Hutan Strix

6.9K 684 38
                                    

Aku melayang di samping Felix yang sedang berlari menyusuri koridor yang sepi. Sesekali ia harus merapatakan diri ke dinding jika ada penjaga yang datang. Aku tidak tahu apakah Axcel sudah keluar dari ruangan itu atau belum, yang jelas kami harus memastikannya agar bisa bertemu dengannya.

"Kau yakin ini tempatnya?"

"Ya, sebelum ini aku melihatnya masuk ke pintu itu. Semoga saja kita bisa bertemu dengannya."

Felix mengangguk. "Baiklah, sekarang apa rencanamu ? Menunggunya atau masuk ke dalam sana?"

"Sebaiknya kita menunggunya saja dari pada di tangkap karena di anggap lancang bukan? Kita sembunyi di balik tanaman itu," ucapku sambil menunjuk sekumpulan tanaman yang tingginya hampir mencapai satu meter.

Felix segera berjongkok di balik sana sambil melihat keadaan melalui celah dedaunan yang lebat. Aku menyipitkan mataku dan mengamati pintu dan berharap ada pergerakan tapi pintu itu tak kunjung bergerak dan sepertnya Axcel tidak akan keluar dalam waktu yang cukup lama.

"Kau yakin dia belum beranjak dari tempat itu?"

"Entahlah tapi kurasa dia belum keluar dari ruangan itu," sahutku.

Aku terdiam saat samar-samar mendengar sebuah bisikan. Aku melirik ke arah Felix yang tampak serius memperhatikan pintu. Aku kembali menatap pintu sejenak lalu mendengar bisikan lagi. Awalnya aku mengabaikannya, namun semakin lama bisikan itu mengusikku dan terdengar semakin jelas dan kelebatan cahaya mulai melayang-layang dalam kepalaku dan menganggu penglihatanku. Sebuah hutan tandus dengan pepohonan yang gelap saling bergantian dengan pintu ruangan Axcel di pelupuk mataku. Aku mengerjap berkali-kali dan semakin tidak nyaman.

'Karena kau langkahkan kakimu saat kau melintasinya.. Alunan anginpun sesakan berucap dan menghembuskan nada keindahan di dalamnya.'

"Loizh," gumamku terdiam.

"Apa?" Felix melirik kearahku.

Aku masih terdiam namun sejenak kemudian aku mulai bersuara. "Felix, sepertinya aku harus pergi."

"Kemana?"

"Dia memanggilku dan aku harus segera ke tempat itu."

Felix menatapku bingung. "Apa maksudmu?"

"Maafkan aku, aku tidak bisa menjelaskannya padamu saat ini. Tapi, aku minta padamu untuk menemui Ratu Harazh dan memberitahu berita ini," ucapku terburu-buru. "Kau harus mencegah perang antar dua kota ini dan kuharap kau turut melindungi Ratu Harazh."

"Tunggu! Kau mau pergi begitu saja?"

"Felix maafkan aku, aku harus pergi sekarang juga. Aku—"

"Tidak!" Felix mencengkeram sayapku. "Kau tidak boleh pergi. Kita sudah sepakat untuk menghadapi semua bersama dan sekarang kau mau meninggalkanku?"

"Iya aku tahu itu, maukah kau melakukan sesuatu untukku? Aku minta kau melakukan apa yang tadi kukatakan padamu. Aku percaya kau bisa melakukannya."

"Aku masih bingung dengan ucapanmu. Kau bilang aku harus melindungi Ratu Harzah? Apa ada alasan tertentu kenapa aku harus melakukannya?"

"Kau akan mengetahuinya Felix," ujarku tersenyum. "Kau mau bekerjasama denganku?"

"Apa kau tidak bisa selalu bersamaku?"

"Suatu saat nanti aku yakin kita akan bersama. Aku akan di sisimu kapanpun yang kau mau. Tapi, kali ini aku harus pergi."

Aku melesat dan meninggalkan Felix di balik tanaman dengan berat hati. Aku melaju dengan kecepatan seratus dua puluh kilometer perjam, menerobos kerumunan Una yang menatapku terheran-heran dan terbang menuju hutan Strix yang cukup jauh jaraknya. Hatiku seperti teriris ketika aku harus meninggalkannya lagi dan lagi, berharap sesuatu hal yang buruk di masa depan kami tidak terjadi. Aku ingin sekali menangis, layaknya hujan yang menetes dari awan yang mendung kemudian menjadi cerah setelah hujan reda.

Loizh III : ReinkarnasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang