Loizh III : Reinkarnasi

By Irie77

300K 27.3K 1.4K

Sangat disarankan untuk membaca book 1 ( Loizh ) & book 2 ( Loizh II : Arey ) agar tidak menimbulkan kebingun... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Perang Yang Lampau
Musuh Baru
Tertangkap
Vinculum
Aura Hitam
Qlue
Cemburu
Jiwa Yang Di Pindahkan
Memulai Misi
Kekuatan Flou
Hutan Strix
Menjamah Masa Lalu
Dua Kota Yang Hancur
Ingatan Dan Kesedihan
Ilusi
Akhir Perjalanan Panjang
Senja

Chapter 11

8.5K 864 47
By Irie77

“Kita mau kemana?” tanyaku dengan langkah terseret.

“Kau akan tahu nanti.”

Ya, jawaban yang sama. Setiap kali aku bertanya pasti ia akan menjawabnya seperti itu. Kenzie sama sekali tidak berubah, baik dalam wujud Manusia maupun saat menjadi Una. Kurasa memang seperti itu karakternya, ia suka memberi kejutan.

Aku terus berlari mengikuti gerakannya. Dulu aku juga pernah berlari seperti ini, bergandengan dengan Alex tentunya.

Aku tersenyum sejenak saat ingatan Karin dengan Alex berputar di kepala. Kenangan yang benar-benar manis dan terkubur oleh masa. Entah mengapa, saat aku melihat kepingan-kepingan kenangan itu, aku jadi merindukan Felix. Membayangkan kisahku dengan Felix akan semanis itu.

“Sebentar lagi kita sampai,” ucap Kenzie membuyarkan lamunanku.

Kulihat kami sudah memasuki kota Zarakh yang sudah seperti kota mati karena ditinggal penduduknya akibat perang. Sejenak, aku juga merindukan Roy, bahkan aku masih mengingat wajahnya yang membuatku terpesona sekaligus iri saat terakhir mengunjungi tempat ini. Mengingat Roy aku jadi teringat Axcel. Kira-kira apa yang sedang ia lakukan saat ini?

Saat ini aku akan menjadi Karin meski sadar diriku sebagai Ririn. Rasanya menyesal karena sudah meributkan masalah statusku di sini dengan Kenzie, seharusnya aku mengaku saja kalau aku Karin. Namun, jika mengaku, aku takut Kenzie akan mengejarku dan akan menyingkirkan Felix.

“Kita sudah sampai,” gumamnya lagi menyadarkanku.

Di hadapanku berdiri sebuah bangunan yang sudah lapuk di wilayah terpencil sudut kota. “Rumah hantu?”

Kenzie mendengus tertawa. “Yang benar saja, di Loizh tidak ada hantu. Ini hanya bangunan kosong.” Ia berbisik di telingaku. “Ada yang ingin kutunjukkan padamu.”

“Apa itu?”

“Ikut aku.”

Kenzie memasuki bangunan tua dan aku mengikutinya. Aroma lumut yang lembab langsung menyeruak. Keadaan di dalam begitu temaram dan tampak mengerikan. Namun, sepertinya Karin sudah biasa memasuki tempat-tempat seperti ini, aku merasa takut tapi juga seperti sudah biasa.

Kenzie membuka lantai dengan kemampuan telekinesisnya. Di bawah sana terlihat ada tangga gelap yang menurun ke bawah. Kenzie memberiku aba-aba agar aku mengikutinya dan lantai kembali tertutup saat aku ikut memasukinya.

Oh, aku jadi ingat sesuatu. Dari dulu aku ingin bisa Telekinesis, tapi selalu gagal. Apa aku bisa melakukannya dalam wujud Una?
Kenzie menggunakan Ulqi-nya sebagai penerangan saat kami menuruni tangga yang melingkar ke bawah. Saking gelapnya, aku sampai tidak bisa melihat dasar dari ujung tangga ini.

“Kenzie, tempat apa ini?”

“Kau akan tahu setelah kita sampai ke bawah.”

Lagi-lagi jawaban seperti itu yang kudengar. “Apa kau tidak bisa memberitahuku sedikit? Berhentilah membuat kejutan.”

Kenzie berhenti dan membalikkan badan ke arahku. “Apa kau takut? Bukannya kau sangat menyukai tempat yang temaram seperti ini?”

“Aku tidak takut, hanya saja ... aku penasaran.”

Kenzie tersenyum sambil mengacak-acak rambutku. “Kau akan menyukainya nanti.”

Kami melanjutkan langkah menuruni tangga. Hanya langkah kaki yang menggema di antara keheningan. Semakin lama, aku merasa jenuh oleh tangga tak berujung ini. Aku bahkan tak bisa mengira-ngira seberapa dalam tangga ini menembus tanah. Apa di dasar sana aku akan melihat magma atau sebagainya?

“Sedikit lagi kita sampai.”

Rasa lega langsung berhamburan menyerbu dengan ucapannya barusan. “Syukurlah.”

Suasana kembali hening seketika dan aku kembali merasa jenuh. Tidak ada perubahan saat berjalan dengannya.

“Karin.”

“Hmm?” sahutku.

“Maaf di sini tidak ada makanan. Jadi ... bersabarlah.”

“Apa masih lama kita sampai ke dasar?”

“Kau akan tahu nanti.”

Aku memutar bola mata sambil menghela napas. Apa tidak ada jawaban lain?

Tak butuh waktu lama akhirnya kami sampai di ujung tangga dan sekarang, kami mulai memasuki lorong gelap. Begitu dingin dan lembab hingga aku bisa mencium aroma lumut basah yang berbaur dengan tanah.

“Bisa kau jelaskan sesuatu, Kenzie?”

“Setelah kita sampai, aku ingin berbicara banyak padamu. Ada banyak pertanyaan yang selalu mengangguku dan kebetulan kau di sini.” Kenzie diam sejenak. “Ditambah, aku tidak tahu bagaimana kau bisa menjadi Una,” lanjutnya.

“Kenzie—“

“Bisakah kita bicara nanti saja? Jangan berisik di tempat ini. Meski terlihat sepi, tapi bahaya bisa mengancam dimana-mana.” Kenzie menggandeng tanganku. “Dan juga jangan sampai kita terpisah di tempat ini.”

“Baiklah.”

Kami terus melangkah dalam keheningan. Hawa dingin menyelimuti setiap inci kulitku, bahkan tanganku mulai berembun. Entah berapa lama lagi kami harus berjalan. Aku bukan bermaksud mengeluh, tapi semakin dalam kami memasuki lorong, suasananya semakin mencekam.

Kenzie juga memasang tampang waspada yang membuatku merinding. Rasanya aku ingin berhenti dan kembali menaiki tangga.

Kenzie berhenti sejenak dan memadamkan Ulqi-nya dan keadaan menjadi gelap dulita, lalu ia menarik tanganku. Tubuhku menabrak dinding yang dingin, sementara genggaman Kenzie semakin erat.

“Jangan bergerak,” bisiknya.

Aku hanya menurut. Situasinya berubah menegangkan saat terdengar suara langkah kaki dari arah yang akan kami tuju. Langkah itu semakin terdengar keras yang berarti ia sedang mendekat. Aku bisa merasakan tangan Kenzie yang sedikit gemetar. Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

Langkah itu semakin mendekat dan ia sedang melewati kami. Aku bisa mendengar pergerakan tubuh sosok yang berjalan di depan kami, bergerutuk seperti tulang yang rapuh dan patah. Namun, semakin lama suara itu mengecil pertanda ia sudah menjauh lalu perlahan menghilang.

Kenzie kembali mengeluarkan Ulqi-nya untuk menerangi lorong. “Kau baik-baik saja?”

Aku mengangguk. “Apa tadi yang barusan lewat?”

“Penjaga lorong ini. Kita harus cepat sebelum ia kembali lagi ke sini.”

Kenzie menyeretku untuk berlari. “Kenapa kita harus melewati tempat mengerikan ini?”

“Hanya ini satu-satunya jalan di mana Ayah tidak bisa mengawasi pergerakan kita. Meskipun bahaya, tapi ancaman di sini lebih minim daripada kita lewat jalur terbuka.”

Aku termanggut mengerti, tapi tetap saja, aku belum tahu kemana Kenzie akan membawaku.

“Sabarlah, sebentar lagi sampai.”

Aku hanya mengangguk dan menurut. Dalam hal ini, mungkin Kenzie lebih tahu jadi aku tak bisa membantah.

Beberapa menit berjalan, aku melihat sinar dari kejauhan yang seperti titik putih. Sebentar lagi kami akan keluar dari lorong dan itu membuatku lega, bahkan rasanya aku ingin cepat-cepat sampai ke sana. Cahaya itu semakin membesar seiring mendekatnya kami ke pintu keluar.

“Akhirnya kita sampai,” gumam Kenzie setelah Ulqi-nya padam.

Aku langsung mengedarkan pandangan dengan takjub. Sebuah kota yang temaram nan elok membentang luas. Kota ini dipenuhi pohon-pohon raksasa yang dijadikan tempat tinggal, rasanya benar-benar seperti kota peri.

Kenzie menarik tanganku lagi dan mengajak berlari menyusuri kota. Aku terus mengedarkan pandangan sambil berlari. Kota ini begitu indah dengan balutan gelap dengan cahaya yang minim, seperti malam bulan yang dihiasi kunang-kunang penuh warna.

“Kota apa ini?”

“Ini kota Lignum, kota ini berada di bawah tanah kota Zarakh. Selama perang berlangsung penduduk akan di evakuasi ke tempat ini.” Kenzie menatapku sesaat. “Sudah kuduga kau menyukainya.”

“Ini benar-benar luar biasa. Bagaimana bisa ada kota di bawah kota seperti ini? Aku benar-benar takjub,” ucapku terpesona.

“Kota ini dibangun pada masa pemerintahan Raja Steve. Dia yang mendirikan tempat ini untuk menyelamatkan warga untuk meminimalisir korban jika perang terjadi.”

Mendengar nama Raja Steve, beberapa ingatan Karin bermunculan dan aku jadi memikirkan Alex. Apa yang terjadi pada pemuda itu? Di mana dia sekarang? Bukannya tadi ia yang membawaku ke danau? Sekarang ia malah tak menampakan dirinya lagi. Juga—apa hubungannya dengan Felix? Apa mereka sama seperti hubunganku dengan Karin?

“Di sana rumahku.” Kenzie menunjukan sebuah pohon yang paling terpencil di antara pohon-pohon lain.

Kami berlari semakin cepat mendekati rumah yang ditunjuk Kenzie.

“Sejak kapan kau punya rumah di sini? Bukankah selama ini kau hidup sebagai Manusia?”

“Maaf, saat itu aku tidak berani menceritakan semuanya padamu dari awal.” Kenzie menatapku sendu. “Aku takut jika kau tahu siapa aku, kau akan berlari menjauhiku. Sebagai penebus kesalahanku, aku akan memberi tahu semuanya yang ingin kau ketahui kecuali ... Alex.”

“Baiklah. Kalau begitu beri tahu aku semuanya.”

“Tentu, mari kita bicara di dalam.”

Kenzie membuka pintu dan aku mengikutinya masuk ke dalam. Beberapa penerangan mulai menyala dengan sendirinya. Aku sedikit terpana melihat seisi ruangan. Sangat minimalis dengan besain yang elok. Aku jadi berharap bisa memiliki rumah mungil seperti ini.

Di sudut ruangan terdapat tangga menuju lantai dua, melingkar mengikuti dinding yang bundar. Ya, bentuk dinding rumah ini memang mengikuti bentuk pohonnya, hanya ditambah sedikit undakan dan dibongkar menjadi balkon dan jendela. Di bawah tangga sudah terdapat sofa kecil yang terbuat dari akar pohon yang dipilin. Tempat duduknya dilapisi balutan kapas yang dibungkus dengan daun-daun lembut yang saling merekat.

“Aku tahu kau menyukainya, Karin.” Kenzie membanting diri ke sofa. “Aku tau ini gayamu. Waktu kecil kau bilang padaku ingin memiliki rumah yang unik. Aku menertawakanmu dan sekarang keinginanmu justru menjadi inspirasiku saat mendesain rumah ini.” Kenzie menyeringai pada dirinya sendiri.

Aku kembali menggali ingatan Karin, ternyata memang benar. Jujur, aku menyukainya. Aroma kayu rumah ini begitu kuat, tapi ada sedikit aroma mint yang membuatnya terasa lebih segar dan—dingin.

Aku duduk di kursi kecil yang berseberangan dengan Kenzie. “Aku menyukainya. Bahkan aku—sampai tak bisa mengucapkan apa pun. Tempat ini benar-benar luar biasa.”

Kenzie mengubah posisi duduk tegap dan menyandarkan punggung. “Nah, apa kubilang. Kau pasti menyukainya. Tunggu sebentar, aku akan membuatkan minum untukmu.”

“Tidak perlu repot-repot, aku bisa membuatnya sendiri nanti.”

“Ingat, ini bukan dunia Manusia. Kau harus tahu banyak hal jika kau mau tinggal di Loizh meski hanya sementara. Aku tidak tahu bagaimana kau berubah, tapi ... kau perlu istirahat sejenak. Anggap saja seperti rumah sendiri.”

Aku menyandarkn punggung. “Baiklah kalau kau memaksa. Beri tahu aku mInuman paling enak di Loizh.” Aku tersenyum.

“Siap, Tuan Putri.” Kenzie mengedipkan sebelah matanya sambil mengacungkan ibu jari. “Minuman segera datang.”

‘Tuan putri’ sepertinya itu panggilan yang sudah tidak asing ditelingaku.

Aku menggali ingatan Karin, tapi ada yang samar-samar. Ya, apa yang dikatakan Kenzie mungkin benar, Karin terkadang bisa menjadi gadis yang pelupa. Bahkan ada banyak peristiwa samar, juga tidak asing.

Tak butuh waktu lama, Kenzie datang dengan membawa dua gelas minuman. Aromanya seperti jus lemon.

“Silakan coba.” Kenzie meletakan minuman di meja lalu duduk dan menyeruputnya.

Aku meraih minuman itu. Aromanya benar-benar seperti wangi lemon. Keningku berkerut saat aku mencicipinya. Bayangan lemon dalam pikiranku menjadi buyar seketika karena minuman ini rasanya seperti jahe, tapi tidak memberikan efek hangat di tenggorokan. Justru terasa segar.

“Minuman apa ini?”

“Tidak tahu.” Kenzie mengangkat bahunya. “Aku tidak memberikan nama pada minuman. Aku buatkan berdasarkan rasa, bukan nama.”

Aku termanggut lalu meneguk kembali minumanku.

“Kenzie.”

“Ya?”

“Ceritakan sesuatu padaku.” Aku meletakan gelas di meja.

“Apa yang ingin kau ketahui?” Kenzie meletakan gelasnya dan menatapku serius.

Aku menarik napas sejenak. Mencari sesuatu yang belum diketahui Karin untuk ditanyakan. “Kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau adalah Una? Dan ... yang paling mengejutkan adalah kau memanggil Dendez dengan sebutan Ayah. Apa dia memang benar Ayahmu?”

“Ya, dia Ayahku. Bagaimana kau  bisa mengenalnya?”

“Kenapa kau tidak memberitahuku?”

Kenzie menatapku serius. “Aku tidak menceritakannya karena kupikir itu tidak penting. Lagi pula Ayahku juga bukan Manusia. Aku lebih suka kau menganggap Ayahku sudah meninggal.”

“Apa karena Ayahmu bukan Manusia, lantas kau tidak memberitahuku jati dirimu? Apa selama ini kau memungkiri kenyataan bahwa kau juga bukan Manusia?”

“Karin—“ Kenzie menarik napas. “Semua tidak semudah itu. Aku melakukan hal itu karena aku tahu kau orang yang sedikit temperament pada hal-hal yang berbau aneh dan kau juga bisa menggila ketika sedang dilanda penasaran. Aku tidak mau identitas kami terkuak oleh rasa penasaranmu, karena itu aku menyembunyikannya dari siapa pun bahkan darimu.”

“Jadi kau—“ Aku menatap Kenzie tak percaya. Sebagai seorang sahabat, aku tak menyangka bahwa selama ini ia tidak percaya padaku. “Selama ini kau menyembunyikan rahasia besar dariku. Aku kira—“

“Aku melakukan hal ini juga untuk melindungimu.” Kenzie menyondongkan tubuh sambil menyangga dagu. “Sekarang aku tanya padamu, bagaimana kau tahu tentang Ayahku? Tentang Una dan tentang Loizh? Dan ... bagaimana juga kau bisa berubah menjadi Una?”

“Karena Alex juga seorang Una,” jawabku apa adanya. “Dendez, Ayahmu adalah musuh Ayahnya. Dia yang menyebabkan perang saudara antara Alex dan Roy hampir terjadi—“

“Tunggu!“ Kenzie menyipitkan matanya.

“Sejauh mana kau mengetahui keluarga Reyneer?”

“Sejauh yang aku tahu tentunya.” Aku menyondongkan tubuh sambil menatap lekat Kenzie. “Jika kau putra Dendez, namamu berarti Kenzie Reyneer bukan?”

Kenzie membanting punggungnya ke sandaran sofa. “Ya, tepat sekali dan kau—“

“Dan kau tidak memberitahuku,” potongku cepat. “Kau teman kecilku dan aku mempercayaimu. Kau keturunan Una bagiku tidak masalah. Aku justru lebih terkejut bahwa kau putra Dendez.”

“Aku tidak tahu sejauh mana kau mengetahui tentang Una, itu sudah tidak penting lagi bagiku. Sepertinya kau sudah terlalu banyak terlibat dalam urusan keluarga Reyneer.” Kenzie meneguk minumannya. “Apa tujuanmu sekarang?”

“Jika aku memberitahumu, apa kau masih bisa kupercaya?”

Kenzie menyeringai. “Apa karena aku putra Dendez, kau menganggapku berada di kubu Ayahku?”

“Biasanya anak tidak jauh beda dari orang tuanya,” cibirku.

Kenzie terkekeh. “Kau lucu sekali. Kau tahu? Jujur, aku tidak peduli dengan apa yang dilakukan Ayahku saat ini. Apa yang ia rencanakan dan ia lakukan sama sekali tidak ada kaitannya denganku.” Kenzie meneguk habis minumannya lalu menuangnya lagi dari poci, tapi kali ini matanya mulai meredup.

“Setelah kau pergi entah kemana, satu-satunya hal yang kupikirkan adalah kembali ke Loizh dan menjadi diriku seutuhnya,” lanjutnya.

“Sungguh? Aku tidak yakin kau tak terlibat dengan urusan Ayahmu.”

“Jika aku berniat seperti itu, aku tidak akan membawamu ke sini. Lebih tepatnya, aku akan menyeretmu ke istana dan membiarkan Ayahku mencincang tubuhmu dan satu hal lagi--” Kenzie meneguk minumannya. “Perang saudara di keluarga Reyneer adalah sebuah tradisi yang sudah melekat.”

Aku hanya terdiam, ingin mendengarkan cerita Kenzie berikutnya.

“Dendez dan Steve adalah saudara. Mereka berperang demi merebutkan tahta. Sudah menjadi kewajaran jika keturunan mereka mengikuti jejak orang tuanya.”

“Termasuk dirimu?”

Kenzie tersenyum. “Hanya Roy dan Alex. Karena mereka saudar kandung.” Kenzie menyeringai. “Kedatanganmu sepertinya membuat tradisi tak berjalan semestinya. Alhasil, terjadi lah perang antar paman dan keponakan dan kau tahu siapa yang menjadi korban?”

Aku mengerutkan dahi dalam pikiran yang terus berputar. “Tuan Putri?”

Kenzie menjentikan jarinya. “Tepat sekali. Sekarang dia sedang masa perburuan dan berkat dirimu, semua berjalan sesuai keinginan Ayahku.” Kenzie tersenyum menyindir. “Kau telah menyebutkan namanya dan itu adalah suatu kesalahan besar. Apa yang akan kau lakukan untuk menebus kesalahanmu pada Tuan Putri?”

Kenzie menyondongkan tubuhnya lagi dan berbisik. “Jika sampai Tuan Putri terbunuh, kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu pada jiwa Roy yang terbaring di danau Sacris. Selain itu, Lyra akan berusaha melenyapkanmu. Mengerikan bukan? Itulah kenapa aku tidak memberitahumu tentang Una dan sebagainya selama ini. Karena sekali saja kau terseret oleh kehidupan mereka, kau akan terbawa arus dan kau tidak akan kembali seperti dulu lagi. Karena itu akan selalu melekat dalam kehidupanmu. Kau akan terus dihantui bayang-bayang mereka sekalipun kau berusaha menghapus mereka dalam ingatanmu.” Kenzie kembali bersandar.

“Kau tahu? Una tertarik dengan kehidupan Manusia dan menjiwai mereka, jika ada Manusia yang tertarik dengan kehidupan Una, Una yang bersangkutan akan mengikat jiwa Manusia itu. Lihat dirimu! Kau menjadi Una, itu tandanya jiwamu sudah terikat. Aku yakin, Alex berniat untuk menjiwaimu waktu itu. Biasanya Una akan membuka dimensinya melalui mimpi, jika kau tertarik dengan mimpi yang kau alami, maka kau akan terseret ke dalam dan kau tidak akan lepas darinya,” lanjutnya panjang lebar.

Sejenak, kugali kembali ingatan Karin dan memadukannya dengan cerita Kenzie, sangat masuk akal jika dilihat dari pecahan peristiwa yang Karin alami.

“Mungkin kau benar. Tapi ... aku yakin semua ini akan segera berakhir. Jika aku berhasil menyelamatkan Axcel, urusanku di Loizh telah usai,” ujarku setelah beberapa menit merenung.

“Apa itu berarti kau akan berperang melawan Ayahku?”

“Kenapa tidak?”

Kenzie tersenyum samar. “Pilihan yang bagus.”

_______To be Continued_______

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 20.3K 16
[Sebagian part sudah di unpublish!] (Sekuel ke-2 Mr. Arrogant in Love) 21+ "Aku akan membunuhnya jika kamu masih mencintainya." Asha bahagia. Ia puny...
849K 71.7K 34
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ___...
146K 9.5K 27
Minako Shizuka adalah seorang putri vampir dari kerajaan Cesteria. Saat kecil, Minako tinggal di bumi karena suatu hal. Saat ia tamat kelas 6 SD, Min...
673K 61.4K 31
Ini adalah buku kedua dari The Fos Academy. Yang belum baca silahkan baca terlebih dahulu buku pertama. Biar tau jalan ceritanya yaaaa. Hehehehe ☆☆☆...