Cold Marriage [Re-upload]

By jenniferdwi

2.2M 49.5K 4.5K

Re-uploaded until part 30 The previous and current cover made by @jennjennja. Aku tahu segalanya. Aku tahu di... More

3...2...1...
Prolog
0° C (part one)
0° C (part two)
10° C
20° C
30° C
40° C (part one)
40° C (part two)
50° C (Part One)
50° C (Part Two)
50° C (Part Three)
60° C
70° C
80 ° C (part two)
FREEZE
90° or 0° (part one)
90° or 0° (part two)
.....°C
BUKAN EPILOG
Diary of My Wedding
When You're Not Looking
A Little Bad News

80˚ C (part one)

84.3K 1.9K 158
By jenniferdwi

Mr.Cold's POV

Aku mencium bibir merahnya secara seksama, mengecup setiap sudut bibirnya yang bisa kucapai.

Tentu saja aku sudah tahu tentang post-it note dariku yang disimpan rapi oleh Janet di halaman pertama novel favoritnya.Buku itulah yang sebenarnya menarik perhatianku mula-mula untuk mulai membaca. Tapi aku tidak terang-terangan berniat membaca buku itu didepan Janet karena aku tahu dia akan langsung mengambilnya dariku. Dan begitu kubuka buku itu, langsunglah terlihat betapa besar cinta Janet padaku. Jujur, aku terharu dengan segala sikap Janet kepadaku. Padahal aku telah banyak jahat kepadanya.

"Dan.. geli.. hentikan." Ucap Janet ketika bibirku sekarang bermain didaerah lehernya. Ternyata Janet itu tipe ticklish, aku baru tahu. Semestinya, sebagai orang baik, aku harus langsung menghentikan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman seperti yang kulakukan sekarang. Tapi aku malah tertarik dan tertantang untuk menemukan daerah sensitifnya yang lain.

"benarkah? Kalau disini?" tanganku berpindah dari yang tadinya diluar pakaian Janet sekarang menyelinap masuk kedalam bajunya dan mengelus pelan punggungnya yang terasa halus dan panas.

"jangan.. geli.. benar-benar." Protesan Janet terhenti ketika mulut Janet berhasil kubungkam dengan ciumanku. Aku tidak akan pernah bosan mencicipi bibir ini.

Katakan aku orang jahat yang tidak berhenti menyiksa istrinya sendiri. Tapi bukankah ini termasuk siksaan yang menyenangkan?

Kegiatan kami ini semakin meningkat ke tahap yang lebih lanjut dan tidak ada satupun dari kami yang berniat menghentikannya. Desahan-desahan nafas yang berat sudah mengisi seluruh ruangan kamar tidur. Kulihat Janet sudah menutup kedua matanya, entah karena pasrah dengan tindakan mesumku atau dia juga menikmatinya sepertiku. Aku anggap pilihan yang kedua. Kedua tanganku sudah berada didalam pakaian Janet, merasakan kulit halus Janet. Kegiatan ini pasti akan mencapai tahap akhir jika saja tidak ada yang mengganggu.

Tuiiitt.. suara yang datang dari luar membuat Janet menghentikan desahan nafasnya dan ciuman amatirnya dari bibirku. Janet mencoba mendorong dan menjauhkan diri dariku. "airnya sudah mendidih. Aku harus pergi." Tapi aku tetap tidak melepaskan pelukanku darinya. Aku tidak akan membiarkan teko sialan itu mengganggu kesenanganku dengan Janet. Baru saja muncul suasana dan mood yang pas tapi sekarang harus terhenti karena hal sepele.

"Dan, lepaskan aku." Janet mengeluarkan suara malaikat dengan nada perintah iblisnya. Aku terpaksa menuruti dan melepasnya. Tanpa basa-basi Janet langsung pergi meninggalkanku dan kebutuhanku yang masih belum terselesaikan. Sial! Padahal tinggal sedikit lagi! Tinggal membuat jalanku menuju tempat tidur.

ah! Tidak apa-apa. Aku punya satu rencana lain begitu Janet kembali kesini. Dan aku yakin rencana itu tidak akan gagal. Tunggu saja, Janet!

**

Setelah beberapa lama penantian yang menyebalkan, akhirnya Janet kembali masuk ke kamar. Kulihat Janet sudah membereskan baju dan rambutnya yang tadi berantakan karena aku. Padahal menurutku dia terlihat lebih menarik dengan gayanya yang tadi. Lebih liar, lebih seksi.. 

"makan malam sudah siap. Kau mau makan atau mandi dulu?" tanyanya.

"makan, tapi disuapin." Jawabku singkat. 

Janet membesarkan matanya dan menaikkan sebelah alisnya seakan shock. Apa ada yang salah dengan kata-kataku barusan? 

"kenapa kau terlihat kaget? Bukannya selama aku sakit kau menyuapiku terus?" 

"SELAMA kau sakit. Bahkan sewaktu kau sakit saja kau menolak mati-matian untuk kusuapi. Dan bukannya tadi kau bilang kau sudah sembuh? " Jelas Janet dengan lancar. Sial, Janet benar-benar pintar dalam berargumen. Dia menggunakan semua kalimat yang pernah kukatakan dulu untuk menolak melakukan keinginanku. Aku memang dulu menolak untuk disuapi oleh Janet, karena menurutku itu merupakan hal manja yang sangat memalukan untuk kulakukan. Dan aku masih menganggap itu memalukan. Tapi entah kenapa hari ini aku ingin bermanja-manja pada istri cantikku ini. Terutama setelah melakukan hal seperti tadi. 

"ya, tiba-tiba aku tidak enak badan lagi. Tubuhku terasa sangat lemas sampai-sampai tidak bisa menggerakkan tangan untuk makan." untuk meyakinkan kata-kataku aku berakting cukup hebat sekarang dan untungnya Janet bisa mempercayaiku. Yes. 

"apa kau demam lagi?" Janet langsung mendekatiku dan menaruh telapak tangannya didahiku, meninggalkan rasa dingin karena tangannya yang basah. 

"tidak.. Hanya lemas." aku memperkecil suaraku dan sedikit terbatuk-batuk. 

"tunggu sebentar. Biar kubawakan."

**

Sepertinya menyuruh Janet untuk menyuapiku adalah hal yang buruk. Sejak tadi dia terus memandang kearahku seperti seorang ibu memandang anaknya yang sedang sakit. Setiap saat aku memakan satu suapan penuh makanan yang disodorkan olehnya, dia akan tersenyum sangat manis dan mengelus kepalaku seakan memujiku. Aku suka semua senyuman Janet, tapi tidak dengan yang ini.

"hentikan senyumanmu itu." perintahku pada Janet.

"aku tidak tersenyum." jawabnya. Bagaimana mungkin aku salah lihat? Senyumannya itu, walau aku tidak menyukainya, tetap bisa membuat lidahku mati rasa sehingga aku tidak bisa merasa makanan yang kumakan sama sekali. 

"kau sedang tersenyum Janet. Bahkan tertawa kecil sekarang. Segitu sukanyakah kau menyuapiku?"

"rasanya lucu saja menyuapimu seperti ini. Kau seperti bayi." Janet mulai tertawa lagi, mengelus kepalaku perlahan. Apa? Dia mengataiku bayi!? Sial, hal terakhir yang diinginkan seorang pria adalah dianggap seperti bayi, apalagi oleh istrinya. Lihat saja apa yang bayi ini lakukan padamu, Janet.

"kalau begitu.. bolehkah bayi yang lucu ini meminta sesuatu padamu?" aku menggenggam tangan Janet yang tadi terulur untuk mengelus kepalaku.

"Apa? Kau ingin kugendong, lil' baby?" canda Janet sambil memandang kearah kedua tangan kami yang sedang berpegangan. Berani benar dia mengejekku! Fine, kalau dia ingin menganggap aku bayi, let's stay that way. aku tetap bersikap tenang menghadapi ejekan itu. perlahan aku mencium telapak tangannya, sesaat kemudianbibirku beranjak naik ke lengannya dan berakhir di bibir merahnya. Aku sengaja melamakan ciumanku di bibirnya sebagai hukuman karena telah mengejekku tadi.

Janet berusaha mengambil nafas sebanyak mungkin setelah aku menghentikan ciumanku. Haha. Aku senang mendengar desahan nafas Janet yang seperti ini. "ka..kamu mau minta apa?" Janet menaikkan salah satu alisnya seakan ingin menganalisis apa permintaan yang akan kuajukan padanya. Tapi sayang sekali Janet, kau tidak bisa menduga pikiran seorang bayi bukan?

aku memberi senyuman terbaikku untuk menjawab kalimat Janet. Ketika aku merasa Janet akan menarik tangannya yang sedang kugenggam, dengan segera aku berdiri dari ranjang dan mengangkat Janet ke dalam pelukanku.

**

"memandikanmu?" teriak Janet tidak percaya.

"bukan memandikan Janet. Astaga kenapa kau harus membuat semua permintaanku terdengar sangat kekanak-kanakan?"

aku menurunkan Janet ketika kami berdua sudah sampai di dalam kamar mandi utama. Aku termasuk tipe yang sangat memperhatikan kamar mandi kemanapun aku pergi. Jadi tentu saja aku harus memiliki rumah yang kamar mandinya memenuhi kualitasku. Di dalam sini terdapat ruang khusus di ujung sebagai bilik shower, lalu kloset dan wastafel yang saling berhadapan, juga satu bathtub yang sayangnya sudah tidak bisa digunakan lagi karena bocor. Aku tidak pernah punya waktu untuk memperbaikinya, mengingat dulu aku selalu hanya menghabiskan beberapa jam saja di rumah.

"lalu apa yang kau ingin aku lakukan?"

"aku ingin keramas. Tapi aku belum bisa mengangkat kedua tanganku terlalu lama untuk melakukannya. Jadi kau harus membantuku." Hei, keramas dan memandikan itu berbeda! Kalau memandikan itu hanya dilakukan oleh bayi dan manula. Sedangkan dikeramasi berlaku untuk semua orang yang pergi ke salon.

"bukannya tadi kau sudah bisa menggendongku masuk kesini?"

"oh, ayolah Janet. Masa melakukan hal sesepele ini untukku saja kau tidak mau? Kau yang memanggilku bayi, mana bisa bayi mandi sendiri?"

"baiklah.." jawab Janet. Dia mulai menggulung lengan pakaiannya sampai siku. Pada saat yang sama aku mulai membuka kaos t-shirt yang menempel di tubuhku.

"jangan! Jangan buka bajumu!" Janet menahanku untuk melepaskan kaus yang menutupi tubuh bagian atasku ini. 

"tapi nanti akan basah." kataku bingung. 

"tidak, tidak akan basah. Cepat kenakan lagi."

Bagaimana caranya mengeramasiku tanpa membuat basah bagian tubuhku yang lain? Mungkin bisa kalau aku sedang berada di salon. Tapi sekarang aku sedang berada di kamar mandi rumahku, yang mengharuskan aku membasahi rambutku dengan shower yang tertempel secara permanen di atap sehingga pasti akan membasahi tubuhku sedikit atau banyak. Dan aku tidak suka memakai baju basah. 

"Janet, aku tidak suka memakai baju yang basah walau cuma sedikit. Jadi biarkan aku melepas ini, oke?" aku tidak menunggu jawaban keluar dari mulut janet dan hanya segera menarik lepas kausku keluar dari kepala dan kedua lenganku. Aku masuk ke bilik shower dan menyalakan shower untuk membasahi rambutku. 

Setelah kuyakin rambutku sudah cukup basah, aku mematikannya dan keluar dari bilik shower untuk kembali ke dekat janet. Kulihat sekilas punggung Janet yang sedang membelakangiku ingin berputar kearahku. Aku tidak bisa membuka mata terlalu lama karena air masih terus menetes dari rambutku dan jatuh menuju mataku. Dan disaat aku menutup mata sebentar tiba-tiba terdengar suara sesuatu jatuh ke lantai.

Janet sekarang terduduk di lantai. Lengkap dengan ekspresi shock dan kaget beserta kedua tangannya menempel di dinding sebelahnya seakan ingin menahan kejatuhannya. Aku segera menghampiri Janet yang sedang berusaha berdiri dengan cepat. 

"Janet, kau kenapa?" aku memegang tangannya untuk membantunya agar tetap berdiri karena kulihat kakinya masih gemetar.

"aku hanya terpeleset. Lantainya licin." setelah Janet merasa kakinya sudah kuat, dia segera melepaskan tanganku. Aku melihat ke lantai tempat Janet berdiri, tapi tidak ada genangan air yang bisa menyebabkan Janet terjatuh. 

"kamu yakin kamu terpeleset karena licin?" aku menaruh kedua tanganku di bahu Janet agar pandangan Janet beralih ke arahku. Bukannya apa-apa, tapi tiba-tiba aku teringat akan berbagai penyakit berbahaya yang bisa membuat orang jatuh tanpa sebab. Dan aku ingin memastikan Janet tidak terkena salah satu penyakit itu.

"ya. Licin. Apa yang kau lakukan, Dan?" protes Janet ketika aku meletakkan kedua tanganku di wajahnya dan memaksa mukanya untuk bertatapan dengan punyaku. aku sudah melihat tubuh Janet secara keseluruhan sekilas dan tidak menemukan lebam atau memar di tubuhnya. Sekarang tinggal mengecek apa ada luka dalam. 

"aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Lihat kearahku Janet." aku ingin melakukan pemeriksaan terakhir dengan melihat ke pupil mata Janet. Aku pernah dengar, jika ingin mendeteksi luka di bagian dalam tubuh maka yang pertama harus diperhatikan adalah pupil matanya. Dan itulah yang sedang berusaha kulakukan sekarang. Tapi entah kenapa Janet dari tadi tidak mau menatap ke arahku.

"Dan, aku baik-baik saja. Buat apa sampai harus mengecek pupilku segala. Kau berlebihan." Janet sekarang menundukkan kepalanya melihat ke arah ubin lantai. 

"tidak ada yang namanya berlebihan untuk kesehatan. Janet, melihat sebentar ke arahku apa susahnya sih?" aku berhasil membuat wajah Janet menghadap ke arahku, tapi dia sekarang malah menutup matanya rapat-rapat. Kenapa dia benar-benar menghindari kontak mata denganku sih? 

"Janet, ada apa denganmu!? Kenapa kau tidak mau menatapku ke arahku dari tadi?" tanyaku sedikit kesal. Memangnya aku medusa? Yang sekali ditatap saja akan membuatmu jadi batu?
"gak ada apa-apa! Aku cuma nggak mau melihat kearahmu sekarang." Tolak Janet.

Hah? 

Kalau nggak ada apa-apa kenapa dia menolak melihatku? Tidak ada yang berbeda dari diriku selain.. Ooohh, sekarang aku tahu alasannya. 

"oke, aku tidak akan memaksamu lagi. Tapi bagaimana caranya kau akan melakukan tugasmu dengan mata tertutup?" aku menarik kedua tanganku dari wajah Janet. 

"itu.. Mm.. " Janet tergagap menjawab pertanyaanku. 

"ah bertelanjang dada seperti ini terlalu lama membuatku menggigil. Sepertinya aku harus mengenakan kausku lagi." selaku dengan nada yang kubuat-buat. Dan disambut dengan nada gembira Janet, "kau akan memakai baju lagi?" dan aku bisa melihat suatu senyuman terbentuk di wajahnya.

"ya, kau yakin kan bisa mengeramasiku tanpa membuat bajuku basah?" 

"tentu saja aku bisa."

"OK, kalau gitu kau tutup matamu sampai kubilang 'buka matamu'. Aku tidak ingin kau melihatku tidak berbusana seperti tadi." Janet mengangguk dengan senang. Hahaahaha.. Andai dia tahu apa yang ingin kulakukan. 

**

"kau bisa buka matamu sekarang, Janet." kataku setelah beberapa menit lewat. 

"ya." berikutnya jawaban Janet itu diiringi dengan suara 'gedebukk'. Lagi-lagi Janet berakhir terduduk di lantai. Gawat, Sepertinya candaanku keterlaluan.

Aku menghampiri Janet yang masih meringis dan mengelus punggung juga pantatnya yang barusan habis bertemu dengan lantai. "Janet, kau tidak apa-apa?" tanyaku panik melihat ekspresi Janet yang sangat kesakitan. Bahkan sepertinya kepalanya juga ikut terbentur tadi karena aku mendengar bunyi gedebuk dua kali. 

"kau... Berbohong.. Aduuh." Rintihnya saat berusaha menggerakkan badannya sedikit demi sedikit.

Well, aku memang membohongi nya. Bukannya mengenakan kembali kausku seperti yang kukatakan sebelumnya, tapi aku malah melepas celana panjangku juga, sehingga yang menempel di tubuhku sekarang hanyalah sebuah celana boxer. 

Aku berniat menggodanya sedikit, ingin melihat rona merah di pipi Janet karena melihat tubuhku yang hampir polos, tapi aku malah melihat Janet kembali terjatuh ke lantai. Dan sekarang aku baru terpikir, alasan Janet jatuh tadi pasti bukan karena lantai licin, melainkan karena dia shock melihatku.

Tuhan, kenapa kau memberikan wanita sepolos Janet kepadaku yang mmmm.. Agak mesum? Kepolosannya ini membuatku semakin ingin menggodanya lagi dan lagi. Hah.. Pelajaran untukku agar tidak pernah berjalan-jalan tanpa atasan di rumah ini. 

"habisnya kau berbohong juga padaku sih. Kenapa kau tidak bilang kau tadi jatuh karena kakimu lemas melihatku sangat menawan tadi?" setelah beberapa detik duduk di lantai, akhirnya Janet punya kekuatan untuk berdiri lagi. Tentu saja aku harus menopang nya untuk beberapa saat.

"aku.. Aku tidak... Sudahlah, lebih baik kita selesaikan urusan ini segera." 

Aku memutuskan tidak melanjutkan perdebatanku dan kembali mengenakan celana panjangku. Aku tidak ingin mengambil resiko Janet terjatuh lagi karenaku.

** 

Aku mengambil iPhoneku ketika Janet menaruh sampo di kepalaku. Aku butuh pengalih perhatian agar aku tidak terbujuk untuk menarik Janet ke dalam pelukanku. Apalagi sekarang ketika mataku harus sejajar dengan dadanya.

"Daniel!" Janet meneriakkan namaku yang kujawab dengan dehaman malas. Dia sudah memanggilku berkali-kali dari tadi, tapi kuabaikan. Pijatan tangannya di kepalaku membuatku sangat nyaman dan ngantuk. 

Janet mengeluarkan nafas panjang melihat reaksiku lalu dengan cepat menarik iphoneku. "aku ingin bertanya sesuatu padamu." berbeda dengan yang tadi, sekarang Janet sudah bisa menatap mataku tanpa terjatuh ke lantai.

"harus sekarang?" aku berdiri dan membilas rambutku sampai semua busa pergi dari rambutku. Janet mengikutiku sampai ke pintu bilik shower dan berdiri hanya berjarak dua meter dariku. Sepertinya dia sangat ingin menanyakan apapun yang tadi dia bicarakan itu. Karena kalau tidak, mana mungkin dia berani mengikutiku seperti ini. Aku mematikan shower dan berjalan mendekati janet. Aku membuat gerakan tubuh yang menyuruh Janet untuk mulai bertanya.

"apa yang menyebabkan luka dibahumu?" Tanya Janet langsung.
sial, Lagi-lagi pertanyaan ini. Selama beberapa hari terakhir ini Janet tidak pernah absen menanyakan hal ini, dan setiap saat juga aku selalu kelabakan mencari jawaban untuk dikatakan ke Janet. Semoga saja hari ini aku bisa mengganti topik pembicaraan sebelum aku terpaksa mengatakan yang sejujurnya. 

"bukan karena apa-apa." aku mengambil handuk yang sudah disiapkan oleh Janet dan mulai mengelap rambutku.

"bagaimana mungkin tengkorakmu bisa retak karena hal yang 'bukan apa-apa'?"
Ketika aku ingin berkata-kata lagi, janet sudah menyelaku, "apa luka itu yang menyebabkanmu tidak jadi menjemputku? Atau waktu itu kau sedang ada urusan dengan.. Wanita lain?" 

Aku lupa luka itu menjadi alasanku tidak menjemput Janet malam itu. Dan aku lupa bahwa hal itulah yang telah membuat sosok Janet terpaksa hilang dari hadapanku untuk beberapa hari ke depannya. Hal yang telah membuat hati Janet sakit karena mengira aku mempermainkannya. Pasti Selama ini janet selalu bertanya-tanya akan hal itu didalam hatinya. Tapi dia tidak berani menanyakannya padaku. Mungkin dia takut jawaban yang kuberikan sesuai dengan dugaan terburuknya. Dan bodohnya aku karena tidak pernah berpikiran untuk membicarakannya.

Sekarang aku bisa melihat mata Janet dipenuhi rasa ketakutan, kegugupan, juga semacam rasa sakit yang berupa genangan air mata yang sebentar lagi akan menetes. Tapi Janet berusaha untuk tidak memperlihatkan perasaan yang dia rasakan sekarang. "aku tidak masalah jika kau memiliki orang lain. Karena bagaimanapun kau berhak akan hal itu." sebutir air bening telah mengalir membasahi pipi kanannya yang langsung dia seka dengan punggung tangannya sendiri. 

Segera kupeluk sosok yang terlihat sangat rapuh ini. Istriku. Wanitaku. Kenapa dia tidak bisa merasa bahwa hanya dia yang kuinginkan? Well, dulu memang tidak, tapi untuk sekarang dan semoga bisa untuk selamanya.

"jangan menangis. Aku bersumpah aku tidak pernah punya wanita lain di belakangmu." kataku kepada Janet yang sekarang menutup mukanya dengan tangannya. Aku tahu dia sudah mulai menangis sekarang, tapi dia masih berusaha menyembunyikannya dariku. Dia bahkan tidak membiarkan dirinya mengeluarkan isakan sekecil apapun. Tipe wanitaku memang wanita yang tegar, tapi ketegaran Janet ini malah membuatku bersalah. Aku telah membuatnya seperti ini, tidak bisa menangis walau sedang mengingat saat-saat tersakitnya. 

Aku menunggui Janet sampai dia lebih sedikit tenang dan mulai menceritakan tentang kejadian malam itu perlahan. Aku tidak menyebutkan tentang aku yang sedang melamun membayangkan sesuatu yang tidak-tidak dengan Janet. Aku agak malu untuk mengatakan hal itu sebenarnya. Kupikir dia akan bisa tersenyum lega mendapatiku tidak pergi bersama wanita lain. Tapi setelah aku selesai bercerita, muka Janet malah jadi memucat.

"kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau kecelakaan di telepon?" 

"aku tidak ingin membuatmu khawatir. Apalagi saat itu kau sedang marah padaku."

"kalau kau bilang, aku pasti akan langsung pulang malam itu juga." protes Janet. suaranya meninggi menunjukkan kemarahan. 

"Janet, Aku sengaja tidak memberitahumu karena aku tahu kamu belum siap bertemu denganku lagi saat itu. aku tidak ingin rasa kasihan dan tanggung jawabmu sebagai istri, aku ingin pengampunan darimu lah yang membawamu menemuiku lagi." aneh, kenapa dia jadi marah-marah kepadaku? Tadi menangis, sekarang marah-marah. Apa Janet sedang PMS?

"tapi jika kau meninggal hanya karena aku ingin memenuhi rasa egoku.. Aku benar-benar tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri, Dan."

Ternyata aku salah. Janet bukan marah padaku, tapi dia marah pada dirinya sendiri. Dia marah pada dirinya yang malah pergi ke tempat lain ketika aku sedang membutuhkannya.
"sudahlah Janet. itu semua masa lalu. Aku tidak menyalahkanmu dan aku ingin kau tidak menyalahkan dirimu sendiri, oke?" aku mengelus puncak kepalanya karena sekarang Janet sedang menunduk ke bawah dan aku tidak ingin memaksa dirinya untuk menatapku. Janet mengangguk pelan. Tapi aku tahu dia pasti masih belum melakukan hal yang kukatakan, dilihat dari masih mengalir nya air mata di pipinya. 

Selama beberapa menit aku terus mengelus pelan kepala Janet sampai ketika Janet sekilas memandang kearahku dengan mata berairnya, lalu kembali menunduk. Kemudian dengan gerakan yang sangat pelan dan ragu-ragu, Janet menyandarkan kepalanya di dadaku. Aku bisa merasa desahan nafasnya, juga ujung-ujung rambutnya yang menusuk kulitku. Air matanya membuat tubuhku yang memang belum kering bertambah basah.

Ya Tuhan, apa yang sedang Janet lakukan? Lupakah dia aku sedang tidak mengenakan atasan sehingga aku SANGAT bisa merasakan kepalanya di dadaku. Dan seperti tidak cukup, Janet meletakkan kedua tangannya ke belakang punggungku, melingkari tubuhku erat. Gerakannya ini menghilangkan jarak yang tadi ada di antara kami berdua membuat tubuhnya jadi menempel denganku, membuat dadanya menempel dengan bagian atas perutku. 

"Janet.." suaraku tiba-tiba menjadi sangat serak. Aku harus batuk beberapa kali terlebih dahulu untuk mengembalikan nya seperti semula. Ini bukan hal yang bagus. Sama sekali tidak bagus.

Aku tahu maksud janet memelukku sekarang hanya karena emosinya sedang tidak baik tadi. Dia sedang membutuhkan bahu untuk bersandar dan melepas semua kesedihannya. Dan hanya akulah yang bisa menjadi tempat sandaran nya sekarang. 

Tapi aku tidak bisa tidak mengartikan pelukan ini sebagai tanda dia ingin melanjutkan kegiatan kami berdua yang tadi sempat tertunda!! Oke, aku memang mesum. Tapi salahkanlah Janet yang dengan sengaja memeluk orang mesum ini yang padahal sedang berusaha menahan hasratnya mati-matian sejak tadi. Dan sekarang aku tidak bisa dan tidak mau menahannya lagi. Aku menginginkan Janet. 

Awalnya aku ingin langsung saja melahap bibir janet. Namun, tiba-tiba aku terpikir oleh sesuatu yang lain. Kali ini aku ingin Janet yang memulai duluan semua ciuman dan sentuhan, sama seperti pelukan yang dia beri padaku sekarang. Aku sedang ingin merasa ciuman dari Janet yang masih kaku dan amatir itu. Tapi bagaimana caranya membuat dia menciumku? Janet adalah tipe  polos dan pemalu yang tidak akan melakukan hal seperti ciuman bahkan pada suaminya sendiri. Hmm..

"kau menyesal meninggalkanku malam itu?" aku menjauhkan kepala Janet dari dadaku agar aku bisa menatap mata hitamnya yang sering menghipnotisku itu. Janet mengangguk. Air matanya sudah kering sekarang. Bagus, berarti aku benar-benar bisa menyuruh Janet menciumku. Karena aku memang tidak suka melakukan hal seperti itu jika pasanganku sedang menangis. 

"kalau begitu kau harus mau melakukan sesuatu lagi untukku." kuulurkan tangan kananku ke depan Janet seperti akan membuat perjanjian yang sah dengannya. Kening Janet sempat berkerut tapi akhirnya dia menerima uluran tanganku juga. Deal!

"cium aku. Di sini." dengan santai aku menunjuk ke arah bibirku, yang disambut dengan pekikan kecil dari Janet. Tentu saja dia kaget. Biasa aku tidak pernah meminta, tapi langsung mengambil ciuman nya begitu saja hehe. 

Janet memelototkan matanya dan menggeleng keras. Sial, kalau begini aku harus memancingnya lagi.

"kau bilang kau menyesal dan mau melakukan sesuatu untukku. Tapi kuminta ciuman saja kau menolak memberikannya." sungutku kesal. Kulipat kedua tangan di depan dadaku, setelah sebelumnya dengan 'sedikit' kasar melepas genggaman tangan Janet. Kulihat muka Janet yang sedikit shock karena tindakanku itu. Tapi aku tetap pura-pura kesal dan tidak peduli dengan perubahan raut wajah Janet. 

"kau tidak ingat bagaimana aku menciummu waktu itu? aku.. Aku bukan pencium yang baik. Aku gak tahu cara mencium orang." oh, aku ingat waktu Janet berusaha membujukku untuk pergi ke dokter dengan cara menciumku. Kuakui, itu salah satu cara yang efektif untuk dapat memerintahku apa saja.

"aku gak peduli dengan masalah itu. Yang ingin kulihat hanyalah apa kau benar-benar menyesal sampai kau rela menciumku duluan dimana kau tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya." aku bingung kenapa Janet tidak menyadari bahwa maksudku yang sebenarnya hanyalah ingin menciumnya saja. Bukannya aneh kalau tadi aku sudah memaafkan nya tapi sekarang aku kembali mempermasalahkan hal ini lagi? Aku hanya bisa tertawa di dalam hati melihat kepolosan istriku ini. 

Lalu reaksi Janet setelah itu membuatku hampir tidak bisa menahan tawa. Dia menengok ke kanan dan ke kiri seakan mencari jawaban dengan raut wajah bingung dan warna merah merona menghiasi pipinya. Tangannya tidak berhenti memuntir-muntir ujung bajunya. Tinggal satu dorongan lagi.

"sudahlah. Kau memang tidak pernah menyesal." aku berjalan menjauhi Janet dan berniat membuka pintu kamar mandi. Tapi satu kata dari Janet membuatku berhenti melangkah dan.. Tersenyum."tunggu!" 

Yes yes yes..

Aku membalikkan tubuhku ke arah Janet berada, mencoba tetap terlihat biasa yang sangat susah dilakukan karena hatiku sedang berbunga-bunga. "apa?" 

Janet berjalan mendekatiku yang bersandar ke pintu kamar mandi. Dia berhenti ketika tepat di depanku. Menatapku dalam diam sampai dia bertanya, "di pipi?" tawarnya dengan kedua tangannya dikatupkan didepan dada seakan memohon padaku.

"gak mau. Maunya di sini." aku kembali mengulangi kegiatan menunjuk bibirku sendiri.
Janet menghela nafas panjang dan seperti orang depresi mulai memberantakan rambutnya.

Hey, itu tugasku sayang!

Ketika dia menatapku kembali, aku menaikkan salah satu alisku seakan menanyakan, "jadi?"
Janet mengisyaratkan untuk menyuruhku menutup mata. Kulakukan hal itu tanpa banyak protes. Janet tidak akan mungkin bisa melawan rasa malunya jika aku menatapnya terus-menerus. 

Dan.. Akhirnya aku bisa merasakan sentuhan lembut dan kenyal di bibirku. Bibir Janet, yang baru beberapa jam lalu kurasakan. Janet memang tidak ahli dalam ciuman seperti yang dia bilang. Buktinya sekarang dia hanya menempelkan bibirnya dengan punyaku dalam keadaan tertutup rapat. Tapi nyatanya hal itu malah menggodaku untuk mendapatkan lebih.

Karena itulah waktu Janet berusaha menyudahi ciuman nya, aku menahan dan malah menarik tubuhnya lebih dekat kepadaku. Sekarang giliranku yang memberi ciuman pada wanita ini.  Aku akan mengajarinya semua yang dibutuhkannya untuk menjadi seorang istri sepenuhnya. Dengan lembut, dengan sedikit liar, dengan perlahan, dengan sedikit menuntut.. Dengan semua gairah yang ada di antara kami berdua. Sekarang barulah bagian yang lebih menarik akan dimulai..

Continue Reading

You'll Also Like

510K 20.8K 36
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
336K 41.2K 43
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
4.9M 182K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
1.5M 73.8K 52
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...