mistakes

By mocchafrappe

6.1K 682 125

inspired by Cheritz' Mystic Messenger hasil imajinasi yang berkembang selama main game Mystic Messenger, niat... More

01
02
03
04
05
06
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
a little note
19
20

07

285 38 2
By mocchafrappe

'babe.. ah, tidak apa-apa kan kupanggil babe? Atau honey? Atau..'

Aku tidak keberatan. Aneh, memang, tapi aku tidak keberatan. tapi kemana perginya lelaki yang setuju untuk tidak terburu-buru??

Biasanya mendengar panggilan itu saja bulu kudukku berdiri tegak. Tapi mendengar suaranya di telepon dan memanggilku dengan panggilan yang selalu membuat bulu kudukku berdiri, rasanya otakku berhenti beroperasi selama beberapa detik.

Waktunya tidak tepat, Mika. Belum tentu kau masih ada disini setelah pesta minggu depan. Tapi tetap ada kemungkinan dia membuangku kesini dan aku tidak bisa kembali, kan? Kenapa aku merasa senang hanya dengan adanya kemungkinan itu?

Semua ini hanya sementara, Mika.

Tidak setiap hari kau melihat lelaki jangkung dengan rambut silver memainkan piano sambil menyanyi bersamamu. Tidak setiap hari ada lelaki yang membisikkan hal-hal manis di telingamu. Ah, seingatku itu tidak pernah terjadi. Cinta pertamaku kandas dengan spektakuler dan apapun yang berhubungan dengan asmara tidak pernah terjadi setelahnya.

Ayolah, Mika.

Dia aktor yang sedang naik daun. Disekitarnya banyak gadis cantik yang berusaha mendekatinya, meski saat ini ia hanya berkencan dengan pekerjaannya. cepat atau lambat ia akan menemukan seseorang yang akan menemaninya seumur hidup.

Dan orang itu bukan kau, Mika.

Semalam Jaehee telah mengingatkanmu untuk tidak terlalu dekat dengannya. Skandal sekecil apapun akan memberikan efek buruk bagi karirnya yang sedang berkembang dan Jaehee tidak ingin itu terjadi.

Aku juga tidak ingin itu terjadi, Jaehee, tenanglah..

Mati-matian aku mengingatkan diriku sendiri bahwa setiap kata yang meluncur keluar dari bibir Zen hanyalah kata-kata tanpa makna. Setiap kata yang kau baca di messenger hanyalah deretan huruf, Mika. Tidak lebih dan tidak kurang. Dia pasti tidak serius. Dia pasti mengatakannya pada semua gadis yang ia temui.

Tidak ada yang spesial.

Ayolah, Mika. Pastikan akal sehatmu kembali seperti semula.

Aku menghela nafas panjang. Rasanya seperti hanyut di sungai berarus deras. Semakin aku berusaha lepas, semakin kuat arus itu menyeretku. Aku yakin aku bisa lepas. Tapi aku butuh waktu untuk berenang ke tepian dan melepaskan diriku dari semua ini.

'Ini hanya sementara, tidak akan lama,' kataku pada diriku sendiri sambil membuka aplikasi di ponselku. Simbol aplikasi itu saja lebih dari cukup untuk membuatku tersenyum. Dan senyum itu hilang saat akal sehatku kembali. Tapi saat melihat namanya - atau sekedar melihat foto profilnya saat ia tidak disini - senyum gila itu kembali lagi.

Senyum lebarku kembali saat Zen hadir di messenger dengan kabar baik. Ia mendapat peran utama yang luar biasa. Zen akan tampil bersama Echo Girl, seorang penyanyi yang juga sedang naik daun. Sambil membalas pesan Zen di messenger, aku mulai mencari tahu tentang Echo Girl. Fb, Tripter, Wiki, semuanya.

Seorang gadis dari keluarga kaya yang tahu cara yang tepat untuk menggunakan kekayaan dan pengaruh orangtuanya, dan dia adalah fans Zen. Ia tidak segan-segan menunjukkannya di tripternya - betapa ia mengagumi Zen, betapa ia ingin berdiri di panggung yang sama dengan Zen.

Echo Girl punya banyak fans - dan haters, tentunya. Dan ia sangat membanggakan dadanya. Ia yakin tidak ada seorang lelakipun yang akan menolak dadanya yang ukurannya diatas normal.

Aku menghela nafas panjang.

Zen akan berada di panggung yang sama dengan gadis ini? ada sesuatu yang mengganjal. Aku tidak suka gadis ini. rasanya seperti melihat seorang pembawa masalah. Tapi aku tidak mengatakan apa-apa. Aku tidak ingin merusak kebahagiaan Zen - serta kebahagiaan Seven dan Yoosung tentunya - yang berharap akan mendapatkan tanda tangan Echo Girl.

Aku membongkar koperku, mencari pakaian bersih yang tersisa sambil mengobrol dengan Yoosung dan Jumin di messenger. Seingatku semua pakaianku sudah keluar dari koper, sebagian masih di mesin cuci, sebagian lainnya belum kering.

sesuatu mengganjal di dalam koperku. apa ini ? sebuah kantung di dalam koper? aku tidak ingat aku memasukkan kantung ini ke dalam koperku.

Kuraih kantung itu dan memeriksa isinya. Dua buah pistol dari plastik. lebih tampak seperti mainan daripada senjata yang lebih dari cukup untuk membela diri.

Sangat ringan, tidak akan membunyikan sensor apapun, lengkap dengan enam buah peluru bius. Kuisi pistol itu dengan tiga buah peluru bius dan kuletakkan kembali di dalam koper.

Kuambil sebuah pistol plastik yang paling ringan. pistol dengan peluru angin, tidak perlu mengisi ulang peluru karena entah bagaimana caranya dia akan membuat peluru sendiri menggunakan udara di sekitarnya. Pistol ini tidak akan bisa membunuh siapapun, tapi setidaknya bisa membuat tanda biru di tubuh seseorang. cukup efektif untuk melindungi diri sendiri. sebuah hasil karya salah satu orang yang paling ia percaya dan ia memaksaku membawa kedua pistol ini kemanapun aku pergi - apapun yang terjadi.

Aku tersenyum kecil, ini pasti ulahnya. Aku cukup yakin aku tidak membawa benda ini saat aku pergi. Aku tidak pernah menggunakan kedua benda ini meski aku membawanya kemanapun aku pergi dan sepertinya aku juga tidak memerlukannya disini.

Kuletakan kedua pistol itu di bawah bantal lalu berbaring di tempat tidur. Zen dan Echo Girl masih menyita perhatian mereka. hanya itu yang mereka bahas sepanjang hari, sejak Zen mengumumkannya di messenger sampai matahari tenggelam dan bintang bertebaran di langit.

Sepertinya mereka cukup menyukai 'Mika' yang ada di messenger. Sayangnya, 'Mika' yang ada di messenger bukanlah 'Mika' yang ada di balik layar. Aku sendiri sering merinding membaca tulisanku yang ada di messenger itu. aku tidak percaya aku mengatakannya - ah, maaf, menuliskannya.
Semoga tidak ada yang membacanya selain aku dan RFA..

*

Malam itu Zen beradu argumen dengan Jumin. Aku tidak ingin memihak siapapun, tapi pada akhirnya hatiku luluh dan aku memihak Zen. entah kenapa aku mulai merasa bahwa Zen bukan hanya sekedar wajah tampan dan mulut manis. Ia lebih dari itu.

Dan ia kesal karena Jumin masih menawarinya pekerjaan sebagai model makanan kucing. Aku tertawa geli. Zen alergi bulu dan pekerjaan yang ada di depan matanya adalah model makanan kucing. Ingin rasanya kukatakan pada Zen untuk mengambil pekerjaan itu. dilihat dari sisi manapun, pekerjaan itu lebih menjanjikan dibandingkan berada di panggung yang sama dengan Echo Girl. Tapi mengingat watak Zen, ia tidak akan mendengarkan saran itu. ia tidak mau menerima bantuan dari orang kaya - bukan hanya Jumin.

Zen dan Jumin, kucing dan anjing? Air dan minyak? Api dan air?

Entahlah, tapi Zen yang kehilangan kontrol seperti ini.. manis..

Bayangan Zen dengan piano masih menghantuiku. entah kenapa ia selalu muncul beberapa saat sebelum aku berhasil memejamkan mata dan mengharuskanku membuka mataku lagi, sekedar untuk memastikan bahwa tidak ada Zen disini.

Kutatap jam dinding di hadapanku. sudah lewat tengah malam. Beberapa hari yang lalu aku tidak bisa tidur karena Rika dan sekarang Zen? aku menepuk dahiku dan menutupi wajahku dengan bantal. Ayolah, kantung matamu sudah punya kantung mata! Kau harus tidur sekarang, Mika!

Tapi ponsel itu berdering kembali. Bukan dering yang biasa kudengar saat ada pesan baru di messenger.
Kuraih ponsel di bawah bantalku dan nama Zen muncul di layar.

'Zen?' panggilku lirih. Tidak ada jawaban, 'Zen? halo?'

'Mika..' sahut suara di seberang, lebih lirih dari suaraku. Sangat berbeda dengan suaranya biasanya riang dan ceria.

'Zen? halo? Kenapa? Ada apa?' aku sedikit khawatir, tidak biasanya dia seperti ini.

'aku kangen..' bisik Zen, 'tapi aku tidak punya muka untuk bertemu denganmu sekarang..'

'kenapa? Ada yang salah?'

'..gelangan kakiku..' bisik Zen.

'Zen? Halo?' panggilku. Aku nyaris tidak bisa mendengar suaranya.

'tulang-tulang di pergelangan kakiku..'

'kenapa? Jangan bilang kau terlalu banyak berlatih sampai kau cedera,' timpalku asal.

'begitulah..'

'apa!?'

'begitulah, Mika.. sepertinya pergelangan kakiku terkilir..'

'aku kesana sekarang,' kataku singkat.

'hei! Hei! Mika!' panggil Zen sebelum sambungan itu terputus, 'jangan! Sudah malam! Aku tidak mau kau pergi sendirian!'

Aku terdiam. Aku sendiri tidak tahu dimana Zen tinggal. Tapi seingatku alamat Zen ada di fanpage nya. Fansnya sering mengirimkan surat atau hadiah untuknya.

'lalu? Kenapa kau meneleponku!?' tanyaku setengah berteriak.

'aku.. tidak tahu. Tanpa sadar aku menekan nomor ponselmu.'

'bodoh! Seharusnya kau pergi ke rumah sakit! Telepon dokter! Perawat! Terapis! Atau taksi!' lagi-lagi aku berteriak di telepon, 'atau telepon 911! Panggil ambulans!'

'Mika, kau.. khawatir..?' tanya Zen.

'pertanyaan macam apa itu!?' jawabku kesal, 'tutup teleponnya! Cepat panggil ambulans!'

Kumatikan sambungan itu. nafasku sedikit tidak beraturan. Aku nyaris tidak pernah meneriaki siapapun seumur hidupku - kecuali beberapa orang yang sangat dekat denganku -dan ini adalah pertama kalinya aku meneriaki orang yang baru kukenal selama lima hari.

Apa aku khawatir? pertanyaan apa itu? seharusnya dia langsung telepon 911, atau taksi atau kerabat dekatnya atau tetangganya atau siapapun yang bisa memberinya pertolongan! Bukan aku! aku bisa mengerti kenapa dia meneleponku kalau dia membutuhkan bantuanku, tapi dia bahkan melarangku pergi. Apa ada yang salah dengan daftar prioritasnya? Atau mungkin ada sekrup otaknya yang sedikit longgar?

Meskipun hanya terkilir, tetap saja memakan waktu yang cukup lama untuk sembuh. Dan dalam waktu dekat ia harus berlatih untuk pementasan berikutnya. Entahlah. Semoga dia punya kemapuan menyembuhkan diri seperti monster di film-film sehingga dia bisa sembuh dan bisa tampil di atas panggung bersama Echo Girl..

*

Aku menghitung detik yang berlalu dengan banyak tanda tanya di kepalaku. Apa ambulansnya sudah datang? Apa dia sudah sampai di rumah sakit? Apa dokter sudah menanganinya? Berapa lama dia akan sembuh?

Agh..

Hingga akhirnya ponselku kembali berdering.

Zen.

'Zen! sudah di rumah sakit? Apa kata dokter!?' tanyaku tanpa pikir panjang.

'Mika.. Mika.. tenang dulu..' kata Zen, 'kata dokter aku harus istirahat total selama dua minggu,' tawa renyahnya terdengar berbeda di telingaku.

'Lalu?' tanyaku lagi.

'Lalu apa? lalu.. hmm.. mereka pasang gips, seharusnya tidak ada masalah lagi. hanya terkilir,' jawab Zen, seolah semuanya bukan masalah.

'Zen,' panggilku, 'kau pembohong terburuk yang pernah kutemui.'

'Mika-'

'kau tidak apa-apa?' tanyaku lagi.

'yeah, dokter bilang aku akan sembuh dalam dua minggu, tapi aku punya kemampuan menyembuhkan diri seperti monster! Aku yakin aku bisa sembuh dalam tiga atau empat hari! Lalu aku akan me-'

'Zen,' potongku, 'kau tidak apa-apa?'

Zen terdiam.

'aku..'

'pasti berat..' kataku nyaris berbisik, 'jangan simpan semuanya sendiri. mungkin tidak banyak membantu, tapi aku disini untukmu..'

'oh?' Zen tertawa kecil, 'tidak adil,' bisiknya.

Zen menarik nafas panjang, 'yeah, berat. Memang berat. Agh, aku benar-benar mengatakannya! Tapi, yeah, ini berat untukku,' lagi-lagi ia tertawa kecil, 'saat semuanya berjalan lancar, karena kebodohanku sendiri aku -'

'Zen..'

'aku malu, Mika.. aku seperti ini karena kesalahanku sendiri,' lanjut Zen, 'aku kesal dengan perkataan Jumin. Aku ingin membuktikan bahwa dia tidak selalu benar, bahwa aku bisa melakukannya tanpa bantuan darinya..' Zen menghela nafas panjang, 'aku terlalu bersemangat dan.. semuanya terjadi begitu saja.. aku mungkin tidak akan bisa mengikuti latihan sama sekali, aku mungkin harus merelakan peran itu untuk orang lain, aku-'

'untukmu, mungkin hanya sebuah peran, tapi ini sangat berharga untukku. Tapi aku tidak boleh menyerah, kan?'

'yeah. Benar sekali. jalanmu baru saja dimulai,' kataku lirih. Jemariku sedikit gemetar mendengar perkataannya. Aku ingin ada disana bersamanya, meski mungkin aku tidak akan banyak membantu.

'lalu, bagaimana denganmu? Semuanya baik-baik saja?' tanya Zen.

Sekarang bukan waktunya mengkhawatirkan orang lain!

Aku mengangguk, meski ia tidak akan bisa melihatnya, 'semuanya baik-baik saja. jangan khawatir.'

'syukurlah..' bisiknya, 'lalu.. apa Jumin, Seven dan Yoosung sering meneleponmu? mengirim pesan singkat padamu?'

'hmm.. tidak juga..' jawabku singkat, 'kenapa? Cemburu?'

'entahlah.. aku baru sadar ternyata aku cukup posesif,' tawa kecilnya yang menggelitik telingaku telah kembali, 'dan juga pencemburu..'

'posesif? Cemburu? Ayolah, Zen.. kenapa? Kau takut aku lebih memilih Yoosung?' tanyaku asal.

'Apa? Mika-'

'bercanda,' potongku, berusaha menutupi tawa yang nyaris meledak di bibirku.

'hei, tidak lucu,' protes Zen.

'maaf, maaf.. kalau begitu aku akan kabulkan satu permintaanmu.'

'satu? Hanya satu?'

'yeah. Hanya satu. Kalau tidak mau ya sudah.'

'mau!' Zen setengah berteriak. Seingatku dia ada di rumah sakit, apa dia tidak dimarahi suster atau pasien lainnya?

'kalau begitu.. hmm.. lihat aku, hanya aku, tidak ada yang lain,' kata Zen.

Aku terdiam.

Zen tertawa kecil, 'itu permintaanku.'

'kau yakin, Zen?'

'tentu saja! dan permintaan itu hanya kau yang bisa mengabulkannya.'

Aku menghela nafas panjang, 'Zen, sebaiknya kau tidur sekarang. Jangan lupa, kau perlu banyak istirahat.'

'baiklah, kalau ratuku bilang begitu,' kata Zen, 'selamat tidur..'

'cepat sembuh, Zen..' kataku sebelum menutup sambungan itu.

Aku berbaring memeluk bantal. Aku tidak menyangka permintaan itu akan keluar dari bibir Zen.

'Lihat aku,' suaranya kembali menggema di telingaku, matanya yang sewarna senja menatapku tajam. Keringat membasahi dahi dan rambutnya, 'hanya aku,' tangannya yang dingin menyentuh wajahku. matanya menatapku lekat-lekat, dihiasi senyum hangat di bibirnya, 'tidak ada yang lain..'

'maaf,' bisikku, 'maaf Zen.. permintaan itu..' kugenggam jemariku yang sedikit gemetar, 'permintaan itu tidak bisa kukabulkan..'

*

'Mika..' panggilnya dengan senyum di bibirnya, senyum yang selalu menenangkanku, apapun yang terjadi, 'ini yang terakhir, Mika..'

'terakhir? Apa? Kenapa? Apa yang salah?' tanyaku panik.

'Mika..' tatapannya teduh, 'aku..'

'jangan!' pekikku.

Mimpi, kataku sambil mengatur nafasku yang sedikit tidak beraturan. Kuseka beberapa tetes air mata di pipiku. Aku tidur sambil menangis? wow, ini yang pertama..

Matahari bersinar terik dibalik jendela. Mati-matian aku mengumpulkan tekad untuk bangkit dari tempat tidur, hingga akhirnya aku menyerah. Rasanya tempat tidur Rika akan membenciku dan tidak akan pernah memaafkanku kalau aku meninggalkannya sekarang.
Ponsel di bawah bantalku berdering beberapa kali. Aku tidak mengacuhkannya. Tapi mungkin Zen ada disana.

benar dugaanku. Zen baru saja diizinkan pulang dari rumah sakit dan ia dalam perjalanan pulang.
Syukurlah, kataku dalam hati.
Mungkin nanti aku akan meneleponnya saat ia sudah sampai di rumah.

Aku memandangi komputer Rika. Mungkin ada email balasan dari calon undangan, pikirku. Kunyalakan komputer itu sambil memandangi tiga buah laci yang rasanya belum pernah kubuka. Dua buah laci dibawahnya kosong, sedangkan laci paling atas terkunci rapat. Kuncinya? Tentu saja tidak ada disini. Kuambil jepit rambut Rika dan membuka laci itu.

Hanya sebuah agenda?

Kubuka lembar demi lembar agenda itu, memastikan setiap huruf yang tertulis didalamnya melekat di otakku. Beberapa nama yang tertulis di dalamnya sangat familiar denganku. Mereka adalah kolegaku yang menghilang tanpa jejak beberapa bulan terakhir.

Mendadak aku teringat sebuah email yang kuterima tahun lalu. Tentang pesta, paradise, undangan.. apa jangan-jangan..

Tanpa pikir panjang kuambil agenda itu, dan kusimpan di dalam tas tanganku bersama peta di laci dokumen Rika. Sekilas kupandangi lagi tumpukan dokumen itu. kuambil ring binder dengan simbol mata hijau dan mengosongkan isinya. Semua isinya kumasukkan kedalam tasku. Mungkin nanti akan berguna.

Tidak lupa aku membuat salinan setiap keping CD yang ada. kumasukkan dalam tempat penyimpanan rahasia yang satu dari mereka buatkan untukku. Setidaknya semua harta karun ini sudah aman andai terjadi sesuatu pada tempat ini. selebihnya hanya informasi tentang tamu-tamu Rika yang telah melekat di kepalaku.

Aku kembali membuka messenger setelah membalas email dari calon tamu undangan. Beberapa jam yang lalu Zen ada disini tapi sekarang dia sudah pergi. Sayang sekali, kataku dalam hati. perlahan aku membaca apapun yang Zen tuliskan disini saat ia dalam perjalanan pulang dari rumah sakit. Ia bahkan mengirimkan foto kakinya yang digips.

'Mika, bagaimana kalau kau pergi menjenguk Zen?' tanya Jumin saat aku sibuk membaca pesan deretan pesan yang belum kubaca.

'apa?' aku tidak mempercayai apa yang kubaca, 'tunggu dulu, apa yang kulewatkan?'

'kau mau pergi menjenguk Zen?' tanya Jumin lagi.

'sebaiknya aku yang pergi,' timpal Jaehee, diikuti ribuan argumen mengenai kenapa dia yang harus pergi menjenguk Zen, bukan aku. aku tidak keberatan Jaehee pergi menjenguk Zen, meski aku memang ingin pergi menemuinya sekarang.

'kalau kau memang ingin pergi, pergi saja, Jaehee,' kataku ringan.

Setelah diskusi panjang di messenger, akhirnya Jumin memutuskan untuk mengirimkan sebuah limo untuk menjemputku. Dengan catatan aku harus bicara dengan Zen tentang project makanan kucing miliknya. Aku tidak keberatan. Lagipula aku punya terlalu banyak waktu luang.

Keesokan paginya, Zen heboh di messenger. Echo Girl menemuinya pagi ini, menyatakan bahwa dia adalah fans Zen dan pementasan itu tidak ada artinya apabila bukan Zen yang menjadi peran utama. Dan Zen telah mendapatkan tanda tangan Echo Girl untuk Yoosung dan Seven.

Aku tertawa kecil, di saat seperti ini ia masih ingat dengan permintaan orang lain.

'sebaiknya pikirkan lagi sebelum kau terima tawaran itu..' kataku. Rasanya ada yang salah. Jangan terima tawaran itu, Zen! setelah semua ini berakhir dan aku kembali ke tempatku, aku bisa memberimu tawaran yang jauh lebih bagus dari tawaran Echo Girl!

Dugaanku tepat. Zen sama sekali tidak mendengarkan.
Wajar, memang, karena seorang terkenal seperti Echo Girl adalah fansnya dan akan melakukan apapun untuk berada di panggung yang sama dengannya.. tapi ada yang salah. Aku tidak tahu apa yang salah, tapi..

Tapi aku tidak ingin Zen menerima tawarannya!

'Mika, kau cemburu?' tanya Yoosung di sela-sela obrolan tentang Echo Girl.
Jariku berhenti bergerak. Aku tidak tahu jawaban seperti apa yang harus kuberikan. Lagipula, cemburu? Aku?

'Mika, bagiku hanya ada kau seorang, jangan khawatir!' timpal Zen akhirnya. aku tertawa kecil. Aku tidak heran kalau kau punya dua atau tiga gadis yang istimewa di sekitarmu, Zen..

'aku pergi dulu, aku lapar,' kataku seadanya dan menutup messenger yang masih membuat ponselku berdering.

Pertanyaan Yoosung masih menggantung di kepalaku, aku cemburu?

Mungkin Yoosung yang terlalu cepat mengambil kesimpulan, mungkin dia salah menilai sikapku pada Zen, mungkin..

Entahlah.

Aku berjalan ke dapur, melirik sekilas kearah cctv yang menempel di langit-langit. Seven pasti melihatku. Aku sedikit heran, beberapa hari terakhir ini aku jarang bertemu Seven di messenger. Apa dia baik-baik saja?

Sambil meniup ramen yang baru saja matang, aku menekan nomor ponsel Seven. Sekedar memastikan apa dia masih hidup.

'halo,' sahut suara di seberang saat nada sambung kelima telah hilang.

'Seven?' balasku, 'belakangan ini kau jarang muncul di messenger, apa semuanya baik-baik saja?'

'Mika? Oh, yeah, semuanya baik-baik saja. hanya pekerjaan menumpuk seperti biasa,' jawab Seven. Syukurlah, kataku dalam hati, 'ada apa?'

'tidak ada. hanya ingin tahu kenapa kau jarang muncul di messenger. Itu saja.'

'ah, bukannya hari ini kau akan pergi bertemu Zen?'

'yeah, kenapa? Mau ikut?'

Seven tergelak, 'aku bisa merawatnya dengan sangat baik, tapi sebaiknya tidak. lebih baik kau saja yang pergi. Tapi hati-hati. semua lelaki itu serigala, termasuk Zen.'

'dan kau juga, Seven?'

'aku bukan serigala, aku kucing,' protes Seven.

'kucing? Bukannya kucing berusia dua puluh satu tahun seharusnya sudah dikebiri?' celetukku sebal.

'gyah!! Jangan!!' teriak Seven tepat di telingaku, 'ah, Mika, seingatku Jumin ingin kau bicara dengan Zen tentang model iklan makanan kucing?'

'yeah, kenapa? Kau ingin jadi model menggantikan Zen? aku akan bicara dengan Jumin. Lagipula aku tidak tahu bagaimana caranya membahas ini dengan Zen.'

'dengan senang hati-' Seven diam sejenak, 'bukan itu!'

'lalu?'

'aku ingin kau bicara dengan Zen tentang satu hal lagi.'

'tentang pulang ke rumahnya, keluarganya. Dia masih punya keluarga dan dia bisa pulang. Tidak sepertiku..' Seven tertawa kecil, tapi tidak terdengar seperti tawa di telingaku.

'aku ingat kau pernah menyinggung masalah ini di messenger,' jawabku, 'baiklah, kalau waktunya tepat aku akan bicara dengan Zen, tapi sebagai gantinya, bantu aku mencari informasi apapun tentang Echo Girl. Setuju?'

'Echo Girl? Kenapa? Kau cemburu? Kau tidak ingin Zen dekat dengan gadis lain selain kau?'

'Seven! Ayolah! Ada yang aneh, Seven! Tapi aku tidak tahu apa yang aneh! Anggap saja insting wanita dan aku ingin kau membuktikan bahwa instingku salah. Tapi aku tidak perlu informasi umum. Aku perlu sesuatu yang lebih.. lebih..' aku tidak bisa menemukan kata yang tepat.

'yeah, yeah, aku mengerti..' timpal Seven, 'Zen beruntung menemukan orang sepertimu.'

Aku tersentak.

'Seven.. terima kasih banyak..' kataku akhirnya.

'Mika, apapun yang terjadi, aku tahu aku bisa percaya padamu,' dan Seven mengucapkan selamat tinggal.

Aku kehilangan nafsu makanku. Ramen pedas di hadapanku tidak lagi menggoda. Kutinggalkan ramen pedas itu dan kembali ke kamar Rika, memandangi jam dinding yang detiknya tidak berhenti bergerak sambil menatap semua pakaianku yang berserakan di atas tempat tidur.

Sekarang aku enggan bertemu Zen.

Aku bahkan tidak tahu harus berwajah seperti apa di depannya.
Apa tidak bisa Jaehee saja yang menjenguk Zen?

'kesepakatan adalah kesepakatan. Tidak bisa diganggu gugat,' aku bisa membayangkan kata-kata itu keluar dari mulut Jumin andai aku meneleponnya sekarang dan memintanya mengizinkan Jaehee pergi menjenguk Zen.

Hingga akhirnya limo Jumin sampai di tempat yang dijanjikan.

Continue Reading

You'll Also Like

217K 23.4K 26
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
1.4M 19.5K 48
ON GOING SAMBIL DI REVISI PELAN-PELAN. Start 18 November 2023. End? Cerita bertema 🔞, Kalau gak cocok bisa cari cerita yang lain terimakasih. Mars...
13M 1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...
373K 31.1K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.