Nathan
"Ha..halo Bibi. Iya ini Nathan. Saya di Berlin, Vanessa akan melahirkan." sekarang ini aku menghubungi Bibi Vanessa yang ada di Indonesia.
Karena beliau meneleponku beberapa bulan yang lalu jika Vanessa melahirkan, Beliau dan Paman harus diberitahu.
"Kami akan kesana secepatnya, Than. Kamu sabar ya. Terus berdoa, Than." suara Bibi menyemangatiku dibalik sambungan Telepon kami.
"Iya, terima kasih."
Ku tutup Telepon ku yang menyambung kepada Bibi Vanessa.
Sekarang aku harus menunggu dan menunggu entah berapa lama.
***
Sudah berjam-jam aku menunggu di luar sedangkan Vanessa ada Kamar Bersalin.
Bibirku terus berdoa tanpa henti meski saat ini aku tidak bisa berpikir apapun selain keselamatan Vanessa dan anak kami.
Apa saja yang dilakukan oleh Dokter diluar sana sehingga proses ini begitu lama.
Aku stres, aku kalut, bingung, dan ingin rasanya mendobrak Pintu ini agar aku bisa masuk dan melihat apa sebenarnya yang terjadi.
"ARGH!" ku pukul Dinding Rumah Sakit dengan Tangan ku berkali-kali sampai Tangan ini terluka.
Mungkin rasa sakit yang ku rasakan tidak ada seujung Kuku pun dengan apa yang dirasakan oleh Vanessa saat ini.
Dia berjuang untuk melahirkan anak kami dengan kekuatan yang dia miliki. Bisakah proses ini lebih cepat, Ya Tuhan.
Kenapa lama sekali, aku tidak bisa menunggu dalam kecemasan seperti ini.
Cklek
Suara Pintu Kamar Bersalin Vanessa terbuka.
Terlihat seorang Perawat keluar dan menyuruhku masuk ke dalam Kamar Bersalin.
Dada ku berdebar-debar tidak menentu, Keringat dingin sudah bercucuran sejak tadi, dan Tubuh ini serasa melemah.
Salah seorang Perawat yang lain menggendong seorang Bayi yang ku yakini dia adalah anakku dan Vanessa. Anak yang sangat ku inginkan cepat lahir di Dunia ini.
Selangkah demi selangkah aku berjalan mendekati Vanessa.
Disana, di atas Ranjang putih itu, dia terbaring lemah tidak berdaya.
Vanessa masih membuka Matanya meski tidak sepenuhnya dengan Wajah yang diliputi kelelahan luar biasa.
Ku dekati dia dan meraih Tangannya.
"Athan?" suaranya bergetar memanggil namaku.
Vanessa menarik Lenganku agar lebih mendekat ke arahnya dan sepertinya dia sedang minta untuk ku peluk.
Dengan bercucuran Air Mata, ku peluk Istriku yang sudah berjuang keras untuk melahirkan anak kami.
Tubuhnya yang lemah itu ku rengkuh dan kami sama-sama menangis penuh haru.
Akhirnya kami sudah sah menjadi Orang Tua.
"Dia tampan sekali, Athan. Aku sudah melihatnya." ucap Vanessa yang semakin membuatku bercucuran Air Mata.
Aku belum bisa melihat anak kami karena aku ingin bertemu Vanessa lebih dahulu.
Nanti setelahnya aku akan menemui anak kami.
"Sangat tampan sepertimu, Athan." tambahnya kembali.
"Benarkah?" aku masih tidak percaya sama sekali.
"Aku bahagia sekali. Aku sangat bahagia."
"Aku juga. Terima kasih atas perjuangan yang kamu lakukan. Demi apapun aku mencintaimu, Vanessa. Aku mencintaimu."
"Aku mencintaimu juga."
***
Sejenak ku tinggalkan Istriku untuk beristirahat dan banyak hal lainnya yang tidak ku ketahui apa.
Yang jelas Dokter menyuruh ku meninggalkan Vanessa untuk menemui anakku di sebuah ruangan penuh dengan anak-anak baru lahir.
Suster mengajakku menuju ke satu Bayi Laki-Laki yang Wajah nya dan perawakannya benar-benar mirip denganku sesuai apa yang dikatakan Vanessa tadi.
Bayi yang diambil oleh Suster dan diserahkan di ke dalam gendonganku saat ini adalah anak ku dan Vanessa.
Jelas sangat mudah mengenali anak kami karena dia berbeda sekali dengan Bayi-Bayi disini yang mayoritas adalah Bayi orang Jerman.
"Danke." ucapku kepada Suster yang menemaniku mengambil anakku dan Vanessa menuju ke Kamar Perawatan Vanessa.
Suster meninggalkan aku dan Vanessa sebentar karena dia ingin mengambil sesuatu.
Dan meninggalkan aku dan Vanessa di dalam Kamar Perawatan ini bersama anak kami.
Kami memiliki banyak waktu untuk bersama saat ini.
Ku gendong anak kami lalu ku baringkan di samping Ranjang Vanessa.
"Aku mau Adzan dan Iqomah dulu ya." ijinku kepada Vanessa.
Vanessa hanya menjawabnya dengan menganggukkan Kepalanya sekali.
Anak kami yang tertidur menjadi menangis sangat keras karena aku mulai mengumandangkan Adzan di Telinganya.
Allaahu Akbar Allaahu Akbar.
Allaahu Akbar Allaahu Akbar.
Asyhadu an laa illaaha illallaah.
Asyhadu an laa illaaha illallaah.
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah.
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah.
Hayya 'alas-shalaah
Hayya 'alas-shalaah
Hayya 'alal-falaah.
Hayya 'alal-falaah.
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar.
Laa ilaaha illallaah.
Air mata ku berlinang tanpa bisa tertahan sampai berkali-kali membasahi sebagian Wajah anakku.
Ini adalah momen pertama yang pernah ku lakukan seumur hidupku.
Di usiaku yang masih dua puluh dua tahun, aku sudah menjadi seorang Ayah.
Usia yang tergolong sang muda untuk memiliki anak bukan.
"Sekali lagi ya Nak, sekali lagi." ku rubah arah menuju ke arah Telinga kiri untuk mengumandangkan Iqomah di Telinga anakku setelah tadi mengumandangkan Adzan di Telinga kanannya.
Allaahu Akbar Allaahu Akbar.
Asyhadu an laa illaaha illallaah.
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah.
Hayya 'alas-shalaah.
Hayya 'alal-falaah.
Qad qaamatish-shalaah, Qad qaamatish-shalaah.
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar.
Laa ilaaha illallaah.
Aku juga melihat Istriku berlinangan Air Mata terharu dengan pemandangan yang ada di depan kami.
Hidup kami terasa sangat lengkap saat ini.
Tidak ada satu kata pun yang mampu ku ucapkan selain berterima kasih kepada Allah SWT yang membantu persalinan Vanessa dengan lancar.
Semua ini terasa mimpi namun nyata.
***
Sekarang aku duduk di samping Vanessa yang jauh lebih baik keadaannya saat ini.
Dia terus menerus tersenyum sambil melirik ke arah Boxbaby yang di dalamnya ada anak kami.
Anak kami tertidur setelah tadi menangis begitu keras.
Kasihan juga sampai sekeras itu menangisnya.
"Kamu mau aku tinggal Ness biar kamu bisa istirahat?"
"Eum, jangan! Aku mau kamu disini. Temenin aku Than, aku takut kalau anak kita menangis bagaimana?"
Rupanya Vanessa sama sepertiku.
Kami sama-sama takut jika mendengar suara tangis Bayi karena kami benar-benar tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya.
"Kamu bahagia?"
"Sangat. Aku bahagia sudah menjadi seorang Ayah. Terima kasih ya." ujar ku sambil mengecup Keningnya sebanyak dua kali.
"Rasanya sakit sekali saat melahirkan tadi tapi mungkin berkat Doa kamu dan kekuatan yang diberikan oleh Tuhan, aku bisa melewatinya Than. Campur aduk ada senang, terharu, takut juga. Tapi semua sirna saat melihat dia terlahir di Dunia ini." Mata Vanessa berbinar -binar. Dia terlihat bahagia sekali. Vanessa nyaris dalam hitungan detik selalu melirik ke arah anak kami yang masih tertidur lelap disana.
"Kamu mau aku bawa dia ke dekat kamu?" aku menawari Vanessa untuk mengambil anak kami lalu meletakkan anak kami di dekatnya.
Dia mengangguk kemudian ku gendong pelan-pelan anak kami karena Tulang nya masih muda dan aku juga baru saja belajar diajarkan oleh Suster.
"Kamu tidak mau memberinya nama, Than?"
Vanessa menanyakan sebuah nama yang sudah ku pikirkan satu bulan yang lalu.
Nama yang begitu indah dan sangat ku sukai.
Padahal sebelumnya aku membuat satu nama anak Perempuan tapi entah kenapa memikirkan anak Laki-Laki.
Untung membuat dua nama jadi ketika anak kami Laki-Laki atau Perempuan, kami tidak bingung lagi mencarikan nama.
"Aku sudah merangkai Satu nama yang bagus dan sangat ku sukai."
"Apa itu Than?"
"Ghazy Islami Ghalibie."
***
To be continue
***
Surabaya, 26 Oktober 2016 ; 16.40 WIB
Salam,
Denz91 ^_~