi terkekeh. "Pertama, lu jagain anak gua. Kedua, lu sewain gua kamar pasien VVIP yang ranjangnya paling gede di lantai atas. Ngerti?"

Jungkook yang mendengar perintah Yoongi langsung masuk ke dalam ruangan, mengambil anak Yoongi dan Seungwan yang tidur, dan menelepon resepsionis untuk menyewa satu kamar VVIP di lantai sembilan.

"Kamu mau ngapain, Gi? Kok nyewa kamar VVIP segala?" tanya Seungwan penasaran.

Yoongi mengecup bibir Seungwan. "Hari ini kita ngga usah pulang ke rumah, ya. Kita tidur di kamar VVIP aja. Ayo bikin adik buat Seuyoon."

Seungwan membuka mulutnya lebar, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Yoongi!"

Dan begitulah cerita bagaimana Yoongi akan selalu jatuh dan kembali pada seorang bidadari sejati bernama Son Seungwan. Karena di dunia ini, hanya Son Seungwan yang dapat membuat Yoongi menjadi orang dengan pribadi yang lebih baik.

Tamat
P.S masih ada part 31 ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

3.2K 379 28
"Jadi, kapan kita pesta? Umurmu sudah 27 tahun." Bahaya! Pertanyaan yang selama ini dianggap keramat, akhirnya keluar juga dari mulut Bapak. Pertanya...
1M 86.6K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
156K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
32K 3.1K 18
Hwang Sinb ingin situasi kembali seperti semula. Tapi tiba-tiba dia diharuskan tinggal di rumah Moonbin, membuatnya harus mengubur dalam-dalam perasa...