Nathan
Tidak ada yang ku lakukan selama dua jam ini. Hanya sesekali ku usap Punggung dan membelai Rambut Panjangnya.
Baik aku atau dia sekarang ini hanya sedang duduk di Sofa Ruangan milik Direktur Perusahaan.
Wanita di dalam pelukanku ini hanya seorang makhluk yang lemah. Hal sederhana yang diinginkannya saat ini hanya sebuah pelukan.
Sangat sederhana bukan?
Dia tidak pernah memintaku membelikannya Emas, Permata, atau Berlian karena aku tahu dia pasti bisa membelinya dengan mudah.
Rumah Mewah atau Tunggangan luar biasa pun tidak.
Tapi entah mengapa aku merasa begitu kejam kepadanya.
Perilaku ku yang menyimpulkan kejadian malam itu ku rasa hanya keputusan sepihak.
Aku tahu aku terbawa emosional ku sendiri.
Atau memang aku merasa kehilangan kepercayaan diriku. Entahlah aku tidak tahu.
Ku kecup kembali Puncak Kepalanya seperti kebiasaan yang sering ku lakukan jika berdekatan dengannya.
Dia sering memintaku untuk mengecupnya dimanapun dan aku juga menyukainya.
Kami seperti sepasang Kekasih yang intim tapi itu hanya berada di dalam khayalanku saja.
Harus ku garis bawahi jika itu hanya berada dalam khayalanku. Oke, aku mengerti.
"Ness?" aku memanggilnya bermaksud untuk menyuruhnya memakan Bubur Ayam yang telah dibelikan oleh Tiara juga Teh Hangat buatan Sekretaris pribadinya itu.
Setelahnya nanti aku akan membantunya minum Obat yang sudah ku beli di Apotik.
Tapi saat ku tengok Wajahnya, kedua Mata indah itu terpejam sangat rapat.
Hanya kedua Lengannya tetap melingkari Tubuhku dengan erat.
Kondisi seperti ini sepertinya sangat dia nikmati tapi entah itu hanya perasaanku saja atau kenyataannya demikian.
"Makan Buburnya dulu Vanessa."
Aku terus memanggilnya tapi dia tidak kunjung bangun. Apa Vanessa benar-benar sudah tertidur ya?
Dengan hati-hati aku ingin menarik Tubuh Vanessa ke belakang agar Tubuhnya bisa ku rebahkan diatas Sofa.
Aku berpikir mungkin lebih baik jika dia Tidur saja karena sepertinya dia lelah sekali.
Tapi pelukannya begitu erat sampai aku kesulitan untuk melapaskannya.
Vanessa, ya Tuhan.
Tok tok tok
Suara ketukan Pintu Ruangan Vanessa terdengar.
Aku berharap yang ingin datang ke ruangan ini bukan Kekasih-kekasihnya melainkan Orang lain saja.
Jika salah satu Kekasih Vanessa melihat kami seperti ini, pasti keributan akan terjadi.
Kasihan Vanessa bila mengalami pertengkaran dengan Kekasihnya.
"Permisi Bu Vanessa."
"Eh, kamu Tiara?"
Ya Tuhan, syukurlah jika hanya Tiara.
Hampir saja Jantungku ingin lepas dari tempatnya.
Seperti rasanya ketahuan Selingkuh saja hahaha aku menertawakan diriku sendiri astaga.
"Ya Tiara." suara ku sengaja ku kecilkan agar Vanessa tidak terbangun.
"Bu Vanessa gimana? Masih Mual Muntah?"
"Emh, dia tertidur. Sepertinya kelelahan sekali. Memangnya kemarin dia bekerja sampai jam berapa?"
"Seperti biasa. Tapi aku denger kalau Bu Vanessa bertemu dengan Teman-Temannya ke Cafe dan ke Club."
"Ke Club?"
"Iya. Pasti sampai malam baru pulang. Mungkin tembus sampai Dini Hari." ujar Tiara menambahkan.
Oh God, Vanessa tidak pernah berubah melakukan kebiasaannya. Ini tidak boleh diteruskan.
Dia bisa saja terlalu banyak menghirup Udara malam sehingga membuat dirinya lemah dan tidak berdaya seperti ini.
Setelah dia bangun nanti, aku akan menasehatinya.
Mau tidak mau Vanessa tidak boleh melakukan kebiasaannya terlepas dari hal itu bisa membuatnya bahagia.
Awas saja kalau dia membangkang, aku akan menghiraukan jika dia sakit dan tidak mempedulikannya.
"Ya sudah biarkan saja, dia memang butuh istirahat." jawabku kepada Tiara.
Tiara pun tersenyum geli melihatku seperti dalam keadaan seperti ini.
Aku tahu aku nampak konyol.
Seperti tiada beda dengan BabySitter yang sedang mengasuh Bayi. Bedanya Bayi yang ku asuh adalah Bayi besar.
Sambil menunggu Vanessa terbangun dari Tidurnya, aku mengotak-atik Ponsel ku untuk melihat apakah ada kabar dari Haina.
Karena aku tidak enak mempertontonkan pertunjukan cium mencium yang dilakukan Vanessa kepadaku tepat di depannya.
Aku ingin meminta maaf kepada Haina. Setidaknya dia mau memaafkan Perilaku Vanessa dan diriku itu sudah cukup.
Mengenai harapan bisa bersamanya, aku merasa sudah sedikit pesimistis.
"Jangan main Hape!" gumam Wanita yang ada di pelukanku.
Dih, ternyata dia bangun? Bukannya Matanya masih terpejam ya.
Karena dia sudah bangun, aku memasukkan kembali Ponsel ku ke dalam Saku Kemeja lalu membusungkan Tubuhku menggapai Wajahnya.
Tapi Vanessa ku lihat masih memejamkan Mata nya rapat-rapat.
Tapi karena aku sendiri gemas dikerjai olehnya, ku takup Wajah cantiknya lalu mencium setengah melumat Bibir Vanessa seperti yang dia lakukan kemarin di depan Haina.
Awalnya aku pikir dia akan marah ternyata dia justru membalas ciumanku hingga kami pun berciuman sedikit menggebu.
"Ness?" aku memanggil namanya disela-sela ciuman kami agar menghentikan ciuman ini sebelum Juniorku tertantang.
Tapi dia sepertinya sangat menikmati keadaan ini.
Malah yang tidak ku duga, Vanessa beranjak dari Sofa menuju ke arah Pintu ruangannya kemudian kembali lagi kepadaku yang masih duduk di atas Sofa.
"Ness, apa yang kamu mau lakukan?"
Jemari Vanessa menggerayangi Tubuhku. Satu per satu dia melucuti Kancing Bajuku kemudian menarik Resleting Celana Kerjaku ke bawah.
"Pengeeen..." rengeknya manja.
Semakin lama semakin Vanessa tidak terkendali dan aku yang sudah tidak bisa menahannya lagi hanya pasrah dengan apa yang telah Vanessa lakukan kepadaku.
Dia menarik Tubuh ku agar aku menjalankan tugasku seperti biasanya aku lakukan ketika dia sudah merebahkan Tubuhnya diatas Sofa.
"Pelan-pelan ya, jangan bermain sekeras biasanya."
"Ook...ok..keh."
Sulit sekali untuk menelan Ludah ku sendiri melihat Tubuh Vanessa yang sudah setengah telanjang karena perbuatannya melucuti Pakaiannya sendiri.
Lama sekali aku tidak memasukinya. Eng lebih tepatnya menggaulinya.
Oh Tuhan, maafkan aku. Sepertinya aku akan mengingkari Janjiku sendiri.
***
Memandang Wajah nya yang harusnku akui sangat cantik selama hampir satu jam ini tidak membuatku bosan sama sekali.
Sekarang dia sedang menetralkan napas dan Tenaganya setelah menghabiskan dua jam untuk bercinta denganku.
Hampir diseluruh Tubuhnya kini terdapst bercak kemerahan karena perbuatan Bibirku yang menggigitnya.
Habis aku tidak tahan karena dia begitu menggemaskan. Dengan sifat manjanya itu, dia mampu membuatku yang keras membeku menjadi lunak kembali seperti sedia kala.
"Kamu capek?"
"Dikit. Tapi gak papa." Vanessa tersenyum begitu manis sampai membuatku tak sampai Hati ingin mengecupnya.
Cup
"Hei, sudah berapa kali kamu menciumku?" protesnya disertai cubitan di Hidungku.
Aku mengaduh tapi dia justru tertawa bahagia.
"Biar saja. Ini balasan karena kamu nakal sekali berani menciumku di depan Haina. Kalau kamu berani melakukannya lagi, aku gigit Pay*daramu nanti!" Bibir ku mulai berkata frontal lagi. Ck, ini pasti gara-gara Vanessa.
"Coba saja kalau berani. Nanti aku Mutilasi Burungmu!"
***
To be continue
***
Surabaya, 26 September 2016 ; 12.25 WIB
Salam,
Denz91 ^_~