mistakes

Od mocchafrappe

6.1K 682 125

inspired by Cheritz' Mystic Messenger hasil imajinasi yang berkembang selama main game Mystic Messenger, niat... Viac

01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
18
a little note
19
20

17

170 19 3
Od mocchafrappe

Gugup aku berdiri di ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya matahari yang menerobos masuk melalui celah di dinding dan jendela yang pecah. Tidak ada hiasan dinding, tidak ada lampu gantung, lukisan atau apapun yang biasa digunakan untuk menghiasi dinding yang kosong.

Debu dan aroma khas dari ruangan yang lembab memenuhi hidungku. Lantainya berderit setiap kali aku melangkah.

Setting film horor! hantu bisa muncul kapanpun, dimanapun! aku benci tempat ini!

Dari semua tempat yang ada, bagaimana bisa Kai memilih tempat ini!?

'Mika, Seven, kalian dengar?' sayup-sayup suara Sei terdengar dari alat komunikasi berbentuk anting-anting yang Sei berikan padaku.

'kami dengar,' jawab Seven sambil memastikan alat komunikasi miliknya yang menyerupai tahi lalat di daun telinganya terpasang dengan sempurna.

'AV normal. Mika, Seven, andai terjadi sesuatu, hancurkan anting-anting itu,' kata Kai, 'kau juga, Seven.'

'ok,' kataku ragu.

'Izumi dan Nagisa berada tepat di belakang kalian. Kalian tidak perlu khawatir,' lanjut Kai.

'jangan ada yang masuk sampai aku memberi isyarat,' balasku datar. Aku tidak ingin semuanya berantakan hanya karena Ken dan Hiro menerobos masuk tanpa izin.

'mengerti,' jawab Ken dan Hiro nyaris bersamaan.

'Noona.. Hyung.. berhati-hatilah..' suara Yoosung terdengar jauh.

'jangan khawatir..' kata Seven, 'semuanya akan baik-baik saja.'

-15 menit sebelumnya, di dalam van hitam, sekitar dua ratus meter dari venue-

Aku mengambil semua yang kuperlukan, dua buah pistol mungil yang bisa kusembunyikan dibalik dress dan sebuah belati sementara Seven mengambil sebuah tas besar dan memasukkan apapun yang bisa ia masukkan ke dalam tas itu.

Pistol – entah berapa banyak yang ia masukkan – senapan otomatis, granat – ia tampak seperti anak kecil yang boleh membeli apapun di toko mainan favoritnya.

'bagaimana?' tanya Sei setelah ia mengenakan lensa kontak untuk mengubah warna matanya yang sewarna senja menjadi keemasan.

'tidak mirip. Rambut Seven tidak lurus dan rapi sepertimu!' protes Sayuri.

'Sei Hyung..?' tanya Yoosung bingung.

'aku ingin bertukar posisi dengan Seven,' kata Sei.

'tidak setuju,' kataku dan Seven nyaris bersamaan.

'saya mengerti maksud anda, Mr Yazawa, tapi yang ada diluar sana adalah adik saya, saya harus selesaikan sendiri,' lanjut Seven.

'ini juga bagian dari urusan saya dengan V yang belum selesai, Mr Choi,' tukas Sei.

'ah, saya juga punya urusan dengan V.. sepertinya salah satu dari kita harus mengantre..' Seven tertawa kecil, 'Hikaru, aku boleh bawa ini?' tanya Seven dengan sebuah bazooka di tangannya.

'letakkan! Jangan sentuh mainan kesayanganku!' protes Kai.

'tapi katamu aku boleh membawa apapun yang kusuka!' Seven sedikit cemberut.

'maksudku, kau boleh bawa pistol-pistol itu, senapan mesin, granat, granat cahaya – ayolah! Aku yakin kau tidak akan menggunakannya sama sekali!' omel Kai, 'hei! Jangan sentuh permen karet itu! Seven!'

'Mr Yazawa, saya tidak akan mau bertukar tempat dengan anda,' kata Seven santai sambil melemparkan dua buah pistol ke dalam tas, 'apalagi sekarang.. tiidak.. tidakk.. tiiidaaakkk....' Seven melemparkan tiga buah granat dan dua buah granat cahaya ke dalam tas.

'dan aku juga tidak mau kau bertukar tempat,' timpalku santai, 'bahaya? Resiko? Katakan itu sebelum kau mengirimku kesini sebelas hari yang lalu,' potongku sebelum Sei sempat berkata-kata, 'pastikan kau pakai wig dan dress ini kalau kau mau bertukar tempat denganku.'

'Akai..' Sei meminta pertolongan Sayuri.

'sudah kubilang mengirim Mika kesini adalah ide bodoh, Yazawa! Sekarang tanggung sendiri akibatnya!' omel Sayuri.

'sudahlah, berhenti bertingkah seperti induk itik, Yazawa..' sela Ken, 'kau tahu persis kemampuannya.. tidak akan ada masalah..'

'tapi-'

'Sei.. tidak akan ada masalah.. mereka masuk ke dalam perangkap kita.. semuanya akan berjalan sesuai rencana.. mereka masuk, kita sergap, lalu kita pulang..' kataku santai, 'benar, kan, Seven?'

'mudah sekali kalian mengatakannya,' omel Sei, 'kemungkinan perhitunganmu salah selalu ada, Mika – kau bahkan tidak tahu berapa banyak yang akan kau hadapi hari ini..'

'bukannya tidak masalah? Sekarang aku punya kau, aku punya Kai, Ken, Sayuri, Hiro.. dan Yoosung.. dan Seven.. semuanya akan baik-baik saja, Sei..'

Sei menghela nafas panjan, 'baiklah.. dengan satu syarat..' kata Sei akhirnya, 'serahkan surat pengunduran dirimu segera setelah kita pulang.'

'APA!?' kataku setengah berteriak.

'Chibi-'

'apa? aku ingin kau berhenti dari-'

'jangan harap!' kataku kesal, aku mengacungkan jari manis tempat cincin itu melingkar, 'bukan surat pengunduran diri yang akan kuberikan, tapi cincin ini!'

'Mika-'

'Apa!? alasan apa lagi!? kau ingin aku berhenti agar seorang sekretaris baru yang cantik, seksi, tinggi, dada besar mengisi posisi itu dan kau punya alasan untuk menghabiskan waktu bersamanya sepanjang hari sementara aku mati bosan di rumah menunggu kau pulang!?'

'apa? aku hanya ingin kau-'

'dan kau bisa bersenang-senang dengan sekretaris barumu yang cantik itu sementara aku sendirian di rumah, memasak makan malam, menunggumu pulang sampai makanan itu dingin-' aku terdiam, 'sepertinya belakangan ini aku terlalu banyak menonton drama. Maaf.'

Rasanya wajahku mendidih. Aku tidak berani menatap Sei.

'kau tidak akan bisa menang, Yazawa.. akui saja..' Kai tertawa kecil.

'Hikaru, jangan lupa hoverboardku,' celetuk Ken.

'jangan hoverboardku..' ratap Kai, 'itu benda kesayanganku.. hoverboardku..'

'ada yang datang,' kata Yoosung, menunjuk kearah salah satu dari banyak monitor yang berada di depan matanya.

'Seven, ayo,' kataku pada Seven. Seven hanya mengangguk dan mengikutiku dengan sebuah tas di punggungnya. Tas yang penuh dengan mainan milik Kai..

*

Ini bukan pertama kalinya, Mika. Tenang saja, semuanya akan baik-baik saja, kataku pada diriku sendiri. Sei dan yang lainnya menunggu di van. Van itu berada tidak jauh dari tempat ini. andai terjadi sesuatu, mereka akan segera datang. Aku selalu bisa mengandalkan mereka. semuanya akan baik-baik saja, pasti.

Sebuah mobil sport hitam dengan lapisan anti peluru di setiap incinya menunggu kami di pintu masuk bangunan ini. Mobil yang telah Kai modifikasi. Terlalu aman dan terlalu mencolok, pikirku. Konsep 'biasa' dalam otak Kai perlu sedikit perbaikan.

Aku merasa sedikit tidak nyaman.

Apa ada yang kulewatkan?

Apa ada yang sesuatu yang tidak kuperhitungkan?

Aku masih mengenakan dress yang kubeli bersama Zen, dengan dua buah pistol duduk manis di balik rok yang kukenakan dan sebuah tas berisi empat buah senapan otomatis dengan peluru bius tepat di kakiku dan Seven. Aku yakin Kai memasukkan banyak mainan lainnya tapi entah kenapa aku tidak ingin tahu apa yang memenuhi tas ini selain senapan otomatis.

Seven tampak gugup.

'aku yakin ini bukan yang pertama,' kataku santai, sekedar ingin mencairkan suasana sambil menunggu tamu kehormatan kami datang.

'eh?' tanya Seven.

'bukan pertama kalinya kau mengangkat senjata.. berada di posisi seperti ini..'

'tentu saja..' jawab Seven penuh percaya diri, 'sekarang aku bersyukur agensiku memaksaku belajar ilmu bela diri dan menembak,' Seven tertawa kecil.

'semoga kita tidak perlu melakukannya,' kataku santai, 'kita hanya umpan, Seven..'

'aku tahu..' suara Seven tidak terdengar seperti biasanya.

'kalian kedatangan tamu,' kata Kai, tepat di telingaku.

'dua orang itu lagi,' celetuk Yoosung.

Pintu yang berada di hadapan kami berderit pelan.

Seorang pria dalam balutan jas hitam dan kemeja hitam berdiri di hadapan kami, dengan seorang bermata hijau terikat di sisinya.

'sudah lama, ya,' kataku santai, 'Mary..'

'hanya anda dan Seven yang memanggilku 'Mary', Ms Sakamoto..' balas Vanderwood santai, 'saya tidak menyangka akan berhadapan dengan anda seperti ini..'

Vanderwood melayangkan pandangannya pada Seven, 'dimana kau simpan file itu?' Vanderwood menempelkan pistol yang ia sembunyikan dibalik jasnya pada pelipis Saeran. Vanderwood mencengkeram lengan kirinya, membuat Saeran tidak leluasa bergerak.

'lama tidak bertemu, Vanderwood. Kau merindukanku?' kata Seven santai.

'kau sama sekali tidak berubah, agen 707, dan aku tidak menyangka kau punya adik kembar. Anehnya, kau dan adik kembarmu sama sekali tidak mirip,' sahut Vanderwood, 'kau tahu, agen 707, kupikir kita cukup dekat sehingga aku yakin tidak ada rahasia di antara kita..' suara Vanderwood terdengar terluka, 'tapi ternyata.. adik kembarmu.. Hephaestus..'

'Hephaestus?' tanya Seven.

'jangan berlagak bodoh, agen ganda! Kau bekerja sama dengan Hephaestus untuk menghancurkan agensi. Kami tahu semuanya!' Vanderwood sedikit kehilangan kontrol, 'seharusnya sejak awal bos tidak menerimamu di agensi! Sekarang.. sekarang katakan! Dimana file itu!'

'file? File apa?' tanya Seven.

'file yang Hephaestus curi! Kau kaki tangannya! Kau pasti tahu dimana Hephaestus menyembunyikannya!' balas Vanderwood.

Tawa Kai meledak di telingaku.

'Hyung.. kau mencuri file itu?' tanya Yoosung.

'ah.. rasanya tidak bisa disebut mencuri.. hanya mengamankan.. kebiasaan lama sulit hilang,' jawab Kai santai.

'Kalian berisik!' omel Ken.

'ah, file itu.. kau ingin file itu?' tanya Seven, 'file itu ada padaku. tapi aku harus memastikan Saeran bebas sebelum aku memberikan file itu padamu.'

'yeah. Berikan saja file itu pada bosmu, aku yakin bosmu akan senang,' timpalku, 'dan dia akan menyingkirkanmu.. kau hanya pion, Mary..'

Vanderwood sedikit bimbang, aku berjalan santai mendekatinya.

'jangan bergerak! Atau kulubangi kepalanya!' bentak Vanderwood.

Aku menghela nafas panjang, 'kenapa, Mary..? jangan bilang kau takut padaku..' kataku dengan nada menyebalkan, 'aku hanya gadis kurus, pendek, dada rata yang tidak berdaya..'

'Sakamoto!' bentak Vanderwood lagi, 'selangkah lagi-'

'lakukan saja,' kataku datar tanpa menghentikan langkahku.

'Luciel, kita akan membebaskan adikmu. Kita ada di pihak yang sama,' suara Sei terdengar di telingaku.

'lakukan!' teriakku saat jarak antara aku dan Vanderwood hanya tiga kaki. Hanya sekejap teriakanku membuatnya lengah. Tanpa pikir panjang aku melompat ke balik punggung Vanderwood, menarik keluar pistol yang tersembunyi dibalik dress yang kukenakan dan menempelkannya di leher Vanderwood.

'lakukan, kupastikan sebuah lubang cantik akan menghiasi lehermu,' kataku dingin.

'kalian kedatangan tamu,' celetuk Kai.

'lepaskan aku! Bodoh! Tidak berguna!' teriak Saeran.

'turunkan senjatamu, Mary,' kataku dingin, 'lepaskan dia. Aku akan membiarkanmu pergi..'

'negosiasi, eh?' Vanderwood meremehkanku, 'kau bahkan tidak tahu bagaimana caranya menembakkan pistol itu.'

'kau penasaran?' tanyaku, 'dengan senang hati aku akan membuktikannya padamu..'

Vanderwood terdiam.

'baiklah, tapi aku harus menghapus file itu sendiri,' kata Vanderwood.

Aku tertawa kecil, 'bukan nyawanya ditukar dengan file yang kauinginkan, Mary.. tapi nyawanya ditukar nyawamu..'

'dimana kalian sembunyikan file itu?' tanya Vanderwood, berusaha terdengar mengancam, tapi suaranya sedikit bergetar.

'file itu berada di tempat yang aman, tempat yang tidak akan bisa kalian sentuh,' jawab Seven santai. Ia membuka tas yang tergeletak di kakinya dan mengeluarkan sebuah senapan otomatis.

'Serius, Seven?' kataku lemas.

'aku selalu ingin melakukannya, Mika! Rasanya seperti di film!' balas Seven antusias.

Ini bukan waktunya bercanda, omelku dalam hati.

'bosmu akan menyingkirkanmu segera setelah kau menghapus file itu, Mary,' kataku di balik punggungnya, 'pion tidak berguna, yang bisa kau lakukan hanya mengasuh Seven dan memaksanya bekerja,' aku tertawa kecil, 'sangat mudah mencari penggantimu. Atau mungkin saat ini bosmu telah menemukan orang yang tepat untuk mengisi posisimu..?'

Dari tempatku berdiri, aku bisa melihat keringat mengalir di pelipis Vanderwood.

'mereka– mereka tidak akan menyingkirkanku! Aku bagian penting dari mereka!' bantah Vanderwood.

'kau tahu, kau terlalu percaya diri..' lagi-lagi aku tertawa kecil, 'lima belas agen yang bersembunyi, menurutmu kenapa mereka ada disini?'

Vanderwood terdiam.

'mereka ada untuk memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Lakukan sesuatu yang bodoh dan mereka tidak akan segan-segan melubangi kepalamu, kau tahu?'

'bohong..' gumam Vanderwood.

'setelah kau menghapus file yang Hephaestus curi, mereka juga akan melubangi kepalamu..' lanjutku santai, 'atau mungkin kau ingin aku yang melakukannya?'

'ya ampun, Mika.. aku saja.. aku yang akan melakukannya,' celetuk Seven, 'sudah lama aku ingin mencoba benda ini. mungkin maidku bersedia jadi target uji coba?'

'tidak mau! dia milikku! Cari mangsamu sendiri, Seven!' protesku sebal.

'filenya!' bentak Vanderwood.

'lepaskan Saeran!' balas Seven.

Seven mengarahkan senapan otomatisnya pada Vanderwood, sebelum pintu tua itu kembali berderit. Orang-orang dalam balutan pakaian serba hitam dan topeng menutupi wajah mereka menghambur masuk, dengan senapan otomatis di tangan mereka.

'tamu kalian sudah datang. Perlu bantuan? Katakan 'ya' kalau kalian perlu bantuan,' suara Kai terdengar santai di telingaku.

Spontan aku mengarahkan pistol di tanganku pada orang-orang aneh itu. tapi mereka tidak begeming.

'gencatan senjata, Mary.. gencatan senjata..' aku melangkah mundur kearah Seven sementara orang-orang itu bergerak maju. Mereka menyudutkan kami.

Seven melempar sesuatu kearah orang-orang itu, 'granat!' teriak Seven.

'tahan nafas!' kataku pada Vanderwood. Spontan aku menahan nafasku dan menutupi hidung dan mulut Vanderwood dengan telapak tanganku.

'apa yang-'

Asap dari granat itu memenuhi ruangan.

Seven! Kubunuh kau!

Susah payah aku memastikan asap itu tidak masuk ke paru-paruku sambil menyeret Vanderwood dan Saeran keluar dari ruangan itu.

'kau gila!?' omelku pada Seven, 'mereka tidak berguna kalau mereka tidak sadar, Seven! Sekarang kita punya dua ekstra beban berkat kau!'

'aah.. maaf, Mika.. aku selalu ingin melakukannya! Granat! Booom!!' sahut Seven antusias, 'tapi granat ini tidak seru! Bukannya 'booom!!' tapi 'pssshhhh!'

'Gunakan seperlunya, bodoh!' omel Kai.

'nah, Hikaru, kenapa alat komunikasi Mika berbentuk seperti anting-anting cantik sementara milikku seperti tahi lalat besar!?' protes Seven.

'kau mau pakai anting-anting itu?' tanya Kai bingung.

'aku tidak keberatan,' sahut Seven.

'yeah. Seven tidak akan keberatan. Pastikan dia mengenakan dress pantai atau pakaian biarawati atau kostum maid saat anting-anting itu tersangkut di telinganya,' timpalku lemas.

'apa? Maid!?' Kai setengah berteriak.

'sekedar informasi, Maid 707 lebih cantik dariku,' tambahku santai.

'crossdress!? seharusnya kau katakan sejak tadi, bodoh! Aku tidak tahu kau lebih suka anting-anting dengan kristal cantik berwarna ungu daripada tahi lalat yang tampak natural! Mungkin nanti aku akan bekerja sama dengan Akai tentang kostum Maid, atau mungkin dress abad pertengahan?' Kai berusaha menahan tawanya sendiri.

'Hyung.. orang-orang tadi.. apa mereka sudah mati?' suara Yoosung terdengar jauh.

'yang mereka hisap hanya obat bius. Tidak perlu khawatir, Yoosung. Lagipula Yazawa hanya mengizinkan kami menggunakan mainan.. bukan senjata..' jawab Kai.

'lalu senapan mesin ini? granat-granat ini..?' suara Seven terdengar kecewa, 'hanya mainan..? benar-benar mainan? Tidak akan ada ledakan!? Atau mayat bergelimpangan!?'

'sejak awal sudah kubilang kalau itu 'mainan'.. bukan salahku kalau kau tidak mendengarkan..' keluh Kai.

Seven menghela nafas panjang, 'kupikir aku akan beraksi seperti tokoh utama di film action..'

'hidupmu sendiri sudah seperti film action, Seven,' kataku datar, 'film action dengan terlalu banyak bumbu drama..'

Vanderwood terbatuk, perlahan ia membuka matanya.

'Mary.. kau dengar aku?' tanyaku sambil membantunya duduk. Vanderwood terbatuk beberapa kali dan ia menatapku lemas.

'apa yang..? kenapa..? granat..?' tanya Vanderwood bingung.

'gencatan senjata, Mary,' kataku mantap, 'tapi pilihan ada padamu. Kalau kau keberatan dengan gencatan senjata kita, selanjutnya terserah pada agen 707.'

Aku melayangkan pandanganku pada Seven dan senapan otomatis mainan yang ada di tangannya. Aku yakin tidak akan ada yang sadar bahwa itu hanya senapan mainan dengan peluru bius.

'singkirkan benda itu!' pekik Vanderwood, 'aku mengerti! Aku mengerti! Gencatan senjata!'

'katakan pada bosmu, rencana kalian berantakan. Dan hancurkan alat komunikasimu,' kataku lagi.

Vanderwood menghela nafas panjang, 'bos.. rencana kita berantakan.. mereka tahu kita akan datang.. kita dijebak..'

Raut wajah Vanderwood berubah saat mendengar apapun yang dikatakan oleh seseorang tepat di telinganya. Ia melepas alat komunikasi di telinganya, menjatuhkannya ke lantai dan menginjaknya hingga alat itu hancur.

'Sial!' maki Vanderwood.

'apa sekarang kepalamu telah ditempeli label harga?' tanyaku datar.

Vanderwood mengangguk, ia tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran dan kecemasan dari wajahnya, 'lalu? kalian.. kalian punya rencana! kalian pasti punya rencana! Rencana yang luar biasa untuk keluar dari bangunan ini hidup-hidup!'

Vanderwood mengulurkan tangannya, hendak menyentuh tas mainan Kai.

'kau tidak akan menyentuh tas itu, Mary,' kataku dingin, 'bawa lelaki itu. pastikan dia masih bernafas saat kita keluar dari tempat ini. Seven, ayo,' aku kembali memasuki ruangan dengan menahan nafas. Asap itu hampir hilang. Yang tersisa hanya kabut tipis dan tubuh yang bergelimpangan di lantai.

Sekilas aku memeriksa wajah mereka.

Hanya seorang yang wajahnya kukenali. Atlet sepakbola yang menghilang beberapa bulan yang lalu. ternyata ini yang terjadi padanya, kataku dalam hati.

'tolong kirim bantuan. Sepertinya mereka semua ada di dalam daftar orang hilang. Tolong cek dengan kepolisian setempat dan hubungi keluarga mereka,' kataku sebelum berjalan keluar.

'Akai,' kata Sei.

'aku mengerti,' sahut Sayuri.

Di belakangku, Seven membantu Vanderwood memapah Saeran. Sempat terbersit di benakku, apa kami harus selalu memapah adik kembar Seven setiap kali bertemu dengannya?

Sudahlah, setidaknya kali ini aku tidak harus memapahnya di pundakku, kataku dalam hati.

Kami menyusuri lorong berdebu, diiringi lantai yang menjerit setiap kali kami melangkah. Derap langkah kaki di kejauhan membuatku merasa tidak nyaman.

Dan enam orang dengan kemeja hitam dan celana panjang hitam yang wajahnya tidak bisa kulihat berlari kearah kami.

'mereka milikmu,' kataku santai. Seven maju dengan senapan otomatis di tangannya dan mulai menembaki orang-orang itu.

Aku berada di balik punggung Seven, memastikan tidak ada seorangpun yang luput dari tembakannya dan memastikan tidak ada yang seorangpun yang mengarahkan senjata mereka padanya. Seven tampak sangat menikmati apa yang ia lakukan.

Mungkin menempatkannya sebagai hacker bukan pilihan yang tepat, kataku dalam hati.

'raaammbbooooooo!!!' teriak Seven.

Ia berbalik dan menyentuh pangkal kacamata loreknya. Senyum puas terukir di wajahnya.

Aku menghela nafas panjang. syukurlah, setidaknya seseorang sedang bersenang-senang, kataku dalam hati.

'Mika! Aku seperti Rambo! Rambo, Mika, Rambo!!' kata Seven antusias saat ia melewati tubuh yang bergelimpangan di lantai.

'terlalu kurus, Seven!' protes Sayuri, 'setidaknya kau harus punya otot untuk dipamerkan kalau kau ingin jadi Rambo!'

Orang-orang itu terus berdatangan – dan Seven kembali hanyut dalam peran barunya. Tampak jelas ia sangat menikmati setiap detik yang ia lewati.

'boleh juga,' kataku santai sambil menembak seorang yang Seven lewatkan.

'yeah, berkat agensiku,' sahut Seven, 'ini caraku berterima kasih pada agensiku, Mika!'

Aku menembak seorang dengan pistol hitam di tangannya – yang berada tepat di punggung Seven.

'terima kasih,' kata Seven.

'selama ini aku selalu berpikir kau bisa bertahan hidup berkat Yazawa, tapi aku salah,' kata Vanderwood.

'aku tidak akan bisa berdir di sampingnya kalau hal seperti ini saja tidak bisa kutangani,' balasku cepat. Seven mengarahkan senapannya padaku dan menembak kearahku beberapa kali. peluru berisi obat bius itu melayang beberapa senti di atas kepalaku – diikuti suara benda jatuh.

'kepalaku, bodoh!' omelku pada Seven. Aku mengangkat pistolku dan menembak beberapa senti dari lengannya – tepat mengenai dada seorang lelaki yang berada di balik punggung Seven.

'Mika! Kau pasti mengincarku! Pasti kau ingin balas dendam karena peluruku melayang beberapa senti dari atas kepalamu!' protes Seven.

'maaf, meleset,' kataku sebal. Kali ini peluruku melayang beberapa senti dari telinganya – tentunya diikuti suara benda jatuh, 'lagi-lagi meleset..'

'hei!!'

Tawa kecil meluncur dari bibir Seven. Ia membuang senapan yang pelurunya telah habis dan mengeluarkan senapan lain dari dalam tas.

'jangan buang sampah sembarangan!' omelku pada Seven.

'pelurunya sudah habis! Untuk apa kita bawa!?' protes Seven saat aku memasukkan senapan itu ke dalam tasnya.

'mainan Kai tidak boleh jatuh ke tangan orang lain,' kataku cepat.

'Seven-'

'Mika-'

Aku menembak tiga orang di balik punggung Seven, begitu juga dengan Seven. Ia menembak beberapa orang yang berdiri di balik punggungku.

'berapa orang yang dikirim kesini!?' tanyaku pada Vanderwood.

'seluruh agensi,' jawab Vanderwood, 'agen 707 dan agen Vanderwood adalah buronan utama agensi. Prioritas seluruh agen. Kepalaku dan kepala Seven cukup mahal.'

'bagus.. bagus sekali..' kataku seadanya.

'aku tidak pernah tahu pekerjaan seperti ini begitu menyenangkan!!' Seven setengah berteriak, berusaha mengendalikan dirinya – dan tawanya yang sedikit mengerikan, 'ini menyenangkan, Mika! Aku heran kenapa mereka mengunciku di rumahku sendiri dan memaksaku duduk di depan komputer sementara bagian paling menyenangkannya diberikan pada orang lain!'

'kau mulai gila, 707,' celetuk Vanderwood.

'berpasangan dengan seorang yang terlatih sepertimu memang saaaangat menyenangkan! Aku bebas melakukan apapun yang aku mau! Aku yakin kau akan melindungiku!' kata Seven antusias tanpa mengalihkan pandangannya dari sasaran tembak di depannya.

'Seven-'

'Mika! Kalau aku tidak tahu betapa Zen mencintaimu, mungkin aku akan bertekuk lutut di depanmu dan memintamu menikah denganku di stasiun ruang angkasa!' kata Seven di sela tawanya – di sela rentetan tembakannya

'Hei!!' protes Sei.

'Vanderwood benar, kau mulai gila, Seven,' kataku datar sambil menembak kearah dua orang yang muncul dari balik punggung Vanderwood dan Saeran yang belum sadarkan diri.

'tiiidak.. aku tidak gila..' tukas Seven, 'kau yang gila, Mika.. baru kali ini aku bertemu orang sepertimu.. tapi sayang sekali kita tidak punya banyak waktu untuk mengenal satu sama lain.. cincin itu, Zen?' tanya Seven.

'bukan. Sei,' jawabku cepat, 'Seven-'

'bukan Seven,' potong Seven, 'bukan Seven, bukan Luciel.. tapi Saeyoung.. mulai sekarang panggil aku Saeyoung..'

'Saeyoung..?' ulangku bingung.

'nama asliku Choi Saeyoung..' jawabnya dengan senyum tipis di wajahnya, 'aku ingin kau memanggilku Saeyoung..' kali ini senyum polos yang tidak cocok dengan senapan otomatis yang ada di tangannya.

'senang berkenalan denganmu, Choi Saeyoung..' aku membalas senyum Seven.

'Mika.. terima kasih..' kata Seven sambil menembakkan peluru bius kearah tiga orang yang muncul dari sisi kanan.

'terima kasih? Aku tidak melakukan apapun yang pantas untuk kau beri ucapan terima kasih,' balasku datar.

'kalau kau tidak memaksaku pergi dengan Zen ke apartemen Rika hari itu, aku tidak mungkin tahu tentang Saeran.. tentang V.. mungkin saat ini mereka masih membohongiku dengan dalih Saeran baik-baik saja, Saeran bahagia.. dan aku tidak akan bisa bertemu dengan satu-satunya keluargaku..' kata Saeyoung, 'karena itu, terima kasih, kau telah membuka mataku.. dan aku sudah memikirkan masak-masak. Aku tidak butuh nama yang V berikan atau nama yang agensi berikan padaku. mulai sekarang aku akan hidup sebagai Choi Saeyoung..'

'syukurlah, Saeyoung..' kataku seadanya.

Apa dia tidak bisa memilih tempat lain untuk membicarakan hal ini!?

'awas! Belakang!' teriak Vanderwood.

Spontan aku dan Saeyoung menembak dua orang yang muncul – diikuti enam orang yang membidik kami dengan pistol mereka.

'Mika, aku masuk! Aku tidak bisa membiarkan kalian bersenang-senang sendiri!' protes Ken.

'Tahan, Ken!' kataku sambil menembak seorang lelaki yang membidik Saeyoung, 'jangan masuk! Aku dan Saeyoung bisa atasi-'

Sebutir peluru menggores tangan kanan Saeyoung.

'Saeyoung!' panggilku setengah berteriak, 'Kai! Tolong!'

Aku membawa Saeyoung berlindung di balik dinding yang rapuh. Entah berapa lama dinding ini bisa bertahan dari deretan peluru yang ditembakkan orang-orang itu.

Sial.

Tidak ada kotak obat di dalam tas yang Saeyoung bawa.

'Mika, Seven, kembali!' teriak Sei.

Aku tidak mempedulikannya.

'bukan Seven, Mr Yazawa..' nafas Saeyoung tersengal, 'Saeyoung.. Choi Saeyoung..'

'drone..?' celetuk seseorang. Suaranya terdengar bingung.

Teriakan dan jeritan mereka memecah kesunyian. Aku tidak mau tahu apa yang drone itu lakukan pada mereka.

'keren, kan? mainan baruku, drone-'

'Kai!' potongku, 'status!?'

'aman, Mika..' sahut Kai.

'tolong buka jalan, kami akan kembali-'

'jangan!' potong Seven, 'lakukan sesuai rencana!'

'tapi lukamu-'

'hanya tergores, Mika..' kata Seven. Ia mendesis menahan sakit. Tangan kanannya tidak bisa ia gunakan sesukanya, 'kita tidak bisa kembali sekarang..'

'baiklah.. aku mengerti,' kataku akhirnya.

Kukeluarkan belati yang kusimpan di balik rok dan memotong rok yang kukenakan.

'seperti film action.. tokoh utama wanita memotong roknya, membuat perban dadakan untuk membalut luka tokoh utama pria..' kata Seven.

Aku tidak membalas, hanya mengikat luka Seven dengan potongan rok itu. semoga pendarahannya berhenti, kataku dalam hati,

'mereka terus berdatangan!' teriak Vanderwood.

'Seven, bisa berdiri? Setidaknya sampai mobil di luar-'

Seven mengangguk cepat, ia mengumpulkan sisa tenaga yang ia punya untuk berdiri, 'ayo.'

'Kai, tolong buka jalan,' kataku gugup.

'baiklaah..' sahut Kai. Drone Kai pergi begitu saja – diikuti teriakan dan jerit kesakitan dari jauh.

'hei, kau tidak membunuh mereka, kan!?' tanyaku bingung.

'tentu tidak. Yazawa akan membunuhku sebelum aku membunuh mereka, Mika..' jawab Kai santai, 'aman, serangga sudah dibersihkan.'

'terima kasih,' kataku ringan, 'ayo.'

Aku membantu Seven berdiri, dengan langkah berat berjalan menuju pintu keluar yang entah kenapa terasa begitu jauh.

'apa ini!? kenapa mereka!?' tanya Vanderwood panik saat ia melihat tumpukan orang-orang yang tidak sadarkan diri.

'biarkan mereka,' kataku datar sambil membuka pintu yang berderit di depanku, 'biar polisi yang mengurus mereka.'

Di depan mataku, berdiri seorang lelaki dengan rambut sewarna langit, dalam balutan cardigan abu-abu dan t-shirt hitam. Kacamata hitam menutupi kedua matanya.

'hei, dia bagian dari kalian, kan!?' tanya Vanderwood. Panik dan bingung terdengar jelas dalam suaranya, 'dia datang untuk menolong kita, kan!?'

'V..?'

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

908K 75.5K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
30.7M 1.9M 103
COMPLETED! MASIH LENGKAP DI WATTPAD. DON'T COPY MY STORY! NO PLAGIAT!! (Beberapa bagian yang 18+ dipisah dari cerita, ada di cerita berjudul "Private...
Fantasia Od neela

Fan fikcia

1.7M 5.2K 9
⚠️ dirty and frontal words 🔞 Be wise please ALL ABOUT YOUR FANTASIES Every universe has their own story.
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...