90° or 0° (part one)

81.1K 2.4K 885
                                    

Janet's POV

"Janet." 

Aku tersadar dari lamunanku ketika sesuatu menepuk pipiku pelan. Tangan Mr.cold sudah menempel dengan pas nya di pipi sebelah kananku dan lagi-lagi meninggalkan jejak panas di kulitku. 

"apa yang sedang kau lamunkan dari tadi? Alena datang dan sedang menunggu dengan tidak sabar untuk bertemu denganmu." tanya Mr.cold sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Terlihat dari ekspresinya dia masih kesal terhadap sesuatu. Aku tidak mau menduga-duga lagi karena hanya akan membuatku merasa bersalah. 

"bukan apa-apa." Jawabku singkat dan hanya melewati tubuh Mr.cold lalu menuju ruang tamu. setiap langkahku terasa lebih berat dari biasanya tapi aku tetap terus berjalan mendekati kak Alena. Aku belum benar-benar berbicara dengan kak Alena sejak dia menikah karena rasa bersalah yang sekarang sedang kembali tumbuh. Jadi aku tidak bisa memprediksi bagaimana sikap kak Alena kepadaku, karena firasatku terus mengatakan bahwa sebenarnya kak Alena sudah tahu apa yang kulakukan bersama kak Mori walau kak Mori terus membantahnya.
Kak Alena menatapku dengan penuh kedataran dan aku yang ditatap hanya bisa menaruh pandanganku di tembok belakang kak Alena. 

Sedetik kemudian kak Alena berteriak "Jaja!!". Dia berdiri dengan cepat dan langsung melingkarkan tangannya di sekitarku. Bahkan dia masih meneriakkan namaku ketika memelukku. Teriak bahagia. 

"kak Lele!" aku yang kaget juga ikut berteriak begitu merasakan pelukan hangat kak Alena. aku terkejut karena yang kudapatkan ternyata adalah pelukan hangatnya. Kubenamkan kepalaku dalam pelukan kak Alena. 

Jaja dan Lele adalah panggilan yang kami buat untuk satu sama lain, yang hanya kami pakai, semestinya, ketika tidak ada orang lain di sekitar. Tapi mungkin karena terlalu gembira kami melupakan peraturan itu. Kak Alena gembira bertemu denganku, dan aku juga gembira mendapati kak Alena masih bersikap baik kepadaku. 

"jangan panggil aku lele! Memangnya aku ikan?" kak Alena mencubit hidungku gemas.
"jangan panggil aku Jaja. Memangnya aku mie korea(jajangmyun)?" aku balas cubitannya tapi di pipi. Pipi kak Alena selalu tempat terbaik untuk melepaskan cubitanku. 

Lalu kami menatap satu sama lain dalam diam yang diakhiri dengan suara tawa kami berdua.
Kami selalu berargumen tentang nama panggilan yang telah kami buat jauh sebelum kak Alena masuk SD. Kak Alena selalu memintaku untuk memanggilnya 'kak Lena' ketimbang 'kak lele'. Aku juga selalu memintanya untuk memanggilku Janet saja dibanding 'jaja'. Tapi masalah nama panggilan ini tidak pernah berubah karena salah satu dari kami tidak pernah mengalah dan mengubah panggilannya kepada yang lain duluan. Kami memang kakak beradik yang terlalu sama-sama keras kepala.

Aku menatap ke arah kak Alena. Tidak banyak yang berubah dari dirinya, kecuali rambutnya yang sekarang sebahu dan dicat coklat kemerahan, seakan berusaha menjadi sesuatu yang berbeda dari dirinya dulu. Tapi walau begitu Kak Alena masih terlihat seperti seorang perempuan baik yang pernah kuperlakukan jahat. Semoga kak alena tidak pernah mengetahui apa yang kuperbuat dulu untuk memisahkannya dengan Mr.cold. Aku tidak kuat jika kak Alena berubah dingin seperti Mr.cold. 

Kupeluk kak Alena sekali lagi sebelum melepaskannya. Aku masih tidak percaya seseorang lelaki akan membuatku melakukan hal jahat padanya. Tapi itulah kenyataan yang telah terjadi. 

"kak Alena kenapa tiba-tiba bisa kemari?" 

"ah ya aku mau.. Eh tunggu tunggu rambutmu dan rambut Daniel kok bisa sama-sama basah?" kak Alena mengangkat sejumput rambutku untuk memastikan teorinya.

Gawat. Mana mungkin aku mengatakan pada kak Alena bahwa tadi aku dan Mr.cold sedang berusaha melakukan hubungan suami istri di kamar mandi. Setidaknya tidak mungkin kukatakan di depan kak Alena. 

Cold Marriage [Re-upload]Where stories live. Discover now