Lieons

By nathavanlawliet

5.5K 645 71

Pernahkah kau merasa berbeda di antara yang lain? Ini yang aku alami. Membuka ruangan itu bukanlah suatu kebe... More

Chapter 1 - The Beginning
Chapter 2 - Samuel Caelum
Chapter 3 - A Divinedions, maybe?
Chapter 4 - The Transformation
Chapter 5 - Crystal Ace
Chapter 6 - So, this is not the end of the Transformation?
Chapter 7 - Triggered by Anger
Chapter 8 - Surprise!
Chapter 9 - The Mysterious 'Me'
Catatan Penulis untuk Para Pembaca (Author's Note for the Readers)
Chapter 10 - The Look in Your Eyes.
Chapter 12 - The Monster Within Me
Chapter 13 - The past
Chapter 14 - Apartment
Chapter 15 - His Friend?

Chapter 11 - That Strange Girl

265 37 0
By nathavanlawliet

  Hari sudah malam, dan besok adalah hari Selasa.

  Kyle meletakkan tubuhnya di kasur, rasa jengkel masih saja melekat karena ia baru saja dikejutkan.

  Memalukan, menurutnya.

  Tak bisa ia sangkal lagi, dulunya ia memang bukanlah pria yang percaya bahwa makhluk supernatural itu ada.

  Namun mengingat bahwa sekarang ia mengetahui ada makhluk di dunia ini selain manusia, ia mulai meragukan teorinya tersebut.

  Tiba-tiba, suatu kejanggalan yang ia rasakan saat shiftnya selesai terputar kembali di otaknya.

  "Gadis yang memesan tujuh roti besar itu...," gumamnya pelan.

  Ya, gadis dengan tujuh roti besar adalah kesan pertamanya.

  Namun, yang lebih penting dari itu adalah,

aura gadis itu yang sangat aneh dan terangnya kilat kedua matanya saat Kyle melihatnya sedang menundukkan kepala.

  Aku memang tak dapat menangkap dengan jelas wajahnya karena ia menunduk. Tapi yang pasti, kedua matanya benar-benar menyala dan menarik perhatian meski poni panjangnya menutupi., pikirnya.

  Suara ketukan pintu terdengar, membuatnya menolehkan kepala ke arah pintu. Namun, ia tak mempedulikannya, kepalanya ia palingkan dari pintu.

  KRIETT

  Suara deritan pintu terbuka membuatnya menoleh lagi, melihat siapa yang masuk.

  Gadis cantik dan imut tersebut masuk dengan tampang sedikit bersalahnya karena ia baru saja mengerjai pria yang ternyata tidak suka kejutan.

  Kyle mendengus, lalu duduk dan berdiri menuju ke kamar mandi, keberadaan Tiffanny tak ia anggap.

  Membuat gadis itu kesal dan merasa semakin bersalah.

  Saat pintu kamar mandi tertutup, Tiffanny mendudukkan tubuhnya di kasur, bermaksud menungguinya selesai mandi.
Terkadang ia berdiri berkeliling untuk sekadar melihat-lihat, lalu kembali duduk dengan tidak tenang.

  Tak lama kemudian, Kyle muncul dengan kaos kasual dan celana santai, ia berjalan begitu saja, tanpa melirik sedikit pun.

  "Hei, aku dan Samuel minta maaf," kata Tiffanny tiba-tiba.

  Kyle tak menyahutnya, ia melepas charger dari ponsel lalu mengambil earphone.

  Dengan gerakan yang cepat, ia menyambungkan benda itu ke ponsel dan kedua telinganya.

  Seolah kedua aksinya dalam mengeratkan earphone itu berkata bahwa ia tak tertarik pada keberadaan Tiffanny.

  Tiffanny yang melihat itu hanya menatapnya sebal, seolah earphone tersebut bersuara jauh lebih indah dari suaranya.

  Kyle duduk di kasur lalu meluruskan kaki, kedua matanya fokus pada layar ponsel.

  Sepertinya keberadaanku tak dianggap olehnya, pikir Tiffanny.

  Karena tidak ada suatu hal untuk dilakukan dan Kyle belum juga menganggapnya ada, ia berdeham sebentar lalu beringsut mendekati Kyle agar jarak di antara keduanya berkurang.

  Sesaat ia mulai merasa gugup, dan mulai menyesal kenapa dengan begitu bodohnya ia justru mendekati Kyle yang justru membuat ekspresinya menjadi tegang dan kaku.

  Namun, lama kelamaan Tiffanny menggeser posisinya lagi. Posisinya kini bisa dibilang menempel seperti parasit yang sedang menghinggapi tanaman.

  Jantungnya kini berdebar lebih cepat dari biasanya, ia ingin meminta maat. Namun, justru sekarang terasa sangat gugup dan canggung untuk meminta maaf.

  Suara lagu keras merasuk ke telinga Tiffanny, membuatnya menoleh ke arah earphone yang melekat sempurna di telinga pria yang berada di sampingnya.

  "Mendengarkan musik sekeras ini tidak baik, kau tahu," ujar Tiffanny seraya melepaskan salah satu earphone.

  Kyle yang merasa terganggu akhirnya melirik ke arahnya dengan tajam.

  GULP

  Tiffanny meneguk air ludahnya, suaranya tercekat di tenggorokan. Tak menyangka bahwa tatapan Kyle begitu tajam dari jarak yang dekat.

  Ia menundukkan kepala, tak berani beradu pandang dengan sang mata tajam yang bisa saja menusuk matanya seperti belati. Dengan kepalanya yang ia tundukkan, ia mulai menggeser posisinya lebih jauh dari Kyle sedikit demi sedikit.

  Saran gadis itu Kyle dengarkan, volume musik tersebut ia kurangi.

  Namun sesaat setelah itu, suara pintu terbuka terdengar, memperlihatkan Samuel dengan wajah blank dan mulut terbukanya yang terlihat bodoh karena melihat mereka berdua berada di satu ranjang dengan posisi yang dekat.

  Tiffanny yang menyadari itu langsung terlihat gelagapan dan berdiri dengan ekspresi gugupnya.

  Kyle tak mempedulikan mereka berdua, ia masih fokus pada aktivitasnya kini.

  Samuel yang berpasangkan tampang blank tersebut hanya diam saja dengan mulutnya yang sedikit terbuka.

  KRIIEETT

  Pintu mulai menutup perlahan-lahan, lalu,

  BLAMM

  Tertutup kembali, menghilangkan Samuel dengan ekspresinya yang sangat bodoh.

  BRAKK

  Pintu dibuka lagi, dan...

  Samuel lagi orangnya.

  Ia sudah mengontrol ekspresi menjadi jauh lebih baik dari pada tampang sebelumnya. Ia berjalan santai ke arah Tiffanny yang memandang ke arahnya dan Kyle bergantian.
Seolah memberi kode bahwa Samuel dan dirinya, sang tersangka harus meminta maaf pada Kyle, sang korban.

  "Hei, Kyle. Tak apa-apa, kan. Lagi pula, kau, 'kan, tidak punya penyakit jantung," celetuk Samuel tiba-tiba dengan nadanya yang kelewat tak bersalah.

  Tak ada sahutan dari Kyle.

  "Kau ini. Kau, 'kan, tidak percaya hal-hal mistis seperti itu."

  "Aku memang tidak percaya, Sam." ujar Kyle, berkebalikan dengan apa yang ia katakan di dalam pikirannya.

  Samuel terdiam sebentar, lalu melanjutkan.
"Hei, Kyle. Coba bayangkan. Kita hidup di antara miliaran galaksi. Dan di setiap galaksi ada berjuta-juta-- atau mungkin lebih, bintang dan berbagai planet. Bayangkan jika kau menghitung semua planet dan bintang di setiap satu galaksi dari miliaran galaksi, huh? Bukankah itu menjadi rentetan angka yang tak terbayangkan--"

  "Aku tahu, Sam."

  "Lalu, jika kau tahu, bagaimana mungkin kau hanya bisa menyimpulkan bahwa tanda-tanda kehidupan hanyalah berada di bumi? Kenapa alam semesta dan bermiliaran galaksi ini diciptakan hanya untuk..., bumi? Yang bahkan ukurannya tidak seberapa dan hanya sebagian kecil dari satu galaksi ini." ujar Samuel yang hanya dibalas Kyle dengan memutar bola matanya malas.

  Mulai lagi, pikir Kyle.

  "Bisa saja kita memang hidup dan tidak ditakdirkan untuk dipertemukan dengan makhluk lain. Mereka juga mungkin saja tak menyadari keberadaan kita dan menganggap bahwa hanya planet merekalah satu-satunya yang memiliki kehidupan."

  "Hentikan, Sam."

  "Bisa saja para monster, dewa-dewi, putri duyung, dunia dongeng, dunia game, dunia anime, dunia fantasi, dunia--"

  "Sam, bukankah tidak adil? Jika dunia fantasi yang kau bicarakan itu ada. Lalu mengapa kita ditempatkan di dunia membosankan ini?"

  "Kau benar! Tapi-- uh..., mungkin, jika dunia ini dilihat dari dunia mereka, kita seperti dunia... Sci-Fi?"

  "Tapi, Sam. Bagaimana bila--"

  "Oh, AKU HAMPIR LUPA AKAN HAL INI!" teriak Samuel tiba-tiba yang membuat Kyle menaikkan salah satu alisnya.

  "Kau tahu-- tadi pagi..., tidak-- mungkin sudah menjelang siang. Aku bertemu dengan ALIEN WANITA YANG SANGAT MIRIP SEPERTIMU!" Kyle memundurkan wajahnya tak percaya.

  "Uh..., Sam, kurasa kau mengada--"

  "Tch, padahal hampir saja aku membuat kesepakatan dengannya. Jika saja aku berhasil membujuk alien itu, aku pasti sudah menggenggam ijin untuk mengunjungi planetnya." ujar Samuel, terlihat sangat menyesal.

  Namun, ia menatap Kyle lagi, lalu melanjutkan ucapannya.

  "Tapi, Kyle. Aku tidak bohong. Wajah gadis itu benar-benar mirip sepertimu. Dia juga memiliki tatapan dingin dan-- OH, BENAR! Dia juga maniak fashion sepertimu! HAHAHAHAH! Dia memakai kontak lensa yang sangat menyala seperti yang kau pakai sekarang! Dasar kalian fashionista, HAHAHAHAHAHAH--"

  "Sam, kau melihat gadis itu di mana?" potong Kyle, menghentikan ledakan tawa Samuel yang menggelegar bagaikan membelah lantai apartemen.

  "Uh..., entahlah. Dia menanyakan peta, jadi kuberikan dan-- OH!"

  "Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Kyle penasaran.

  "Dia juga mengganggu ritualku bersama Dewa Poseidon!" ujar Samuel, terlihat kesal.

  Kyle mendengus, merasa bahwa ucapan Samuel barusan benar-benar tak berarti.

  "Padahal tinggal sedikit lagi, lalu aku dapat mengunjungi tempat-tempat di mana dewa-dewa Yunani berada, dan menjadi salah satu di antara mereka--"

  "Uhm..., aku tidak mengerti kalian sedang membicarakan apa." celetuk Tiffanny, yang sepertinya mulai kesal dan jenuh akan pembicaraan kedua pria itu.

  Samuel menepuk jidatnya, lupa akan niatannya untuk meminta maaf bersama Tiffanny kepada Kyle atas kejutan mereka.

...

  Bagaikan kedipan mata, suasana menjadi sunyi, seolah pembicaraan tadi tak terjadi. Kyle kembali ke ekspresi datarnya, meski ia masih memikirkan apa yang baru saja dikatakan Samuel.

  Samuel bergilir menatap Tiffanny. Perlahan-lahan, ia mendekati Tiffanny, bertanya dengan bisikan,

Apa yang terjadi sebelum aku masuk ke sini?, bisik Samuel.

  Sejak tadi aku sudah meminta maaf. Tapi Kyle tak menggubrisku sama sekali. Mungkinkah..., dia benar-benar marah? Apakah dia memang mudah terkejut? Apakah dia..., pe..., penakut?, bisiknya pelan pada Samuel.

  Kyle menegaskan rahangnya saat bisikan tersebut terdeteksi oleh kedua telinganya yang jauh lebih tajam dari manusia normal, ia tak suka disebut penakut.

  Aku tak tahu, mungkin--

  "Aku-- tidak terkejut mau pun takut. Namun tetap saja aku tak suka kejutan kalian." ujarnya tiba-tiba, nadanya terdengar sangat tegas.

  Samuel dan Tiffanny hanya diam saja, lalu mereka berbisik lagi.

  Apakah dia hanya beralasan? Mana mungkin--

  "Sudah kubilang aku tak terkejut mau pun takut!" tegasnya lagi yang membuat kedua orang tersebut bingung dibuatnya.

  Karena secara tak sadar, Kyle menjawab sekaligus memotong acara bisikan mereka.

  "Aku tak mengatakan apa pun." ujar Samuel polos.

  Kyle mengumpat dalam hati, lalu mendecak dan menghempaskan tubuhnya di kasur, tidur meninggalkan pasangan yang senang bergosip tersebut.

--

  Pagi cerah menyambutnya dengan semburat matahari yang sedang bersembunyi di balik gumpalan awan, cahaya yang sangat terang tersebut memaksa masuk ke dalam mata Kyle, membuatnya terpaksa bangun.

  Ia mendudukkan tubuhnya dengan rasa takjub pada dirinya, bahwa hari ini ia dapat bangun di pagi hari.

  Ini bukanlah hal yang biasa.
Menurutnya ini sangat menakjubkan.

  Ia melihat ke arah samping, mendapati sahabatnya yang sedang tertidur pulas dengan wajah konyol.

  Tanpa memikirkan apa-apa lagi, ia berdiri lalu mengambil handuk yang terselempang di meja.

  Mandi adalah satu-satunya hal yang terbesit di otaknya.

  Setelah sepuluh menit ia habiskan untuk membersihkan diri, ia keluar dengan baju dan celana kasual.
Tak lupa ia membawa ponsel, dompet, kunci motor dan, tentu saja, earphone kesayangannya.

  Pintu yang menghubungkan rumah Samuel dan dunia luar ia bentangkan perlahan, mendapati orang-orang yang berlarian dengan peluh di dahi dan handuk kecil di leher mereka.

  Tentu saja, mereka sedang berolahraga.

  Ia pun juga berencana berjalan-jalan sebentar untuk menyegarkan pikiran.

  "Dasar pengecut," ujar seseorang yang membuatnya menoleh.

  Crystal berdiri di belakangnya, menampilkan wajah yang menurutnya sangat menyebalkan.

  "Sejak kapan kau mengikutiku?"

  "Sejak dulu, kau tahu itu."

  Kyle mendengus, lalu berbalik pergi.

  "Kenapa kau begitu marah pada temanmu hanya karena kau dikejutkan?" tanya Crystal yang membuat langkahnya berhenti.

  "Bukan urusanmu."

  "Itu hanya masalah sepele. Apa kau sadar bahwa kau sangat kekanak-kanakkan?"

  "Kau tak tahu--" ucapannya berhenti, ia sengaja.

  "Kau pasti takut," ujar Crystal diiringi suara tawa kecil yang indah sekaligus sinis.

  "Apa?" balas Kyle sinis, tak setuju dengan anggapan gadis itu.

  "Tentu saja. Sangat jelas."

  "Tidak. Aku tidak takut." tegasnya.

  Baru saja Crystal membuka mulutnya untuk membalas, suara Kyle memotongnya.

  "Kau ingin berdebat?" tantang Kyle tiba-tiba.

  "Tidak."

  "Kalau begitu, tutuplah mulutmu." ujarnya sinis seraya menekankan beberapa kata.

  Ucapan tersebut, dengan anehnya dituruti oleh Crystal.

  Kyle yang merasa bahwa makhluk itu tak pernah menuruti perkataannya, mulai bingung dan merasakan bisikan-bisikan mengganggu terdeteksi di kedua telinga.

  Ia pun mengedarkan pandangan ke sekitar, ada tiga perempuan yang memperhatikannya sejak tadi.

  Dan, tentu saja, mereka tak bisa melihat Crystal.

  Yang artinya, mereka hanya melihat Kyle berceloteh dengan mulutnya tanpa ditujukan pada siapa pun.

  Bisa dikatakan, mereka menafsirkan bahwa Kyle sedang berbicara sendiri.

  Ia menoleh ke arah Crystal yang sedang menahan tawa. Telinganya terasa panas saat menangkap bisikan tiga gadis itu yang sedang memakinya sebagai pria tampan gila yang berkeliaran.

  Dengan kesal, Kyle berjalan mengarah ke tiga gadis itu tanpa menatap mata mereka. Kedua bahunya yang lebar langsung menabrak melalui tengah-tengah dari mereka bertiga hingga gadis-gadis itu terpental mundur dan merasa sakit.

  Namun, beberapa saat kemudian, mata mereka berbinar-binar.

  Ketiga gadis itu saling menatap satu sama lain, lalu tatapan kompetitif pun mulai membara di mata mereka.

  "Aku yang ditabrak, bukan kau!"

  "Aku!"

  "Tidak!"

  "Kau tadi hanya terkena sedikit! Aku yang ditabrak paling keras!"

  "Itu karena dia tak ingin menyakitiku! Jadi dia menabrakku dengan pelan!"

  "Tidak!"

  "Iya!"

  "Dasar kau wanita tidak tahu diri!"

  "Akan kulaporkan pada pacarmu bahwa kau melirik pria lain!"

  "Apa?! Kau pikir aku tak tahu bahwa kau juga punya selingkuhan?!"

  "Hah?!--"

  "Apa kau bilang?!"

  "Apa?!"

  ...

  Dan...

  perdebatan di antara ketiga gadis itu terus berlanjut hingga salah satu dari mereka menangis.

  Kyle tertawa seraya berjalan, tak habis pikir. Apa saja hal yang bersemayam di dalam otak ketiga gadis itu.

  "Hei," Crystal memanggilnya.

  Kyle hanya melirik, lalu menggumamkan suatu hal yang sekiranya hanya dapat bisa didengar oleh Crystal.

  "Jangan bicara padaku di keramaian."

  Crystal memutar bola mata lalu menganggukkan kepalanya mengerti.

  "Bukankah kau bisa saja menggunakan telepati padaku?"

  "Tidak nyaman bila kau berada tepat di sampingku dan aku menggunakan telepati. Ini seperti dua orang yang bertelponan di saat keduanya sudah bertatap muka. Sangat aneh."

  "Baiklah, baiklah. Lalu, apa alasanmu menabrak ketiga gadis tadi?"

  "Kenapa? Tentu saja untuk mengalihkan pikiran mereka dari sebutan konyol itu tentangku."

  "Bukankah justru aneh? Pikirkan, mereka melihatmu sebagai pria aneh yang berbicara sendiri, lalu tiba-tiba kau menabrak mereka,"

  "Apa kau tak memiliki mata? Bukankah kau sudah lihat bagaimana reaksi mereka? Mereka bahkan sangat senang aku tabrak." mendengar perkataan Kyle, Crystal tertawa sebentar, lalu berkata.

  "Kepercayaan dirimu terlalu berlebihan."

  "Jika kau sudah mengikutiku sejak aku kecil, kau pasti tahu betul bagaimana reaksi orang-orang di sekitarku."

  "Ya, terserah kau."

  "Sebenarnya, kemarin aku merasa ada aura asing di kedaiku."

  "Apa maksudmu?" Crystal mulai menghentikan langkahnya, lalu berjalan lagi, mengikuti Kyle.

  "Entahlah, aku tak terlalu yakin. Saat menjelang pergantian shiftku, aku sudah merasa bahwa ada aura aneh..., yang kuat, mulai menjalar. Awalnya kupikir hanya perasaanku saja. Namun, saat aku melewati meja para pelanggan. Aku dapat mendengar ketukan kaki dengan ritme yang sangat cepat..., sangat cepat hingga membuatku tertarik untuk menoleh ke arahnya. Ke arah seorang gadis yang sedang memundukkan kepala." jelasnya.

  "Lalu?" Crystal menampakkan raut penasaran seiring jalannya semakin jauh.

  "Aku tak dapat melihat wajahnya yang sedang menunduk itu, itu juga karena poni sampingnya yang panjang berjatuhan di depan wajahnya. Tapi yang aneh adalah..., aku masih dapat melihat kilat matanya yang sangat terang. Dan..., itu mengingatkanku akan kedua mataku sendiri."

  "Jangan bercanda, Kyle. Yang kau lihat itu mustahil, itu hanyalah ilusi."

  "Jangan anggap remeh indra visualku, aku tak sedang dalam tekanan apa pun hingga menciptakan sebuah ilusi seperti itu." jawab Kyle tegas.

  "Mungkin saja kau sedang tertekan karena semua hal rumit--"

  "Kubilang tidak. Awalnya memang kupikir ada yang salah dengan mataku. Namun tidak. Ada yang aneh dengan gadis itu. Aku..., dapat melihatnya sedang menyeringai."

  Crystal menghentikan langkahnya.

  "Sudahlah. Lebih baik kau perhatikan jam berapa kau memulai kerjamu." ujarnya yang membuat Kyle memeriksa arloji, lalu berkata.

  "Aku tahu." Kyle mengakhiri pembicaraan, lalu melangkahkan kakinya lagi menuju rumah Samuel untuk mengambil motor.

  Masih pagi, memang. Namun ia berencana untuk sarapan di luar seraya menunggu jam kerjanya dimulai.

  Setibanya di rumah Samuel, ia disambut dengan tampang kedua manusia. Yang satu terlihat masih bersalah, sedangkan yang satunya terlihat terpaksa untuk meminta maaf.

  "Kyle, aku membelikanmu satu kardus keripik kentang. Puas, kau? Ini kentang 'edisi terbatas'! Lihat!" ucap Samuel seraya menunjuk-nunjuk kardus.

  Kyle terdiam selama beberapa detik.

  Berbagai emosi bercampur aduk.

  Lalu...,

  "OH, ASTAGA!" teriaknya kegirangan yang membuat Tiffanny terperanjat, terkejut atas sikap dan suasana hati pria tersebut yang berubah drastis.

  "SAM, KAU YANG TERBAIK!" Kyle memeluk Samuel seraya menepuk punggungnya keras lalu berteriak.

  Samuel pun menanggapi Kyle, mereka berdua membentuk lingkaran dan berputar-putar dengan keras seakan sedang mengadakan ritual.

  Tiffanny yang ditinggal sendirian, akhirnya bergabung dengan mereka berdua, berputar-putar.

  "AHAHAHAHAAHAH," tawa Samuel mengiringi putaran mereka.

  ...

  Berputar...,

  "AHAHAHAHAHAHAH,"

  ...

  terus berputar.

  ...

  Lima menit berlalu,

  "AHAHAHAHAHAHAHAHA,"

  ...

  ketiganya...,

masih berputar-putar.

  Ya, Samuel memaksa kedua tangan mereka.

  "AHAHAHAHAHAH--"

  "Sam, bisakah kau hentikan ini?" potong Kyle dengan suaranya yang tidak stabil karena tubuhnya terus bergerak. Pengelihatannya kini tergoncang bukan main.

  "Oh, maaf. Aku kelewatan." ujar Samuel lalu segera melepaskan tangan mereka berdua begitu saja.

  BRAKK

  Jatuh, tentu saja.

  Keduanya jatuh, kecuali Samuel, karena ia sudah profesional dalam hal-hal seperti ini.

  "Astaga, gerakan apa tadi? Sangat menyenangkan! Aku ingin lagi!" teriak Tiffanny dengan mata berbinar-binar meski kini kepalanya tampak memutar ke bawah dan ke samping, merasa pusing.

  "Jangan bercanda, Tiff. Samuel memanfaatkan kita untuk ritualnya." Kyle menyentuh area dahinya yang terasa berputar-putar.

  "BAHAHAHAHAHAH." tawa Samuel meledak, lalu tiba-tiba pandangannya menjadi tajam menatap Kyle.

  "Ternyata kau sudah mengetahui niatan tersembunyiku. Sudah kuduga, kau memang--"

  "Berisik, Sam."

  "Oh, Tiff, kau tak ingin berbelanja baju lagi?" tanya Samuel yang langsung membuat suasana hati Kyle turun drastis.

  Sial, jangan lagi, pikir Kyle.

  Tiffanny yang mengamati dan mengerti ekspresi Kyle hanya menggeleng.

  "Aku rasa baju yang kau belikan sudah sangat banyak. Jadi, tidak usah." ucapnya.

  Samuel mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.

  "Tapi aku ingin keluar, aku bosan di rumah. Benar, 'kan--"

  "Aku akan memulai shift pagiku." potong Kyle sambil tersenyum aneh ke arah Samuel.

  "Tapi kau masih punya beberapa jam. Ini masih sangat pagi."

  "Ada beberapa hal yang ingin kulakukan." balas Kyle, beralasan.

  Samuel mendengus, lalu masuk ke dalam apartemen bersama Tiffanny. Tentu saja karena mereka bosan.

  "Hei," Seseorang membisikinya, Kyle dengan sigap langsung menolehkan kepalanya ke belakang, namun ia tak menemukan siapa pun. Alisnya ia tautkan, lalu melihat ke bagian belakang sebuah tanaman yang besar dengan sulur-sulur yang panjang.

  Terlihat jelas Crystal bersembunyi di belakangnya. Kyle mendecak lalu menatapnya seakan memberi kode 'Apa yang kaulakukan di sini?'

  Crystal pun berdiri, menghadap tepat di depan wajah Kyle.

  "Aku ingin membicarakan sesuatu,"

  Kyle menoleh, wajahnya menyiratkan rasa penasaran, haus akan informasi-informasi yang belum ia ketahui.

  Katakan saja sekarang, di sini., telepatinya.

  Tiba-tiba Crystal menolehkan kepalanya ke arah atas, dan berkata.

  "Oh, aku harus pergi. Aku ada urusan di Divaions."

  Apa? Divaions? Apa itu?

  BLAAZZT

  "Kyle, aku akan memesan pizza. Kau ingin pizza apa?" Samuel menawarkan tiba-tiba.

  Kyle menoleh dengan sigap, lalu berpikir.
"Sama sepertimu saja."

  "Lalu, kau, Tiff?"

  "Aku..., sama seperti kalian!"

  "Baiklah." Samuel mengeluarkan ponselnya lalu menempelkannya di telinga, berbicara pada orang yang akan mencatat pesanannya.

  Kyle kembali menoleh ke arah kirinya, namun Crystal sudah menghilang.

  Ia menoleh ke kanan dan belakang, tidak ada.

  Bahkan auranya tak terasa.

  Lagi-lagi begini, dia menghilang secara tiba-tiba.

  "Apa yang kau cari?" tanya Tiffanny dihiasi wajah penasarannya.

  Kyle mendengus, lalu menjawab,
"Tidak ada."

Continue Reading

You'll Also Like

344K 893 8
konten dewasa 🔞🔞🔞
247K 347 17
Kumpulan cerita dewasa part 2 Anak kecil dilarang baca
341K 19.5K 21
Tak pernah terbayang olehku akan bertransmigrasi ke dalam novel yang baru aku baca apalagi aku menempati tubuh tokoh yang paling aku benci yang palin...
875K 76.2K 33
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...