Me And My Brokenheart

By rxsjournal

3.8K 208 28

Maudy Putri Catalia. Baik, cantik, pinter, dan pendiem. Karena kamu, aku jadi tahu apa itu jatuh cinta? -Mau... More

Prolog [Revisi]
One: Masuk Sekolah
Two: Hari Kedua
Three: Satu Kelas?
Four: Kenapa?
Five: Rahasia
Six: Bingung?
Seven: Perhatian
Eight: Siapa Dia?
Nine: Curcol (Ray)
Ten: Curcol (Maudy)
Eleven: Curiga
Twelve: Cemburu Again (versi Maudy)
Thirteen: The Reality
Fifteen: Toko Buku
Sixteen: Dia Kembali
Seventeen: Dinner
Eighteen: Marah
Nineteen: Ambigu
Twenty: Bangunan Tua
TwentyOne: Lie
Attention!

Fourteen: Dimas is Fanboy

117 7 9
By rxsjournal

Maudy sedari tadi hanya diam duduk di bangku taman sambil melamun. Lamunannya buyar ketika ada seseorang yang menepuk bahunya.

"Heh! Lo ngapain disini? Gak belajar apa?" Tanya Dimas dengan raut wajah bingung. Ya, yang menepuk bahunya adalah Dimas.

Maudy mengedikkan bahunya acuh, "Freeclass." Dimas hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Terus, kenapa lo disini? Kenapa gak di kelas aja?" Dimas bertanya kembali dengan raut wajah heran.

"Males." Jawab Maudy. Singkat, padat, dan jelas.

Dimas membulatkan mulutnya membentuk huruf 'O'.

"Lo, sih, kenapa gak di kelas?" Tanya Maudy balik.

"Freeclass, juga. Kayaknya semua guru pada rapat ngomongin soal perkemahan." Jelas Dimas dengan datar.

"Dalam rangka apa, sih, perkemahannya?"

"Disini emang udah jadi kegiatan Tahunan, Dy." Maudy mengangguk-anggukkan kepalanya dan mulutnya yang membulat membentuk huruf 'O'.

"Kak!" Dimas mengangkat sebelah alisnya.

"Lo pernah suka sama cewek?" Tiba-tiba, Maudy bertanya seperti itu kepada Dimas.

Dimas menganggukkan kepalanya, "Pernah. Kenapa emang?" Tanya Dimas bingung.

"Gak, gue cuma nanya doang, kok." 

Setelah itu, yang terjadi hanya keheningan.

"Lo suka Ray?" Tanya Dimas tiba-tiba.

"Hah?! Lo bilang apa barusan, kak?" Tanya Maudy gelagapan. Ia kaget tiba-tiba ditanya seperti itu. Makanya, ia jadi gelagapan seperti itu.

"Lo suka Ray?" Dimas mengulang pertanyaannya kembali.

"Gue nggak tau." Maudy pun menoleh kearah Dimas. "Kenapa lo nanya kayak gitu, kak?"

"Karena, kalo gue liat, cara lo natap ke Ray itu beda dari yang lain" Sahut Dimas. Ia tahu kalau Maudy memang sudah mulai menukai Ray, namun ia hanya memancingnya dengan pertanyaan-pertanyaan menjebak.

"Lo jangan bilang siapa-siapa, ya?" Dimas menganggukkan kepalanya. 

Maudy menghela napasnya pelan, "Lo bener, kak. Gue suka dia, tapi gue gak tau kapan gue sukanya. Kalo ada di dekat dia, kadang gue suka ngerasa aneh sama diri sendiri."

"Aneh gimana?" Tanya Dimas heran.

"Ya... kayak gitu-lah. You know, lah."

"Iya-iya. Gue saranin nih, ya, kalau lo suka sama orang lo harus gerak cepat sebelum dia diambil sama orang lain." Setelah Dimas berkata begitu, Maudy pun langsung menundukkan kepalanya.

Dimas pun tersenyum licik. Tapi, karena Maudy menunduk, ia tidak melihatnya.

Maudy pun menengadahkan kepalanya dan menatap langit yang terik ini. Dimas buru-buru mengganti mimik wajahnya kembali seperti awal.

"Seharian ini, gue dinasihati terus soal kayak gini." Dimas mengangkat sebelah alisnya menatap Maudy bingung. Maudy hanya tersenyum kecil, "Iya, kayak gini. Soal cowok lagi, cowok lagi. Gue sampai capek dengernya."

Dimas hanya terkekeh pelan.

"Kenapa lo ketawa?" Maudy mengernyitkan dahinya menatap Dimas, bingung.

"Lucu aja, orang kayak lo ternyata bisa galau juga." Dimas pun terkekeh kembali.

"Galau? Gue nggak galau." Elak Maudy.

"Yeh, ngelak aja terus sampai Lisa jadi pacar gue." Dimas memutar bola matanya malas.

"Lisa? Lisa siapa?" Maudy mengernyit heran. Pasalnya, Lisa yang berada di sekolahnya adalah anak yang berkacamata tebal, suka dikepang dua.

Masa iya, Kak Dimas suka sama cewek kayak gitu, batin Maudy bingung.

"Masa lo gak tau, sih?" Maudy hanya menggelengkan kepalanya. 

Dimas berdecak pelan, "Model-model cewek kaya lo ini, pasti suka Korea, kan?" Maudy menganggukkan kepalanya.

"Nah, lo pasti tau Lisa, kan?" 

Maudy terlihat berpikir keras sampai-sampai kerutan di dahinya sangat dalam.

"OH! Gue tau!" Maudy pun langsung menoleh kearah Dimas. "Lisa BlackPink, kan?" Tanya Maudy.

Dimas menganggukkan kepalanya.

"Eh, bentar. Kok lo bisa tau BlackPink? Jangan-jangan......" Maudy pun langsung tertawa terbahak-bahak sampai ia mengeluarkan air matanya.

"Kok lo ketawa, sih? Emang ada yang lucu, ya?" Dimas mengernyit bingung melihat Maudy yang sedari tadi tertawa tidak jelas, menurutnya.

"Ada, banyak. Hahaha..." Maudy masih saja tertawa bahkan sekarang ia sampai terjatuh dari bangkunya karena tertawa. Kalian tau lah, apa yang bikin Maudy kayak gitu.

"Ngomong tuh, yang jelas!" Ujar Dimas.

Maudy pun mengangkat tangannya diatas kepala tanda ia sudah tidak sanggup untuk berdiri. Alhasil, Dimas pun membantunya berdiri dan duduk di bangku seperti tadi.

"Jadi, Ketua OSIS kita ini yang terkenal tegas dan galak hanyalah seorang Fanboy yang suka BlackPink, gitu? Hahaha..." Maudy pun kembali melanjutkan tawanya.

"Emang kalau gue Fanboy salah, ya?" Tanya Dimas dengan raut wajah sok polosnya.

"Salah, sih, enggak. Tapi..." Ada jeda sebelum Maudy melanjutkan perkataannya. "Lo kan KetOs, terus juga lo kan ketua basket SMA ini, masa Ketua-nya Fanboy."

"Terus, kenapa?"

"Aneh aja, gitu. Gue ngakak dengernya." Maudy pun tertawa kecil, tidak seperti sebelumnya.

Dimas pun memerhatikan ekspresi Maudy yang sedang tertawa. Maudy terlihat jauh lebih bahagia daripada sebelumnya.

Ia tidak sadar kalau sedari tadi Maudy pun memerhatikannya.

"Kayaknya, emang bener Ray bikin lo sengsara, Dy." Ujar Dimas santai dan masih berkelana di pikirannya.

Maudy yang mendengar ada kata Ray dan 'Dy' itupun ia langsung mengernyit bingung.

Sengsara? Ray? Apa maksudnya?, tanya Maudy dalam hati.

Maudy pun segera memalingkan wajahnya, sebelum Dimas sadar jika ia telah mendengar apa yang barusan ia katakan.

Tak lama kemudian, Dimas pun langsung kembali ke dunia nyata. Dimas pun berdiri dan mengajak Maudy untuk kembali ke kelas karena bentar lagi waktunya pulang.

"Dy, ayo gue anter ke kelas lo!" Maudy pun menerima ajakan Dimas. Ia pun langsung melangkah bersama Dimas menuju kelasnya.

****

"Thanks udah mau anter, kak!" Maudy menepuk bahu Dimas, pelan.

"Ya, sama-sama." Dimas menganggukkan kepalanya.

"Yaudah, sana ke kelas lo! Kelas lo kan jauh dari sini." Usir Maudy. Ia mendorong bahu Dimas keras sampai ia meringis.

"Badan lo kecil, tapi tenaga sekuat badak. Aneh gue!" Ejek Dimas pelan.

"Gue denger, loh!" Dimas pun langsung menoleh kaget kearah Maudy. Ia mengangkat kedua tangannya, kemudian tanpa aba-aba ia sudah berlari menjauh dari kelas Maudy. 

Maudy menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian, ia pun berjalan memasuki kelasnya.

Saat ia sudah sampai di bangkunya, ia melihat Ray masih sibuk dengan HP-nya. Maudy melirik sedikit kearah Ray.

Oh, lagi chat-an sama seseorang.

Maudy pun mencondongkan kepalanya agar lebih dekat dengan Ray. Ia ingin melihat Ray sedang chat-an dengan siapa.

"Lo lagi ngapain, heh?" Tiba-tiba, Ray memutar kepalanya sehingga wajahnya langsung dihadapkan oleh wajah Maudy. Mereka berdua terdiam sejenak, tanpa ada yang mau menjauh.

Sehingga suara milik Vani yang menyadarkan keduanya.

"Ngapain lo berdua tatap-tatapan gitu? Deket banget lagi, wajahnya." Vani tiba-tiba menyela diantara keduanya.

"Apaan sih, lo?!" Ketus Maudy. Ia masih kesal akibat perkataan Vani, tadi. Maudy pun langsung duduk di bangkunya. Ia membereskan buku-bukunya kedalam tasnya karena sebentar lagi akan pulang.

"Maafin gue, Dy. Lo kan tau, gue kayak apa..." Ucap Vani dengan raut wajah sedih. Vani pun berlutut di hadapan Maudy sambil menempelkan kedua telapak tangannya di depan wajahnya.

Maudy masih tetap bergeming. 

"Dy..." Lirih Vani. "Gue bakal beliin apapun yang lo mau, deh. Asal lo mau maafin gue, ya?"

Mata Maudy pun langsung berbinar senang, "Beliin gue novel Best Seller, ya? Baru gue maafin."

Vani pun memutar bola matanya malas, "Iya-iya. Giliran diginiin, lo baru mau maafin."

"Lo gak mau? Yaudah, gak gue maafin." 

"Eh, enggak-enggak. Pulang sekolah gue temenin lo beli bukunya. Bayarnya pakai duit gue, kok. Mumpung baru di transferuang sama Nyokap." Vani pun berdiri dan ia berjalan ke sisi Ray. Ia berbisik sesuatu di telinga Ray. Ray pun hanya tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

Maudy yang melihat adegan itu hanya mengernyit heran.

Kenapa dia?

Maudy mengangkat bahunya acuh.

Tak lama kemudian, bel pulang pun berbunyi. Murid-murid SMA Samudera pun berhamburan keluar dari kelas menuju gerbang sekolah.

"Ayo, Dy!" Ajak Vani kepada Maudy. Maudy menganggukkan kepalanya. Ia pun menggendong tasnya dan berjalan keluar kelas bersama Vani. Vadi yang sudah tahu kembarannya akan pergi ke toko buku, ia akhirnya pulang duluan dengan memesan ojek online

Sebelum benar-benar keluar dari kelas, Vani menoleh ke belakang sebentar kearah Ray. Ia mengacungkan jempolnya kearah Ray.

Ray mengangguk. Ia pun berdiri dan berjalan keluar menyusul keduanya.

"Dy, gue lupa kalo gue ada janji sama seseorang." Maudy yang mendengar perkataan itu langsung merengut, tak suka. 

"Lo sama Ray aja ya, perginya." Lanjut Vani. Maudy pun menoleh kearah Ray yang berada di samping kirinya. Ray mengangkat sebelah alisnya.

"Ah, lo mah gitu, Van. Dasar tukang PHP." Ketus Maudy. 

"Ih, lo perginya sama Ray. Tapi, tetep gue yang bayar, kok. Ya kan, Ray?" Ray pun langsung menoleh kearah Vani dan ia pun menganggukkan kepalanya.

"Yaudah, lah. Mana uangnya?" 

"Nih..." Vani menyodorkan kartu kreditnya. "Lo bayarnya pake itu, ya."

Maudy membolak-balikkan kartunya. Kemudian, ia pun mengangguk setuju. "Oke, deh!"

"Yaudah, gue duluan kalau gitu." Vani pun meninggalkan mereka berdua di koridor sekolah.

"Terus sekarang kita mau kemana?" Tanya Ray setelah Vani menghilang di di koridor sekolah.

"Toko buku, lah. Masa toko bangunan." Maudy memutar bola matanya kesal.

"Maksud gue bukan gitu, Dy." Maudy pun mengangkat sebelah alisnya.

"Terus?"

"Gue laper. Makan dulu, kek." Ujar Ray. Maudy terlihat berpikir sejenak. 

Kemudian, ia mengangguk setuju. "Oke, lah. Gue juga laper."

Ray pun mengangguk. Ia dan Maudy berjalan berdampingan menuju parkiran.

"Nih, pakai jaket gue!" Ujar Ray saat mereka sudah sampai di depan motor Ray. Ray pun menaiki motornya dan memakai helm-nya.

"Buat apa?" Tanya Maudy bingung.

"Lo mau, paha lo jadi tontonan gratis buat semua murid disini?" Tanya Ray santai.

"Ya gak mau, lah." Elak Maudy.

"Yaudah, dipake!" Perintah Ray.

"Iya-iya!" Maudy pun naik keatas motor Ray. Ia pun melebarkan jaket Ray untuk menutupi pahanya.

"Udah, belum?" Tanya Ray datar.

"Udah."

"Pegangan! Gue kalau bawa motor suka ngebut." Maudy pun menaruh kedua tangannya diatas kedua bahu Ray.

Ray pun mendengus kesal, "Lo kira gue tukang ojek, apa?!"

"Ya terus, dimana?" Ray pun meraih kedua tangan Maudy yang berada di bahunya. Kemudian, ia mengarahkan kedua tangan itu di depan perutnya. Sekarang, posisinya seperti Maudy memeluk Ray dari belakang.

"Nah, ginikan aman!" Ray pun menyalakan mesin motornya dan mulai melajukannya keluar area sekolah.

Ray tersenyum melihat tangan Maudy yang bertengger manis di depan perutnya.

Gue mau lo kayak gini terus sama gue, Dy. pinta Ray dalam hati.

Ray pun tersenyum kecil.

****

Tbc.

Dpt feel nya gk? Gk dpt blg ya,, hehehe:)

Btw,, jgn lupa vote+comment yaa;)

Stay trs di story ini yakk:)

Riss~

Continue Reading

You'll Also Like

4.1M 243K 60
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
2.3M 156K 49
FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! "𝓚𝓪𝓶𝓾 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓽𝓲𝓽𝓲𝓴 𝓪𝓴𝓾 𝓫𝓮𝓻𝓱𝓮𝓷𝓽𝓲, 𝓭𝓲𝓶𝓪𝓷𝓪 𝓼𝓮𝓶𝓮𝓼𝓽𝓪𝓴𝓾 𝓫𝓮𝓻𝓹𝓸𝓻𝓸𝓼 𝓭𝓮𝓷𝓰𝓪�...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.5M 217K 66
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
2M 101K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...