Loizh III : Reinkarnasi

By Irie77

300K 27.3K 1.4K

Sangat disarankan untuk membaca book 1 ( Loizh ) & book 2 ( Loizh II : Arey ) agar tidak menimbulkan kebingun... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Perang Yang Lampau
Musuh Baru
Tertangkap
Vinculum
Aura Hitam
Qlue
Cemburu
Jiwa Yang Di Pindahkan
Kekuatan Flou
Hutan Strix
Menjamah Masa Lalu
Dua Kota Yang Hancur
Ingatan Dan Kesedihan
Ilusi
Akhir Perjalanan Panjang
Senja

Memulai Misi

6.3K 678 47
By Irie77

Aku terduduk di akar pohon yang besarnya dua kali lipat dari tubuhku dengan lesu. Aku terus menatap danau gelap yang tak jauh dariku. Satu hal dalam pikiranku adalah aku ingin terjun kedalam air itu dengan harapan aku bisa menemukan peri Floss yang hilang. Tanpa pikir panjang aku langsung melesat kedalam air gelap dengan cahaya seadanya yang menguar dari tubuhku. Aku melesat di dalam air ke sembarang arah dan sejujurnya aku memang tidak tahu di mana lokasi saat peri Floss menghilang. Aku terus menyusuri air danau yang gelap dengan harapan bisa menemukan puing-puing tubuhnya jika ia memang telah lenyap.

Aku melesat lebih dalam lagi hingga aku bisa melihat dasar air yang ternyata adalah tanah pasir luas yang di tumbuhi rumput liar setinggi dua meter dari permukaan tanah. Aku mengamati salah satu batang rumput yang ternyata berwarna hijau. Mereka tumbuh subur di dalam air. Aku berharap tubuh peri Floss tidak tenggelam di antara rerumputan karena itu akan membuatnya sukar di cari.

Tak lama kemudian apa yang aku cari akhirnya ketemu, aku melihat seonggok sayap yang telah rusak melayang terombang ambing oleh air. Aku segera melesat untuk meraih sayap itu. Sayap itu terasa sepeti kain basah di dalam air, begitu lentur dan rapuh.

Aku melesat kesana kemari, berharap bisa menemukan jejak tubuhnya yang lain. Dan aku melihat pendaran cahaya berwarna biru keunguan yang redup di antara batang-batang rumput panjang. Aku langsung melesat menuju kearah sumber cahaya dengan harapan ia masih bisa di selamatkan.

Aku melesak masuk sambil menyingkirkan batang-batang berserakan yang menghalangi jalanku dengan kekuatanku. Betapa leganya aku saat aku melihat seonggok tubuh peri tergeletak dalam posisi tengkurap dengan sayap satu di punggungnya yang compang camping.

Aku menghampiri tubuhnya yang terkulai. Aku bersyukur ia masih bertahan dengan kondisinya sekarang. Aku meraih tubuh itu dan memeluknya untuk kubawa melesat. Aku menggunakan sedikit kekuatanku untuk mengangkat tubuhnya yang terasa berat di tanganku. Aku melesat ke permukaan air lalu terbang menembus udara.

Tuan Za' dan Felix menatapku tercengang saat aku memasuki ruangan. Aku meletakan tubuh peri Floss yang hampir hancur di atas meja tepat di hadapan Tuan Za'.

"Aku mohon selamatkan dia," kataku dengan harapan Tuan Za' bisa membaca ekspresiku. Dan—sialnya ia tidak paham dengan ucapan maupun ekspresiku.

Tapi aku merasa lega karena ia langsung mengambil tindakan untuk mengamati peri Floss yang terluka. Ia menyegel peri Floss dan memasukkannya kedalam bunga tulip raksasa lalu menyimpannya.

"Ini peri Floss yang ku cari," gumam Tuan Za' pada Felix. "Bagaimana ini bisa terjadi?"

"Ah ya, waktu aku menyelamatkan Karin aku pernah berdebat dengannya tentang peri Floss," tutur Felix. "Ia bilang peri Floss dalam bahaya. Kupikir ia berbohong ternyata—kemungkinan yang di katakannya benar. Peri Floss ada disana."

"Bagaimana bisa kau berpikir aku berbohong dalam situasi seperti itu!" teriaku yang tak bisa di dengar.

"Maafkan aku Tuan Za', waktu itu aku hanya memikirkan keselamatan Karin. Maafkan aku yang tidak sempat menyelamatkan peri Flossmu," ucap Felix dengan nada menyesal yang tulus.

Meskipun begitu aku jadi merasa kesal karenannya. "Kita masih sempat menyelamatkannya kalau kau tidak menyeretku dari dalam air," kataku lagi.

Tuan Za' mengangguk mengerti pada Felix. "Dengan situasi ini aku jadi semakin bingung. Kenapa peri Floss melanggar segelnya dan melarikan diri? Apa dia memiliki Tuan yang baru?" tanyannya pada diri sendiri lalu menatapku. "Dan bagaimana peri ini bisa menemukan peri Flossku?"

"Karena waktu penyerangan itu ia sedang bersamaku. Aku melihatnya melawan Qlue itu untuk menyelamatkanku dan aku mencarinya," jawabku.

Tuan Za' mengerutkan kening pertanda bingung dengan apa yang kuucapkan barusan begitupun dengan Felix yang menyipitkan matanya saat aku berbicara.

"Aku rasa peri ini memiliki banyak informasi, tapi sayangnya kita belum bisa berinteraksi dengannya," gumam Tuan Za' lagi. "Kita harus mencari tahu nama peri ini."

"Bagaimana caranya?" tanya Felix.

Bagaimana caranya? Ya, bagaimana caranya agar mereka mengetahui namaku. Aku berpikir untuk menemukan cara agar mereka mengetahui namaku. Aku menatap mereka satu persatu sambil membayangkan sekumpulan orang yang mengalami cacat fisik, jika mereka tidak mendengarku berarti mereka tuli. Dan cara untuk berinteraksi dengan orang tuli adalah—aku harus menjadi orang bisu. Aku melesat untuk masuk ke rak alat tulis namun aku tidak sengaja menumpahkan satu kaleng cairan hitam beraroma herbal.

Tuan Za' langsung bangkit dengan wajah frustasi atas apa yang ku lakukan. Cairan hitam, nah aku langsung mendapat ide. Aku mencelupkan kedua tanganku hingga menghitam dan aku melesat mencari tempat datar. Aku menuliskan namaku di atas meja, aku yakin Felix bisa membaca tulisanku.

Felix membaca tulisan itu lalu menatapku lama kemudian ia bergumam, "Ririn Allyson."

Aku merasa semua dinding yang membatasiku terbuka saat namaku di sebut. Aku melesat dan menampar-namparkan sayapku di wajah Felix dengan bahagia sekaligus gemas sambil berharap tamparan sayapku tidak terlalu menyakitkan.

"'Kenapa kau tidak memanggilku sejak awal! Kau tahu betapa menderitanya aku tidak bisa bicara denganmu. Aku rindu padamu sialan!" umpatku masih menyerbu wajah Felix.

"T-tuan Za', bisakah kau menjinakan peri ini?" Felix berusaha menghindariku sambil melindungi wajahnya.

"Felix, apa kau masih tidak bisa mendengarku berbicara?!" teriakku lagi.

Felix menurunkan tangannya dari wajahnya lalu menatapku. "Kau barusan berbicara padaku?"

"Tentu saja denganmu? Kau pikir aku berbicara dengan kayu?"

"Ririn," gumamnya lirih dengan wajah tak percaya lalu menyentuh daguku dengan ujung jarinya. "Kau—benarkah itu kau?"

Aku mengangguk. "Ini aku."

"Siapa namanya? Ririn Allyson?" Tuan Za' bergumam dengan nada penasaran sambil menatap tulisan di meja.

"Jangan beritahu Tuan Za' jika kau mengenalku sebagai Ririn. Anggap saja kau baru mengetahui namaku dalam wujud peri karena aku tidak tahu apakah aku bisa berinteraksi dengan seseorang yang memanggilku Karin," bisikku di telinga Felix.

Felix mengangguk pertanda mengerti.

"Benar Tuan, ia menuliskan namanya sendiri," sahut Felix.

Tuan Za' menatapku lekat lalu bergumam, "Ririn Allyson."

"Iya Tuan," sahutku.

Tuan Za' terduduk di kursi peri-perinya dengan wajah lega. "Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu." Tuan Za' mencondongkan tubuhnya. "Pertama, darimana asalmu?"

Aku terdiam sejenak lalu sebuah hutan tandus yang hitam berkelebat dalam kepalaku. "Aku berasal dari hutan Strix," jawabku.

"Hutan Strix? Aku tidak menyangka ada peri yang bisa bertahan hidup di tanah terkutuk itu." Tuan mengangguk angguk namun ia masih tampak berpikir. "Kedua, bagaimana kau bisa sampai ke sini dan bagaimana kau menemukan peri Flossku?"

Kali ini aku terdiam lebih lama dari sebelumnya. Jujur, ini pertanyaan yang sulit. "Aku datang kemari karena ada beberapa hal yang harus kulakukan di tempat ini." Aku terdiam sejenak untuk menjawab pertanyaan berikutnya. "Aku dengar kau sedang kehilangan peri Floss jadi—aku berusaha mencarinya," jawabku dengan lega.

Tuan Za' mengangkat alisnya sambil mengangguk-angguk lagi. "Ketiga, apa tujuanmu datang kemari?"

"Aku ingin mengabarkan bahwa para Qlue sedang melakukan persiapan untuk datang ke wilayah Una. Berhubung mereka tidak bisa melewati hutan Strix, mereka berupaya menyeberangi dimensi ruang melalui Bumi," jawabku lagi.

Aku melihat Tuan Za' bersandar di kursinya sambil mengerjapkan mata pertada ia sedang berpikir keras.

"Persiapan apa yang sudah di lakukan kalian para Una? Mau sampai kapan kota Zarakh akan seperti ini? Apakah Una di kota ini akan menunggu perintah dari istana yang sedang carut marut?" kataku memastikan. "Mungkin kota Harazh juga akan mengalami hal yang serupa, tapi—ratu Qlue mengincar kota ini yang di pimpin oleh keluarga Reyneer."

Aku tidak percaya bahwa aku mengatatakan hal semacam itu dengan lancar tanpa tersendat sedikitpun. Ya, seharusnya seperti itu, aku tidak bisa mengandalkan Dendez sebagai raja yang baru untuk membahas masalah Qlue, jadi aku berusaha untuk mempercayai Tuan Za' sebagai juru kunci kota ini.

"Ah, ucapanmu membuatku sedikit frustasi, tapi kau benar, kita tidak bisa menunggu keputusan dari kerajaan yang sedang carut marut. Terlebih Dendez masih memikirkan masalah internalnya dengan keturunan Steve." Tuan Za' mendesah lalu segera berdiri dan bersiap untuk pergi.

"Kau mau kemana Tuan?" tanyaku.

"Ini tidak bisa di biarkan. Dendez harus tahu masalah ini dan mengambil keputusan atau aku akan menyeretnya dari takhta raja dengan tanganku sendiri." Tuan Za' meraih mantel yang tergantung di balik pintu. "Aku tahu, aku tidak berhak ikut campur dengan apa yang terjadi dengan keluarga Reyneer. Tapi jika sudah menyangkut hal-hal di luar batas dan bersifat genting, dengan terpaksa aku akan turun tangan."

Aku dan Felix terdiam saat Tuan Za' membanting pintu dengan keras lalu menghilang di balik pintu. Kini aku saling menatap dengan Felix yang masih tampak shock melihat perubahan rupaku.

"Bagaimana kau bisa menjadi—seperti ini?" Akhirnya Felix membuka suara. "Apa yag terjadi padamu?"

"Ini keputusan Loizh untuk menghadapi peperangan yang akan datang," jawabku jujur. "Ini sudah menjadi perjanjianku dengannya."

"Ka-kau melakukan perjanjian dengan—Loizh?" Rahang Felix mengencang. "Imbalan apa yang akan kau dapatkan?"

Yap, aku langsung teringat dengan ucapannya yang tidak boleh memberitahukan pada siapapun tentang kunci masa lalu yang telah ia serahkan padaku. "Maafkan aku Felix, aku tidak bisa mengatakannya padamu. Ini adalah kesepakatanku dengannya."

Felix mendengus. "Tidak bisakah kau memberitahuku? Sejak kapan kau mulai bermain rahasia denganku?"

"Tolong jangan paksa aku untuk memberitahumu Felix. Kau akan tahu jika sudah saatnya."

Felix terdengar mendesah pasrah. "Baiklah jika memang harus begitu. Tapi—berjanjilah kalau kita bisa kembali bersma-sama dan menjalani kehidupan normal kita di Bumi."

Aku mengangguk. "Kita harus bisa kembali sama-sama dengan selamat."

Felix membelai pipiku dengan ujung jari telunjuknya. Namun aku sedikit merasa terusik dengan peristiwa dalam ingatan Syaira, si Ratu Qlue.

"Felix, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?"

"Apa itu?"

"Apa yang terjadi setelah kepergianku dari Loizh?"

Felix mengerutkan keningnya. "Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu?"

"Jawab aku," sergahku. "Kudengar kau akan menikah dengan gadis lain, namun pernikahanmu di gagalkan seseorang. Apa itu benar?"

Felix tampak bingung dan gelisah. "Aku tidak tahu kenapa kau menanyakan tentang itu. Ririn begini—sebenarnya—"

"Kenapa kau tidak menceritakannya padaku?" sergahku lagi. "Gadis itu sangat mencintaimu tapi kau mengabaikannya karena aku. Kenapa kau tidak bilang padaku bahwa kau begitu menderita? Kau meninggalkan rakyatmu dan takhtamu begitu saja hanya untuk menemuiku yang bukan berasal dari dimensi ini." Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi dadaku menjadi sesak seketika dan mataku memanas. "Jadi—saat kau datang menemuiku sebagai Arey, kau sudah berniat melepas status kehidupanmu sebagai Una dengan berbagai penderitaan yang telah kau lalui?"

"Darimana kau tahu semua itu?"

"Jadi semua itu benar?" Aku menatap Felix lekat. "Dan kau tidak akan mengatakannya padaku?"

"Saat itu, di pikiranku hanyalah dirimu. Jika dalam kehidupanku saat ini kau memandangku sebagai individu yang egois, maka semua itu benar. Aku tidak perduli dengan apa yang terjadi di sekitarku di masa lalu. Rakyatku, tanah kelahiranku, takhtaku bahkan keluargaku sendiri aku tidak perduli, yang kuinginkan hanyalah memilikimu seorang diri—hanya untuk diriku." Felix menurunkan jemarinya dari pipiku. "Aku rela melakukan apa saja agar aku bisa bersamamu. Mungkin itu adalah suatu kebodohan, tapi aku tidak menyesalinya." Felix tersenyum namun setetes air mata mengalir di pipinya sebelum akhirnya jatuh. "Dan inilah akhir dari perjuanganku di masa lalu. Tuhan membuatku terlahir kembali dan bertemu denganmu di tempat yang sama dalam masa yang berbeda."

Aku mengulurkan tangan mungilku untuk menghapus garis air mata yang membelah pipinya. "Kau sudah banyak menderita karenaku."

"Ya." Felix mengangguk. "Bukan hanya aku, tapi aku juga melihatmu menderita. Kita berdua menderita. Dan sekarang, bisakah kita mulai dari awal dan menciptakan akhir yang bahagia?"

Aku mengangguk dan tersenyum dengan mata berlinang. "Ya, kita akan ciptakan akhir yang bahagia di kehidupan kita ini."

* * *

Aku melayang di udara sambil menatap bunga Tulip raksasa yang di segel, berharap peri Floss baik-baik saja. Aku menyentuh kelopak Tulip yang berpendar. Aku tidak tahu sampai kapan ia akan terpuruk lemah seperti itu.

Aku menoleh saat pintu terbuka, Tuan Za' telah kembali. Aku segera melesat menuju ruang sebelah dan di sana sudah ada Felix dan Tuan Za' yang duduk saling berhadapan.

"Bagaimana?" tanya Felix. "Apa kau berhasil membujuknya?"

"Dia tampak terkejut dengan apa yang aku sampaikan. Dia juga mengakui bahwa Qlue juga bertindak."

"Lalu apa yang rencanakan?"

"Dia berencana mengunjungi kota Harazh hari ini untuk menemui petinggi kota Harazh untuk membahas masalah ini. Meskipun kota Zarakh yang mereka incar, tidak menutup kemungkinan kota Harazh juga akan terkena imbasnya," jawab Tuan Za' menjelaskan.

Mataku melebar seketika. Dendez akan ke kota Harazh untuk menemui petinggi di sana? Tunggu, Dendez saat ini masih memburu Axcel, apa jadinya jika ia menemuinya dan mengetahui bahwa petinggi di kota itu adalah Axcel? Aku sangat mengenal Dendez, dia tipe orang yang tidak akan melepaskan mangsanya jika sudah di hadapan matanya! Bukannya yang mereka membahas masalah Qlue, bisa jadi mereka saling mendeklarasikan perang satu sama lain. Ini tidak bisa di biarkan!

Tanpa pikir panjang aku langsung melesat keluar dengan kecepatan tinggi dan mengabaikan Felix yang berteriak memanggilku. Yang kupikirkan saat ini adalah menemui Axcel secepatnya dan menyampaikan informasi penting ini. Tak butuh waktu lama aku sudah berada di atas tanah tepatnya di kota Zarakh dan melihat beberapa pasukan Dendez melesat menuju kota Harazh.

Aku melesat dengan kecepatan seratus delapan puluh kilometer perjam lewat jalur lain. Tujuanku saat ini adalah aku harus sampai di kota Harazh sebelum mereka sampai, namun sepasang tangan menangkap tubuhku.

"Kena kau!"

Aku berusaha memberontak dengan menyerangnya, namun aku mengurungkan niatku saat aku sadar bahwa yang menangkapku adalah Felix.

"Felix lepaskan aku! Aku harus segera pergi," teriakku.

"Kau pergi begitu saja tanpa memikirkanku yang khawatir padamu?"

"Felix, aku harus menemui Axcel sekarang juga, aku tidak tahu bagaimana reaksi Dendez bertemu dengan tuan putri yang di burunya."

"Lama-lama aku mejadi kesal padamu." Felix menggenggam tubuhku semakin erat. "Berhentilah bersikap seolah-oah kau mengetahui semuanya."

"Aku memang mengetahui semuanya—"

"Dan kau tidak berniat untuk memberitahuku? Kau berusaha mengatasi semuanya sendirian tanpa memikirkan aku yang selalu menahan nafas sambil berharap kau selalu  baik-baik saja?!"

Aku menatap Felix lekat. "Felix—"

"Lihat dirimu! Menjadi makhluk kecil yang dengan mudahnya di genggam akibat keputusan cerobohmu itu dengan melakukan perjanjian tanpa sepengetahuanku!"

"Felix—"

"Dan kau pergi begitu saja tanpa memberitahukan apa-apa padaku!"

Aku melihat rahang Felix yang mengencang dan merasakan tangannya yang bergetar. Ia benar-benar marah padaku. "Felix, aku akan baik-baik saja," ucapku dengan hati-hati. "Kau—percaya padaku kan?"

Felix membanting tubuhku ke dadanya. "Bisakah kau berbagi denganku?"

"Hehh?"

"Aku yang pertama kali menyeretmu ke sini, masalahmu juga akan menjadi masalahku. Bisakah kau membaginya denganku dan kita selesaikan bersama-sama?" Tangan Felix semakin bergetar. "Berhentilah bersikap seolah-olah kau tersesat sendirian di tempat ini."

Aku membentangkan tangan kecilku sambil membayangkan bisa memeluk seluruh tubuhnya dengan tanganku. "Maafkan aku. Aku hanya ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat dan kembali pulang bersamamu."

"Sekarang kita selesaikan semuanya bersama-sama. Kau mau kan?"

Aku menggguk. Felix mendudukanku di bahunya.

"Sekarang apa rencanamu nona peri?" tanya Felix menyindir namun tersenyum begitu manis.

Aku tertawa. "Kita ke kota Harazh sebelum Dendez dan pasukannya sampai di sana."

"Yosh! Kita kesana." Alex melesat membawaku menuju kota Harazh.

_______To be Continued_______

Sore all.. tapi sebelumnya Author ingin mengucapkan Minal Aidzin Walfaidzin, mohon maaf lahir dan batin kawan, baik kesalahan yg disengaja maupun yg gk disengaja meskipun sebenarnya masih banyak yg belum saling mengenal dan hanya mengenal sebatas di wattpad.. ^^ Tapi author seneng banget punya pembaca baik seperti kalian.. :')

Mohon maaf juga seminggu gk up date padahal udah siap, faktor jaringan di kampung kurang mendukung kawan, jadi author pending up nya sampe author balik lagi ke kota rantau.. ^^

Makasih atas suportnya kawan.. Jangan lupa tinggalkan jejak.. ^^

Salam Author.. :*

By : Indah Ghasy

Continue Reading

You'll Also Like

6.2K 320 17
FOLLOW SEBELUM BACA!!! Revisi setelah [TAMAT] Sehalu halunya gue gak sampe masuk kedalam dunia kerajaan tapi kok kalo ini mimpi berasa lama banget...
632K 39.3K 67
Serena memiliki hobi yang aneh, gadis itu senang menghancurkan rumah tangga orang lain. Bagi Serena, menghancurkan rumah tangga orang lain adalah sua...
117K 11.2K 28
Season 2 dari seri 'Magic Stone' ______ __ _ Dia... Siapa sangka, dia...belum pergi! -Arthur- ___ ____ ______ ©Copyright 2018
403K 27.2K 44
Aku hanya seorang gadis berumur tiga belas tahun yang biasa saja. Aku ini sama seperti yang lain. Jadi tidak ada yang istimewa dari diriku. Sampai...