Loizh III : Reinkarnasi

Irie77 tarafından

300K 27.3K 1.4K

Sangat disarankan untuk membaca book 1 ( Loizh ) & book 2 ( Loizh II : Arey ) agar tidak menimbulkan kebingun... Daha Fazla

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Perang Yang Lampau
Musuh Baru
Tertangkap
Vinculum
Aura Hitam
Qlue
Cemburu
Jiwa Yang Di Pindahkan
Memulai Misi
Kekuatan Flou
Hutan Strix
Menjamah Masa Lalu
Dua Kota Yang Hancur
Ingatan Dan Kesedihan
Ilusi
Akhir Perjalanan Panjang
Senja

Chapter 10

9.1K 900 70
Irie77 tarafından

“Matilah kau di tanganku.”

Aku memejamkan mata pasrah. Benar saja, sesuatu telah menembus tepat bagian ulu hati dengan menyakitkan. Terasa membakar saat ia menghujamkannya semakin dalam.
L Aku memekik pelan menahan nyeri dan pedih. Energiku terkuras seketika dan aku terkulai lemas. Rasanya ingin menampar diriku sendiri, berharap terbangun dari mimpi buruk ini.

Aku membukan mata perlahan, menatap Axcel dengan pandangan yang kabur. Aku tidak melihat ekspresi apapun di wajahnya, hanya kebencian yang terpancaran dari matanya.

Axcel mencabutkembali benda yang menghujam tubuhku. Seketika aku mengejang lalu tersungkur di tanah sambil memegang luka, sementara Axcel mulai beranjak pergi tanpa mengatakan apa pun.

“Axcel,” lirihku.

Suasana menjadi hening seketika. Hanya aku seorang diri yang tergeletak tak berdaya di antara jajaran pohon yang menjulang tinggi. Aku menatap langit temaram di atas dengan hampa seiring dengan matinya perasaanku, yang tertinggal hanya rasa sakit yang semakin mejalar. Aku mulai kedinginan—sendirian di tempat ini.

Aku belum kehilangan kesadaran sepenuhnya ketika ada seseorang yang memangku tubuhku. Ia mendekap erat dan membenamkan wajahnya di leherku. Ada sesuatu yang sedingin air hujan menetes di antara wajahnya yang basah air mata. Aku mencoba menggerakan tangan dengan kesadaran yang tersisa dan membuka mata, tapi aku sudah terlalu lemah.

Aku hanya memberi kode dengan sedikit erangan agar ia tahu bahwa aku belum sepenuhnya mati. Bisa dibilang—aku masih dalam kategori sekarat level satu dan sebentar lagi aku mendekati sekarat level dua, maka aku akan lebih lemah dari ini.

Ia mulai mengangkat wajah perlahan dari leherku. “Katakan sesuatu,” bisiknya.

Aku mengenali suara itu meski tak melihat wajahnya, membuatku lega. “Felix.”

“Aku bukan Felix,” jawabnya. “Apa kau tidak mengenaliku?”

Aku sedikit mengerutkan kening. Rasanya aku ingin mengatakan ‘Aku bisa mengenali suaramu, jadi jangan berbohong untuk menakutiku’, tapi aku hanya membuka mulut tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Ia menggenggam jemariku dan menuntun tanganku untuk menyentuh pipinya yang sedingin hujan di malam hari. Tekstur yang keras dan basah membuatku tahu bahwa yang kusentuh adalah Una.

“Si-siapa?” bisiku sekuat tenaga.

“Ini aku, Alex.”

“Alex.”

“Kenapa kau selalu membiarkan dirimu dalam bahaya? Ada apa denganmu? Kau selalu saja seperti ini. Bisakah kau untuk tidak bertindak sembarangan? Kenapa kau—“ Kalimatnya terhenti lalu mebelai wajahku. “Kau bahkan tidak mempedulikan dirimu sendiri dan sekarat untuk ke sekian kalinya.”

“Maaf.” Hanya itu yang bisa kukatakan sebelum kesadaranku semakin menipis.

Alex menempelkan dahinya ke dahiku dengan gemas dan perlahan mengecup bibirku. Kecupannya tak ada bedanya dengan kecupan Felix. “Kali ini aku tidak akan memaafkanmu.”

Alex mengangkat tubuhku, membawaku entah kemana. Namun, aku mencium aroma air dan langsung bisa menebak bahwa ia membawaku ke danau tempat di mana aku mendarat tadi.

“Kali ini aku akan menghukummu.” Alex membaringkanku ke air.

Tubuhku langsung mengendap ke bawah hingga punggungku menempel lumpur di dasar air. Gelap, hanya itu yang bisa kulihat. Namun, disaat yang sama, aku melihat cahaya kecil yang semakin membesar. Cahaya itu menjadi sosok gadis yang mirip denganku, tapi lebih dewasa.

Karin, itulah yang terlintas dalam pikiranku tentang dirinya.

“Kau mengenaliku bukan?” tanyanya.

“Karin.”

Karin tersenyum sambil mengulurkan tangan. “Sentuh aku.”

Aku menatapnya ragu. “Apa yang akan terjadi jika aku menyentuhmu?”

“Aku tahu kau ingin membantu Axcel bukan?”

Aku memalingkan wajah seketika. “Tadinya begitu, tapi sekarang aku sudah tidak berminat. Dia bahkan hampir membunuhku.”

“Lalu apa yang kau inginkan?”

Aku kembali menatapnya dan menghela napas. “Aku ingin berhenti dan kembali hidup normal. Aku tidak ingin terlibat lagi dengan Loizh dan isinya. Dunia ini adalah kehidupanmu, bukan aku,”

“Apa kau lupa bahwa kau adalah aku? Jika kau tidak ingin terlibat, kenapa kau melangkah sejauh ini? Kau bahkan sudah berbicara pada Dendez sebagai aku.”

“Awalnya aku menginginkannya, tapi sekarang aku merasa terbebani. Aku merasa bahwa kehadiranku justru membuat keadaannya kacau balau,” ucapku frustrasi.

“Kau tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Jika kau merasa membuat masalah, maka jangan pernah tinggalkan masalah itu tanpa menyelesaikannya terlebih dahulu.” Karin mendesah. “Jika kau merasa bersalah, kau harus bertanggung jawab atas kesalahanmu dan aku—“ Karin semakin mendekatkan uluran tangannya. “Akan benar-benar membantumu sepenuhnya.”

Aku menatapan tangaN dan matanya secara bergantian. “Apa ini akan berhasil?”

“Kau akan memiliki ingatanku dan kau akan tahu apa yang harus kau lakukan. Mungkin akan banyak yang menganggapmu sebagai aku, tapi aku harap itu tidak akan menjadi beban. Kau tidak harus berpura-pura menjadi diriku karena kau tetaplah dirimu sebagai Ririn.”

“Lalu bagaimana dengan keluargaku dan ... Felix?” Aku merasa canggung saat memikirkan Felix yang mungkin akan mengkhawatirkan diriku.

“Jangan khawatir, mereka sudah menemukanmu di hutan. Mereka mengira kau mengalami kecelakaan. Kepalamu terbentur dan tak sadarkan diri untuk beberapa hari. Felix—“ Tatapannya meredup seketika. “Mungkin ia akan menjagamu dari sana. Aku yakin ia akan tetap di sampingmu.”

Aku menghela napas berat sambil menguatkan tekad. Mencoba meyakinkan diri di tengah keraguan yang saat ini menyelimuti bagai kabut. Ada banyak hal yang mengganjal dalam pikiranku, terutama ketakutanku pada rasa sakit yang kualami saat Axcel menyerang. Itu pertama kalinya tubuhku dihujam dan aku tidak ingin mengalaminya lagi.

“Aku—“

“Jangan takut. Kau tidak sendirian.”

Aku menarik napas panjang lagi agar ketenangan menyibak kegelisahanku. “Baiklah. Akan kuselesaikan.”

Aku meraih tangannya dan jari kami saling bertautan. Tubuhku mengerjap dan terasa linu dalam sekejap, merasa seluruh tulangku dililit sesuatu yang keras dan tubuhku menjadi kaku. Napasku terengah dan aku mengerang kesakitan.

Kulihat ada banyak gadis yang mirip denganku dengan tampilan yang berbeda-beda. Mereka semua mendekat dan mengimpitku hingga napas ini semakin sesak. Lalu kulihat cahaya putih berpendar mengitariku dan merasuk dalam tubuhku. Otakku seperti diperas, mengingat sesuatu yang belum pernah kulihat sebelumnya, termasuk orang-orang yang belum pernah kutemui meski sebagian sudah kuketahui.

Aku sudah berada di tepi danau, memegangi kepala karena pening. Sejenak, aku merasa aneh dengan diriku. Kuamati kedua tangan lalu tubuhku sambil meraba-raba wajah. Aku menyadari perubahan  diriku. Saat ini aku adalah—Una.

Aku mengangkat sebelah tangan hingga sejajar dengan dada, mengeluarkan sedikit energi dan mengamatinya. Cahaya putih yang transparan berpendar di atas telapak tenganku.

“Ulqi,” gumamku dengan perasaan yang masih kaku.

“Ayah, Ibu, Grisa, Felix, Axcel, Adelia, Tuan Frederick, Paman Thomas, Bibi Olivia, Bibi Elyana dan aku—“ aku terdiam sejenak dan menghayati ingatanku. “Ririn Allyson.”

Ya, itu berarti aku masih tetap sebagai Ririn. “Tapi aku juga bisa mengingat nama-nama lain dalam ingatanku seperti ... Tommy, Shinta dan ... mungkin ini sedikit menyebalkan, kalau tidak salah Lisha. Ternyata benar, aku memiliki ingatan Karin,” lanjutku, masih bermonolog.

“Siapa di sana?”

Aku menoleh saat mendengar jeritan yang mendekat. Aku langsung berdiri dan bersembunyi di balik pohon besar sambil mengintip. Terlihat sosok tinggi dengan gerakan kaku berjalan ke arahku dengan cepat. Aku mematung sambil bersandar di balik pohon, berharap makhluk itu tidak menemukanku.

Napasku tercekat saat jaraknya semakin dekat dengan tempatku bersembunyi. Kucoba untuk mengintip lagi dan mengawasi makhluk itu dengan waspada. Ia mulai mengedarkan pandangan dan mengamati pohon satu persatu. Aku langsung menarik kepala kembali ketika ia menoleh. Tegang dan takut, tentu saja. Sampai sekarang aku tidak tahu apa yang harus kulakukan

Aku menggosok kening, berharap sebuah ide mengepul seperti asap untuk menemukan jalan keluar. Kutarik napas panjang agar ketenangan mengalir masuk seiring keluarnya embusan napasku. Sebenarnya tanpa bernapas pun, aku masih bisa hidup dalam wujudku yang sekarang. Namun, menarik napas sudah menjadi kebiasaanku untuk mengurangi gelisah.

“Kena kau!”

Sebuah tangan sudah membekap mulutku dari arah belakang tanpa kusadari. Kemudian menyeretku dengan kasar. Aku mengerang dan berusaha untuk melawan, tapi ia sudah membanting tubuhku ke tanah.

Aku mendongak ke atas untuk melihat siapa yang tadi membekapku seperti itu. Mataku melebar saat mengenali pemuda yang berdiri angkuh di hadapanku.

“Kau?” gumamku refleks.

Pemuda itu mengerutkan kening saat menatapku. “Karin?”

Aku mematung sejenak saat ia memanggilku Karin, tapi itu tak berlangsung lama. Aku langsung berdiri dan menatap tajam sosok itu. “Kenzie?”

“Sedang apa kau di sini?”

Aku terdiam sesaat untuk mencarii jawaban yang tepat dan jujur.

"Aku ... tersesat.”

“Kalau begitu ikutlah denganku.”

Kenzie menarik tanganku, tapi dalam sekejap ia melepaskannya dan menatapku curiga.

“Siapa kau?”

Tunggu, sepertinya aku juga pernah mendapat reaksi yang sama saat pertama kali menjadi Una. Aku mencoba menggali ingatan Karin dan pemuda yang pernah bereaksi seperti ini adalah Alex yang—wajahnya benar-benar mirip Felix.

“Kau tidak mengenaliku?”

“Kau bukan Karin! Kau Una! Siapa kau?”

Aku menelan ludah yang terasa kering sambil berpikir keras. Dalam ingatan Karin, Kenzie adalah sosok yang baik, tapi apakah Karin tahu kalau Kenzie adalah putra Dendez? Aku benar-benar ragu, tapi ingatan Karin menampakkan sisi baik Kenzie sebagai sahabat kecilnya.

“Ya, aku memang bukan Karin. Lalu kau mau apa?”

“Jadi kau menipuku?”

“Kau sendiri yang menyeretku dari bawah pohon. Kau bilang aku menipumu?”

“Bagaimana kau bisa mirip dengan Karin?”

“Memangnya kenapa kalau aku mirip? Apa kau pikir bahwa mirip adalah sama?”

Ya, aku merasa sudah mengatakan hal yang benar. Itu membuatku sedikit lega karena aku memang bukan Karin. “Sekarang lepaskan aku,” imbuhku.

“Kau!”

Kenzie mencekik leherku lalu melemparku. Tubuhku terpental jauh dan ia mengejarku, menyengkeram pergelangan tangan dan membantingku ke tanah. Aku hampir tak percaya tubuhku tak luka sedikit pun meski agak sedikit linu di beberapa bagian tulang, tapi aku baik-baik saja.

Kenzie melaju ke arahku dan siap menyerang. Aku melompat seketika dan ledakan terjadi di tanah, di mana Kenzie menghujamkan serangannya.

“Kenapa kau menyerangku? Kalau aku buka Karin memang apa masalahmu?”

“Kau bertanya apa masalahku?” Rahang Kenzie mengencang dengan tatapan tajamnya. “Tidak boleh ada Una yang mirip dengannya! Sejauh mana kau menjiwainya?”

Keningku berkerut seketika. “Menjiwai?”

“Lebih baik aku melenyapkanmu daripada harus melihat sosok Karin palsu dalam dirimu!”

Kini tubuhnya mulai diselimuti aura berwarna tosca. Ia benar-benar mengeluarkan Ulqi-nya. Aku tidak menyangka bahwa ia serius ingin melenyapkanku. Dalam sekejap ia sudah melesat sebelum aku menyadarinya. Serangannya menghantam perutku dan lagi-lagi tubuhku terpental. Tidak hanya sampai di situ, ia bahkan terus menyerangku bertubi-tubi tanpa sempat kulawan.

Kali ini tubuhku menghantam sebuah pohon besar dan pohon itu tumbang. Aku merasa tubuhku babak belur namun tanpa memar dikulitku. Kelihatannya memang aneh tapi tulang-tulangku tidak bisa berbohong dengan rasa ngilu yang kualami. Aku meringis kesakitan.

“Lenyaplah!”

Aku melompat sekuat tenaga dan akhirnya aku berhasil menghindar. Apa boleh buat, mungkin aku juga harus mengeluarkan kekuatanku.

“Aku tidak akan membiarkan diriku lenyap begitu saja. Ada beberapa hal yang harus kulakukan. Kalau kau ingin bertarung secara serius, majulah!”

Aku menarik napas panjang, menenangkan diri sejenak. Tarikan napasku terasa ringan seolah-olah tubuhku adalah ruang kosong tanpa organ. Aku mengumpulkan energi dan sebuah cahaya putih mulai berpendar menyelimutiku. Kulihat Kenzie terpaku dengan Ulqi milikku, bahkan ia sama sekali tak bergeming.

“Kenap kau diam saja? Kau ingin melenyapkanku bukan?” ucapku lantang. “Atau aku yang akan melenyapkanmu?”

Kenzie mengerjap seperti tersadar sesuatu. “Tunggu—“ matanya menyipit. “Dari mana kau bisa mengeluarkan Ulqi seperti itu?”

“Menurutmu?”

“Itu ... seperti Ulqi Manusia.”

“Setelah melihat ini apa yang kau pikirkan?”

Kenzie masih terdiam dengan tatapan bingung. “Kau berubah.”

Alisku terangkat sebelah. “Hanya itu?”
“Ka-kau—“ Kenzie tertawa sejenak dangan tatapan tak percaya. “Hei, ini … benar-benar kau, Karin?”

“Sudah kubilang aku bukan Karin.”

Kenzie menyeringai sambil memegang dahinya lalu mengusap rambutnya. “Kau tidak bisa membohongiku, Karin. Tapi ... siapa yang mengubahmu seperti ini? Apa yang kau lakukan di sini dengan wujud seperti itu?”

Ingatan Karin membuatku tahu betul siapa Kenzie. Terkadang sangat cerewet jika sedang mengritik dirinya dan sekarang, cerewetnya kambuh untuk mengomentari panampilanku.

Aura tosca yang menyelimuti tubuhnya perlahan menghilang dan ia berdiri sambil bersandar di pohon tanpa melepaskan pandangannya dariku.

“Kau mengubah dirimu. Apa kau tidak sadar apa yang kau lakukan? Lihat dirimu! Wajahmu putih pucat seperti boneka kapas, tidak ada darah yang mengalir dalam tubuhmu. Kuakui kau memang tetap cantik, tapi ... wajahmu terlalu seperti belia labil dan ... tunggu, terakhir aku melihatmu waktu itu, kau memang tampak belia dari umurmu yang seharusnya dan sekarang pun sama. Di mana wajah dewasamu?”

Keningku berkerut. Memangnya berapa usia Karin pada waktu itu? “Tadi kau bilang wajahku pucat seperti boneka kapas? Apa kau tidak sadar kalau kau juga sama? Dan satu hal lagi, bukannya aku sudah memberitahumu kalau aku bukan Karin? Kenapa kau masih belum mengerti juga?”

“Kalau kau bukan Karin lalu siapa? Selama ini Karin tidak mempunyai saudara kembar.”

“Karena kau bingung, aku akan memperkenalkan diriku dengan benar. Namaku Ririn Allyson, aku tidak tahu berapa usia Karin sampai kau sebut-sebut wajah dewasa—“

“Maksudku dewasa dalam arti tidak sebelia dirimu,” tukasnya memotong. “Ririn Allyson, sekarang aku bertanya padamu kenapa kau bisa mirip dengan Karin?”

“Jika kau masih bingung, mengapa kau tidak mendengarkanku lebih dulu?”

Kenzie mengangguk pasrah. “Baiklah, aku akan mendengarkanmu.”

“Kau bilang aku belia? Yang benar saja, usiaku 19 tahun—“

“Apa? 19 kau bilang?”

“Sudah kubilang dengarkan penjalasanku dulu! Kau sendiri yang bertanya dan sekarang aku sedang menjawabnya!” sergahku kesal.

“Ba-baik, aku mendengarkanmu. Tapi ... bisakah kau memadamkan Ulqi-mu dulu? Apa kau masih ingin mengajakku bertarung?”

Keningku kembali berkerut. “Aku? Mengajakmu? Hei, bukankah kau yang pertama kali menyerangku?”

Ya, aku lupa menonaktifkan Ulqi. Kutarik napas panjang dan menarik semua energiku. Dalam sekejap, cahaya putih yang menyelimutiku perlahan hilang.

“Oh ya? Kupikir kau pelupa seperti Karin, ternyata kau ingat dengan seranganku tadi.” Kenzie menyentuh dahinya dengan tampang frustrasi yang dibuat-buat.

“Bagaimana aku bisa lupa dengan serangan gilamu itu? Lagi pula, bukankah aku sudah bilang berkali-kali kalau aku bukan Karin?” semburku kesal.

_______To be Continued_______

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

30K 3.8K 89
[SUDAH TAMAT] Han Xie Xiang, seorang lulusan baru, terbangun di zaman kuno sebagai Gu Xie Xiang, seorang putri yang tidak disukai. Meski terjebak dal...
6.2K 320 17
FOLLOW SEBELUM BACA!!! Revisi setelah [TAMAT] Sehalu halunya gue gak sampe masuk kedalam dunia kerajaan tapi kok kalo ini mimpi berasa lama banget...
404K 30.1K 16
menceritakan tentang seorang gadis yang bernama adena terpaksa yang bertransmigrasi dan menetap ke dalam sebuah novel yang berjudul My Lovely Sun. A...
2.8M 20.3K 16
[Sebagian part sudah di unpublish!] (Sekuel ke-2 Mr. Arrogant in Love) 21+ "Aku akan membunuhnya jika kamu masih mencintainya." Asha bahagia. Ia puny...